(A/N) : Jujur author langsung menggidik geli (I literally don't know the equivalent word for 'cringe' in Bahasa without make it weird, so yeah..) ketika membaca ulang fanfic ini, mohon maaf sebesar-besarnya kepada Fujimaki Tadatoshi-sensei karena gadis kebanyakan hormone satu ini berhasil menghancurkan imej seorang Akashi Seijuuro dengan imajinasinya yang kelewat tinggi.
TETAPI… karena sudah terlanjur sayang sama fanfic satu ini (ibaratnya anak pertama), author berusaha untuk melanjutkan imajinasi nista author lebih panjang lagi. Author juga akan berusaha semaksimal mungkin untuk memperbaiki chapter-chapter sebelumnya.
Oh iya, pada chapter ini author akan menggunakan pandangan orang ketiga karena akan lebih terlihat jelas pertengkatan dengan 'otak' diantara keduanya yang pastinya memang lebih pas bagi seorang berdarah 'Akashi' ketimbang berantem menggunakan fisik.
(Walaupun author sangat tergoda untuk melihat Haruna menendang Seijuuro di tempat dimana matahari tidak bersinar—also known as di 'berlian'nya)
WARNING : Perubahan gaya tulis dari chapter-chapter sebelumnya.
Sorry for the long wait, enjoy!
.
CHAPTER 7
.
Tangannya mengepal erat pada surat undangan di tangannya membuat kertas di dalamnya mengerut, surat yang berisi tiket untuk 4 orang tersebut seperti kutukan bagi Seijuuro.
Mengingatkannya kalau ibunya sudah tidak berada di sisinya.
Mengingatkannya kalau lelaki yang sangat ia benci dalam hidupnya itu pasti tidak akan datang sekalipun ia memberi tiket ini—hal ini tentunya akan membuat Haruna sedih, dan ia akan melakukan segala cara agar mencegah hal ini terjadi.
Ia menghirup udara sebanyak-banyaknya, membiarkan setiap molekul udara memenuhi paru-parunya seperti balon udara, menenangkan detak jantung yang mulai menggila dalam tulang rusuknya, menghilangkan rasa marah yang mulai membuncah di wajahnya, membiarkan topeng yang biasa ia kenakan duduk manis di singgasananya.
'Topeng Iblis' jika Haruna harus menamai ekspresi menyebalkan itu.
Dengan tangan kirinya ia mengetuk tiga kali pintu di depannya, kayu pohon Meranti yang kabarnya lebih kuat dari besi bahkan menunjukkan betapa pentingnya lelaki yang berada di balik pintu ini. Sekali lagi ia menarik nafas dalam-dalam,"Ayah, ini Seijuuro."
Terdengar suara deheman dan gemelatuk sepatu berhak tinggidari dalam ruangan, selang beberapa detik ayahnya memberikannya izin untuk memasuki ruang kerjanya.
Bisa dibilang Seijuuro tidak kaget ketika melihat sekertaris ayahnya—Megumi—berdiri di sebelah ayahnya, bajunya telihat lecek dan….tidak rapi walaupun masih pagi hari. Seolah-olah ia menggunakannya secara terburu-buru atau mungkin saja tidak berganti baju. Dan tentu saja itu sangat mustahil, mengingat ia sekertaris orang 'itu'.
Semua pertanyaan di benak Seijuuro langsung terjawab ketika melihat noda lipstick di pipi dan kerah ayahnya.
Oh.
Kini matanya rubynya terisi dengan rasa jijik seolah-olah melihat bangkai tikus di selokan, ia memikirkan segala umpatan dan makian yang pantas dicantumkan dalam setiap kata dan kalimat yang akan keluar dari tenggorokannya, seperti minyak yang membuat api lebih besar lagi, hal ini membuat amarah Seijuuro semakin memuai.
Dengan teganya ia—manusia yang lebih rendah dari Amoeba bersel satu sekalipun— meninggalkan ibu yang Seijuuro dan Haruna sayangi—CINTAI— demi wanita jalang seperti dia?!
Kurangajarkurangajarkurangajar.
Ibu yang manis dan tulus, berwangi vanilla serta rempah-rempah lainya, senyumnya selalu merekah dengan menawan, menunjukkan sederet gigi putih serta lesung pipi yang sempurna, kulitnya putih berseri, matanya cokelat penuh kasih sayang, pelukannya hangat sehangat matahari dipagi hari.
Butuh seluruh kekuatan Seijuuro untuk tidak memukul habis pria di hadapannya dengan tangannya, atau setidaknya membiarkan wajah menyebalkannya 'bersalaman' dengan meja marbel di hadapannya, membiarkan wajahnya yang sialnya sangat mirip dengan Seijuuro—bahkan bisa dibilng carbon copy—hitam lebam tak berbetuk.
Tapi ia akan menahan amarahnya demi Haruna.
Haruna yang merupakan adik tersayangnya, adik tercintanya, oasis bagi gurun di hatinya, surga bagi neraka di hidupnya, malaikat yang turun tanpa sayap, tali yang menjaga akal Seijuuro agar tidak gila akan beban psikis yang diterimanya.
Ia akan melakukan segala sesuatunya bagi Haruna, walaupun itu artinya ia harus berbohong dan terluka olehnya, walaupun artinya ia membiarkannya berdiri pada kebohongan kalau ayah dan ibunya bisa bersatu, walaupun itu berarti membuat seluruh dunia musuhnya.
"Ada apa, Seijuuro?" suara lelaki dengan nada dan intonasi berwibawa terdegar, membuyarkan ombak emosi yang terjadi dalam pikiran Seijuuro saat ini. Tapi ia tahu betul kalau sekalinya emosi itu terlihat dalam wajahnya ia akan kalah dalam peperangan ini, sirat emosi ia menatap lurus ke arah pria di hadapannya.
Senyuman bisnis terlukis di wajahnya, "Ayah—"
.
.
Mata Haruna bersinar bahagia ketika melihat dua kotak berukuran sedang dengan amplop berwarna pink pucat dengan model bunga sakura yang tersebar secara indah , bunga favorite mamahnya dan juga favorite Haruna. Akhirnya setelah menunggu 1 minggu kiriman dari mamah dari Okinawa datang juga.
Ia membayar lebih petugas yang berada di kantor pos dan mengucapkan terimakasih seperti anak kecil yan diberi permen gratis dari nenek-nenek depan rumah.
Dengan langkah yang antusias Haruna menghirauan tatapan bingung orang-orang di sekitarnya, bersenandung dengan riang dan tanpa beban, membiarkan rambutnya ikut bergoyang setiap kali Haruna melompat dalam langkahnya.
Ia merasa seperti tidak ada yang membuatnya lebih bahagia hari ini, ia merasa sekalipun dunia kiamat esok hari ia tidak menyesal.
Memang perjalanan dari kantor pos menuju kediaman Akashi cukup jauh, tapi ia akan melakukan segala cara agar bapaknya tidak mengetahui tentang hal ini, terutama hal yang dimaksud disini menyangkut wanita yang ia tinggalkan.
Setelah beberapa menit menumpangi kereta dan bis akhirnya Haruna sampai di rumah, tanpa mengetuk dan mengucapkan 'aku pulang' ia bergegas ke kamarnya, tidak sabar untuk membuka paket yang berada di tangannya.
Tangannya dengan hati-hati membuka pelan amplop berwarna merah muda bermotif sakura, merasakan rasa bahagianya yang semakin bertambah setiap detik yang terlewati.
[Okinawa, 20xx Maret 20
Haruna sayang, selamat ulang tahun yang ke 16!
Kamu sudah besar sekarang ya Haru, mamah masih ingat ketika Haru kecil hadir di dunia ini, isakkan yang nyaring menggema di lorong rumah sakit. Bagaimana tangan mungilmu memegang erat jari mamah, bagaimana Haru masuk TK, bagaimana kamu menginjak jenjang SD, bagaimana kamu tumbuh menjadi remaja yang cantik jelita.
Haru, mamah minta maaf sebesar-besarnya karena tidak bisa hadir di sisimu ketika ulang tahunmu tiba ya sayang, semoga Haru suka dengan hadiah yang mamah berikan ini.
Xoxo
Nb: kotak yang berwarna biru muda untuk Sei, titipkan salam serta sayang mama kepadanya]
Haruna menggembungkan pipinya ketika melihat note tambahan di bawah suratnya, tapi ia tidak mungkin membantah perintah mamahnya. Oleh karena itu ia berjalann cepat menuju kamar kakaknya, membuka pintunya tanpa mengetuk terlebih dahulu, dan menaruh kotak dari mamahnya di atas tempat tidurnya. Hal terakhir yang ia inginkan untuk terjadi hari ini dalah bertemu dengan Seijuuro.
Menaruh perasaan aneh yang muncul di dasar dadanya lebih dalam lagi, ia kembali membuka hadiah yang ibunya berikan. Matanya langsung lembab ketika boxnya terbuka, terdapat dua buah benda di sana.
Yang pertama adalah kamera DSLR mirrorless yang sudah Haruna dambakan sejak ia melihatnya di toko dulu namun tidak ingin membebani mamahnya maupun membeli dengan uang bapaknya, ia ingin membeli dengan uangnya sendiri dan murni hasil jerih payahnya namun pada akhirnya ia tidak kesampaian untuk membelinya.
Yang kedua adalah bertumpuk-tumpuk album dengan berbagai model dan ukuran, di depannya tercantum tulisan 'Isi buku ini dengan kenangan indah,'
Tetes demi tetes mulai bermunculan di ujung mata, ia terisak dengan tidak terkontrol, nafasnya pendek hidungnya meler semuanya berantakan.
Ia tahu persis mengapa ia ingin membeli kamera dulu, ia ingin berfoto bersama dengan keluarganya secara utuh kembali. Keluarga yang terdiri dari Bapak, Mamah, kakak, dan adik. Keluarga yang selalu ia dambakan.
Setidaknya itu yang hati kecilnya katakan.
Kertas yang ia genggam mulai basah dengan air mata, pagi itu ia menangis sekencang-kencangnya, membiarkan matanya bengkak dan kering. Ia menangis seolah tidak ada esok hari.
Menangis sampai-sampai tidak mendengar derapan kaki yang menuju ke arahnya.
Pintu kamar Haruna terbuka secara tiba-tiba, seorang Akashi Seijuuro yang melihat kearahnya dalam posisi menyedihkan—tersungkur di karpet sambil memeluk secarik kertas—langsung bergerak kearahnya dan memeluk Haruna erat tanpa pikir panjang.
"hiks….Sei-nii?" ucap Haruna serak dan spontan, tidak sadar akan apa yang sudah ia katakan.
Seijuuro tidak megucapkan apa-apa, kakinya melangkah dengan ketukan cepat dan memeluknya serta mengelus rambutnya dengan pelan, seolah-olah berkata kalau semuanya baik-baik saja.
Seolah-olah berkata kalau ia—manusia setan itu—akan menjaganya.
Mereka diam dalam posisi itu untuk beberapa menit. Kepala Haruna tertanam pada dada bidang Seijuuro, membasahi seragam yang ia kenakan dengan air mata dan ingus, tangannya meremas bagian seragam yang lain. Tangan Seijuuro melingkar di pinggangnya, menjaganya erat, memeluknya sayang, tangannya yang satu lagi berada di rambut Haruna.
Pada saat itu yang terdengar hanya isak tangis dan suara ingus.
Seijuuro sangat berharap kalau waktu terhenti pada saat ini, detik ini juga.
Namun ketika Haruna mulai sadar akan posisinya—posisi yang terbilang intim menurutnya—langsung melompat dari pelukan Seijuuro, mundur beberapa langkah hingga badannya terkena tembok, lalu pandangannya tertuju pada surat persis di sebelah Seijuuro, tangannya langsung meraih surat itu dan kembali menjauhi kakaknya. "Ba-baka-niki." Ucapnya terbata-bata, bahkan dengan matanya yang sembab dan mukanya yang bengkak ia tahu kalau kakaknya sedang ber mood kurang baik.
"Sudah baikkan?" tanya Seijuuro dengan nada yang… penuh kasih sayang(?) Entah kenapa hal ini memunculkan seribu pertanyaan dalam otaknya dan secepat kilat Haruna menguburnya dalam-dalam.
"…Iya…" balas Haruna bingung dengan tingkah kakaknya, bingung dengan nada yang kakaknya keluarkan, bigung dengan tatapan yang ia terima, bingung dengan rasa aneh di dadanya, bingung dengan segala hal yang terjadi di sini, bingung kenapa kakanya berada di sini. Ia bingungbingungbingungbinung dan ia tidak tahu apa jawabnya.
Mata heterochromia iridium Seijuuro membakar ke arah surat di tangan Haruna lalu kembali menatap lurus ke mata Haruna pada satu kali tarikan nafas. "Itu dari siapa?" ucap Akashi, kali ini dengan sedikit intonasi tidak suka dan marah.
Haruna tidak membalas tatapan matanya, entah kenapa pintu mahogany bercat putih di sebelah kepala kakaknya terlihat lebih menarik pada saat ini. Siapa sangka warna putihnya sangat menyatu dengan cat tuqouis kamarnya.
"Haruna." Seijuuro meraih dagunya, memaksanya untuk menatap lurus mata merahnya.
Kenapadiamarahpadahalgaksalahapa-apa.
"Bukan urusan baka-niki." Haruna mengertakan giginya, kali ini ia menatap mata kakaknya dengan amarah. Kebiasaan buruknya setiap kali situasi tidak menganakkan terjadi padanya.
Tapi Seijuuro tidak menerima perkataan basi seperti itu, dan pada saat ini ia terlalu marah untuk melihat cipratan takut yang tertutup pada pupil mata Haruna. Tangannya semakin erat dalam memegang dagunya bahkan sukses membuat Haruna menggerenyet. Dagunya terkatup rapat, Seijuuro menggertakan giginya.
"Haruna." Ucapnya sekali lagi, memberi penjelasan yang konkret kalau ia tidak sedang tidak ingin berurusan dengan tingkah adiknya yang kekanak-kanakan ini. Ibaratnya dalam buku paket, sebuah kalimat yang sama diberi highlight berkali-kali setelah diberi garis bawah dan kotak pada sekelilinganya.
Haruna menelan ludah, merasakan air liurnya membasahi kerongkongannya. "O..Okinawa" balas Haruna. Cukup halus memang, namun kalimat itu sudah berarti banyak bagi Seijuuro.
Mama.
Seijuuro melepaskan cengkraman tangannya yang berada di dagu Haruna, matanya langsung melemas dengan jutaan emosi kembali membanjirinya. "Kenapa?" lirih Seijuuro pelan, menahan rasa benci dan jijik kepada dirinya sendiri karena amarahnya tersulut dengan hal yang seperti ini.
Karena sudah sewajarnya adiknya merahasiakan hal ini darinya, ia tidak mempercayainya dalam urusan yang mecakup hati terdalam Haruna. Siapa tahu Seijuuro akan memberi tahu hal ini ke ayahnya? Siapa tahu ayahnya akan marah dan menghukum Haruna.
Sayangnya Haruna tidak tahu kalau kakaknya lebih baik mati ketimbang bertemu dengan b*jing*n yang tidak pantas disebut ayah itu.
"Untuk beberapa hari yang lalu." Tatapannya sendu, "Untuk… mu (omae—non formal, agak kurang sopan) juga ada di kamar."
'7 April….Ulang tahun Haruna.' Pikir Seijuuro pada saat yang bersamaan dengan impuls untuk memukul dirinya sendiri karena melupakan hal penting tersebut. Seijuuro langsung memikirkan segala cara untuk menembus kesalahannya dengan menghabiskan waktu dengan adiknya.
"Haruna, saat GAS nanti jalan denganku."
Sangsakala kiamat terdengar di telinga Haruna.
…
Haruna tahu persis kalau kakak tersayangnya sangat membenci rumput laut serta sangat mencintai—bahkan sampai ke tingkat obsessive—dengan tofu, jadi dengan kekuatannya sebagai anggota komite ia memastikan menu café kelasnya hampir 50% dipenuhi rumput laut dan sama sekali tidak menggandung tahu.
Ia juga tahu persis kalau hampir seluruh perempuan di kelasnya tergila-gila dengan kakaknya, kemarin saja ia mendapat setumpuk surat cinta serta surat permohonan agar kakaknya diajak ke kelas Haruna. Sialnya bagi mereka Seijuuro kurang menyukai kerumunan orang yang berteriak dengan lengkingan tinggi ketika ia berada di dekatnya.
Dengan seringai yang hampir membelah wajahnya, Haruna kumpulkan surat merah jambu berbau parfum wanita tadi kedalam sebuah tas kertas besar dan menaruhnya di depan pintu kamar kakaknya. Panggil ia licik, cemooh dia karena menggunakan perasaan orang untuk kepentingannya sendiri, tetapi Haruna akan melakukan segala cara agar kakaknya tidak menaruh kaki di ubin kelasnya.
Otaknya harus berpikir keras dan cepat melebihi kecepatan suara, kakaknya bukanlah orang yang gampang untuk dikalahkan dalam permainan otak seperti ini, dapat dibuktikan dengan permainan Shogi yang sudah ia kuasai sejak usia belia. Pasti anak pertama keluarga Akashi tersebut dapat menangkal 'benteng-benteng' kecil yang Haruna tanam.
Perang dingin yang ia lakukan dengan darah dagingnya ini harus ia menangi dengan confetti yang terbang di udara, kalau bisa kembang api di senatero negeri. Bisa dikatakan darah seorang 'Akashi' memang mengalir di nadinya.
Interioinya sudah dirubah, kini eksteriornya yang akan ia gunakan sebagai senjata selanjutnya. Tema café yang tadinya cosplay berubah menjadi reverse gender cosplay.
Ia, kaliantidak salah baca kok. Dalam café ini yang perempuan berdandan seperti laki-laki dan juga sebaliknya, yang artinya kalian akan disuguhkan makanan dengan lelaki berbulu kaki dan bulu ketek dengan mini skirt yang seksi-seksi.
Kalian belum pernah lihat wakil ketua tim Rugbi yang berbadan kekar dengan perut roti sobek menggunakan seifuku wanita? Datanglah ke café ini.
Ahhhh, untuk kedua kalinya Haruna menahan seringai yang mulai mekar di wajahnya ketika membayangkan senyuman palsu serta pastinya kerutan yang akan terlukis di wajah kakaknya ketika ia melihat café kelas 1-1 ini.
Café yang nantinya akan menjadi benteng pertahanan dalam misinya nanti.
Dan kalau kalian bingung kenapa café dengan tema sinting ini bisa diterima dan mendapat cap tanda persetujuan dari titisan iblis berambut merah itu, jawabanya gampang sekali. Saat mendeskripsikannya di bagian kolom penjelasan mengenai café ini, penuhi dengan gula madu serta pemanis lainnya agar yang ngebaca—terutama anggota komite yang lainnya—terhipnotis untuk menyetujuinya.
Ia mentraktir Chika parfait agar ia ingin 'mempermanis' catatan yang Haruna buat, siapa sangka gadis berdarah Indonesia ini memiliki bakat dalam bidang literature walaupun baru mempelajari Bahasa Jepang untuk beberapa tahun saja.
Ia meminta tolong Riko untuk memberi petisi agar GAS yang bersangkutan dengan dua sekolah ini (Seirin dan Kaijou) dibuka untuk umum, mengingat Riko memiliki koneksi yang banyak dan kuat, dapat dipastikan petisi tersebut akan disetujui. Tak sedikit pula fans Seijuuro yang berasal dari sekolah lain.
Setelah itu ia akan memberikan fans kakaknya foto Seijuuro ketika dia masih kecil (soft copy) dengan syarat memberitahu letak dan posisi Seijuuo selama GAS berlangsung—dengan bantuan grup L*ine serta walky talkie klub informasi yang ia 'pinjam'.
Semua bidak dalam permainan shogi skala besar sudah ia letakkan pada posisinya masing-masing, kini ia tinggal menunggu misinya berhasil.
..
Akashi Seijuuro langsung mengerti apa yang akan Haruna—adiknya—lakukan ketika makanan menjijikkan berbau amis berwarna hitam berasa ketiak om-om itu tertera pada daftar menu café kelasnya, ralat, tertera pada hampir seluruh menu café kelasnya.
Ia juga hampir tersedak minumannya ketika membaca tema café kelasnya. Innovative memang, ide yang nyentrik ini tentu saja akan menarik perhatian pelanggan agar datang ke cafenya seperti magnet menarik besi, tapi ia dapat membaca lebih dari ini, dan ia tidak menyukai kesimpulan yang ia dapatkan
Dalam otaknya Haruna itu adikpaling imut di seluruh jagad raya, ia dapat mendengar bisikkan-bisikkan para kaum adam ketika Haruna pertama kali masuk sekolah—dan jujur pada saat itu ia ingin membakar sekolah ini hingga hangus tak bersisa akibat hal itu.
Tapi apa yang terjadi ketika adiknya yang super kawaii tersebut menggunakan kemeja cowo berukuran melebihi badannya dengan rambut tidak terusur ditambah celana selutut yang tertutup kemeja membuat bayangan kalau ia seolah-olah tidak menggunakan celana?
Seksi dan menggoda.
Hhhhhhhhhhhhhh
(A/N : ini kenapa Seijuuro lebih mirip om-om pedo ketimbang kakak possessive [OAO;] )
Ia butuh beberapa saat untuk menenangkan dirinya serta imajinasi liarnya, bahkan ia tidak menyadari keringat yang mulai mengucur dari dahinya, membasahi rambut crimson miliknya, membuatnya terlihat beberapa warna lebih tua.
Manik emas seperti bersinar, memikirkan 1001 cara agar adiknya tidak melakukan hal yang terbilang cukup bodoh untuk ukuran seorang 'Akashi'. Seijuuro tidak akan membiarkan orang lain melihatnya berpakaian seperti itu, setidaknya selain dirinya sendiri.
Gerigi-gerigi dalam otaknya berputar seperti roda pembalap F1 ketika sedang beradu, neuron-neuronnya seperti kesurupan setan sehingga membuat otak geniusnya lebih genius lagi. Mungkin jika ia tidak terlalu fokus terhadap Haruna, Seijuuro sudah menemukan obat kanker dengan otaknya ini.
Seijuuro kini membayangkan dirinya dalam sebuah papan Shogi—membayangkan dirinya dalam posisi ōshō / king general, matanya menerawang setiap sudut dengan rinci dan kalkulatif, bidak-bidak yang adiknya taruh mulai bergerak dengan lihainya mengikuti perannya masing-masing. Perlahan namun pasti.
Pertama-tama ia harus membaca setiap karakter yang tertera dalam papannya, ia harus mengenali secara rinci siapa musuh yang akan ia hadapi dalam permainan ini. Mata emperornya terlihat semakin bersinar dengan cahaya mengerikan, ia seperti melihat ke masa lalu (dimana Haruna mulai menaruh bidaknya) dan masa depan (dimana bidaknya akan berakhir) secara bersamaan.
Ujung bibirnya terangkat dikit, kalau diperhatikan dari ruang lingkup sosialisasi Haruna belakangan ini Seijuuro dapat menebak betul siapa-siapa pemeran dalam bagian Haruna. Aida Riko, Chika Thalia, Katasugi Iko, Mamekawa Chie, Satou Ryuuichi, Yamada Miyano, dan Kuroko Tetsuya.
Keima/ knight, hisha/ rook, kakugyō/ bishop, fuhyō/ pawn, fuhyō/ pawn, fuhyō/ pawn, ginshō/ silver general.
Tangan kanannya terangkat perlahan, jemarinya tertekuk seolah-olah memegang salah satu bidak shogi dalam bagiannya. Dengan lihai ia gerakkan setiap pion yang Seijuuro miliki, berusaha untuk mengalahkan Haruna dalam Shogi imajiner yang mereka lakukan.
Seijuuro yang offensive, Haruna yang Defensive.
Seijuuro yang mengorbankan pionnya demi kemenangan yang absolut, Haruna yang berusaha menjaga setiap bidaknya dari terambil.
Mereka saring menyerang satu sama lain dengan setiap bidak yang mereka miliki seperti sedang menarikan tarian yang mematikan, seperti menari waltz dengan katana atau senjata tajam lainnya.
Dan jujur, lambat laun senyum Seijuuro semakin merekah.
Hingga akhirnya salah satu anggota OSIS sekaligus anggota fans klub Seijuuro— Iya, dia tahu tentang keberadaan klub non formal ini—memasuki ruangan tempat Seijuuro berada, tangannya yang dipenuhi kertas-kertas mengenai GAS ia taruh di meja dan mengerjakannya pada detik selanjutnya.
Rambut hitam yang ia kuncir dua bergoyang-goyang setiap kali ia mengganti file yang ia kerjakan, mungkin agak risih…atau malah kesenangan karena dipelototi Seijuuro (?).
"Ano… Akashi-san, ada perlu apa?" pekiknya dengan suara yang melenting tinggi, wajahnya merah padam hampir menyaingi merahnya rambut Seijuuro. Kini fokusnya sudah teralihkan dari tumpukan kertas ke iblis berkulit manusia yang sedang duduk di ujung ruangan.
"Hmm…tidak ada apa-apa." Jawab Seijuuro sambil terus memperhatikan manusia malang itu dengan intensias yang semakin meningkat, menghitung keutungan dan kerugian jika ia menggunakannya sebagai fuhyō dalam papan shogi imajinernya.
Hening serta rasa canggung yang kentara mengambang di udara selama beberapa menit, bahkan jika kita mengambil pisau roti dan memotongnya di udara kecanggungan ini dpat terbelah menjadi dua. Karena tidak tahan dan kegeeran dilihati seperti itu dia mulai bersuara kembali.
"A-Akashi-san!" Dia berdiri secara drastis dari kursi, membuat meja dan kursi yang ia tumpangi bergerak—terlempar malah—beberapa senti dari tempat asal. Ia menghadap secara penuh ke arah Seijuuro namun tidak melihat ke matanya langsung, tentu saja ia tidak ingin mati lebih awal. "A-aa-apa tipe wanita idaman A-a-akashi-san?"
Mata Seijuuro membulat untuk sepersekian detik sebelum kembali ke pandangan kalkulatif-manipulatifnya, memandang bolong wanita di hadapannya. Mulutnya menyunggingkan seringai mengerikan.
王手 (ōte)
.
.
.
.
.
.
Checkmate.
..
TBC
..
Author note lagi
Deeranya kepikiran buat nulis ulang chapter-chapter sebelumnya (dengan inti cerita yang sama, namun lebih diperpanjang, diperbaiki EYDnya, dibuat lebih deskriptif) biar nggak kagok sama chapter baru nanti, kira-kira kalian setuju atau nggak?
Terus sepertinya chapter penjelasan (lupa chapter berapa, yang pastinya isinya author note semua) bakal di delete karena beda konsepnya sama cerita yang ingin dibuat.
Honestly, I was like …fetus when I made those chapter. When I re-read those A/N I just think how stupid I was back then and can't stop cringe and laugh at the same time, I feel bad for the reader because of those stupidity of mine.
Adios!
Selamat Lebaran bagi yang merayakan!
01/07/2016
Words count :3336