Yang Mulia mengenakan kimononya dengan berantakan, terlihat jelas dia terlalu tergesa-gesa. Namun, itu bukanlah hal yang penting untuk diurus saat ini. Peta berada di dalam kuil dan Haruno Sakura selalu berada di tempat itu selama beberapa hari terakhir ini.
Sial! Dia tak mau kehilangan Sakura lagi!
Pertaruhannya kali ini tak boleh gagal. Sakura sudah kembali dan perempuan itu harus terus berada di sisinya. Sakura tak boleh pergi lagi.
"Ini adalah Haruno Sakura, dia akan menjadi salah satu pengawal setiamu."
Sekilas bayangan masa lalu terlintas, Yang Mulia ingat hari itu adalah hari pertama pertemuan mereka. Hari itu adalah hari ulang tahunnya yang ke delapan dan ayahnya memberikan hadiah seorang pengawal pribadi yang seumuran dengannya. Kastel tersembunyi ini membuat anak kecil sepertinya mudah merasa jenuh dan frustrasi. Dia adalah orang yang nantinya akan menjadi penerus sang ayah, untuk mencegah rasa depresi, sang ayah memberikannya hadiah yang sudah lama dia idamkan. Seorang teman.
"Haruno Sakura berjanji untuk melindungi Tuan Putri selamanya," ucap gadis itu sambil memberikan sikap hormat selayaknya diberikan pada keluarga kerajaan.
Walau mengenakan kimono lusuh, dia terlihat sangat bersinar di mata sang putri. Gadis pirang itu sangat bersemangat dia ikut berjongkok dan menatap lawan bicaranya dengan mata yang penuh binar bahagia. "Benarkah? Kau akan setia padaku selamanya?"
"Saya berjanji, Tuan Putri!"
Tak dapat dibayangkan betapa bahagianya sang putri saat itu. Sayang sekali, kebersamaan mereka hanya berlangsung dua tahun karena Sakura dipilih untu misi penyamaran. Gadis itu akan tinggal di kuil yang terletak di dekat istana. Sakura akan kembali paling tidak satu atau dua kali dalam setahun untuk memberikan laporan.
Dan hari itu selalu menjadi hari yang paling ditunggu sang putri.
Sampai akhirnya Sakura lari. Perempuan itu berkhianat!
Hilang sudah bayangan indahnya selama ini. Haruno Sakura yang akan berada di sisinya hanyalah angan semata! Perempuan itu memilih pergi.
Barang-barang di seisi kamar Yang Mulia sudah hancur. Kemurkaannya nyata! Kenapa Sakura melakukan tindakan bodoh saat dia sedang menggunakan pengaruhnya untuk menyelamatkan perempuan itu?
Jika dihitung, murka Yang Mulia sudah dua kali tak dapat dibendung. Pertama saat Sakura kabur dan kedua saat dia tahu Sakura telah memiliki anak dengan seorang pria bernama Uchiha Sasuke. Sejak saat itu dia telah berikhar kalau ayah dan anak Uchiha itu adalah target utama yang harus dilenyapkan nyawanya. Merekalah yang telah merebut Sakura darinya!
Kali ini Sakura tak boleh mengkhianatinya lagi karena kemarahan ketiga Yang Mulia tak akan bisa reda seperti dua kemarahan sebelumnya. Kali ini dia tak akan ada maaf lagi untuk Sakura. Jadi, sebaiknya perempuan itu tetap setia padanya!
.
.
.
.
.
SHADOW
Disclaimer: Naruto milik Masashi Kishimoto. Saya tidak mengambil keuntungan apa pun dari pembuatan fanfiksi ini.
AU
Didedikasikan untuk allihyun.
.
.
.
Sasuke menerka-nerka perihal posisi penjaranya itu. Apakah berada di dalam tanah atau di tengah bangunan. Yang jelas, dia harus segera keluar dari tempat terkutuk ini! Dan dia juga harus menemukan Sakura.
Sebelum melakukan semua hal yang berada di dalam kepalanya, pertama dia harus membuka ikatannya terlebih dahulu. Sial, dia tak memiliki apa pun untuk membebaskan tangannya dari jerat tali. Menggerak-gerakan tangannya juga percuma, yang ada pergelangannya bisa terluka parah karena tambang yang mengikat tangannya sangatlah kasar.
Pikir Sasuke, pikir! Gunakan otakmu.
Cukup sulit karena pedang yang biasa dia gunakan untuk bertarung juga tak ada didekatnya. Ck, sudah pasti pedang itu disimpan di tempat lain. Orang bodoh mana yang mau memenjarakan musuh bersama pedangnya?
Pasti ada cara.
"Aku tak boleh menyerah sekarang. Dia harus membawa Sakura pergi dari sini sebelum membalaskan dendam kematian putra mereka."
Darahnya tiba-tiba mendidih mengingat bagaimana dia menemukan jenazah Sanosuke, dengan tangannya sendiri dia menguburkan anak itu. Belum lagi dia menemukan sang istri bersama pihak musuh.
Padahal, mereka dulu sangat bahagia. Keluarga kecilnya yang hangat dan saling menyayangi. Semuanya terenggut begitu saja dalam sekejap. Setiap kali bayangan masa lalu terlintas, amarah pria itu selalu bangkit dan begitu sulit untuk dikendalikan.
Ah! Benar juga, tampaknya Sasuke berhasil mendapatkan jalan keluar. Orang itu akan membebaskannya dari sini. Yang perlu Sasuke lakukan hanyalah mengingat segala hal yang dapat membuatnya marah besar.
Iblis itu pasti sudah tak sabar untuk mengamuk lagi.
"Sanosuke, mereka akan membayar mahal atas segalanya!"
.
oOo
.
Rambut pirang Yang Mulia berayun tak teratur. Pain terlalu cepat, kecepatan lari pria itu bagaikan panah yang membelah angkasa. Penjaga hanya bisa memandang bingung kedua orang yang berpakaian berantakan itu, mereka seakan diburu hantu. Wanita itu sampai kelelahan karena berusaha menjaga kecepatannya dengan Pain agar tidak tertinggal terlalu jauh.
Tentu saja, mereka harus cepat untuk memastikan keadaan Sakura. Mereka tak perlu tatapan tak mengerti dari semua orang sekarang. Pertanyaan yang tak terucap itu sebaiknya dikunci rapat dalam benak orang-orang rendahan itu. Bertanya langsung tentang hal yang tak sopan seperti penampilan berantakan itu pada Yang Mulia dan samurai kepercayaannya sama saja dengan mengantarkan nyawa secara sukarela.
Pintu kuil sudah terlihat di depan mata.
Pain mendorong pintu itu kasar, memaksa kedua daun pintunya untuk terbuka lebar.
oOo
"Sanosuke, anakku yang berharga, Ibu berharap kau bahagia sekarang. Cepat atau lambat kita akan bersatu kembali. Tenanglah anakku, Ibu baik-baik saja sekarang."
Di sana Haruno Sakura masih khusyuk berdoa di depan patung Buddha. Wanita itu berdoa dengan sangat tekun, kedua kakinya masih berlutut, tangannya masih mengatup di depan dadanya, matanya masih terpejam. Dia sama sekali tak memedulikan kegaduhan yang disebabkan dua orang yang berada di belakangnya.
Yang Mulia mengembuskan napas lega, tapi tidak dengan Pain. Bisa saja Sakura sedang berakting sekarang. Rasa curiga Pain pada Sakura tak pernah mereda karena baginya Sakura masih berada dalam zona abu-abu. Perempuan itu belum bisa dikategorikan sebagai sekutu setelah semua pengkhianatan yang dia lakukan.
"Haruno, bisa kautinggalkan kuil sebentar," seru Yang Mulia.
Sakura masih belum mengubah posisinya sedikit pun.
"Haruno Sakura!"
Wanita itu seolah tidak medengarnya sama sekali.
"Ini adalah perintah, Haruno," titah Yang Mulia.
Kelopak mata Sakura membuka.
"Kuakui rasa hormatmu pada Buddha sungguh luar biasa, tapi di sini aku adalah pemegang kekuasaan tertinggi."
Menurut pada perintah wanita itu, Sakura menarik diri dari dalam kuil. Dia menunduk hormat di depan Yang Mulia sebelum pergi sesuai dengan yang diperintahkan.
Pain mulai memeriksa tempat rahasia yang berada di bawah patung Buddha emas itu. Semua peta masih lengkap. "Tak ada tanda dia menemukan tempat penyimpanan ini," ucap Pain saat selesai memeriksa.
"Kurasa tidak. Kunci untuk membuka penyimpanan itu hanya kau dan aku yang memilikinya."
Sakura tidak tahu apa-apa, paling tidak itulah yang mereka pikirkan.
Yang Mulia semakin yakin kalau Sakura sudah melakukan introspeksi diri.
Sakura sudah kembali, dia setia lagi padaku, suara hatinya mengatakan demikian.
"Yang Mulia, yang kita bicarakan adalah Haruno Sakura," ujar Pain mengingatkan. Mereka sama sekali tak boleh lengah. Selama enam tahun tak bertarung bukan berarti Sakura kehilangan kemampuannya. Mereka tak boleh lupa kalau dialah yang membunuh Hyuuga Neji dan membuat Hitachi berperang melawan Shimosa—keberhasilan strategi yang memberikan keuntungan besar untuk mereka.
"Aku percaya padanya," balas Yang Mulia meyakinkan diri.
"Aku tak percaya Anda senaif itu," cibir Pain.
"Lalu, kaumau apa? Menyeretnya ke pengadilan dan membiarkan para tetua mencabiknya di sana? Pain, kautahu betul mereka sudah menantikan hal itu."
Pain tak membalas. Dia menyimpan kembali peta di tempat rahasia yang terletak di bawah patung Buddha.
"Jangan lengah, Yang Mulia," seru Pain kembali memberi peringatan. "Kita membunuh anaknya, Anda tak melupakan hal itu, kan?"
Kali ini wanita itu yang diam seribu bahasa.
"Dan kita menawan pria yang dia cinta—"
"Dia tak mencintainya!" potong Yang Mulia tegas. "Berhenti membahas tentang sesuatu yang kubenci atau aku akan memenggal kepalamu menggantikan Sakura!"
Pain mendecih. Sampai kapan Yang Mulia ingin menghibur dirinya sendiri? Secinta apa pun Pain pada Sakura, pria itu tak akan bisa memercayainya sekarang. Sakura adalah serigala marah yang terluka. Dia tersenyum tapi senyumnya memancarkan misteri.
"Pancing dia kalau begitu. Uji dia sekali lagi."
"Apa maksudmu?"
"Biarkan Uchiha Sasuke kabur. Kalau dia membawa kepala pria itu untukmu, maka dia memang benar-benar kembali pada kita. Namun, kalau dia tak kembali, berarti kita memang kehilanga dia."
Ujian terakhir untuk Haruno Sakura. Ya, hasil ujian ini jelas, ini bagaikan membunuh dua burung dalam satu tembakan—hanya jika Sakura tetap setia pada mereka. Namun, jika Sakura sudah tak setia maka itu sama saja dengan mereka membiarkan mangsa lolos di depan mata. Bukan hanya itu, kerugian akan berada di pihak mereka. Tak ada jaminan kalau keberadaan kastel ini akan ketahuan. Pertaruhan terakhirnya ada di sini!
.
.
.
.
.
Tbc
A/N:
Terima kasih sudah menunggu.