"Bye~ sampai jumpa besok!"

"Ya sampai jumpa!"

Pemuda itu memicing, menatap dengan intens siswa siswi yang lewat di hadapannya. Ia menghembuskan nafas pelan lalu berjalan menjauh dari kerumunan teman sekolahnya. Tangannya memegang sebuah ransel, yang seharusnya dari tadi ia sampirkan di bahunya. Ia mengeratkan genggamannya pada ranselnya itu, lalu mengembalikan genggamannya seperti semula.

"Yo Naruto!" seseorang menepuk bahunya pelan. Membuat pemuda pemilik sapphire biru itu menoleh kebelakang. Menatap aneh pemuda yang sama rupawan dengan dirinya.

"Yo Kiba!" balasnya. Ia mencoba menyunggingkan senyum hanya untuk menunjukkan ia membalas sapaan temannya dengan ramah.

"Tidak pulang bersama kami?" kami? Naruto, pemuda itu lalu menatap ke kiri Kiba. Menemukan seorang gadis berambut merah yang ia ketahui bernama Sara. Ia menatap Sara lalu menyunggingkan senyuman tipis.

"Tidak. Aku ingin mampir ke suatu tempat terlebih dahulu." Kiba mengangguk paham lalu pergi melewati Naruto, sebelum itu Kiba sempat menepuk pelan pundaknya sambil membisikkan sesuatu yang membuat Naruto langsung mematung di tempat.

"Kusso.."


.

Naruto © Masashi Kishimoto

Cat? 2 © Hyuuga Divaa Arashii

Rated : T

Genre: Fantasy & Romance

Pair: NaruHina

Warning: AU. OOC. TYPO's. Alur kecepetan. Dan warning warning lainnya.

.

.

Dont Like Dont Read

(Remember it)

.

.

Happy Reading Minna!

.

Chapter 1: First Met You!

.

.


Ujung pensilnya ia goreskan ke atas sebuah kertas di buku sketsanya. Raut wajahnya tampak datar; tanpa ekspresi. Di sini. Di taman ini setiap sepulang sekolah ia akan menenangkan diri. Hanya seorang diri. Karena ia tidak benar-benar memiliki seorang teman yang setia. Ia tau itu. Ia tidak memiliki orang yang biasanya disebut sahabat atau teman sejati. Jika teman itu artinya orang yang ada saat kau senang dan memanfaatkan kebaikanmu, ia punya itu. Banyak. Bahkan selalu berada di sekitarnya.

Tangannya yang sudah terampil kini membuat sketsa seorang gadis. Hanya sketsa tapi sepertinya itu gadis yang sangat cantik.

"Selesai." Gumamnya perlahan. ibu jarinya lalu mengelus pelan sketsa itu sambil tersenyum getir.

"Seorang gadis, heh?" ia berujar pelan.

"Hinata." Ia menulis nama untuk character yang baru saja ia buat. Nama itu meluncur saja keluar dari mulutnya dan menurutnya nama itu juga cocok untuk character yang baru saja ia gambarkan.

Tangannya ia gunakan untuk menutup buku sketsa biru yang ia punya. Ia kemudian berdiri, merenggangkan tubuhnya yang kaku kemudian kembali berjalan.

"Miau~" ia menghentikan langkahnya. Merasa mendengar sesuatu kepalanya pun ikut menoleh ke kanan dan ke kiri. 'Ah, mungkin salah dengar.' Kaki jenjangnya kembali ia langkahkan.

"Miau~" ia kembali berhenti. Sedikit menghela nafas lelah lalu membalikkan badan kebelakang. Dan~

"Huaa!" ia sedikit terkejut yang membuat tubuhnya oleng dan akhirnya jatuh ke tanah. Mata blue sapphirenya memicing menatap kucing berwarna putih dengan belang hitam didepannya.

'Kucing yang manis.' Ia mendekat. Berniat mengambil kucing itu dan membawanya pulang. Menurutnya, kucing belang yang ia lihat sekarang sangat manis untuk dijadikan hewan peliharaan. Apalagi dengan bulunya yang terlihat lembut dan matanya yang berwarna, eh~ merah? Seperti mata kelinci saja.

Anehnya, kucing itu sama sekali tidak kabur. Ia malahan terlihat tenang dengan lidah yang asik menjilat bulu putihnya; seperti kebanyakan kucing lainnya.

"Wah~ kau lucu sekali. Seekor betina ya?" Naruto menggendong kucing itu dan menatap intens pada mata merah kucing tersebut. Ia pasti akan lebih merasa tenang karena mempunyai seekor kucing di rumah. Ia tidak akan merasa kesepian lagi seperti dulu-dulu. Ia akan memiliki seorang teman –walaupun kucing– yang bisa ia ajak bermain.

"Kira-kira siapa ya namanya?" Naruto menggendong kucing itu tinggi-tinggi lalu melihat apa ada sebuah tanda untuk mengenali kucing itu. Ini pasti bukan kucing jalanan, karena terlihat dari bulu lembutnya yang terawat. Hanya ada kalung seperti berlian berwarna aquamarine, hanya itu. Tidak ada tulisan apapun untuk mengenali kucing itu.

"Ah, aneh sekali. Tidak ada apapun. Ha! Bagaimana kalau namanya Hinata saja!" ia melompat senang.

"Tapi bagaimana kalau ada orang yang mencarinya?" Perlahan senyum lima jarinya memudar, digantikan dengan senyum getir yang terlihat aneh di wajahnya. Tangannya yang sedang menggendong kucing kecil itu sedikit gemetar.

"Aku akan merasa kehilangan. Tapi sebelum itu, aku harus bersenang-senang denganmu 'kan?" ia kembali tersenyum. Ia menunduk, mengambil tas yang sempat ikut terjatuh saat ia terkejut tadi. Dan sepanjang perjalanan pulang ia asik berbicara sendiri dengan kucing barunya; Hinata.

.

.

.

Tes

Tetes susu terakhir keluar dari botolnya. Naruto menggoyang-goyangkan botol itu ke atas dan ke bawah, tapi tetap tidak ada satu tetes pun yang kembali keluar. Sepertinya memang benar-benar sudah habis. Naruto lalu menatap mangkuk dan botol susu secara bergantian. Kemudian ia terkekeh pelan. Susu yang ada hanya bisa mengisi setengah, ah sepertinya hanya seperempat mangkuk. Matanya bergulir menatap isi dalam kulkas. Sepertinya persediannya sudah habis, dan mau tidak mau ia harus ke super market sekarang juga. Ia menghela nafas lelah. Tangannya lalu ia angkat, menatap jam tangan silver yang ia punya.

"Masih sore." Ia lalu menatap kebawah, ke arah kucing yang baru saja ia temukan, tengah menatapnya dengan jurus andalan kucing yang membuat ia tidak tahan. Sepertinya Hinata sangat kelaparan. Tidak ada pilihan lain bukan? Dan juga.. bukankah ramen persediannya juga habis?

Naruto jongkok, menyamakan tingginya dengan Hinata yang walaupun sebenarnya masih lebih jauh tinggi Naruto. Ia mengelus puncak kepala kucingnya pelan dan kembali berdiri lagi.

"Aku akan pergi sebentar, jangan nakal." Naruto berjalan, meraih pintu lalu menguncinya dari luar.

"Semoga, dia akan baik-baik saja."

Dan di beberapa detik Naruto keluar, tampak seberkas cahaya yang bersinar dari dalam rumahnya.

.

.

.

"Ramen~ ramen~ ramen~" wajahnya terlihat bingung sambil menatap tumpukan ramen beraneka rasa didepannya. Ia sangat bingung. Hah, jangankan dia. Orang-orang yang akan membeli ramen pun terlihat bingung. Bagimana tidak? Di saat mereka akan mengambil ramen yang mereka inginkan, Naruto langsung mengambilnya. Dan di saat mereka akan mengambil ramen yang lain, Naruto juga mengambil ramen yang akan mereka ambil. Dan itu membuat orang-orang berdecak kesal.

"Hoi anak muda! Sebenarnya apa yang kau inginkan?!" ujar seorang pria yang sudah tampak lanjut usia.

"Engg?" Naruto bingung sambil menggaruk belakang kepalanya.

"Aissh.. lakukan saja sesukamu." Lalu pria tua itu pergi meninggalkan Naruto yang masih bingung.

"Senpai, kau dari tadi sudah membuat banyak orang kesal." Naruto menoleh mendapatkan seorang gadis cantik berambut pirang dengan mata berwarna violet. Ia tersenyum kikuk sambil memandang gadis cantik di sampingnya.

"Shion? Apa yang kau lakukan di sini?" Shion yang akan mengambil salah satu ramen menghentikan aktifitasnya dan menatap Naruto sambil tersenyum.

"Aku sedang berbelanja, senpai tau itu 'kan?" ia terkekeh pelan lalu kembali mengambil ramen dan memasukkannya ke keranjang yang ia bawa. Naruto juga melakukan hal yang sama.

"Aku akan ke kasir. Apa senpai sudah selesai berbelanja?"

"Belum. Aku masih membutuhkan beberapa botol susu."

"Susu?"

"Ah ya.. aku memiliki kucing di rumah. Jadi aku juga harus membeli susu." Shion tersenyum maklum.

"Kalau begitu aku akan menunggu."

.

.

.

Mereka berjalan keluar dari super market. Di luar suasananya sangat ramai dibandingkan di dalam tadi. Padahal menurut Shion di dalam super market hari ini sangat ramai dari biasanya.

"Arigatou ne senpai. Ah, aku merasa banyak berhutang padamu." Ujar Shion sambil membenarkan letak tas dan belanjaannya. Walaupun hanya satu kantong berukuran sedang tapi sepertinya berat sekali.

"Tidak apa. Lagian belanjamu hanya sedikit. Jadi, aku tidak merasa keberatan untuk membayarnya." Sedikit? Shion menatap belanjaan Naruto. Jika dibandingkan dengan belanjaan Naruto yang 3 kantong plastik berukuran besar itu, belanjaan Shion memang terlihat sedikit. Tapi menurutnya belanjaannya sekarang bisa menghidupinya sampai 2 minggu ke depan. Ia lalu menggelengkan kepala sambil kembali melangkah maju, mensejajarkan langkahnya dengan Naruto.

"Ne, Apa tidak berat, senpai?"

"Iie. Aku 'kan laki-laki. Seharusnya aku yang menanyakan itu padamu. Apa tidak berat, Shion?" ia mengajukan pertanyaan yang tadi Shion ajukan padanya. Lalu kemudian mereka tertawa geli.

"Ha..Ha..Ha.. tentu saja tidak Naruto-senpai. Aku ini wanita yang kuat." Tiba-tiba senyumnya memudar.

'Wanita yang kuat ya?' tangan kirinya yang sedang tidak memegang apa-apa itu mengepal. Apa benar seperti itu? Apa dia terlihat seperti itu? Apa dia tidak salah bicara tentang dirinya? Rasanya ia ingin menarik kata-kata yang baru saja meluncur dari mulutnya.

"Ah, tentu saja. Kalau itu aku tidak meragukanmu." Shion tersentak, lalu menatap Naruto tidak percaya.

"Senpai benar-benar berpikir seperti itu ya?"

"Hm. Kau benar-benar kuat sebagai seorang wanita. Eh sudah sampai rumahku. Apa benar kau tidak ingin aku antar?" ia tersenyum. Seperti itulah senpainya, selalu bisa menukar topik yang sedang dibicarakan dengan mudah.

"Tidak. Rumahku hanya beberapa blok dari sini." Ia kemudian menatap ujung jalan yang diterangi temaramnya lampu jalanan.

"Senpai~"

"Ya?"

"Engg.. apa boleh aku tidak memanggilmu dengan embel-embel senpai? Maksudku.."

"Ah boleh juga. Aku juga tidak merasa nyaman dengan sebutan itu." Naruto nyengir lebar.

"Ah, kalau begitu aku pergi dulu.. Naruto-kun. Jaa ne!" Shion menunduk sambil terus melangkahkan kakinya menjauh dari Naruto.

"Jaa ne!"

.

.

.

Cklek

"Tadaima. Hinata aku pulang." Naruto melepaskan sepatunya dan berjalan masuk.

"Okaeri, Naruto-kun." Eh?

"O-Okaeri?" Naruto diam. Apa ia salah dengar? Ia menarik nafasnya lalu menghembuskannya secara perlahan. Ia harus tenang. Jangan panik. Hei tapi itu terdengar seperti suara seorang gadis! Bagaimana mungkin ada seorang gadis di rumahnya? Dan juga~ suara itu bahkan mengetahui namanya!

Ia melangkah lebih dalam tapi juga terkesan was-was.

Klik

Lampu ruang makan hidup dan yang pertama kali ia lihat adalah seseorang yang memunggunginya.

"Huaa! Kau siapa? Apa yang kau lakukan disini?" Naruto menjatuhkan belanjaannya. Lalu bersembunyi di balik kulkas. Seseorang itu kemudian berbalik dan yang langsung ia ketahui kalau orang itu benar-benar seorang gadis.

"Okaeri, Naruto-kun." Naruto menutup matanya. Bahkan gadis itu memiliki mata sewarna darah. Apa yang harus dilakukannya?

"A-Apa yang kau inginkan?" Naruto berujar dengan suara yang bergetar.

"Aku bukan hantu. Jadi kenapa takut begitu?" ia dapat merasakan gadis itu menjauh. Lalu ia juga dapat mendengar gesekan lantai dengan kursi yang ditarik.

"K-Kau bukan hantu?! Lalu kau siapa?" Naruto membuka matanya. Ia dapat melihat rambut indigo panjang gadis itu. Dengan pakaian berupa gaun berwarna Hitam pekat. Gadis itu duduk sambil menatapnya dengan mata merahnya.

'Ya ampun. Matanya~'

"Aku Hinata. Kau memanggilku begitu." Ia tersenyum, membuat pipi chubby-nya semakin jelas.

"Hinata? Hei Hinata itu kucingku. Dan apa maksudmu dengan aku memanggilmu begitu? Kita bahkan belum pernah bertemu." Perlahan Naruto keluar dari persembunyiannya. Ia pun menyandarkan badannya pada kulkas dengan sikap masih waspada.

"A-Aku memang kucing itu, Naruto-kun. Dan untuk beberapa alasan aku menjadi seperti ini."

"Dan kau bahkan tau namaku? Dan –kun? Apa kita begitu dekat?"

"Gadis yang di luar tadi memanggilmu begitu. Jadi aku rasa aku juga harus memanggilmu begitu. Na-Ru-To-kun. Kyaa! Aku sangat suka memanggilmu begitu!" Ujarnya dengan wajah polos dan mata yang berbinar.

"Ya ampun. Aku pasti sudah gila." Naruto mengacak-acak rambutnya. Apalagi ketika sapphirenya bertemu dengan mata itu. Rasanya ia seperti ice cream yang siap meleleh kapan saja.

"Aku akan menceritakan semuanya. Duduklah dulu, Naruto-kun." Gadis itu berujar ramah.

"Bagaimana aku bisa duduk. Melihat matamu saja aku takut. Apalagi duduk di dekatmu." Naruto kemudian meraba bulu kuduknya yang berdiri.

"Eh? Mataku? Astaga aku lupa merubahnya." Naruto membulatkan matanya. Apa kata gadis itu? Merubahnya?

Hinata; gadis itu menutup matanya lalu mengucapkan sesuatu yang tidak dapat didengar jelas oleh Naruto. Beberapa detik setelah itu, Kelopak mata Hinata pun terbuka.

"Hua! Matamu berubah!" Naruto mundur kebelakang dan akhirnya jatuh tersungkur. Ia tetap menunjuk-nunjuk Hinata dengan raut wajah yang terlihat aneh di mata Hinata.

Sekarang bola matanya berubah. Menjadi warna Amethyst yang indah. Ya walaupun masih terlihat asing. Dan ia sekarang malah terlihat seperti para bangsawan Hyuuga.

"Apa Naruto-kun sudah tidak takut lagi? Kalau tidak, ayo duduk. Dengarkan aku bercerita~"

.

.

.

Dan Naruto tidak habis pikir dengan cerita tak masuk akal yang dilontarkan gadis itu padanya. Apa gadis itu gila? Itu cerita fantasy yang terlalu tinggi. Sepertinya imajinasi gadis itu sangat bagus. Apa mungkin dia juga bisa menjadi seorang penulis fantasy yang bagus? Ah lupakan, bahkan dia saja terlihat aneh saat sedang bercerita.

"Jadi kau mengatakan kalungmu bersinar ketika tak jauh dariku dan tiba-tiba berhenti saat kau mendekatiku, begitu? Jadi kau berpikir aku adalah orang yang bisa menolongmu. Dan kau dikutuk menjadi kucing karna kesalahanmu, begitu?"

"A-Aku tidak dikutuk Naruto-kun! Aku melakukan sebuah kesalahan besar yang aku sendiri tidak ingat apa. Aku hilang ingatan. Jadi tolong~ berhenti mengatakan kalau aku dikutuk," Hinata berujar dengan volume pelan saat akhir bicaranya.

"I-Itu terdengar sangat menakutkan Naruto-kun."

"Ne, ne~ Hah.. Jadi apa yang harus aku bantu?" Naruto memandang Hinata bosan, sangat berbeda dengan saat mereka bertemu. Hinata menggeleng, membuat Naruto terkesiap karena ia dapat melihat betapa imutnya Hinata saat sedang seperti itu. Membuat rona merah tipis hadir di pipinya.

"A-Aku tidak tau. Aku mohon~ bantu aku untuk kembali." Ia menangkupkan kedua tangannya dan berjalan mendekat ke arah Naruto.

"Onegai~" mata bulannya berbinar membuat siapa pun tidak akan tahan melihatnya. Termasuk Naruto.

"Ba-Baiklah. Tapi hentikan itu. Kau malah terlihat seperti kucing sungguhan di mataku."

"Kyaa! Arigatou gozaimasu, Naruto-kun!" ia bangkit lalu memeluk Naruto erat.

Naruto menghela nafas lelah. Sepertinya ini akan menjadi hari yang panjang dari sekarang. Selamat menjalani hidup baru Naruto-kun!

"Hei berhenti memelukku! Aku kehabisan nafas. Hei!"

Dan di malam itu, rumah Naruto yang biasanya tenang menjadi sangat berisik.


.

To be continue

.


A/N: lirik ke atas. Hah, divaa ngerasa aneh aja setelah di baca ulang. Oh ya! Fic ini gak bakalan sama kok dengan cerita sebelumnya. Ya walaupun rada-rada mirip tapi paling hanya sekitar 50%. Soalnya ide ceritanya kan masih sama seperti yang sebelumnya. Bisa disebut ini penyempurnaan dari fic yang Cat? Soalnya pas divaa baca ulang kesannya fic yg satu itu alurnya cepet banget.

Engg~ tentang shion. Divaa gak berminat buat adegan bully di sini. Karena udah mainstream bgt ya? Di sini Shion akan divaa buat bla..bla..bla.. tunggu chapternya selanjutnya! Tapi itu juga tergantung review. Kalau banyak yg suka bakal divaa lanjutin. Kalau enggak yah gimana ya? Divaa sebenarnya gak terlalu pede buat ngirim ni ff ke . Eh~ tapi divaa gak maksa untuk refiew loh.

Tapi~ Berminat Review?

-Hyuuga Divaa Arashii- n,nb