=-=-=PROLOG=-=-=
"…..bagaimana?"
Mendengar jawaban yang diberikan oleh ayahnya, Azusa langsung menggebrak meja makan di depannya, "Azu muak sama semua ini!"
"Yang selalu ayah bicarakan hanya PERTUNANGAN, PERTUNANGAN, DAN PERTUNANGAN!" lanjutnya menumpahkan seluruh amarahnya. Kesabarannya sudah habis.
"Azusa, dengarkan ayah bicara dulu!" ayah Azusa lalu menahan lengan Azusa.
Azusa menepis tangan ayahnya kasar "Dengarkan apa? Tentang tunangan lagi kan?!" air mata mulai mengalir di pipinya.
*PLAK*
Sebuah tamparan mendarat mulus di muka Azusa. Sang ayah menatapnya tajam.
"hiks…..kenapa ayah? Semenjak ibu meninggal ayah berubah…" dan ketika dia menyelesaikan kata-katanya Azusa langsung berlari ke kamar. Dibantingnya pintu kamar tidur tersayangnya itu dan dikuncinya dari dalam.
Berhari-hari dia mengunci diri didalam kamar. Berbagai hasutan yang dilakukan oleh ayahnya dari luar kamar tidak dapat merubah keputusan hatinya.
"Sayang, ayolah, hari ini menu makan malamnya makaan kesukaan mu lho!" hasut ayah sambil mengetuk pelan kamar putri sulungnya itu.
Sudah 2 hari berturu-turut Azusa mengunci diri di kamarnya. Namun kali ini suasana terasa aneh. Jika biasanya didalam kamar akan terdengar suara isakan tangis dan teriakan 'tidak!' setiap kali ayahnya menawarinya makanan,kali ini tidak terdengar apa-apa.
Khawatir, sang ayah pun memanggil para butler untuk mendobrak pintu kamarnya. Dia takut kalau sang putri bunuh diri lantaran depresi.
Ketika pintu berhasil di dobrak, sang ayah langsung memasuki ruangan dengan tergesa-gesa.
Terkejutlah dirinya ketika mengetahui kalau kamar putrinya kosong, ditambah dengan pintu balkon yang terbuka.
Dan di kasurnya ada sebuah kertas yang betuliskan…
[Maaf ayah, …..]
disclaimer:
I DON'T OWN KUROKO NO BASUKE
BUT I DO OWN MY OC
=0=0-0=0=
CHAPTER 1
ENTRANCE
=0=0-0=0=
Matahari bersinar di ufuk timur, dengan malu-malu ia mulai menapkakkan dirinya. Langit yang berwarna biru bertemu dengan guratan-guratan emas matahari, sungguh indah pemandangan pagi ini.
Setidaknya akan lebih indah jika tidak ada orang teriak-teriak di depan apartemen ku….
"Azusa! Cepetan buka pintunya, ada berita penting yang mau aku sampaikan kepada mu!" teriak Yamada Minori sambil mengetuk keras pintu didepannya.
Azusa menghela nafas, ini sudah kesekian kalinya Minori melakuakan hal ini. "Tunggu sebentar…" dengan gerakan lihai ia segera memakai wig hitam dengan potongan sebahu tersebut.
"Ada apa Mii-chan?" ucap Azusa seraya membuka pintu apartemenya. "dan berhentilah malakukan hal ini, kamu menganggu tetangga sebelah"
Tanpa bai bi bu lagi Minori langsung memgang pundak Azusa dan menatapnya dengan mata berwarna hazelnutnya, selang beberapa detik dia tertawa lepas.
Azusa langsung speechless ketika malihat kalakuan sahabatnya itu, jangan-jangan mii-chan kena penyakit siput gila lagi… batinnya dalam hati. Mungkin Azusa kebanyakan nonton spongebob.
Dengan hati-hati dia mempersilahkan sahabatya masuk kedalam apartemennya, takut kegilaan Minori semakin menjadi-jadi dan takut kena geplok sama pemilik apartemen ini.
"Jadi apa berita pentingnya?" ucap Azusa sambil menawari Minori minuman, dan dibalas dengan gelengan kepala. Karena kesal, ia meminum minuman yang ia suguhkan kepada Minori.
Minori merubah posisi duduknya, kini ia menatap Azusa serius. "Putri sulung keluarga Shiroki kabur dari rumah"
*BRUUUSH* seketika semua minuman yang dimulut Azusa menyembur keluar, kaget dengan berita yang diberitahu oleh sahabat sekaligus ketua klub berita tersebut.
Melihat reaksi Azusa, Minori tertawa geli. "Kaget kan?" ucapnya di sela-sela tawanya. "Iya aku juga kaget pas berita ini keluar. Dan katanya kalau kita berhasil membawanya pulang, berbagai hadiah bakal disiapkan" ucapnya berapi-api sambil menekankan kata 'berbagai hadiah'.
OK, dulu aku dipandang sebagai objek tak berguna sama ayah karena hanya seorang lelaki yang dapat memimpi keluarga Shiroki, oleh karena itu ayah bersikukuh memunangkanu dengan orang asing.
Dan sekarang..
Sekarang dia memaksaku pulang dengan cara seperti ini. Azusa mengigit bibir bawahnya, hatinya terasa sakit mengingat kejadian itu.
Sudah 2 bulan lebih 10 hari Azusa meninggalkan rumahnya. Kini dia sudah tinggal tenang di apartemen yang disewanya, pergi sekolah yang jaraknya bisa dikatakan jauh dari rumahnya, dan tentunya bekerja sambilan untuk membayar semua itu.
Selama 1 minggu pertama, Azusa agak sulit untuk membiasakan diri kehidupan seperti ini. Tetapi lama kelamaan dia mulai terbiasa. Untungnya dulu dia tidak terlalu dimanja oleh kedua orangtuanya, jadi dia sangat mudah menyesuaikan diri.
"Azu-chan?" panggil Minori menguncang-guncang tubuh Azusa,
"hmm?"
"kamu kenapa?" Tanya Minori khawatir.
"Gapapa" Azusa menarik nafas, rasa sakit yang menguasai hatinya kini terkalahkan oleh rasa penasaran yang mulai menggerogotinya. "Terus gimana lanjutannya?"
"Menurut koran yang kubaca tadi pagi, nama putri sulung keluarga Shiroki adalah Azusa. Azusa Shiroki"
Azusa menelan ludah. Gawat, jadi sekarang identitasku hampir tebongkar?
"…. Warna rambutnya, seperti biasa keluarga Shiroki pasti memiliki rambut yang berwarna silver. Matanya berwarna ungu, dan katanya jika kita melihat lurus ke matanya, kita dapat melihat pemandangan ketika sore mulai bertemu dengan gelapnya malam. Twilight"
Ok, sekarang semuanya terdengar lebay, mungkin warna mataku memang ungu… enggak lebih tepatnya berwarna indigo, namun sepertinya bagian 'kalau kita melihat kematanya…'-lah atau apa itu terasa sangat aneh.
"Terus dia memiliki tinggi 160, berat badan ketika meninggalkan rumah 48 kg, ukuran dadanya B, lalu -"
"TUNGGU DULU!" ucap Azusa setengah berteriak, "kamu mendapatkan infromasi tersebut dari koran?"
"maksud azu-chan?"
"maksudku tentang… u-ukuran d…da-dada dan sebagainya" Lanjutnya dengan pipi yang semakin memerah dalam setiap katanya.
"ooh itu. Tentu saja nggak, mii-chan mendapatkan informasi tersebut dari Papa, lagian di Koran cuman di kasih tahu kalau putri sulung keluarga Shiroki menghilang, titik." ucapnya sambil terseyum dan membentuk tada 'peace' di tangannya.
Yah, papahnya Minori nggak lain dan nggak bukan adalah kepala kepolisian se-Tokyo.
Azusa menghela nafas tenang, kalau sampai informasi memalukan seperti itu sampai beredar di koran, entah apa yang akan dilakukannya kalau dia sampai di temukan.
"Makanya, waktu aku denger kalau namanya Azusa, aku langsung kepikiran sama Azu-chan. Yah kan, kamu punya dada yang besar—"
Azusa menutup dadanya menggunakan tangannya.
"—tinggi kamu juga sekitar 160-an—"
Azusa langsung duduk tegak, biar keliatan lebih tinggi, batinnya.
"—terus berat badanmu—"
"STOP sampai disitu Minori!" ucap Azusa memotong ucapan Minori, "ok, sekarang sudah jam 7 pagi disini, mendingan kamu buruan pulang dan siap-siap ke sekolah"
"cheeee, Azu-chan jahat"
"Mi-No-Ri!" muncul aura hitam di sekeliling tubuh Azusa.
"Haik haik, yasudah, aku tunggu di sekolah yaaw. Jaa!" Minori tergopoh-gopoh keluar apartemen.
"Bye!"
[POV CHANGE: AZUSA]
"Ada yang bisa jawab pertanyaan ini?" Tanya pak Hate, guru matematika tersadis yang pernah aku akui.
Seketika suasana di kelas semakin tegang, keringat dingin bercucuran keras dari pelipis teman sekelas. Takut kalau salah jawab nanti kena dampratnya pak Hate, apalagi kalau kita kena marah otomatis kita juga kena kuah yang disebabkan oleh pak Hate.
"Karena tidak ada yang mau menjawab, kini biar bapak saja yang memilih." Langsung terdengar suara kecewa muncul dari mulut para murid.
"Yugure Azusa-san, nomor urut 33"
Dan semua mata langsung memandang kearah ku.
Banyak dari mereka yang berbisik satu sama lain. 'kasihan banget ya Yugure, baru jadi anak pindahan langsung kena damprat si Hage' bisik si A ke si B.
'haha, semoga habis ini dia nggak jantungan' 'siap-siap dengerin ceramah ya guys' 'mampus aja tuh anak', Dan sebagainya.
Namun rasa percaya diriku tidak akan goyah, dengan langkah yang pasti aku maju kedepan. Entah kenapa tatapan yang diberikan mereka membuatku gugup.
Aku mulai mengerjakan soalnya satu persatu. Untung ayah sudah memberikanku pelajaran kelas 2 SMA, jadi mengerjakan soal ini tidak terlalu sulit untuk ku.
Dalam hitungan detik soal di papan tulis selesai, semua mata memandangku terpana, ditambah lagi dengan perkataan pak Hate yang memujiku lantaran semua jawabannya benar. Dan semenjak saat itu, aku mulai dekat dengan kelasku.
"Oi megane, kamu disuruh-suruh sama si Hage lagi ya?" Tanya Kirito berjalan disampingku sambil makan roti yakisoba.
"Pertama! Aku punya nama Kirito-san, Yugure Azusa. Kedua! Aku yakin Hate-sensei bakal mencekik mu kalau dia mendengar nama panggilannya. Ketiga! Kalau makan duduk" aku mengucapkannya seperti ibu-ibu.
"che, iya megane. Makin lama kamu semakin berbau ibu rumah tangga!" lalu dia menawarkan tenaga bantuan. Walaupun pada akhirnya aku tolak.
"Arigatou Kirito-san, demo, kore wa watashi no shigoto desu"
Yah itu yang aku ucapkan, tapi sejujurnya capek juga sih bawa hasil ulangan Matematika untuk 3 kelas. Mending kalau jumlah muridnya dikit, udah jumlah muridnya ajib beudh, satu soal terdiri dari 3 lembar lagi!
Kepingin cepet-cepet bel terakhir, biar bisa langsung masuk klub. Batinku sambil memikirkan hal yang akan ku lakukan.
Ketika aku sedang memikirkan rencana untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya di ruang klub nanti, tanpa sadar aku menabrak sesuatu.
*GDUBRAK*
Aku mendarat pas di pantatku.
*SRET*
Dan kertas hasil ulangan untuk tiga kelas itu jatuh kelantai, dan sialnya lagi urutan kelas dan segala sesuatunya menjadi berantakan.
Sigh ,nggak bisa lebih baik apa hari ku?.
"Yugure Azusa! Apa yang kamu lakukan dengan kertas ini hah?!" Hate-sensei memarahiku sambil menunju-nunjuk kertas yang telah sobek sebelah.
Sedangkan aku hanya menatap matanya ketika ia menceramahiku.
Aku menelan ludah. "maaf pak, tadi ada yang menginjak ketika ini jatuh"
Mendegar jawaban yang diberikan, Hate-sensei semakin naik darah. "Ada yang berani menginjak kertas suci ini?! SIAPA ORAGNYA?! BAWA DIA KESINI?!"
Aku mellirik kesebelah, sebuah lelaki dengan tinggi kira-kira 190 cm sedang menggaruk-garuk kepalanya. Tatapnnya liar seperti singa, dan kini ia mentapaku sambil memohon.
Semenjak aku menabraknya dan dia berhasil membuat sebagian hasil ulangan sobek (kebanyakan punya murid 1-A, kelas yang isinya manusia bermata empat), kini dia mengantarku ke ruangannya Hate-sensei. Dan entah kenapa dia tinggi banget.
Aku berdeham, "euh….. " sekali lagi aku melirik dia, dan mengatakan maaf melalui tatapan mataku, "Dia tidak sengaja menginjaknya…" aku mengatakannya sambil menunjuk kearahnya.
"dia?" Hate-sensei menatapku bingung, lalu bola matanya mengikuti kemana tanganku menunjuk. Seekor singa sedang diam di pojokan.
"Kamu lagi, Bakagami!" teriaknya pas di telingaku. Anjir, sepertinya besok harus bawa tutup telinga. Hate-sensei langsung berdiri dari duduknya.
"Kemarin kamu memecahkan jendela di corridor menggunakan bola basket, lalu kemarinnya lagi kamu membengkokkan ring basket ketika sedang pelajaran olahraga, dan sekarang kamu telah menginjak kertas ini!" geram Hate-sensei sambil menunjuk-nunjuk kertas yang tidak bersalah.
Oke, sepertinya saat yang pas untuk kabur. Dengan gerakan yang kasat mata aku membungkukkan badan dan ngacir keluar.
Maaf …euhm…. Baka-gami-san?, ucapku sebelum menutup pintu ruang matematika.
Dan dia membalasnya dengan tatapan 'Awas kau!'
Mati deh aku.
Sekolah sudah selesai, dan ketika aku sedang mengorek-ngorek informasi dari computer klub Berita, ternyata yang tadi siang aku tabrak adalah Ace klub basket di sekolah kami, Kagami Taiga.
Serius deh, computer klub Berita itu nyeremin pake banget. Isinya informasi-informasi penting tentang murid-murid yang sekolah disini, untung yang bisa mengaksesnya hanya anggota klub Berita.
Puas akan informasi yang kudapat, aku langsung pulang. Untung tidak ada utusan ayah yang nyamar jadi murid disini, murid yang terdaftar sebagai murid baru hanya aku doang, pikirku sambil berjalan pulang.
Selama perjalanan pulang, suasana di jalan begitu ramai, dan ketika sampai di perumahan langsung sepi, tipikal kota Tokyo.
Letak apartemenku itu stragis, dekat dengan toko kelontong yang menjual berbagai kebutuhan, sampai-sampai aku mengira kalau toko itu adalah titisannya kantong doraemon. Lalu ada klinik yang buka selama 24 jam, ada kakek penjual ramen, dan sebagainya. Pokoknya letaknya strategis deh.
Tapi untuk masuk kesananya yang susah, jalanan yang berliku-liku layaknya labirin akan membuatmu tersesat, dan itulah alasan utamaku mengapa aku memiih tinggal di tempat seperti itu.
Sesaat sebelum aku belok, seorang laki-laki berjas hitam lengkap dengan perhiasannya sedang berteriak-teriak didepan apartemen ku.
"Kamu yakin dia tinggal di tempat ini?!" teriaknya lagi, ini sudah kedua kalinya ia mengatakan hal yang sama. Karena takut kena marah tetangga, aku langsung menghampirinya.
"Maaf pak, kalau boleh jangan berteriak-teriak. Takut menganggu tetangga" ucapku tenang, seperti kata mamah, kalau berhadapan dengan orang marah jangan ikut-ikutan marah. Dibawa santai saja.
"ehh?" merasakan kehadiranku, bapak itu langsung menghadap kearahku. Dia memerhatikanku dari atas sampai bawah. "Maaf dek" lanjutnya.
"Iya nggak apa-apa, lain kali jangan diulang lagi ya oji-chan!" ucapku polos.
"OJI-CHAN?!" teriaknya lagi, dan kali ini aku menghadiahkannya tatapan maut. "Ehem, nama saya Yamada Kensuke, saya dengar di sekitar sini ada seseorang yang bernama Azusa" dia mengasih kartu namanya.
Aku memerhatikann kartu nama yang barusan ia berikan. YAP! Nggak salah lagi kalau dia orang suruhannya ayah. Jelas-jelas tertera nama [SHIROKI COMPANY] disana.
Secepat kilat aku langsung memasang wajah poker face ku, berusaha menahan rasa terkejut sekaligus membungkus rasa takut ku.
"Memang Yamada-san ada perlu apa sama Azusa?" tanyaku sambil mempertahankan wajah poker face.
"Bukan untuk umum"
"huh?"
"iya, bukan untuk umum" ucapnya sekali lagi. Uwa…. Entah kenapa aku ingin menonjok mukanya.
"Hah!" Kini aku mengganti ekspresiku menjadi terkejut. Tentu saja lebih di dramatisir dari biasanya. "Jangan bilang….. Yamada-san itu seorang penculik?"
Yamada-san langsung terkejut, ekspresi yang dikeluarkannya lucu banget. "Bukan!" dia berusaha memegang pundak ku.
Aku menepis tangannya, ekspresi terkejutku yang dibuat-buat masih melekat di muka ku. "TIDAK!"
"Oi! Denger penjelasan aku dulu!" ok, kini kedengerannya seperti sepasang kekasih yang bertengkar.
"Apaan sih! Menjauh nggak?! Aku telepon polisi nih!" aku mengeluarkan HP ku dan menekan tombol keras-keras.
"O-Oi! De—"
"Ada apa Kensuke?" ucap sesorang secara tiba-tiba, dia keluar dari mobil hitam yang diparkirkan tidak jauh dari sini. Sial, kenapa dari tadi aku nggak melihat mobil itu?!
Muka ku langsung memutih ketika melihat siapa yang keluar dari mobil BMW hitam itu. Arakawa Hyuugo, butler pribadinya ayah!
Sedikit demi sedikit topeng terkejut ku berubah menjadi rasa takut. Dari dulu aku nggak suka sama dia, aura yang dikeluarkannya nggak enak.
"Oh, siapakah nona ini?" tanyanya sambil menunjukku.
"Rikka" ucapku datar. Aku menatapnya tajam, dan dia menatapku balik. Ada warna 'kamu berbohong' ketika aku menatap matanya. Dan itulah sebab kenapa aku nggak suka sama dia, dia dapat membaca orang lain seperti buku.
Hyuugo berdeham, "Ok nona Rikka, sepertinya bawahan saya Kensuke membuat keributan. Mohon maaf sedalam-dalamnya" lalu dia membungkukkan badannya.
"Kensuke, ayo kita pergi." Dia menyeret Yamada-san pergi.
Demi apa pun yang ada di muka bumi ini, 'dia' berhasil melacakku sampai ke benteng pertahanan terakhir ku!.
TO BE CONTINUED!
Yaay! akhirnya selesai juga ..
terimakasih kepada temen-temen yang udah nguras otak buat mikirin plot cerita ini bareng-bareng.
dan jg kepada otoo-san serta okaa-san yang berbaik hati menggila bersama
and you! yang mau ngebaca tulisan gaje ini sampe akhir
DON'T YOU FORGET TO REVIEW!
Ciao!