Mirai of Wanderer
Penyamaran Asuka
X
Pesta keluarga Sinclaire
X
Uang Tebusan
By : Ghost186, Lazuardi Loo Loodra
Chapter 3:
"Namaku Asuka...mulai hari ini aku menjadi pelayan pribadi Neon-sama, jadi...mohon kerjasamanya..."
Kini Asuka menjadi pelayan pribadi Neon, berbekal kemampuan mengurus rumah yang minim, ia memberanikan diri menjadi bagian dari sederetan pelayan keluarga Nostrade. Seperti biasa, Asuka merahasiakan jati-dirinya bahwa dia adalah 'Sang Pengembara' dia memutuskan menjadi orang biasa tampa kemampuan apapun. Tentu saja, ia melakukannya agar tak mencurigakan orang lain, terutama para pelayan Nostrade.
"Oi kau? Siapa namamu?" tanya seorang gadis berambut biru terang tersebut pada Asuka.
"Nama saya Asuka, salam kenal Nona Neon," ucap Asuka membungkuk. Sejujurnya kimono ini membuatnya tak bisa bergerak bebas, tapi mau bagaimana lagi, dia 'kan sedang menyamar? Lagipula, dia harus mengikuti peraturan di tempat kerjanya ini.
"Berapa usiamu?" tanya Neon dengan wajah penuh ingin tahu.
"Usia!?" Asuka mengerutkan kening. Tentu saja ia bingung, mengingat menanyakan usia pada seseorang yang baru dikenal sebenarnya cukup tidak sopan; kalau diukur dari sisi etika.
"Jawab saja?"
"Umm...25 Tahun, Nona Neon?" jawab Asuka dengan pandangan bingung karena majikan barunya tanpa sebab dan akibat malah menanyakan usianya.
"Ooh! Lebih tua dariku, Mha! Regz-san tolong tinggalkan kami berdua" Ucap Neon melirik Regz yang membungkuk hormat lalu meninggalkan tempat itu.
"Baiklah...Nah Asuka,"ucap Neon tenang.
"Ya?"
"Kuberi perintah pertama untukmu."
"Ya," sahut Asuka dengan suara pelan.
"Perintah pertamaku adalah...buatkan aku teh hijau!" ucap Neon dengan teriakan cemprengnya pada Asuka membuat gadis berambut perak itu seketika ngeloyor ke dapur demi mematuhi permintaan majikannya.
.
Didapur...
.
"Halo Asuka-san, apa anda pelayan baru Nona Neon?" tanya salah seorang pelayan bernama Tika.
"Ah...ya namaku Asuka, salam kenal," sapanya sopan saat melihat salah satu wanita berpakaian maid tersebut menyapanya dengan ramah.
"Aku Tika. Kau tahu? Ini sudah sekian kalinya, nona Neon membuat pelayan pribadinya mengundurkan diri," desah Tika sambil menggeleng-geleng.
"Eh?" mata Asuka melebar mendengar ucapan wanita tersebut.
"Kau tak tahu? Banyak pelayan tak betah dengan sikap manja dan bawelnya. Apalagi saat membantunya belanja kesana kemari, mereka semua dibuat tidak betah olehnya."
"Begitu," Asuka mengangguk kecil dengan wajah datarnya sembari memasukkan bubuk teh hijau dan menyeduhnya.
Kupikir, mulai saat ini aku benar-benar harus kuat mental menghadapinya.
-oOo-
Bagaimana rasanya jadi pelayan? Tak enak. Hanya itu pendapat Asuka saat mengetahui bahwa profesi yang ia kerjakan saat ini benar-benar begitu melelahkan untuk ukuran tenaga manusia normal. Meski ia pengguna nen, rumah bukanlah tempat yang tepat baginya untuk menggunakan kemampuan aura hanya demi membereskan rumah dan melayani segala keinginan putri keluarga Nostrade tersebut. Sebagai gadis yang terbiasa hidup dalam keturunan bangsawan dan hanya melakukan segala tata cara hidup seorang putri di klan Mirai, menjadi pelayan bukanlah pekerjaan yang mudah bagi Asuka. Ia dituntut multi-tasking, bekerja keras dan terbiasa dengan kerjaan kasar para buruh, dan sebagainya, Namun, berterima kasihlah kepada pengalaman, karenanya Asuka bisa menjalani semuanya dengan baik.
Yah, walaupun tidak semuanya...
"Asuka! Mana pakaianku? Aku kan ada janji dengan keluarga Sinclaire! Kau sudah menyetrika pakaianku?" teriak Neon dari kamarnya saat Asuka sedang membawa setumpuk laundry bersih yang saking banyaknya sampai menghalangi pandangannya dengan posisi tubuh melenting ke belakang saking beratnya membuatnya menghela nafas berkali-kali, ingin rasanya dia mencopot kimononya sekarang juga karna tak bisa bergerak dengan bebas. sebebas-bebasnya.
"Pakaian yang mana, Nona?" tanya Asuka dengan nada bingung, agak khawatir karena sepertinya otak encernya tidak konsentrasi pada permintaan Neon tadi. Pakaian yang mana ya? Batinnya sambil meletakkan pakaian bersih itu di ranjang Neon.
"Ah, kau ini Asuka! Aku kan minta kau menyiapkan gaun Versace burgundy milikku? Jangan bilang kau melupakannnya!" cetus Neon yang seolah telah menebak apa yang telah terjadi dari raut wajah datar milik Asuka."Dasar si muka tembok!" teriaknya lagi.
"M-maaf Nona! Aku melupakannya! Yang aku ingat aku hanya harus menyiapkan gaun maroon pendek saja!"
"Tidak jadi! Ini acara formal! Gaun sependek itu tak akan sopan! Kau ini payah sekali Asuka! Jadi gaun burgundy ku belum ada?" nada Neon kali ini meninggi dengan raut sangar seperti bersiap menerkam.
"B-belum...nona!"
"Aku tak mau tahu, pokoknya gaun tersebut harus siap dalam setengah jam, cepaaaaaaat!"
"T-tapi No–"
"Lakukan saja, aku tak butuh alasanmuuuu!"
Sial, anak ini memang seenaknya sendiri, batin Asuka sembari ngacir dari kamar berukuran 15 x 15 meter tersebut dengan wajah merengut. Ia menggembungkan pipinya dengan menutupi raut jengkel, ketika tanpa sadar ia berbelok menuju ruang laundry dan tiba-tiba...
BRUK. PRANG!
"AAAAH!"
"Ma-maafkan aku," sebuah suara bariton terdengar diikuti dengan kibasan rambut berwarna pirang dengan tubuh setinggi 170-an. Asuka mengipas-ngipas dadanya yang kini panas tersiram teh panas dengan kedua tangannya sementara pria di hadapannya tampak kikuk. Asuka mendongak pada sang pemilik suara ketika iris violetnya menangkap iris abu-abu pria di hadapannya, begitu juga pria di hadapannya memandang wajah oval nan ayu dengan rambut keperakan itu dengan pandangan setengah tertegun, seolah membiarkan dunia riil tenggelam sejenak dalam pesona gadis berambut pendek itu, membiarkan otak pintarnya dibuai sejenak oleh bayangan indah yang sedikit aneh namun memabukkan...
"Ah, aku..."
"Tak apa, permisi..." Asuka membungkuk kecil, melewatinya dengan terburu-buru. Sementara itu sepeninggal Asuka, Kurapika Kuruta memandang sosok tinggi wanita tadi dengan pandangan menaksir-naksir.
Pegawai barukah? Aku belum pernah melihatnya.
Ia membungkuk, membersihkan pecahan beling yang kini telah berceceran di atas lantai marmer dengan tumpahan teh di sekitarnya, kemudian membuang beling-beling itu ke tong sampah. Langkah kakinya bergerak menuju ruang bodyguard, dimana boyguard yang lain biasa beristirahat.
"Lho, kukira kau akan mengambil teh..." tanya Basho yang kini sedang berleha-leha di sofa.
"Tadinya begitu, tapi tak jadi..." ucap Kurapika sembari berjalan mendekati Senritsu dan duduk di sebelahnya. "Ngomong-ngomong...aku tadi melihat wanita berambut putih dengan mata violet...apa dia pelayan baru?"
"Asuka?" tanya Senritsu sembari mengangkat kedua alisnya, berbicara halus seperti biasanya. "Ia pelayan baru Nona Neon, baru beberapa hari bekerja di sini."
"Pelayan?" Kurapika mengerutkan alisnya. Aneh, orang dengan Aura tak biasa sepertinya menjadi pelayan? Siapa dia?
"Memangnya kenapa?" tanya Basho. "Ia baru bekerja disini beberapa hari, tapi kudengar kerjaannya cukup bagus sebagai pelayan pribadi Nona Neon. Dia juga wanita yang pendiam yang jarang berekspresi dan cekatan, meski terkadang, ia agak ceroboh. Apa kecantikannya cukup menangkap perhatianmu, hm?" tanya Basho dengan nada agak menggoda.
"Hmm..." Kurapika mengangguk-angguk paham, tak meladeni godaan pria bertubuh besar tersebut. "Ia memang terlalu cantik untuk hanya menjadi seorang pelayan..."
"Yah...apa mau dikata..." Daven, salah seorang bodyguard baru angkat bicara, "hidup ini cukup keras...penampilan fisik tak melulu mendukung kehidupan seseorang kan? Secantik apapun Asuka...ia tetap butuh makan, dan ia tak punya skill lebih...tak perlu heran jika ia hanya jadi pelayan."
"Ucapanmu begitu kasar, Daven-san," tandas Senritsu.
Kurapika terdiam, membayangkan sorot mata gadis tadi yang tampak begitu memukaunya. Ia tahu, kecantikan Asuka bukanlah sekedar kecantikan gadis pada umumnya. Ada aura yang membius yang membuat siapapun yang memandang sorot matanya akan terpekur untuk sejenak mengagumi wajah tersebut. Matanya yang violet dan rambut peraknya terlihat tak biasa...tapi itulah yang menjadi daya tariknya.
Asuka, batin Kurapika dalam hati...
-oOo-
"Bagaimana, aku cocok dengan gaun ini?" tanya Neon pada Asuka dan Hana yang kini berdiri memandangi manjikannya memutar-mutar badan di depan cermin.
"Nona terlihat sempurna," ucap Hana memuji.
"Aku setuju," sahut Asuka menimpali dengan wajah tampa ekspresi.
Neon tersenyum senang mendengar pujian dari kedua pelayannya. "Baiklah, kalian juga siap-siap, karena sepulang dari acara ulang tahun ini, aku akan belanja dulu. Hana, jangan lupa sepatu flat creamy ku kau bawa ya!"
"Baik Nona,"
"Dan Asuka, kau bawakan tas Vuitton ku, ingat yang warna perak!" ucap Neon sembari menuding-nuding Asuka yang telah berganti dari kimono kebaju biasa sementara Neon membutulkan posisi stilleto berwarna silvernya yang tampak elegan dengan gaun burgundynya. Asuka mengangguk, berbalik menuju lemari built in milik Neon yang kini telah terbuka dengan deretas tas mahal dan sepatu berjuta-juta Jenny berjejer di rak-rak. Ia mengambil salah satu clutch berwarna perak Vuitton sesuai permintaan Neon, lalu mengekor di belakang majikannya yang kini telah berjalan keluar dari mansion menuju mobil Limusin mahalnya diikuti beberapa Merchedes Benz yang menjadi mobil para bodyguardnya. Kurapika yang kini telah siap di mobil utama membukakan pintu Limusin tersebut, lalu duduk di sebelahnya. Saat ia masuk, seketika ia menangkap kelebatan Asuka yang kini tak mengenakan kimono formal, melainkan baju biasa yang digunakan Asuka lalu duduk di mobil mersi yang berada di belakang mobil utama.
Cantik sekali.
"Kurapika, aku akan belanja sepulang dari pesta ini..." kata Neon memberi tahu. "Aku minta Daven, dua pelayanku dan kau menemaniku belanja nanti ya?"
"Baik, Nona Neon," ucap Kurapika sembari mengangguk sekali. Bertepatan dengan itu, sang majikan memberi kode untuk jalan pada supir dan Kurapika berbicaa lewat earphone-nya, mengontak salah satu bodyguard di depan mobil utama untuk segera berangkat.
"Kita berangkat," ucapnya pendek.
"Roger that," sahut suara di seberang dari ear phonenya. Perlahan-lahan, iring-iringan dari kediaman Nostrade itu melaju pelan keluar dari areal rumah megah tersebut.
~oOo~
"Astaga Asuka! Bisa-bisanya kamu mengenakan baju seperti itu, seperti laki-laki saja"Cibir Neon setelah menatap Hana dan Asuka.
"Kenapa nona tak mengomentarinya dari tadi?"Tanya Hana sambil tertawa miris membuat sorot mata Neon menajam pada Hana, gadis berambut Navy blue mulai mencak-mencak mengomeli Asuka yang sedari tadi masih tampak expressionless diwajahnya yang jarang menunjukkan emosi.
"Maaf Nona, ada insiden soal ini," ucap Asuka mulai membuka suara.
"Aku tak butuh alasanmuuuuu...!" ucapnya masih mencak-mencak tak jelas membuat Asuka menundukan sorot matanya dalam- dalam menatap ubin marmer lantai dibawahnya.
"Maaf nona Neon, aku yang menumpahkan teh dibaju Asuka saat kami bertemu di lorong tadi," tandas Kurapika yang entah kenapa sudah muncul dibelakang Asuka, baik Neon dan Hana menatap Kurapika, membuat Neon memasang ekspresi penuh tanya.
Dan Asuka lalu terdiam, sementara sang lelaki berambut pirang menjelaskan duduk perkaranya sebenarnya. Setelah Kurapika mengakhiri penjelasannya, Neon menghela nafas panjang, dan melipat tangannya ke dada.
"Oh baiklah. Kalau begitu kau tak boleh menyentuh area dansa maupun pesta dengan baju begitu," ucap Neon lalu menarik Hana ke gedung pesta meninggalkan Asuka dan Kurapika.
"Baiklah aku akan mencari tempat untuk beristirahat." Asuka hendak memasuki mobil namun tiba-tiba saja tangannya ditahan dengan sigap oleh Kurapika.
"Asuka-san, ikut denganku," ucap Kurapika menarik lembut lengannya. Asuka menatap bingung pada pria pemilik mata abu-abu yang ganjil disebelahnya.
"Kita mau kemana?"
"Kita akan beristirahat di tempat peristirahatan para bodyguard selama pesta berlangsung."
"Kenapa pelayan nona, Neon ada disini?" tanya Daven sembari memandang wajah Asuka dengan tatapan tak suka. Sebaliknya gadis itu hanya memasang tampang datar-datar saja diwajahnya dan tak menghiraukan gestur Daven yang sangat kentara tak menyukainya.
"Nona Neon tak mengizinkan aku menunggu didalam bersama Hana," ucap Asuka langsung berjalan pergi menjauh dari Daven dan Kurapika.
"Anda mau kemana Asuka-san" tanya Senritsu yang baru muncul dihadapanya. Ia manangkap bayangan seorang wanita bertubuh gemuk pendek yang kini juga memandanginya.
"Aku bosan, mau jalan-jalan," jawab Asuka santai lalu pergi meninggalkan wanita itu.
"Tunggu Asuka-san"Panggil Kurapika namun Tindakan lelaki bermarga Kuruta ditahan oleh Senritsu.
"Biarkan dia" Ucap Senritsu.
"Tapi!" Ucap Kurapika terdiam dan menatap Senritsu yang berwajah Serius. Bukan mengatakan alasan menahan Kurapika. Senritsu malah mendekati Daven.
"Saya harap jaga mulutmu baik-baik Daven-san" Ungkap Senritsu.
Setelah itu:
Asuka melewati lorong demi lorong dibelakang tempat pesta digelar dan ia sampai di sebuah tempat yang membuat naluri ingin tahunya tergelitik -sebuah ruangan besar yang sangat mewah namun kurang terawat- yang kalau diperhatikan lagi sebenarnya ruangan tersebut adalah sebuah perpustakaan dipinggir gedung pesta keluarga Sinclaire!
"Aahh! Sugoi..." gumamnya pada kumpulan buku disetiap rak tinggi diruangan ini sementara matanya memandang takjub ke deretan buku-buku tersebut
"Selamat datang diperpustakaan keluarga Sinclaire. Anda...bodyguard keluarga Nostrade?"ucap lelaki tua yang tiba-tiba sudah berada dibelakang tubuhnya.
"Maaf tuan atas kelancangan saya, saya tak sengaja melihat tempat ini dan masuk," kata Asuka dengan suara merendah, merasa tak enakan, membungkukan badannya sebagai bentuk permintaan maaf.
"Tak apa-apa nona, saya tahu anda tak berbohong," ucap lelaki itu sambil tersenyum penuh percaya.
"Ah, terima kasih sudah percaya saya."
"Perkenalkan, saya Crouns Sinclaire kepala keluarga disini," ucap lelaki tua itu sembari mendudukan dirinya kesalah satu sofa dan meminta Asuka duduk disebelahnya.
"Saya Asuka."
"Senang berkenalan denganmu, Asuka."
Asuka tersenyum tipis, cenderung samar. Keduanya terdiam sejenak, sementara mata Asuka hanya menyusuri deretan buku-buku tebal di rak sekitarnya, sebelum tiba-tiba benaknya teringat sesuatu saat memandangi kepala keluarga Sinclaire tersebut.
"Ano...Tuan Croun..." ia membuka mulut duluan, "mengapa anda tidak merayakan pesta bersama anggota keluarga yang lainnya, Tuan Crouns?"
"Itu adalah pesta yang dikhususkan untuk para remaja, Asuka. Orang-orang bangkotan sepertiku tak pantas berada disana," katanya menjelaskan diikuti kekehan kecil seolah menertawakan dirinya yang sudah tidak muda lagi.
"Maaf saya tidak tahu," ucap Asuka pelan.
"Tak masalah. Ngomong-ngomong, para Bodyguard dari keluarga Nostrade dan dari keluarga lainya berada diseblah perpustakaan ini"
"Maaf Tuan Crouns, saya bukan bodyguard Nostrade tapi cuma pelayan pribadi keluarga Nostrade yang salah kostum hari ini," jelas Asuka dengan jujur membuat senyum pada wajah Crouns semakin terkembang.
"Saya senang berbicara dengan gadis muda yang jujur sepertimu," ucap Crouns. Menurut Asuka sepertinya Tuan Crouns adalah pengguna nen yang juga mendeteksi kejujuran setiap pengakuan orang yang ia ajak bicara. Selama Asuka tak menggunakan Nennya saat ini, ia tak bisa menilai kemampuan Tuan Crouns.
Bertepatan dengan itu, beberapa orang berpakaian ala bodyguard menghampiri Tuan Croun.
"Tuan, rapatnya akan digelar saat ini," ucap seorang pelayan wanita ditemani satu pelayan lagi, dan tiga lelaki bodyguard berotot mengekor memasuki perpustakaan.
"Pesta ini akan berlangsung lama, silakan memakai perpustakaan ini sesukamu aku akan mengatakan pada penjaga rumah ini agar tak menganggumu selama kau menunggu disini," ucap lelaki itu sembari berdiri berjalan kearah 3 bodyguard dan 2 pelayannya.
"Terimakasi atas kebaikan anda Tuan," Asuka kembali membungkuk rendah sebelum lelaki itu meninggalkan Perpustakaan
TZAAAAAAT! TZAAAAAT! TZAAAAAAT!
Sebuah jarum terlihat, melesat dengan cepat kearah kepala Tuan Crouns. Asuka langsung mengambil sebuah buku tebal dari meja terdekatnya dan secepat kilat berlari mendekati Tuan Crouns menahan jarum yang nyaris membunuh lelaki tua itu dengan menjadikan buku tebal itu sebagai tameng dan seketika, beberapa jarum menancap dengan sukses di cover buku tersebut.
"Hahhh..." Ekspresi terkejut Tuan Crouns terlihat dari wajahnya dan begitu kentara. Ia tak sanggup berkata-kata beberapa detik begitu juga ketiga lelaki Bodyguard, dan pelayan. Tiba-tiba ia memegang dada kirinya, dan perlahan, pria baya itu terjatuh.
Jangan – jangan Tuan Crouns mengalami serangan jantung….Astaga!
Asuka menatap perubahan warna wajah lelaki tua yang berubah pucat itu dengan tatapan khawatir.
"Oi kalian, baringkan Tuan Crouns kesofa panjang disana!" seru Asuka yang wajah sebelumnya tak berekspresi pun, kini menunjukkan raut serius, membantu para bodyguard mengangkat tubuh pria tersebut.
"Dan kau para bodyguard, panggil pemimpin kalian dan amankan tempat ini," ucap Asuka pada bodyguard itu menangguk dan berlari memberi tahu bodyguard lainya. sementara dua bodyguard yang tetap tinggal ditempat.
"Kenapa kau seenaknya memerintah kami?!" sergah salah satu bodyguard tuan Crouns dengan tatapan tak suka.
"DIAM! Bukan saatnya protes, atau kau mau dia mati?!" ucap Asuka dengan tatapan dingin mengerikan, iris matanya kembali berubah warna kuning, membuat dua bodyguard tadi menjadi agak merinding ketakutan.
"Nah kalian para pelayan tolong bawakan semangkuk air hangat dan madu hangat," perintah Asuka dan seketika kedua pelayan berlari meninggalkan perpustakaan.
Asuka lalu meletakan kedua tangan kedada, dan memompa dengan cara menghentak-hentakan dada Tuan Crouns dengan sedikit Nen pada kedua telapak tanganya.
Dengan beberapa hentakan pada tangan Asuka, paru-paru Tuan Crouns kembali normal "Ahk..." ucap Tuan Crouns bernafas dalam lalu melirik wanita berambut perak disampingnya.
"Ahhh...Terima-kasi A-Ah-Asuka..." ucap lelaki itu sembari memegang dadanya, dengan suara lemah.
"Sama-sama Tuan," sahut Asuka dengan suara datar, sambil menyeka keringat dipelipisnya. Setelah itu ia me-nonaktifkan nen miliknya sebelum orang lain curiga.
"Terimakasi Nona, anda menyelamatkan Tuan kami," ucap salah seorang bodyguard.
"Dan maafkan masalah tadi, kami tak tahu apa yang terjadi pada tuan besar," ucap bodyguard lainya, membuat Asuka mengeleng cepat.
"Tidak masalah," ucapnya singkat. Warna iris matanya kembali ke sedia kala.
"Nama saya Garu, dan dia Max," keduanya memperkenalkan diri.
"Asuka," ucap wanita itu menghela napas.
Pada saat itu pula, para bodyguard Sinclaire dan anggota keluarga langsung berhambur memasuki tempat itu, dengan para pelayan yang membawa pesanan Asuka tadi.
"Oh ya. Geru, Max, tolong ubah posisi Tuan Crouns, dudukkan beliau," perintah Asuka yang mulai mengambil alih keadaan.
"Baik Nona Asuka," jawab Geru dan Max bersamaan lalu memperbaiki posisi tuannya yang masih lemah di sofa panjang.
"Nah para pelayan,tolong letakan kaki Tuan Crouns, dan rendam di baskom air hangat," titahnya pada kedua pelayan tadi melakukan tugas yang Asuka perintahkan.
"Nona apa yang harus dilakukan pada madu hangat ini?" tanya seorang pelayan.
"Minumkan padanya perlahan-lahan, jangan membuatnya tersendak," jawab Asuka tegas.
"Baik," ujar pelayan itu. Sementara orang lainya tak memperdulikan kehadiranya sama sekali, sesekali dia melirik Tuan Crouns dan menggunakan kemampuan telepati pada lelaki tua itu.
((Tuan ini Aku Asuka)) Ucap wanita itu lewat telepatinya. Tuan Crouns sedikit kaget pada salah satu kemampuan gadis yang telah menolongnya.
((ya)) jawabnya dalam pikiran dengan nada ragu-ragu.
((Aku mohon bisakah anda merahasiakan jati diriku? Termasuk apa yang sedang kulakukan saat ini.)) tanya gadis itu lewat telepatinya yang masih tersambung.
Lelaki itu menghela napas dan terlihat mengangguk.
((Anggap saja ini imbalan sebagai balas jasa karena kau telah menyelamatkan hidupku)) ucapnya dalam hati membuat Asuka bernafas lega. Setlah membungkuk kecil, ia berbalik meninggalkan perpustakaan dengan langkah lebar-lebar.
~oOo~
Republik Padokia
Disebuah tebing dekat hutan, tepat di pinggir kota Republik Padokia, terlihat seorang lelaki berambut Perak sepinggang tengah mengenakan jaket berwarna abu-abu tengah memandang Kota Republik Padokia dengan pandangan datar.
"Sedang apa kau?" tanya seorang gadis yang mendekatinya.
"Melihat pemandangan. Kau sendiri sedang apa disini Larra?" sahutnya. Menatap seorang gadis berusia 17 tahun, berambut sepinggang hitam, dikepang samping duduk diatas dipunggung seekor anjing husky hitam berukuran sepertiga kali lebih besar dari ukuran anjing normal.
"Aku baru selesai mengurus urusanku dengan Keluarga Zoldyck. Jadi, katakan padaku apa yang sedang kau lakukan disini, Kiyan?" jelas gadis itu.
"Aku sedang mengurus sesuatu," ucap pemuda itu, masih terdiam ditempatnya dan memandang awan di atas kepalanya.
~oOo~
Permasalahan mengenai pembajakan distribusi makanan dan produk impor/ekspor hampir usai. Baik Killua, Gon, Hisoka dan Biskey akhirnya bisa menyelesaikan misi yang cukup lama mereka selesaikan. Yang jadi permasalahan saat ini adalah Cheadle merisaukan perihal pembunuhan sejumlah anak buah yang beberapa minggu lalu dibantai oleh Asuka dalam sekali tebas di depan warga sipil. Hal itu menjadi permasalahan mengingat wanita tersebut terjerat undang-undang pembunuhan tidak berencana, pembunuhan masal, dan melanggar etika kenyamanan umum karena ia melakukannya di depan umum, karena ia hanyalah seorang penggunan nen tanpa lisensi. Perlu diingat, bahwa orang yang berhak membunuh tanpa terjerat hukum hanyalah Pro-Hunter.
"Kau punya kontaknya?" tanya Cheadle yang kini berbicara dengannya lewat ponsel.
"Asuka? Yang benar saja...ia bahkan tak percaya padaku untuk memberikan nomor ponselnya! Kami berbicara lewat surat yang ia kirim dengan elangnya, dan aku sudah mengunjungi keluarga tempat dimana ia tinggal tapi...kata mereka ia sudah tak tinggal di situ lagi..." jelas Biskey panjang lebar. "Hanya saja aku mohon padamu...dia adalah orang baik meski mungkin dingin dan datar, tolong bebaskan ia dari tuduhan terkait soal pembunuhan itu..."
"Aku tak bisa berbuat banyak," Cheadle mendesah. "Ia berstatus warga sipil...kecuali kalau kau berani membayar sejumlah tebusan..."
"Berapa juta jenny untuk menebusnya?"
Cheadle menghela nafas panjang, "kurang lebih 1 miliar jenny."
"APPPAAAAAAAAAAA?" sontak Biskey tersentak dari kursinya. Beberapa pengunjung internet cafe sontak menoleh padanya dengan wajah galak. Ia membungkuk kecil sambil menggumamkan kata maaf.
"Begitulah..."
Biskey menutup telponnya dengan kuyu. Ia melangkahkan kakinya setelah mengambil lisensi hunter bintang 1 miliknya dan memasukkannya ke dalam dompet.
Bertepatan dengan itu, Killua dan Gon yang membawa beberapa makanan di tangannya memandang wanita berpakaian pink itu dengan pandangan penuh rasa ingin tahu.
"Apa kata Cheadle-san?" tanya Gon sembari menggigit ayam tepung dengan stick yang dilumuri saus di atasnya.
"Ia meminta jaminan satu milyar, tapi itu pun masih perkiraan..."
"Mahal sekaliiii!"
"Aku akan membayarnya," sebuah suara mengagetkan ketiganya. Ketiganya menoleh ke sumber suara, memandang sosok pria yang terkenal dengan penampilan nyentriknya.
"Kenapa kau mau menebus uang jaminan Asuka? Kau bahkan tak mengenalnya?" Killua memandang Hisoka dengan tatapan penuh curiga sembari mengerutkan kening.
Kau tak akan mengerti, Killua. Kau tak tahu aku, perasaanku, dan bagaimana aku. Ia memandang Killua dengan tatapan intens sejenak sebelum akhirnya menyunggingkan senyum anehnya.
"Karena aku mau," jawabnya santai sembari melangkah mendekat menuju tiga Pro-Hunter tersebut. "Jadi, beritahu aku, bagaimana caraku untuk memberinya jaminan?"
"Huh, aku tak yakin kau memberikan jaminan itu secara cuma-cuma saja pada Asuka," dumal Biskey sembari melipat tangannya ke dada dan menggembungkan pipinya dengan wajah tak suka.
Hisoka tertawa kecil, "boleh saja kau bilang begitu~"
"Tch, aku tak akan membiarkan Asuka jatuh dalam genggamanmu hanya demi obsesi pribadimu," cetus Biskey lagi. Gon dan Killua mengangguk kuat sebagai bentuk persetujuan.
Obsesi pribadi? Tidak! Ia memandang wanita bertubuh gadis kecil itu dengan tatapan yang sulit diartikan dan mendesah pelan.
"Hah...kalian ini," Hisoka mengambil ponselnya dari saku, "baiklah, aku akan menghubungi Ketua secara langsung kalau begitu~..."
Tangannya memencet beberapa tombol di layar touchscreen tersebut dan seketika panggilannya segera saja tersambung dengan Cheadle.
"Yo, Ketua yang manis...ini aku, Hisoka...hunter yang mengikuti misi bersama Gon, Killua dan Biskey beberapa minggu lalu..."
"Kau?" suara Cheadle terdengar penuh tanya, bingung, mengingat ia tahu betul bahwa lelaki yang menelponnya sekarang adalah pembunuh berdarah dingin yang agak aneh, baik dari segi sikap maupun penampilan.
"Aku sengaja menelpon langsung untuk membicarakan soal uang jaminan terhadap wanita bernama Asuka, kau ingat?" tanya Hisoka dengan suara mendayu seperti biasanya.
"Ya, ya...ada apa?"
"Aku akan menebus uang jaminannya, dan...mungkin kau lebih paham soal birokrasinya? Aku butuh sedikit penjelasan mengingat aku tak pandai soal birokrasi dan semacamnya..."
"Maksudmu...kau akan menebusnya?"
"Tentu saja."
"Satu Milyar?"
"Aku yakin ingatanmu tidak buruk dan telingamu berfungsi dengan baik, Cheadle," katanya diikuti sebuah seringaian sadis sementara ketiga orang di dekatnya memandangnya dengan tak percaya, sementara otak mereka memiliki pemikiran yang sama.
Hisoka serius menebus jaminannya!
"O..eh...ah...ya...tentu...dan umhhh...soal birokrasi...tak begitu sulit...hanya saja sebelum ia tertangkap oleh hunter blacklist yang lain, pastikan ia bisa segera ditemui dan mendatangani beberapa berkas sebagai bukti bahwa ia membayar uang jaminannya darimu..."
"Itu berarti aku harus mencari Asuka, Cheadle?"
"Ya...aku beri dia waktu satu minggu sampai hari Sabtu depan. Jika ia tak datang, dengan terpaksa aku akan menyebarkan edaran tentang dirinya sebagai buronan yang dicari."
"Kau bisa percaya padaku, tikus kecil..."
Cheadle membeku. Tikus? Ia ternganga dengan posisi tangan memegang ponsel dan shock. Bukan ia tersinggung karena pada dasarnya ia memang seperti tikus (itulah sebabnya ia disebut 'rat' dalam anggota zodiak) tapi yang membuatnya shock adalah betapa beraninya Hunter yang jelas-jelas secara status lebih rendah darinya memanggilnya tikus? Hisoka memang kurang ajar.
Saat sambungan telpon dimatikan, ia tersenyum memandang ketiga orang yang sedari tadi mendengar percakapannya sembari tersenyum dengan sunggingan maniaknya
"Sekarang, kalian percaya padaku?"
~oOo~
.
.
TBC
.
.
PS from Lazuardi Loo: not much to talk. Hidung saya masih mampet dan efek batuk berat saya masih terasa meski tidak parah. Saya melanjutkan ini di antara aktivitas tidak jelas dan sakit ringan saya, semoga pembaca senang. PSS untuk Mas Ki, teman 'bayangan' Lazu dan Ghost186: selamat menikmati tulisan abal-abal ini. Kasih saran lagi ya?
PS from Ghost186 :