Special Thanks to :

Hayashi Hana-chan, lee, goldentrianglum, pinkymouse, SasuSaku16, Ferona Gothloli, RUE ERU, Ah Rin, uchan, maya . clark . 3914, ntika blossom

Maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan nama di atas. :))

Terutama untuk maya-san, soalnya kalau diketik pakai titik tanpa spasi, namanya jadi hilang. X"( #ojigi

Previous chapter :

Sasuke's POV

Tch, akhirnya bisa juga terlepas dari kejaran fans fanatik-ku. Walaupun aku seorang playboy, tapi rasanya mengganggu juga jika tubuhku—yang seksi—di raba-raba begitu. Menjijikan. Aku juga masih punya harga diri. Camkan itu!

Aku Sasuke Uchiha. Dan aku tidak mau repot-repot menjelaskan aku itu siapa, bagaimana, atau apa. Kalau mau tahu lebih lengkap, cari sendiri!

Sekarang aku sedang tiduran di ranjang UKS. Yeah, walaupun Sasuke Uchiha paling ANTI sama yang namanya UKS, tapi hanya ini satu-satunya tempat yang bisa kugunakan untuk menghindari fans-ku yang menjadi liar akhir-akhir ini. UKS ini jarang dipakai, bahkan ada rumor kalau UKS ini berhantu. Tapi, seorang Sasuke Uchiha tidak takut dengan yang namanya hantu. Makanya, aku berani bersembunyi di sini.

"Hiks ...,"

DEG!

Anjir, itu suara apaan?

"Huhuhu ...,"

Shit, jangan-jangan rumor tentang UKS ini berhantu malah benar? Itu siapa yang menangis? Sadako? Tapi perasaan di UKS tidak ada TV. Atau Kuchisake Onna? Kalau nanti dia bertanya 'apakah aku cantik atau tidak', aku harus jawab apa?

"Huhuhuhuu ...,"

Anying~ Tangisannya makin kencang, woi.

Mama, Cacu tatut~

End of Sasuke's POV


Yume no Jitsugen (A Dream Come True)

Disclaimer :

Naruto (c) Masashi Kishimoto

Story by : Subarashii Shinju

Warning(s) :

OOC to the MAX | AU | Typo(s) mungkin masih merajalela | EyD dipertanyakan | Diksi masih amburadul | Bahasa sehari-hari | Ide pasaran | Fluffy | Gaje | Humor garing | Dan sebangsanya

.

.

.

Selamat membaca. :))


Normal POV

Sasuke Uchiha, sang pangeran sekolah, memutuskan untuk bersembunyi di UKS dari kejaran fans fanatik. Awalnya dia sedang asyik tiduran di salah satu ranjang UKS—sampai ia tanpa sengaja mendengar suara tangisan yang membuatnya langsung terbangun dari posisi tidurnya. Dia mengaku 'tidak takut hantu', tetapi semua berkebalikan dengan apa yang sedang dia lakukan sekarang. Yakni bersembunyi di kolong kasur. Itukah yang namanya Uchiha? Sungguh nista.

'Tch, apa-apaan ini? Aku adalah seorang Uchiha! Kalau aku bersembunyi seperti ini, bisa-bisa Mbah Madara bangkit dari kubur dan menghantuiku nanti. Amit-amit,' umpat Sasuke dalam hati. Akhirnya, dengan penuh keberanian, Sasuke—yang kini duduk di ranjang—berusaha mengintip dari balik tirai pembatas yang menutupi ruangan diantara mereka.

'Hn? Siapa itu?' batin Sasuke penasaran. Kini di depannya terlihat seorang gadis berambut soft pink pendek yang sedang duduk di atas ranjang UKS sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Bahunya bergetar, dan terdengar suara tangisan yang menyayat hati. Tapi tidak untuk Sasuke Uchiha. Karena dia tidak punya hati. Ehem.

Mata sang empunya onyx melebar.

"Saku?"

Sakura terkejut. Dia menghentikan tangisnya, kemudian menghapus air matanya. Sementara Sasuke hanya bergeming di tempat. Tak berniat untuk menghampiri gadis bermanik emerald tersebut. Dia cukup paham situasinya. Sasuke tidak mungkin tiba-tiba datang menghampiri dan memeluknya. Bisa-bisa pipi tirusnya ditonjok dan membuatnya terbang melintasi langit Konoha. Tidak, terima kasih. Sasuke masih sayang nyawanya. Lagipula, Sasuke tahu ... kalau Sakura butuh ketenangan.

Sakura menghela napas.

"Aku sampai mendengar suaranya yang memanggil namaku. Aku pasti berdelusi. Ah, aku terlalu berlebihan memikirkannya," ujar Sakura pada dirinya sendiri.

Hening seketika menyelimuti ruangan UKS tersebut.

"Sadar, Sakura! Kemana dirimu yang biasanya?!" Sakura menepuk kedua pipinya untuk menyadarkan dirinya. Sasuke hanya diam memperhatikan dari balik tirai.

"Yosh, lebih baik aku kembali ke kelas." Sakura segera memakai kembali sepatunya. Kemudian bangkit dari posisi duduknya dan berjalan menghampiri pintu UKS.

BLAM.

"Huh, kukira siapa yang menangis. Mengganggu tidurku saja," Sasuke melanjutkan aktivitasnya. Lho, Sas? Kamu mau bolos, ya?


SKIP TIME

Murid-murid Konoha Senior High School sudah berhamburan keluar kelas saat mendengar bel pulang berbunyi. Tujuan mereka sama, yaitu pulang ke rumah masing-masing. Meskipun ada juga yang belum pulang karena harus mengikuti kegiatan klub.

Sakura sudah bersiap-siap pulang ke rumahnya, hendak keluar dari kelas kesayangannya saat tiba-tiba ia dicegat oleh sahabat pirangnya, Ino Yamanaka.

"Nani? Kau mau aku menemanimu berbelanja lagi, Ino?" Sakura mendengus malas. Padahal baru seminggu yang lalu mereka pergi ke mall. Jangan lupakan dengan barang belanjaan mereka—atau lebih tepatnya barang belanjaan Ino yang Sakura bantu membawakan—yang jumlahnya masing-masing 10 di setiap tangan.

"Ayo, dong, Saku~ Hari ini Sai-kun mengajakku kencan. Aku harus tampil cantik di hadapannya~" rayu gadis blonde itu.

Sakura mendengus—lagi.

"Kau tahu, 'kan, Pig? Aku sedang ingin mengistirahatkan tubuhku di kasur empukku sekarang. Tidak bisakah kau pergi dengan Hinata atau Tenten saja?" kilah Sakura, sambil berjalan menuju pintu kelas.

"Tidak bisa, Forehead! Hinata sedang dipaksa Naruto makan di Ichiraku Ramen sekarang, sedangkan Ten-chan sedang bertarung dengan tugas OSIS karena perintah Neji. Ayolah, kau satu-satunya harapanku~" pinta Ino dengan nada mendramatisir. Ino menahan tangan Sakura agar tidak kabur.

Sakura menggeram kesal. Perempatan muncul di dahinya yang lumayan lebar.

"Nenek-nenek tuli saja tahu kalau kau hanya melebih-lebihkan cerita! Apanya yang dipaksa makan di Ichiraku Ramen dan bertarung dengan tugas OSIS?! Hinata memang sedang kencan dan Tenten sedang melaksanakan tugasnya sebagai sekretaris OSIS, kok! Sudahlah, aku mau pulang!" Sakura berhasil lepas dari jeratan Ino setelah mengeluarkan uneg-unegnya yang membuat Ino kicep.

Melihat mangsanya (?) yang kabur, Ino hanya bisa pundung sambil menghitungi semut di pinggir tembok. Yah, mungkin lain kali, Ino-chan~

.

.

.

.

Saat ini Sakura sudah berada di parkiran sekolah—sedang berjalan menghampiri sepeda pink-nya—, namun tiba-tiba langkahnya terhenti saat netra klorofil-nya menangkap seorang pemuda berambut emo—kalau tidak mau disebut pantat ayam—sedang bersandar di mobil biru metalik-nya.

"Ah, Saku? Mau pulang bareng?" tanya pemuda tersebut—yang masih asyik bersandar pada mobilnya sambil tersenyum miring.

Sakura bergidik ngeri saat melihat pemuda itu mengedipkan mata ke arahnya.

'Pura-pura tidak melihat saja, Sakura! Cuek saja~ Cuek saja~' Mulut Sakura berkomat-kamit membaca mantra tersebut berulang-ulang di dalam hati sambil mengambil sepeda kesayangannya.

"Hei, Saku."

GREP.

Sepasang tangan tengah memeluk Sakura—yang hendak kabur mengendarai sepedanya—dari belakang.

Sakura merinding disko.

"Kyaaa! A-apaan, sih? Lepaskan tanganmu!" Sakura berusaha melepaskan dirinya dari jeratan si bungsu Uchiha itu, mengabaikan sepedanya yang terjatuh dan tak bisa bangkit lagi. Namun tak berhasil, Sasuke justru mengeratkan pelukannya.

"Tadi pagi ... kamu kemana? Padahal aku sudah ke rumahmu, tapi kamu malah tidak ada." ujar Sasuke, sembari menaruh dagunya di bahu kanan gadis itu.

Sakura—yang awalnya melirik Sasuke dari ujung matanya—memalingkan wajah, enggan menatap onyx sang pemuda.

"T-tentu saja menghindarimu, 'kan? Aku tidak sudi satu mobil denganmu lagi!" ungkap gadis yang bernama sama dengan bunga kebanggaan negeri Jepang tersebut.

"Kau kejam sekali. Apa salahku, heh?" Sasuke melepaskan pelukannya dan membalikkan tubuh Sakura agar menghadapnya.

Sakura masih enggan menatap onyx di depannya. Tanpa menyadari bahwa wajah Sasuke semakin lama semakin mendekati wajahnya.

Sakura tersentak saat merasakan hidung mungilnya bersentuhan dengan hidung mancung Sasuke.

"KYAAA! PERVERT!"

BUAGH.

Adik Sasori itu langsung kabur sambil mengayuh sepedanya dengan secepat kilat, meninggalkan sang pemuda Uchiha yang sedang meringis kesakitan sambil memegangi perutnya yang habis ditendang Sakura tadi.


Seminggu sudah berlalu sejak hari itu.

KUKURUYUUUK~

Ah, nampaknya keluarga ayam sudah kembali ke masa kejayaannya (?). Sang ayah sudah mulai berkokok ria tanda hari sudah pagi. Sepertinya sang ayah sudah tidak berpartisipasi lagi dengan ronda malam seminggu lalu. Setelah ditelusuri lebih lanjut, ternyata kegiatan sebenarnya dari ronda malam tersebut adalah begadang di poskamling sambil main batu kerikil. Sang ibu sepertinya masih menikmati kegiatannya seminggu yang lalu. Dan sang anak asyik mencari cacing untuk sarapan.

Untuk yang kedua kalinya, mari kita abaikan keluarga ayam di atas.

"TIDAAAAAAK~"

Ah, belum juga author mengetik deskripsi untuk mengawali hari ini, namun teriakan yang masih membahana itu kembali menggelegar. Persis seperti seminggu yang lalu—

"DASAR ANAK ITU! SUDAH SEJAK SEMINGGU YANG LALU, KUBILANG JANGAN TERIAK-TERIAK! BEGITU BANGUN, LANGSUNG MANDI, LALU SARAPAN!"

—atau mungkin semenjak seminggu yang lalu?

"Haah~" Sasori menghela napas. Lelah melakukan hal yang sama berulang-ulang. Atau mungkin trauma karena sejak hari itu ia merasa bokong seksinya terasa sedikit tepos (?).

Sementara itu, Kizashi masih asyik bergelut dengan koran paginya. Tak merasa terusik sedikitpun seolah ia tidak mendengar suara toa milik sang istri. Persis seperti seminggu yang lalu. Namun yang berbeda adalah ia tak menyadari bahwa sebenarnya itu adalah koran kemarin. Bacanya pun terbalik pula.

"SASORI, CEPAT KAMU TENGOK ADIKMU ITU! KAA-SAN SUDAH LELAH MENERIAKINYA SETIAP PAGI!" perintah Mebuki dengan sadis, karena lengkap pakai hujan lokal—lagi.

'Aku juga lelah disemburi terus oleh ibuku sendiri,' ujar Sasori dalam hati. Dengan ogah-ogahan, ia berjalan menuju kamar sang adik tercinta.

Agar tidak mengulangi kejadian seminggu yang lalu, mari kita tengok keadaan Sakura di dalam kamarnya.

.

.

.

.

"Hah ... hah ...," Sakura langsung terbangun dari tidurnya dan menghirup napas dengan rakus seolah ia baru saja ikut lari marathon.

'Tch, mimpi itu lagi!' umpatnya kesal sambil menjambak rambut soft pink pendeknya. Setelah menenangkan diri sejenak, ia memutuskan untuk mandi agar menyegarkan pikirannya.

Selang beberapa menit, akhirnya Sasori tiba di depan kamar Sakura. Dengan ogah-ogahan, pemuda bersurai merah itu mengetuk pintu kamar imouto-nya.

"Hei, imouto-chan~ Kalau sudah bangun, mandilah lalu turun ke bawah untuk sarapan ... Kaa-san mengamuk lagi, kau tahu?" teriak Sasori dari luar kamar—masih dengan ogah-ogahan.

"APA KATAMU, SASORI?!" Terdengar teriakan menggelegar Mebuki dari bawah.

"A-aku tidak berkata apapun kok, Kaa-san!" dusta Sasori. Dasar anak durhaka.

"Ah, iya, Sasori-nii! Aku sudah selesai, kok." sahut Sakura dari dalam kamar.

Pintu kamar Sakura pun terbuka.

"Ayo kita sarapan!" ajak Sakura semangat. Sasori tersenyum sambil mengacak surai soft pink Sakura dengan gemas. Ah, kekesalannya sudah menghilang jika dia melihat senyum manis imouto-nya.

"Uh, hentikan, Sasori-nii! Rambutku jadi berantakan, tahu~" keluh Sakura sambil merapikan kembali rambut pink sebahunya.

"Sakura," panggil Sasori.

"Hm? Ada apa, Nii-san?" Sakura berhenti merapikan rambutnya. Mata emerald-nya bertemu dengan mata hazel milik Sasori. Sasori terlihat agak ragu untuk bersuara, namun tetap melanjutkan.

"Sebenarnya ... kenapa akhir-akhir ini kau selalu berteriak setiap kali kau bangun tidur?"

"A-aaah ... etto—sebenarnya aku bermimpi buruk ...," Sakura mengalihkan pandangannya sembari menggaruk belakang telinganya yang entah sebenarnya gatal atau tidak.

"Setiap hari?" Hazel milik Sasori melebar.

"Hu'um, seminggu belakangan ini." jawab Sakura sambil mengangguk.

Hening sebentar.

"Apakah kau sedang memikirkan sesuatu akhir-akhir ini?" tanya pemuda berambut merah itu.

Sakura terlonjak.

"Ngg—ti-tidak, kok. Sudahlah, Sasori-nii, ayo kita turun untuk sarapan. Aku bisa terlambat nanti." ujar Sakura seraya berjalan menuruni tangga menuju ruang makan.

"Haaah~ Ya sudah kalau begitu," Meski agak ragu dengan jawaban adiknya, akhirnya Sasori mengalah dan menyusul Sakura ke ruang makan. 'Mungkin Sakura tidak ingin membicarakannya,' pikirnya.

Begitu sampai di ruang makan, Sakura mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Dahi lebar Sakura mengernyit. Tunggu, ada yang kurang.

"Lho? Tou-san mana, Kaa-san?" tanya Sakura pada sang ibu yang sedang mencuci peralatan masak.

Sasori sudah duduk manis sambil menikmati roti bakarnya.

"Sudah kutendang bokongnya keluar rumah," jawab Mebuki sarkastik.

"UHUK!"

Mendengar kata 'bokong', Sasori langsung tersedak. Teringat akan kejadian seminggu yang lalu, yang membuat bokong seksinya menjadi agak tepos. Salah sendiri kenapa sok jagoan waktu itu.

"Eh? Sasori-nii tidak apa-apa?" tanya sang adik sambil menyerahkan segelas air pada pemuda babyface itu.

Sasori langsung menegak air itu hingga tandas.

Sakura pun akhirnya duduk. Hendak ikut menikmati sarapan buatan sang ibu. Namun ia membatalkan niatnya saat netra hijaunya tak sengaja menangkap bento yang berwarna pink pucat.

"Ano, Kaa-san? Itu bento untuk siapa?" tanya Sakura heran. Padahal sudah dibuatkan sarapan, kenapa masih ada bento? Apakah sarapan roti bakar jumbo ini masih kurang?

Mebuki melirik sekilas.

"Oh, itu untuk Tou-san. Dia harus berangkat pagi, tak sempat sarapan. Jadi kubuatkan bento." jelas Mebuki.

.

.

.

.

Hening seketika melanda kediaman Haruno.

.

.

.

.

" ... hah?" Sasori melongo tanda tak paham.

Sakura mengerjapkan mata beberapa kali, mencoba mencerna perkataan Mebuki.

Mebuki tersadar.

"ASTAGA! DASAR SI BODOH ITU! BENTO-NYA LUPA DIBAWAAAAAAAA!"

.

.

.

.

.

.

"Yare-yare~ Menyusahkan saja," keluh Sasori sambil menyeka peluh di dahinya. Pemuda berwajah imut itu—yang kini bertampang acak-acakan seolah baru saja menerobos angin taifun—harus mengantarkan bento kepada sang ayah di kantornya dengan motor sport merahnya karena paksaan sang ibu tercinta. Beruntung dia bisa mengantarkan bento itu dengan selamat sampai tujuan tanpa kurang suatu apapun, karena dia ugal-ugalan. Lampu merah pun dia terobos. Terbukti dari betapa kacau penampilannya sekarang.

Sakura yang diboncengnya pun tak kalah kacau. Rambut sewarna bubble gum-nya tampak berantakan—seperti seseorang yang baru bangun tidur—karena lupa memakai helm. Mukanya pucat bak orang sakit karena Sasori membawa motornya ngebut. Sangat malah. Beruntung nyawanya tak terbang saking kebutnya.

Sambil cemberut, Sakura turun dari motor Sasori. Uh, matanya terasa berkunang-kunang.

"Mungkin seharusnya aku tidak ikut Sasori-nii tadi," gerutunya. Pipinya ia gembungkan karena kesal saat menyadari betapa kacau penampilannya saat ini.

"Dasar, kamu. Sudah aku antarkan ke sekolah juga. Bukannya berterima kasih malah menggerutu!" Sasori mencubit kedua pipi Sakura gemas.

"I-ittai! Gomen, ne, Nii-san!"

Sasori melepaskan cubitannya.

" Ya sudah, masuk kelas sana!" perintahnya seenak jidat pada Sakura.

Sakura mengerucutkan bibirnya.

"Ha'i, ha'i~ Aku ke kelas, ne? Jaa ne!" pamit Sakura lalu berlari memasuki gerbang Konoha Senior High School.

"Haah~ Adikku sudah besar ...," gumamnya entah pada siapa. Ia pun bergegas menuju universitasnya.


SKIP TIME

Pelajaran kedua—yakni pelajaran biologi—telah dimulai.

Murid-murid tengah sibuk dengan kegiatan mereka sendiri walaupun ada juga beberapa murid yang terlihat mendengarkan penjelasan materi yang sedang diajarkan.

Naruto sedang asyik kirim surat-suratan dari sobekan kertas dengan bebeb tercintanya, Hinata Hyuuga. Walaupun Hinata kadang mengabaikannya karena takut ketahuan, tapi gadis bersurai indigo itu tak bisa menahan rona pink yang tiba-tiba menjalar di kedua pipinya saat membaca 'sobekan kertas cinta' dari pemuda Uzumaki itu.

'Hinata-chan, pipi tembemmu yang merah merona itu mengingatkanku pada daging sapi ada di ramen buatan Teuchi-ji-san saat masih mengepul panas. Membuatku ingin mencicipinya.'

PEEEEESSSSSSS~

Wajah Hinata kini memerah seperti daging sapi yang ditulis Naruto di 'sobekan kertas cinta'. Oh, bahkan telinga Hinata sampai mengeluarkan asap. Ckckck, sepertinya gombalanmu manjur, Naruto~

Chouji mendengarkan penjelasan guru berambut panjang itu dalam diam. Tumben sekali anak bertubuh di atas rata-rata ini ikut mendengarkan materi yang sedang diajarkan, karena biasanya dia sedang asyik memakan keripik kentang kesukaannya diam-diam. Beberapa hari yang lalu, suara kunyahannya terdengar dan membuat Anko-sensei yang sedang mengajar Matematika saat itu langsung melirik tajam ke arahnya. Anko-sensei pun menghampiri Chouji dan merampas snack-nya. Sepertinya itu membuat Chouji trauma.

Eeeh, tapi tunggu ...! Kenapa tangannya diam-diam mengambil sesuatu dari kolong meja dan memasukkan benda itu ke mulutnya? Oh, itu bukan benda, melainkan keripik kentang rasa barbeque. Lho, dia sedang makan snack di tengah pelajaran? Namun mengapa suara kunyahannya tidak terdengar seperti biasanya? Ah, setelah ditelusuri lebih lanjut, ternyata dia tidak menguyah keripik itu seperti biasanya, melainkan dikulum seperti permen. Dasar licik. *Author kemudian kabur dengan cantik sebelum dilindas oleh Chouji*

Abaikan Chouji yang bila dilihat dari jauh terlihat seolah sedang mendengarkan pelajaran dengan tenang. Namun percayalah, penjelasan itu bagaikan masuk dari telinga kanan dan keluar dari telinga kiri bagi pemuda bertubuh subur tersebut.

Mari beralih ke murid yang lain. Ah, si ketua kelas yang jenius namun pemalas yang duduk di pojokan itu sedang asyik membolak-balikan bukunya dan beberapa kali menguap. Sepertinya dia sudah mempelajari terlebih dahulu materi yang sedang diberikan. Pemuda ber-IQ di atas 200 itu pun langsung memposisikan dirinya senyaman mungkin. Tak lupa buku biologi yang tebal itu ia taruh di depan wajahnya agar menutupi muka ngantuknya. Dua detik kemudian Shikamaru sudah teler dan terbang menuju alam mimpi. Jangan lupakan suara ngorok-nya yang hampir terdengar sampai ke depan. Untung tidak ketahuan, karena suaranya teredam oleh buku. Hn, jenius.

Lee sedang melototi buku cetak biologi di depannya. Tampak seolah mencoba memahami kata-kata yang tertulis disana. Matanya menyipit saat tak sengaja menangkap beberapa bahasa Latin yang tak ia pahami. Tiba-tiba ia merasa matanya berkunang-kunang karena benar-benar tak memahami artinya.

Akhirnya, ia memutuskan untuk mengalihkan pandangannya kearah gadis bersurai soft pink yang berjarak beberapa bangku di depannya sambil tersenyum. Tak lupa ia menyelipkan jari telunjuknya ke dalam lubang hidungnya, mengupil. Seraya menggaruk pantatnya yang tiba-tiba terasa gatal dengan tangan yang satunya. Pandangannya masih kearah Sakura, menatap dengan tatapan memuja. Sepertinya Lee tidak menyadari bahwa ada beberapa anak perempuan yang tak sengaja melihat tingkahnya sedang memasang ekspresi jijik. Bahkan ada yang muntah. Ckckck, parah sekali kau, Lee.

Kiba sedang asyik melamun, sepertinya tengah memikirkan nasib Akamaru yang sedang dikurung oleh sang ibu karena tenyata di bulu anjing putih itu terdapat kutu dan ketombe (?). Tadi pagi Kiba sudah berdiskusi dengan pemuda berambut iklan shampoo—Neji—untuk mengatasi masalah ini. Dan setelah mendapatkan wejangan dari pemuda Hyuuga yang cantik itu, akhirnya Kiba memutuskan untuk memandikan Akamaru dengan sabun colek setelah pulang sekolah nanti.

Shino yang dikenal pendiam dan misterius pun sedang asyik menatap buku tebal di depannya. Inilah yang namanya anak rajin. Eh, benarkah? Ah, ternyata tidak. Jika dilihat lebih dekat, ternyata Shino tidak sedang membacanya, melainkan memperhatikan serangga super kecil yang sedang menari di atas bukunya. Tak jarang dia cekikikan diam-diam. Yare-yare~

Neji Hyuuga sepertinya yang paling normal. Ia tampak asyik mendengarkan penjelasan materi, sambil diam-diam menyelipkan jemarinya di sela-sela rambut iklan shampoo-nya.

"Huh, rambutku masih jauh lebih bagus." gumamnya pelan.

Tenten yang duduk diseberangnya hanya bisa sweatdrop saat ia tak sengaja mendengar Neji bilang begitu.

Dan beberapa anak lain sedang asyik mengobrol menggunakan mata mereka. Tidak, bukannya mereka bisu atau semacamnya. Mereka hanya tidak ingin ketahuan sensei yang sedang ada di depan.

Ngomong-ngomong, kemana sang Uchiha itu, ya?

Sakura menidurkan kepalanya di atas meja. Entahlah, tiba-tiba kepalanya pusing.

"Sakura, temani aku ke—EEEEEHH? KAMU KENAPA? KOK PUCAT SEKALI SEPERTI OROCHI-SENSEI? SEDANG DIET, YA?" Suara—atau lebih tepatnya teriakan—Ino yang menggelegar terasa begitu berdenging di telinga Sakura.

Sontak murid yang lain menoleh kearah mereka berdua. Termasuk Shikamaru yang tiba-tiba terbangun karena terkejut.

"Diamlah, Ino~ aku merasa tidak enak badan sekarang. Dan apa kau tidak sadar? Semuanya melihat kearah kita, bodoh!" gumam Sakura pelan, namun masih cukup terdengar oleh gadis Yamanaka.

"Eh?" Ino cengo. Seolah baru tersadar akan sesuatu.

"Nona Yamanaka, apa Anda tidak ingat sekarang berada dimana?!" tegur guru di depan dengan lantang.

Sambil meneguk ludahnya, dengan takut-takut Ino melirik guru killer yang sedang berkacak pinggang sambil melotot kearahnya.

Orochimaru.

Ya, itulah guru yang sedari tadi sibuk mengoceh sambil menulis beberapa materi penting yang sedang ia ajarkan. Tanpa menyadari bahwa ternyata tidak ada satu pun murid yang memperhatikannya karena sedari tadi dia sibuk menghadap papan tulis.

Dan Yamanaka Ino telah berhasil mengalihkan atensi guru itu padanya.

Congratulations, Ino-chan~

"Yamanaka, lebih baik kau antarkan Haruno ke UKS, setelah itu berdiri di depan kelas sampai bel istirahat berbunyi!" perintah Orochimaru saat melihat betapa pucatnya wajah Sakura. Bahkan hampir menandingi wajah pucatnya.

"A-are?"

"Cepat!" Spidol melayang ke wajah cantik Yamanaka Ino.

Dan beruntung, sedikit meleset karena spidol itu mengenai jidatnya.

"H-h-h-ha-ha'i!" ucap Ino sambil memegangi jidat indahnya yang kini terdapat warna merah ditengah-tengahnya dan membawa—menggeret lebih tepatnya—Sakura keluar kelas.


Sakura's POV

UKS.

Disinilah aku berada sekarang.

Kalau bukan karena kepalaku yang tiba-tiba pusing gara-gara tidak sempat sarapan—karena buru-buru memberikan bento kepada Tou-san—dan membuat kepalaku makin cenat-cenut saat mendengar Oro-sensei yang sedari tadi sibuk menjelaskan materi sehingga membuatku tidak bisa fokus menerima pelajaran dan juga karena paksaan sahabatku, aku tidak akan sudi mengunjungi tempat ini.

Setelah mengantarkanku ke tempat laknat ini, Ino segera berlari untuk menonton permainan kekasihnya di lapangan basket—kelas Sai memang sedang pelajaran olahraga saat ini.

Tidak! Bukannya Ino tidak peduli padaku atau semacamnya, aku memang tidak suka dikasihani dan tidak mau merepotkannya. Dia bahkan akan menjengukku saat istirahat nanti. Karena itulah aku bersyukur Ino langsung pergi setelah kuyakinkan bahwa aku tak apa-apa jika ditinggal sendiri, paling tidak aku tidak akan mendengar ceramahannya yang membuat kepalaku makin cenat-cenut. Aaah ... aku memang bukan sahabat yang baik. Maafkan aku, Ino.

Huh, aku benar-benar tidak ingin ke tempat ini sekarang. Seminggu yang lalu aku tak sengaja mendengar suara Sasuke disini. Aku tak mau kejadian itu terulang lagi. Lagipula selama seminggu ini aku sengaja menghindarinya.

Awalnya aku ingin pergi ke atap sekolah, namun pemikiran itu kutendang jauh-jauh setelah aku menyadari bahwa cuaca sedang mendung entah sejak kapan. Tch, aku tidak ingin jika esok hari malah terserang demam karena kehujanan dan membuat sahabatku makin khawatir. Sungguh, hal itu malah memperburuk keadaaan.

Karena itulah, mau tak mau aku kesini. Yah, paling tidak, disini ada ranjang yang bisa aku tiduri untuk beristirahat, 'kan? Walaupun aku mengutuk petugas PMR yang sering diam-diam ke kantin dan malah bergosip ria di saat seharusnya mereka bertugas menggantikan Shizune-sensei yang sedang cuti melahirkan.

Bodo amat, deh. Lagipula aku lebih memilih mereka bergosip di kantin daripada bergosip di UKS yang malah bisa mengganggu tidurku. Yah, ada bagusnya juga mereka tak disini.

Kurebahkan tubuhku ke atas ranjang UKS dengan keras sehingga membuat ranjang tersebut berderit. Sial, pusing yang melanda kepalaku semakin menjadi-jadi. Kurasa aku harus tidur sekarang untuk mengurangi pusingnya.

"Uuh ...,"

Tiba-tiba terdengar suara—laki-laki kurasa—di sebelahku saat aku hendak memejamkan mataku untuk tidur. Hell yeah, kupikir aku hanya sendirian disini.

Aku menolehkan wajahku ke arah kiri, dimana suara laki-laki itu berasal. Aku bangkit dari posisi tidurku dan menghampiri tirai pembatas yang menutupi ruangan di antara kami, lalu menyibaknya perlahan. Kepalaku kutongolkan sedikit. Mengintip lebih tepatnya.

Oh, si Playboy Prince ternyata.

.

.

.

.

Hah?

.

.

.

.

Tunggu sebentar.

.

.

.

.

.

.

HEEEEE?

S-SASUKE?!

TO BE CONTINUED


Author's note :

H-h-h-hai, minna-san~ #bangkitdarikubur

A-a-ada yang m-masih ing-ingat saya? ._. #hening

Bagus deh kalau tidak ingat. Yosh, kalau begitu, saya pergi dulu, ne~ #woooi

Ngg—saya tidak tahu harus bilang apa. Tapi ... HONTOU NI DOUMO ARIGATOU GOZAIMASU! #bungkuk90derajat

Saya benar-benar berterima kasih kepada minna-san yang telah mereview fanfic saya yang sangat abal ini. :""D

Saya sangat senang membaca review kalian semua. Sungguh, saya terharu. Ternyata fanfic saya yang masih butuh banyak sekali perbaikan ini ada yang suka. :"""D

Untuk chapter ini, saya tidak bisa berkata banyak. Maaf kalau ceritanya abal, jelek, sangat OOC dan tidak jelas begini. Silakan tendang saya! Tapi jangan di bokong, ya~ #lirikSasori

Saya masih belajar. Karena itu, saya mohon bimbingannya. (_ _)

Btw, maaf kalau masih ada typo. Susah sekali menghilangkannya. Padahal udah saya basmi pakai cairan pembersih toilet. Tapi masih membandel juga. :"3

.

.

.

Oh iya, ini balasan review buat yang nggak login. :))

lee : Hai, lee-san! Makasih atas curahan perasaannya. XD Ini udah update, hehe. Maaf kalau humornya garing. :"3 #dibuang

pinkymouse : Ini lanjutannya. :3 Hehe, makasih sarannya. Doa'kan aku agar bisa merapikannya saat ada waktu. Huhuu, maaf kalau chap ini masih nggak rapi. X"3

SasuSaku16 : Kalau sekarang lama nggak, ya? ._. #plak Hehe, udah lanjut, nih. Makasih review-nya. :))

RUE ERU : Yosh, ini udah lanjut~ Hehe, dimana-mana kalau seseorang lagi sendirian di tempat angker (?) pas ngedenger suara tangis, 'kan pasti mikir yang nggak-nggak. :v #itukamukali

uchan : Nih, udah lanjut, dek. :D #plak *jadi ngerasa tua, nih. =_='*

Yosh, kayaknya udah semua, deh. Yang login silakan cek PM~

Terima kasih buat yang udah meluangkan review, faves dan alerts untuk fanfic abal ini~ Tanpa kalian, fanfic ini bukanlah apa-apa. :")

Mind to Review? Hehe, cuma baca aja aku udah sangat berterima kasih, kok. Apalagi kalau sampai di review. X3

Jaa ne, minna-san~

.

.

.

Sign,

Subarashii Shinju