Hai, minna-san! XD *nyapa dengan riang seolah tak berdosa* #digorok

Shinju kembali lagi dengan membawa kebahagiaan~ #apah #diinjek

Kyaa, aku lagi seneng banget, nih karena cover Naruto chapter 686~ #terjangSasuSaku

Dan karena hari ini ultahnya Abang Cacu! Omedetou, Sasu-kun! Semoga kau bisa memenuhi ambisi terakhirmu! Jangan lupa ajak gadis merah muda itu untuk membantumu, ya. #dichidori

Karena itulah jadinya aku update hari ini, hahaha ... #plak #gakgitu

Yosh, ayo kita mulai saja, minna-san~


Special thanks to :

Ferona Gothloli, Hayashi Hana-chan, RUE ERU, Kikyu RKY, hanazono yuri,Meme Chua, meee, L kira99, uchan, Asterella Roxanne, Uchizuma Angel, julietcastle, Eysha CherryBlossom, Kumada Chiyu, dan silent readers semua. :))

Maaf apabila terdapat kesalahan penulisan dari nama-nama di atas. (_ _)

Previous chapter :

Sakura's POV

Kurebahkan tubuhku ke atas ranjang UKS dengan keras sehingga membuat ranjang tersebut berderit. Sial, pusing yang melanda kepalaku semakin menjadi-jadi. Kurasa aku harus tidur sekarang untuk mengurangi pusingnya.

"Uuh ...,"

Tiba-tiba terdengar suara—laki-laki kurasa—di sebelahku saat aku hendak memejamkan mataku untuk tidur. Hell yeah, kupikir aku hanya sendirian disini.

Aku menolehkan wajahku ke arah kiri, dimana suara laki-laki itu berasal. Aku bangkit dari posisi tidurku dan menghampiri tirai pembatas yang menutupi ruangan di antara kami, lalu menyibaknya perlahan. Kepalaku kutongolkan sedikit. Mengintip lebih tepatnya.

Oh, si Playboy Prince ternyata.

.

.

.

.

Hah?

.

.

.

.

Tunggu sebentar.

.

.

.

.

.

.

HEEEEE?

S-SASUKE?!


Yume no Jitsugen

(A Dream Come True)

Disclaimer :

Naruto (c) Masashi Kishimoto

Story by : Subarashii Shinju

Warning(s) :

OOC to the MAX | AU | Typo(s) mungkin sedang beranak pinak | EyD dipertanyakan | Diksi masih sangat amburadul | Bahasa sehari-hari | Ide pasaran | Fluffy | Gaje | Romance gagal | Little bit humor (garing) | Dan sebangsanya

.

.

.

Selamat membaca. :))


Sakura's POV

Sedang apa orang gila itu disini?

Well, untuk apa aku menanyakan hal yang jawabannya sudah jelas; Dia sedang tidur disini. Uh, bodoh sekali kau, Sakura.

Tapi, sejak kapan dia disini?

Ah, aku baru sadar kalau sejak tadi pagi aku tidak melihatnya. Mungkin lebih tepatnya, aku menghindarinya. Yah, salahkan mimpi buruk yang terus menghantuiku seminggu belakangan ini.

Apakah menurutmu aneh? Coba bayangkan kalau kalian memimpikan hal yang sama selama seminggu penuh! Dan yang lebih lagi, kalian hafal seluruh mimpi itu. Aneh, 'kan? Itu pertanda apaan coba?

Well, agar kalian tidak bingung, aku akan menceritakan mimpiku. Ekhm.

FLASH BACK

*Sakura's dream*

"Saku, aku ingin bilang sesuatu," ucap Sasuke Uchiha tiba-tiba padaku.

Aku mengernyitkan dahi, "Apa? Tinggal bilang saja."

"Tapi bukan disini,"

Lalu dia menarikku pergi keluar kelas. Kini kami berdua berada di ruangan UKS.

Dia berdiri sekitar tiga langkah di depanku dan terdiam cukup lama.

"Mau bilang apa?" tanyaku heran. Katanya mau bilang sesuatu? Kok malah diam? Kulihat si bungsu Uchiha itu menghirup dan menghembuskan napas perlahan. Kenapa dia? Aku tidak pernah melihatnya seperti ini. Lagipula, kenapa aku harus peduli?

Mata onyx-nya yang—aku benci untuk mengakuinya namun kenyatannya memang—mempesona itu menatap mataku dalam. Uuuh ... walaupun benci, namun harus kuakui bahwa tatapannya HAMPIR membuat jantungku squat jump dan membuatku ingin meleleh. Ingat, HAMPIR.

Geezz, gadis normal mana coba yang tidak akan doki-doki dan melting kalau ditatap sedalam itu oleh Playboy Prince ini? Nenek-nenek yang sedang kayang saja bakal ambruk karena jantungnya dag dig dug saking melting-nya! Yang tidak akan doki-doki dan melting paling hanya orang yang tidak normal!

Kenapa kalian melihatku seperti itu? Aku normal, kok! Err—mungkin tidak jika aku dibandingkan dengan fansgirl-nya yang liar itu.

Huh, sudahlah. Aku ngomong apaan, sih?

"Aku suka padamu," ucap Sasuke dengan wajah serius, membuyarkan lamunan gaje-ku.

Mataku melotot. Mulutku menganga. Hidungku kembang-kempis. Nani kore?

"... Hah?"

Dia terdiam menatapku, masih dengan wajah seriusnya. Walaupun matanya menatapku datar.

"Hahahaha ...," Dan tawaku meledak.

Aku tak peduli dengan matanya yang menatapku heran plus takut—mungkin dia mengira aku gila? Who knows? —walaupun masih terkesan datar.

" ... leluconmu tidak lucu, Tuan."

"Memangnya siapa yang melucu? Aku serius, Sakura." Dia menggeram kesal.

Aku terdiam cukup lama. Biasanya, dia tidak akan pernah memanggil namaku dengan 'Sakura', jika bukan untuk hal yang serius. Dan itu sangat jarang—bahkan hampir tidak pernah—terjadi. Apa dia benar-benar serius?

Entah kenapa aku malah gugup saat dia berjalan mendekatiku. Memperpendek jarak di antara kami. Uh, entah kenapa menelan ludah saja rasanya sulit sekali.

Sekarang dia berdiri tepat di hadapanku. Hanya tersisa jarak sekitar 30 cm di antara kami. Namun sepertinya dia masih ingin memperpendek jarak yang nyatanya sudah pendek ini. Apa dia mau membunuhku? Berada di dekatnya membuat jantungku tak sehat!

Sekarang wajahnya benar-benar tepat di hadapanku. Membuatku semakin merasa gugup. Uh ... kenapa ini?

Aku memundurkan langkahku, menciptakan jarak kembali. Namun hal itu menjadi sia-sia saat bungsu Uchiha itu malah mendekatiku dan memperpendek jarak lagi.

Aku terus memundurkan langkahku, sampai aku tidak bisa mundur lagi karena punggungku sudah membentur dinding. Duh ... siapa, sih, yang bikin dinding disini? Tch, pertanyaanmu bodoh, Sakura.

Tanpa kusadari, ternyata dia sudah berada di hadapanku—lagi.

"Kenapa menghindar, eh?" ucapnya sambil menyeringai. A-Apa-apaan itu?

Perasaan gugup itu kembali lagi. Oh, Kami-sama, tolonglah hamba-Mu yang cantik ini~ Oke, ini bukan waktunya narsis, Sakura.

Kedua tangan Sasuke sekarang berada di antara kepalaku. Tubuhnya membungkuk, agar mensejajarkan wajahnya dengan wajahku. Dia menatapku lekat. Dasar bodoh, aku bisa mati karena gugup kalau terus begini!

"Kenapa diam?"

Aku menelan ludah. Kami-sama, seringainya benar-benar menyebalkan karena berhasil membuatku tergoda! Eh, aku bicara apa? Ugh, sadarlah, Sakura~

"Jadi, bagaimana?" bisiknya di telinga kiriku. Tch, kurasa 'Playboy mode'-nya sedang aktif sekarang. Tahan, Sakura! Jangan tergoda!

"Apanya yang bagaimana?" tanyaku ketus sambil memalingkan wajahku. Well, jika kau ingin tahu, sekarang aku sangat gugup sampai-sampai aku tak berani memandang matanya!

"Jadi, apa jawabanmu soal pernyataan cintaku barusan?" Aku meliriknya sekilas dari ekor mataku. Ugh, seringainya makin melebar. Aku menelan ludah gugup yang entah sudah keberapa kalinya.

Hei, bagaimana reaksimu jika orang yang—setahu kamu—membencimu, tapi tiba-tiba menarikmu ke tempat sepi dan menyatakan cinta padamu? Aku bisa bilang begini karena dia selalu mengejekku dan menggodaku. Belum lagi, dia menanyakan jawabanmu atas pernyataan cintanya dengan seringai—yang benci kuakui (lagi)—seksi?

Aah, pasti kau sudah gila~

"Tsk, jawab pertanyaanku ...," ucapnya geram. Eh? Atau gemas? Huwaa ... otakku sedang error sekarang! Seseorang, tolong tampar wajahku!

Aku menggigit bibirku kuat-kuat. Aku tidak peduli jika sampai berdarah. Yang pasti, aku tidak bisa menjawab pertanyaannya. Entahlah, bahkan berkata; "Aku membencimu" saja sulit untuk kuucapkan! Ada apa denganku?

Entah sudah berapa lama keheningan tercipta di antara kami. Dan sepertinya dia sudah bosan menunggu. Semoga saja dia tidak merencanakan sesuatu yang aneh-aneh terhadapku.

"Tch, jika kau tetap tidak mau menjawab, aku akan menciummu!" ancamnya gema—geram. Ish, aku salah bilang melulu. Mulutku kenapa, sih?

Tunggu, tadi dia bilang apa?

Oh iya, katanya kalau aku tidak mau menjawab, dia akan menciumku, ya?

Oh ...

.

.

.

.

Eh?

.

.

.

.

C-Ci-cium?

.

.

.

.

.

.

HEEEEE?! CIUM? Ci-ciuman maksudnya? Ci-ciuman dimana, nih?

Mataku melotot menatap wajahnya yang semakin mendekat ke arahku. J-jangan-jangan ...

Ketika bibirnya hampir mengenai bibirku, aku memalingkan wajahku. Uh, aku malu. Sangat malu. Bahkan terlalu malu untuk menatapnya. Aku tidak ingin dia mengetahui bahwa wajahku sudah sangat memerah karena ulahnya.

Tiba-tiba, tangan kanannya yang semula berada di samping kepalaku kini menyentuh daguku dan menariknya—memaksaku untuk menatapnya. Tangan yang satunya kini beralih memegangi belakang leherku agar aku tetap diam.

"Kau akan menyesal karena sudah menolaknya," godanya. Uh, hentikan seringai seksimu itu~

Mataku menutup seiring menipisnya jarak diantara kami.

"TIDAAAK~"

Dan aku terbangun di saat itu. Selalu di saat itu.

End of FLASH BACK

Meski benci mengakuinya, aku penasaran dengan kelanjutannya. Maksudku, apa yang akan kulakukan setelahnya di mimpiku itu? Tidak, jangan melenceng, bodoh. Uuh, ya, aku benar-benar bodoh! Sakura no baka!

Dan aku selalu menjambak rambutku hingga kusut—untung tak sampai botak—setelah aku terbangun dari mimpi itu.

Oh, dan aku mendapatkan sebuah jawaban lain atas pusingnya kepalaku. Mungkin itu karena selama seminggu belakangan ini aku terlalu sering menjambak rambutku sendiri.

Oke, kembali ke kenyataan.

Karena terlalu lama melamun—mengingat kembali mimpi burukku—aku sampai tidak sadar jika Playboy Prince menatapku melalui sela-sela tirai yang kusibakkan.

"Saku?" panggilnya.

Aku tersentak. Eh? Dia memanggilku?

"Playboy Prince!" Aku berteriak sambil menyibakkan tirai lebih lebar, kemudian menunjuk wajahnya.

"Apa yang kau lakukan disini?!" tanyaku garang.

"Heh, harusnya aku yang bertanya begitu. Jangan-jangan kau menguntitku, ya? Setelah seminggu belakangan ini kau terus menghindariku, akhirnya kau menguntitku? Apa maumu, heh?" ucapnya panjang lebar tapi tidak jelas.

Aku menyipitkan kedua mataku. Oh, jadi dia menyadari kalau selama seminggu belakangan ini aku menghindarinya? Yah, bagaimana mungkin dia bisa tidak sadar, sih? Padahal selama ini dia yang menguntitku! Kenapa dia malah berkata bahwa sekarang aku menguntitnya?

"Huh, percaya diri sekali! Aku kesini karena kepalaku benar-benar pusing, tahu!"

Dia mengangkat sebelah alisnya. Sepertinya dia tidak percaya dengan apa yang barusan kukatakan.

"Tch, terserah kaulah. Melihatmu membuatku tambah pusing saja!" ucapku sambil berbalik menjauhinya, berniat keluar dari UKS laknat ini. Apalagi ternyata di dalamnya juga ada orang yang sama-sama laknatnya. Hiiih~

Ketika aku telah mencapai pintu, kurasakan tangan seseorang menahan tanganku.

"Kau mau kemana? Bukannya kau sedang pusing?" tanyanya. Tch, peduli apa dia tentangku?

"Lepaskan." ujarku tanpa mempedulikan pertanyaannya.

"Kalau aku tidak mau?" Dia menyeringai. Oh, dia menantangku rupanya.

"Aku akan berteriak!" ucapku balik menantangnya.

Dia mendengus, seolah menahan tawa. Aku merasa tersinggung. Perasaan kata-kataku tadi tidak ada lucu-lucunya. Jelas-jelas barusan aku balik menantangnya, kenapa dia malah merasa aku sedang melawak? Oh, otaknya agak sinting kurasa.

"Apa-apaan kau?! Ada yang lucu?" tanyaku lantang.

Seringainya makin melebar. "Teriak saja sesukamu. Kau lupa kalau UKS ini kedap suara, eh?" jelasnya masih dengan seringai seksinya—yang menyebalkan.

Anjrit.

Aku melotot. Bibirku bungkam. Oh my, kenapa aku baru ingat sekarang? Mataku menatap wajahnya. Damn, seringainya mengingatkanku pada mimpi burukku seminggu belakangan ini. Dan karena mimpi itulah selama seminggu ini aku terus-terusan menghindarinya.

Tunggu—barusan aku bilang apa? Astaga, aku lupa!

Kutepis tangannya yang menahan pergelangan tanganku dan langsung kabur seolah aku baru saja melihat tuyul di siang bolong. Walaupun kenyataannya saat ini langit masih mendung dan wajahnya terlalu tampan untuk menjadi tuyul.

Sebentar. Apa aku baru saja memujinya 'tampan'? Baiklah, lupakan. Anggap saja aku tidak pernah mengatakan kalimat tabu semacam itu.

"Hei, Saku!"

Dia mengejarku. Uh, sialan! Walaupun aku telah berlari secepat mungkin, entah kenapa dia masih bisa menyusulku dan menahan tanganku agar tidak kabur lagi. Mungkin memang benar kalau fisik laki-laki jauh lebih unggul.

Kemudian dia menarikku kembali ke UKS. Tch, kejadian ini mengingatkanku pada mimpiku lagi. Batinku bertanya-tanya. Kenapa aku bisa tidak berdaya seperti ini jika di hadapannya? Padahal aku sudah terbiasa menghajar Naruto kalau aura mesumnya sedang keluar. Ayo, Sakura! Keluarkan tinju maut no jutsu-mu!

"Ada apa, Sakura? Kenapa selama seminggu belakangan ini kamu selalu menghindariku? Apa aku melakukan kesalahan?" tanyanya lembut. Kami-sama ... kenapa dia bisa lembut begini? Tekad untuk mengeluarkan tinju maut no jutsu-ku kini menguap entah kemana. Huwaa, Ino, tolonglah sahabatmu ini!

End of Sakura's POV

.

.

.

Normal POV

"Huatchu!" Terdengar suara bersin menggema di lapangan basket Konoha Senior High School yang hanya terdapat dua orang di sana.

"Ada apa, Ino-chan? Kau flu?" Sai, yang duduk di sebelah kekasihnya langsung panik.

"Ah, tidak, kok. Entah kenapa aku merasa seperti ada seseorang yang membicarakanku," jelas Ino sambil menggosok hidungnya.

"Percaya diri sekali." cibir pemuda berambut ebony itu.

"Hee, kau cemburu, ya, Sai-kun?" goda Ino pada kekasih pucatnya.

"Lupakan, ini pasti karena cuaca sedang mendung, Ino-chan." kilah Sai.

"Hmm, benar juga, ya. Tapi kenapa kau tetap main basket? Kalau nanti hujan dan kau jadi sakit bagaimana?" tanya sang gadis berambut ponytail tersebut.

"Tidak apa-apa, kok. Aku rela, asalkan Ino-chan mau merawatku." gombal Sai, diiringi dengan senyuman mautnya.

"Aw, manis sekali~" Ino menangkupkan kedua tangannya pada masing-masing pipinya yang merona karena gombalan maut Sai.

"Ngomong-ngomong, kenapa kau ada di sini?" tanya Sai tiba-tiba pada kekasih pirangnya sambil membuka botol minum.

"Err—Ah! Kau mau kusuapi bento, Sai-kun?"

.

.

.

Sakura's POV

Aku masih bungkam, enggan menjawab pertanyaannya. Heh, kenapa tiba-tiba dia bertanya apa dia melakukan kesalahan? Memangnya dia tidak tahu kalau selama ini dia selalu menggangguku?! Kalau begitu, memang iya! Kau telah melakukan kesalahan! Semua yang telah kau perbuat selama ini adalah kesalahan! Termasuk ciumanmu dengan Karin seminggu yang lalu! Uh, aku hanya bisa berteriak dalam hati.

"Ck, jawablah pertanyaanku ...,"

Tatapannya seolah menusuk mataku. Kualihkan emerald-ku dari tatapan onyx-nya. Tanpa sadar aku menggigit bibirku. Menutupnya rapat-rapat.

"Sakura," Dia mulai gema—ekhm, geram. Hei, jangan menatapku begitu. Lidahku terpeleset tadi.

Aku masih menutup rapat bibirku. Tampaknya tindakanku membuatnya semakin gema—ekhm, geram. Terlihat dari tangannya yang mengepal menahan emosi.

Kemudian dia mendorongku hingga punggungku membentur dinding. Ugh, apa dia tidak tahu kalau itu sakit?

Tangan kanannya yang semula berasa di bahuku kini berpindah ke daguku. Membuatku dipaksa untuk menatap matanya. Sementara tangan kirinya yanng semula di sebelah kepalaku kini memeluk pinggangku, menarik tubuhku yang mungil agar mendekati tubuh atletisnya. Namun kutahan dada bidangnya dengan kedua tanganku agar tubuhnya tak semakin mendekatiku.

"Tch, jika kau tetap tidak mau menjawab, aku akan menciummu!" ancamnya.

Ah,dé jà vu.

Lho? Kenapa kata-katanya mirip sekali dengan mimpi burukku seminggu belakangan? A-apa dia benar-benar akan m-menci-ciumku?

Mataku terbuka lebar. Namun bibirku masih mengatup rapat. Aku takut. Aku takut kalau dia benar-benar menciumku. Aku takut kalau ciuman pertamaku akan diambil olehnya. Aku takut kalau nanti aku malah jatuh cinta padanya. Karena itulah, aku menghindarinya seminggu belakangan ini. Apa aku terlalu berlebihan?

Matanya menatapku lekat. Dalam. Lembut. Aku tersepona.

Eh? Apakah tadi typo?

Maaf, maksudku tersepon—terpesona. Yah, abaikan saja hal sepele ini.

Tangan kanannya yang semula berada di daguku kini memegang tengkukku. Entah sadar atau tidak, tanganku yang semula berada di dadanya yang bidang untuk menahan tubuhnya agar tidak mendekatiku, kini malah mengalungi lehernya.

Tatapannya benar-benar menghipnotisku. Irisnya yang sehitam jelaga itu seolah menarikku untuk masuk ke dunianya. Mataku masih menyelami manik obsidian-nya. Sampai-sampai aku tidak sadar kalau aku mendekatkan wajahku kepadanya.

Dia terkejut dengan apa yang kuperbuat barusan. A-aku men-menciumnya! Mengecup bibirnya singkat! Aku melakukannya dengan tidak sadar. A-apa yang sebenarnya terjadi padaku, sih? Tiba-tiba menciumnya karena terbawa suasana? Uh, padahal selama ini aku menghindarinya agar ciuman pertamaku tidak diambil olehnya.

Tapi ... tunggu!

Ciuman pertama?

Oh, no! Aku malah menciumnya! Itu berarti aku sendiri yang menyerahkan ciuman pertamaku padanya! Sia-sia perjuanganku selama ini. Duh, kenapa aku bisa bodoh begini, sih! Inner-ku kini sedang menjambak rambutku dengan brutal.

Aku menunduk, malu. Wajahku sudah sangat memerah. Sangat malu. Ini bahkan lebih buruk dari mimpi burukku sendiri. Ini sangat memalukan! Kami-sama, apa yang harus kulakukan setelah ini? Aku harus bagaimana?

Setelah keheningan cukup lama menghinggapi kami, Sasuke akhirnya membuka pembicaraan.

"Kamu ... menciumku?"

Anjir. Uh, aku ingin lenyap ditelan bumi saja sekarang! Seseorang, tolong gali lubang sedalam-dalamnya dan biarkan aku terjun kesana!

Aku semakin menunduk. Tak ingin melihatnya atau lebih tepatnya aku tidak ingin dia melihat wajahku yang sudah semakin memerah karena malu. Aku menelan ludah.

"Aaah ... e-etto ... a-ano ...,"

Aku gugup! Tanganku yang berada di bahunya kini meremas seragamnya. Ingin rasanya kucakar dan kurobek seragamnya, tapi entah kenapa tanganku malah gemetar.

"Itu apa?" Ugh, dasar Uchiha ini! Bisa-bisanya dia bertanya dengan sangat tenang seolah kejadian aku-mengecup-bibirnya-secara-singkat itu tidak pernah terjadi.

Sungguh, aku merasa sangat tidak nyaman dengan perasaan gugup ini. Rasanya seperti telah ketahuan menebalkan lipstick Kaa-san ke bibir Sasori-nii dan kini aku sedang diinterogasi oleh Kaa-san habis-habisan! Eh? Apa barusan aku membuka aib? Kumohon, jangan ceritakan kejadian itu pada Kaa-san. Bisa-bisa dia ingat lagi dan akhirnya aku harus mengerjakan tugas rumah tangga selama sebulan penuh tanpa digaji! Eh, kenapa aku malah menceritakan hal memalukan ini? Uh, fokus, Sakura! Fokus!

Tanganku semakin meremas bahunya. Berbagai alibi berseliweran di otakku. Namun bibirku tak sanggup berkata apapun. Aku hanya bisa menggigitnya.

"Jadi ... apa itu artinya kamu juga suka padaku?"

"NANI?!" Aku berteriak kencang. A-apa katanya? S-suka? P-padanya? Hal nista semacam itu tak ada dalam kamusku! Lagipula, hei ... apa dia baru saja bilang suka padaku secara tak langsung?

"A-aku ti-tidak s-su-ssu-suka padamu!" jawabku lantang. Yeah, walau terbata sedikit. Ini pasti karena aku terlalu sering bergaul dengan Hinata. Pasti diam-diam gadis lavender itu menularkan virus gagapnya padaku.

"Lalu kenapa kau menciumku?" tanyanya datar. Ah, kalau dia menggunakan kata 'kau' padaku, itu tandanya dia sedang kesal dengan sikapku.

Aku mematung. Ugh, mana mungkin aku harus mengatakan kalau aku terbawa suasana? Alibi macam apa itu! Pasti dia mengira aku mencari kesempatan dalam kesempitan! Walau kenyataannya memang seperti itu, sih. Eh, apa?

"Bukankah kau melakukannya karena ...," Dia mendekati wajahku. Mau apa dia?

" ... suka padaku?" bisiknya di telinga kiriku dengan nada menggoda. Damn, aku hanya bisa menahan napas.

Keheningan mulai menyelimuti kami. Aku hanya bisa terdiam. Bukannya aku tidak mau bicara, tapi aku tidak bisa. Aku sudah tidak bisa bicara apapun. Karena bibirnya telah berada di atas bibirku. Awalnya hanya menempel, namun perlahan dia memagutnya dengan lembut.

Ya, mimpiku telah menjadi kenyataan. Dan tanpa sadar, aku membalas pagutannya.

Setelah 5 menit, akhirnya dia melepaskan bibirnya dariku. Matanya menatapku lembut. Wajahku memanas. Aku rasa sudah sangat memerah, bahkan mungkin melebihi merahnya daging sapi ada di ramen buatan Teuchi-jii-san kesukaan Naruto.

"Tadi kamu membalas ciumanku. Jadi, kamu benar-benar menyukaiku, ya?" Tangan kanannya kini memainkan anak rambutku. Pipiku semakin merona. T-tunggu! Apa katanya?! A-aku tidak pernah bilang aku suka padanya, 'kan? Seenaknya saja menuduh! Padahal Playboy Prince ini juga belum menyatakan perasaannya padaku! Ngg—apa aku terlihat seperti ingin ditembak?

Aku masih terdiam dalam pikiran absurd-ku. Entah kenapa aku tidak bisa mengelak.

"B-bukankah ... kau pacaran dengan Karin?" Bukannya membantah pernyataan—atau bagiku tuduhan—pemuda berambut raven di depanku, bibirku tanpa sadar malah menanyakan hal yang membuatku galau di chapter awal. Eh? Ti-tidak kok, aku tidak galau. Lupakan saja perkataanku barusan.

"Karin?" Sasuke mengernyitkan alisnya. Akupun turut mengernyitkan alisku. Kok dia heran begitu?

"Kenapa kau bertanya begitu?" tanyanya lagi. Tangan kanannya sudah berhenti memainkan rambut pendekku. Hatiku mencelos entah karena apa.

"Seminggu yang lalu ... aku melihatmu berciuman dengannya di taman belakang," Kulihat matanya kini menatapku datar. A-apa aku salah bicara?

Sasuke menjauhkan dirinya dariku satu langkah ke belakang dan melipat kedua tangannya di depan dadanya.

"Oh itu ... kenapa kau bisa tahu?" tanyanya dengan datar. Sedatar tatapan matanya padaku.

Aku menelan ludah gugup. Entah kenapa aku lebih menyukai dirinya yang sebelumnya menggodaku.

"A-aku tak sengaja melihat kalian berdua di sana. T-Tidak! Bukannya aku ingin mengintip kegiatan kalian, aku hanya penasaran kenapa kalian tidak masuk kelas. P-padahal, 'kan saat itu bel masuk sudah berbunyi. J-jangan berpikir yang aneh-aneh!" ucapku sambil menunjuk-nunjuk wajah—tampan—nya yang sedatar tembok.

"Kau mengintip?"

Emerald-ku terbelalak lebar.

"T-tidak, kok! Siapa juga yang ingin m-mengintip?! A-aku hanya p-penasaran saja! Jangan terlalu percaya diri!"

"Tapi tetap saja kau mengintip, 'kan?" Dia memutar bola matanya malas.

"J-jangan mengalihkan pembicaraan!"

"Memangnya kenapa? Kamu cemburu?"

A-apa katanya?

... jadi, mereka benar-benar berciuman?

.

.

.

.

TO BE CONTINUED


Author's note :

Huwaa, saya sangat minta maaf karena telah menelantarkan fic abal saya ini. :"( #ojigiberkali-kali

Untuk chapter ketiga ini, saya minta maaf kalau mengecewakan. :"3 #headwall

Dan maaf bagi yang mengharapkan untuk update kilat. Tapi ini masih kilat, 'kan? Paling tidak, saya tidak menelantarkannya sampe berbulan-bulan, lho. ._.v #ngeles #apah

Yosh, do'akan saya supaya next chap update-nya tidak kelamaan. Soalnya setelah libur saya tidak punya waktu luang (kayaknya). Jadi saya harap saya bisa segera menamatkan fanfic ini secepatnya. X"3 #buru-burukabur

.

.

.

Sakura : "Dasar author jahannam! Belum bales review readers yang non login, eh malah main kabur saja!" *nonjokin tembok*

Sasuke : "Hn, sudahlah. Bagaimana kalau kita saja yang balas?" *smirk ke Sakura*

Sakura : "Y-ya sudah kalau begitu. B-bukannya aku ingin terus bersamamu atau semacamnya, a-aku hanya ingin membantu Shinju-chan. J-jangan berpikir yang macam-macam!"

Sasuke : "Haah, terserah lah. Tapi sebelum itu, kita ganti dulu papan nama di atas."

Sakura : "Hah? Papan nama?" :/

Sasuke : "Tuh." *nunjuk tulisan 'Author's note'*

Sakura : "Kenapa diganti?" ._.

Sasuke : "Soalnya kan ini bukan bacotannya author." *tendang papan nama tersebut*

Sakura : "Oh, memangnya mau diganti jadi apa?"

Sasuke : "PMS." *nyiapin perkakas*

Sakura : "APA?! Dasar Uchiha mesum!"

Sasuke : "Mweswum apwanywa?" *mulutnya lagi gigit paku*

Sakura : "Buang dulu paku itu! Kalau sampai tertelan, bagaimana, bodoh?!" *melotot horror*

Sasuke : *lepehin paku* "Yang pasti, PMS yang ini bukan seperti PMS yang kau pikirkan! Itu adalah sebuah singkatan!" *pukulin palu ke ujung papan yang baru*

Sakura : "Memangnya apa singkatannya?"

Sasuke : "Pojok Mesra SasuSaku." *smirk*

Sakura : *blush* "O-oh, begitu."

Sasuke : "Bagus, 'kan?" *nunjuk papan nama yang baru digantung*

Sakura : "A-apanya yang bagus?! Sudahlah, cepat kita balas review! Bisa-bisa pojok ini malah jadi lebih panjang dari ceritanya!" *ambil berkas-berkas*

Sasuke : "Hn, lanjutkan." *beresin perkakas*

Sakura : "Ehem, yosh, untuk RUE ERU-san, hahaha, Sasori-nii memang pantas mendapatkannya, kok. Siapa suruh jadi anak durhaka. Hahahaha~" *Di suatu tempat, Sasori langsung bersin-bersin*

Sasuke : "Hn, untuk Meme Chua-san, silakan panggil author sesukamu. Mau panggil dia dengan sebutan author nista juga boleh. Hei, soal yang di UKS itu, salahkan author! Mana aku tahu kalau yang sedang menangis dengan suara mengerikan itu ternyata Saku."

Sakura : "Apa?"

Sasuke : "Tidak, kok. Ehm, untuk chapter sepertinya tidak bakal panjang-panjang, kurasa. Entahlah. Nikmati saja, ya? Mengenai aku suka atau tidak pada Saku dan ciuman itu, tunggu saja chapter depan." *kedip genit ke Sakura*

Sakura : *bergidik ngeri* 'Kami-sama, semoga aku baik-baik saja nanti.'

Sasuke : "Ngomong-ngomong, Anda bertanya terlalu banyak, Meme Chua-san. Bisa-bisa aku malah spoiler disini."

Sakura : "Hei, Sasuke! Kau tidak boleh begitu. Hehe, maaf, ya, Meme Chua-san. Makhluk ini memang tidak punya etika dan sopan santun. Sasuke, ayo minta maaf!" *melotot garang*

Sasuke : "Hn."

Sakura : *sweatdrop*

Sasuke : "Sampai dimana tadi? Oh, ini. Apa? Update tiap hari? Huh, yang ada author nista itu tepar duluan. Tapi do'akan saja semoga bisa update kilat, ya."

Sakura : "Oke, untuk meee-san yang baik, Yume no Jitsugen (A Dream Come True) artinya mimpi yang terealisasikan, atau mimpi yang menjadi kenyataan. Jadi ceritanya, selama seminggu ini aku terus-terusan bermimpi hal yang sama dan akhirnya mimpi itu menjadi kenyataan. Pasaran banget emang si author bikinnya. Hahaha." *Di suatu tempat, tiba-tiba Shinju merasa pundung*

Sasuke : "Hn, maaf sebelumnya. Tapi apakah meee-san tidak membaca judul yang terletak di atas tulisan 'Disclaimer'? Padahal di sebelah judul itu sudah tertulis artinya, lho. Lain kali, bacanya yang teliti, ya, sayang."

Sakura : *cemberut* "Jangan sembarangan panggil orang dengan sebutan sayang!"

Sasuke : "Kenapa? Kamu cemburu?" *smirk*

Sakura : "B-baka, siapa juga yang c-c-cem-cemburu! M-maksudku, kita kan tidak tahu meee-san itu gendernya apa. Bisa saja dia laki-laki, 'kan? Memangnya kau mau di cap homo?"

Sasuke : *menelan ludah gugup* "Tidak, terima kasih."

Sakura : "Hehe, maaf ya kalau kurang jelas atau menyinggung, meee-san. Silakan Anda tanya lagi apa yang kurang jelas. Ini juga salah author nista itu, sih. Maklumi sajalah. Hahaha, dia masih newbie amit-amit."

Sasuke : "Kamu sepertinya senang sekali mengejek author kita itu, Saku."

Sakura : "Eh? Begitukah? Aku kok tak merasa begitu, ya? Aku hanya merealisasikan apa yang kurasakan. Hehehe."

Sasuke : "Hn, terserah."

Sakura : "Baiklah, untuk uchan-san, ini sudah lanjut. Maaf tidak sekilat biasanya, maklumi sajalah author nista yang baru masuk sekolah itu, hahaha." *Tiba-tiba Shinju mendadak bersin-bersin,mungkin tertular dari Sasori*

Sasuke : "Sepertinya cuma segitu yang non login." #lemparberkasketongsampah

Sakura : "Yosh, yang login cek PM aja, ya? Mind to review? Yang review kata Sasuke bakal dapet kissbye dari dia. Ewh."

Sasuke : "Kenapa kamu merasa jijik begitu? Hn, review, ya, minna? Muah~"

Sakura : *blush* "Uhuk. Jaa ne, minna-san~"

.

.

.

LHO? SIAPA MEREKA?! O.o #ShinjubarubaliksambilgandengSasori

#hening Uhm, maaf atas kehadiran mahkluk tak diundang itu. Ya sudahlah, Shinju mohon maaf kalau pojok blablabla di atas terlalu panjang. X"( #pundung

Kalau kalian tidak suka, silakan bilang. Mungkin next chap akan Shinju tendang kedua orang itu. Sepertinya Shinju harus berhati-hati agar ruangan pribadi Shinju ini tidak ada yang memasuki. :3 *tendang bokong Sasori ke kamar* #ditendangbalik

Oh iya, karena sebentar lagi mau lebaran, Minal Ai'dzin Wal Faidzin! Shinju mohon maaf lahir dan batin! Maafkan Shinju karena sudah mencemari otak polos kalian dengan fanfic nista ini, ya? :"D #ditampol

Jaa, ne, minna-san~

Review, please? :3

.

.

.

Sign,

Subarashii Shinju