Special Thanks to : Hayashi Hana-chan, RUE ERU, Kikyu RKY, Secret Girl's, uchan, Inggrit stivani, Nakamura-san, hikarimizu05, Asterella Roxanne, Roxxyrock, yaahaa dan silent readers sekalian. :")
Terima kasih banyak buat kalian semua yang sudah mau baca fanfic abal ini, ya! :"")
Previous chapter :
Sakura's POV
"A-aku tak sengaja melihat kalian berdua di sana. T-Tidak! Bukannya aku ingin mengintip kegiatan kalian, aku hanya penasaran kenapa kalian tidak masuk kelas. P-padahal, 'kan saat itu bel masuk sudah berbunyi. J-jangan berpikir yang aneh-aneh!" ucapku sambil menunjuk-nunjuk wajah—tampan—nya yang sedatar tembok.
"Kau mengintip?"
Emerald-ku terbelalak lebar.
"T-tidak, kok! Siapa juga yang ingin m-mengintip?! A-aku hanya p-penasaran saja! Jangan terlalu percaya diri!"
"Tapi tetap saja kau mengintip, 'kan?" Dia memutar bola matanya malas.
"J-jangan mengalihkan pembicaraan!"
"Memangnya kenapa? Kamu cemburu?"
A-apa katanya?
... jadi, mereka benar-benar berciuman?
Yume no Jitsugen
(A Dream Come True)
Disclaimer :
Naruto (c) Masashi Kishimoto
Story by : Subarashii Shinju
Warning(s) :
OOC | AU | Typo(s) mungkin nyelip | EyD dipertanyakan | Diksi masih amburadul | Bahasa sehari-hari | Ide pasaran | Fluffy | Gaje | Romance gagal | Humor garing | Dan sebangsanya
.
.
.
Selamat membaca. :))
"Si-siapa juga yang cemburu?! M-maksudku, i-itu, ugh ...,"
Kami berdua sama-sama terdiam. Atau mungkin lebih tepatnya, Sasuke menunggu kelanjutan dari ucapanku. Aku menggigit bibir bawahku sambil mengepalkan kedua tanganku yang entah kenapa kini menjadi gemetaran.
"A-aku tidak peduli kau mau ciuman sama Karin atau siapa juga, lagi pula itu bukan urusa—"
"Itu bukan ciuman, kok." potongnya.
"—nku." lanjutku meneruskan ucapanku yang dipotong olehnya.
Aku terdiam beberapa saat.
"E-eh? Apa?" Aku mengerjapkan mataku beberapa kali.
Dia menghela napas malas.
"Kubilang, itu bukan ciuman." Dia menjelaskan dengan wajah malas. Sepertinya topik mengenai Karin membuat mood-nya untuk menggodaku hilang. Err—lupakan.
"B-benarkah?" Aku masih ragu. Kulihat Sasuke mengangguk.
"Waktu itu dia sedang menunjukkan soft lens barunya padaku. Warnanya merah dengan tiga tomoe yang berputar melingkar. Dan kebetulan di taman belakang banyak angin, sehingga membuat matanya kelilipan dan akhirnya dia mengucek matanya. Tak disangka, soft lens-nya bergeser sedikit, membuat matanya yang merah menjadi semakin memerah sampai ke bagian sklera-nya. Awalnya aku ingin tertawa melihatnya terus merengek kesakitan, tapi karena dia mengancam ingin menciumku, akhirnya dengan sangat terpaksa aku membantu melepas soft lens-nya." jelas Sasuke panjang lebar.
Mulutku menganga lebar, daguku hampir terjatuh ke lantai. Yah, pokoknya aku jawdrop dengan sangat tidak elit saat mendengar penjelasannya yang sangat panjang itu.
Oh, jadi begitu, ya. Masuk akal, sih.
"Kenapa kau tidak mau dicium Karin? Bukannya kau pacaran dengannya?" Yah, namun mau bagaimanapun juga, aku masih meragukan ucapannya.
"Hiiih, amit-amit. Siapa yang bilang kalau aku pacaran dengan setan merah itu? Tak sudi." Aku hanya meringis melihat tingkahnya yang entah kenapa sangat bukan Uchiha.
"T-tapi ... kau sangat dekat dengannya," lanjutku.
"Sudahlah. Lupakan soal Karin, lagipula aku tidak punya hubungan apa-apa dengannya. Dia hanya ketua dari fans club yang bahkan tak kusetujui." Aku tergelak mendengar perkataannya. Fans club yang bahkan tak Sasuke setujui? Jadi Karin itu meresmikannya sendiri?
"Jadi, bagaimana? Apa kamu suka padaku?" Dia mendekatiku—lagi.
"A-aku ...," Aku mencoba mengatakan sesuatu. Ya, aku harus membulatkan tekad!
"Hn?" Tangan kanannya memegang daguku. Membuatku menatap irisnya yang sehitam jelaga, bagaikan menatap jurang kegelapan yang tak mendasar. Tidak! Jangan tatap matanya, Sakura! Bisa-bisa kau malah menciumnya tanpa sadar lagi. Sudah cukup aku mempermalukan diriku sendiri.
"Mana mungkin aku suka padamu, Baka!" Aku berteriak lantang sambil memejamkan mata dan langsung menginjak kakinya. Yes, akhirnya aku bisa mengucapkannya tanpa gagap sedikitpun. Mana tepuk tangan yang meriah untukku, wahai readers yang cantik dan tampan? Wahahaha~
Astaga, aku mulai gila.
"Ugh!" Sasuke langsung menyentuh kaki kanannya yang barusan kuinjak. Err—apa aku menginjaknya terlalu keras? Ah, bodo amat. Melihat celah untuk kabur, dengan segera aku memanfaatkannya untuk melarikan diri tanpa menoleh ke arahnya sedikitpun. Tak lupa dengan wajahku yang masih semerah tomat kesukaan Uchiha itu.
"Sakura!" Dia memanggilku.
"E-enyahlah!" Ish, kenapa aku jadi gagap lagi?
Huh, inilah hal yang kubenci dari diriku sendiri. Tsundere. Aku tidak bisa mengatakan hal yang sebenarnya sangat ingin kukatakan. Entah kenapa aku hanya bisa mengatakan hal yang sebaliknya. Eh? Apa itu berarti ...
Ah, sudahlah. Sepertinya aku harus menemui Hinata karena telah berani-beraninya menularkan virus gagapnya kepadaku. Sekalian bertanya bagaimana cara mengatakan cinta dengan benar. Yang penting, setelah ini—sampai hari kelulusan—aku harus benar-benar menjauhi makhluk bernama Sasuke Uchiha! Aku malu, sangat malu. Aku benar-benar tak punya muka lagi untuk bertemu dengannya!
.
.
.
Aku menghentikan lariku setelah merasa sudah jauh dari UKS sambil mengatur napasku yang terengah-engah. Ah, aku tidak sadar kalau ternyata sekarang sudah jam istirahat. Lebih baik aku ke kelas sekarang.
"SAKURA!" Eh? Sepertinya ada seseorang yang memanggil—atau mungkin lebih tepatnya meneriaki—namaku. S-siapa? Jangan bilang Sasuke? Dengan gerakan patah-patah, aku membalikkan tubuhku, menghadap ke sumber suara.
"Ino!" sahutku sambil mengangkat tangan kananku ke atas. Yokatta, ternyata bukan Sasuke. Ugh, aku masih belum siap menatap wajahnya jika yang memanggilku memang benar-benar dia.
"Huuh, kamu ini darimana saja, sih? Bukannya sudah kubilang, kalau jam istirahat aku akan menjengukmu?" gerutunya kesal sambil menghampiriku. Ah, aku lupa dengan janjiku padanya.
"A-ano ... gomen, Ino. Aku lupa,"
Ino mendengus kesal sambil berkacak pinggang. Kulihat di masing-masing tangannya terdapat sekotak susu dan sebungkus roti strawberry. Eh? Apa itu untukku? Benar-benar perhatian sekali sahabatku ini.
"Huh, dasar kau ini. Bukannya beristirahat di UKS, malah keluyuran." Hah, sepertinya dia akan mulai berceramah.
"Hehehe ..." Aku hanya bisa cengengesan, tak tahu harus berkata apa.
"Hei, Saki, tahu tidak? Tadi, aku melihat Sasuke keluar dari UKS, lho!" Eeeh? Kenapa dia malah menceritakan hal seperti itu?
"O-oh, benarkah?" Aku berpura-pura bertanya, seolah tak tahu.
"Iya! Dan kau tahu apa lagi? Tangan kanannya berdarah. Seperti berbenturan dengan benda yang keras," Oke, kalau yang ini sepertinya aku benar-benar tidak tahu.
Tunggu, apa katanya? Berdarah?
"Sayang sekali, ya, di UKS tidak ada yang menjaga. Jadi sepertinya dia mencari petugas UKS yang rumornya sering mengobrol di kantin."
Kenapa bisa berdarah? Apa dia memukuli tembok?
"Sebenarnya tadi aku ingin membantunya, tapi dia langsung kabur begitu saja,"
A-aku benar-benar tidak memahami apa yang dipikirkannya. Kalau dia merasa sekesal itu karena aku tak mengakui perasaanku, apa itu artinya ... dia suka padaku?
"Hei, Saki?"
"..."
"Sakura?"
"..."
"FOREHEAD!"
Aku merasakan sakit di telingaku. Hei, berani-beraninya si Pig ini menjewer telingaku!
"Ugh, berisik, Ino-pig!" Aku mengelus telinga kiriku yang barusan dijewernya.
"Huh, siapa suruh kau melamun, dari tadi aku panggil-panggil juga." Dia memalingkan wajahnya ke arah lain, sambil melipat kedua tangannya yang masih memegang sekotak susu dan sebungkus roti strawberry—yang sampai saat ini belum juga ia berikan padaku—di depan dada. Oh, ngambek.
"Mana Hinata?" Aku mengalihkan pembicaraan. Sekedar mengetahui apakah dia benar-benar marah padaku atau tidak. Entah sudah sejak kapan, ini sudah jadi tradisi kalau aku dan Ino bertengkar. Yang jelas, kalau pertanyaanku dijawab oleh Ino, itu artinya dia tak benar-benar marah padaku. Kalau tidak dijawab ... uh, aku harus merelakan uang tabunganku untuk membelanjakannya gaun mahal nanti agar dia berbaikan denganku. Begitu juga sebaliknya.
Oh iya, sekalian menanyakan dimana Hinata juga, 'kan? Kebetulan aku ingin bertanya sesuatu pada pacar Naruto itu. Benar-benar pertanyaan yang bagus! Hn, sambil menyelam buang air. Kau jenius, Sakura.
Eh? Siapa di antara kalian yang bilang kalau peribahasa tadi salah? Tidak pernah belajar peribahasa, ya? Kasihan.
"Menemani Ten-chan yang sedang makan di kantin. Si Neji itu benar-benar sadis, menyuruh Ten-chan mengerjakan tugas ini itu sampai Ten-chan kelelahan." jawab Ino sambil meniupkan jarinya yang seperti baru kemarin di pedicure. Ah, syukurlah dia menjawabnya.
"Kyaa~ Terima kasih, Ino!" ucapku sambil memeluk Ino singkat, kemudian kabur menuju arah kantin.
"Eeeh, mau kemana kau?! Aku sudah susah payah membawakan roti dan susu ini untukmu!" Ah, sepertinya dia baru ingat dengan tujuan awalnya menemuiku. Hahaha, dasar Ino~
End of Sakura's POV
NORMAL POV
"Ah, Tenten! Hinata!" Sakura melambaikan sebelah tangannya saat netra hijaunya melihat Hinata dan Tenten yang sedang berjalan berlawanan arah dengan Sakura di koridor sekolah yang entah kenapa sedang sepi.
"Hai, Saku-chan!" Tenten balas melambaikan tangan dengan semangat.
"A-ah, hai, S-Sa-Saku—"
"FOREHEAD~" Teriakan Ino memotong sapaan Hinata pada Sakura yang belum selesai.
"—ra-chan,"
Sakura sweatdrop.
"Apa-apaan sih, Ino-pig? Teriak-teriak tidak jelas begitu," keluh Sakura. Heran karena entah kenapa selama ini dia masih bisa bertahan dengan suara toa milik sahabatnya yang barbie-like itu.
"Gomen, habisnya kau langsung lari, sih~" ucap Ino beralasan. Sakura memutar bola matanya malas. Ah, iya. Dia melupakan tujuan awalnya untuk pergi ke kantin—yang akhirnya tidak jadi—tadi.
"Hinata,"
"E-eh? Ada apa?" Kini emerald milik Sakura bertemu dengan amethyst milik sang gadis Hyuuga.
"E-etto ... maaf kalau kau tersinggung, aku ingin bertanya," Adik Sasori itu terlihat ragu untuk meneruskan perkataannya.
"T-tanya apa?" ucap Hinata sambil tersenyum kalem.
"Apa kau telah menularkan virus gagapmu padaku?" tanya Sakura dengan wajah polos.
SIIIIIIINGGG~
"..."
"A-are?" Ino sweatdrop.
"A-ano ... emm," Hinata speechless.
"Maksudmu apa, Saku-chan?" Tenten kebingungan sambil menggaruk kepalanya yang kenyataannya memang gatal. Entahlah itu karena ada kutu atau ketombe, karena nyatanya selama semingguan ini Tenten jarang merawat diri. Yah, salahkan pemuda cantik bernetra amethyst—Hyuuga Neji—yang berambut bak artis iklan shampoo itu. Dengan menyalahgunakan kekuasaannya sebagai Ketua OSIS, Neji dengan seenak jidatnya yang ternyata terdapat tatoo berwarna hijau itu, menyuruh Tenten melakukan hal yang sangat tidak berhubungan dengan tugas aslinya. Misalnya, mencabuti bulu kakinya yang lebat dan keriting. Dan Tenten yang terkenal polos itu, menuruti perintah anehnya dengan senang hati (?).
Lalu, bagaimana dengan tugas asli OSIS yang seharusnya Tenten kerjakan? Nah, silakan Anda tanyakan ke makhluk berambut bob yang mengaku bernama Rock Lee. Karena dialah yang dijadikan budak sukarela untuk mengerjakan tugas OSIS tersebut oleh Neji. Bagaimana dengan hasil tugas yang dikerjakan Lee? Baguskah? Burukkah? Yah, semuanya tergantung dengan makanan yang Lee santap untuk sarapan. Jika Rock Lee memakan dango rasa jahe untuk sarapan, maka kerjaannya akan bagus. Namun lain halnya jika ia sarapan onigiri rasa upil. Hn, silakan bayangkan sendiri apa yang akan terjadi.
Sikap polos teman-temannya yang mudah dikelabui itu membuat Neji uring-uringan. Kerjaannya di ruang OSIS pun hanya duduk sambil mengupil, dan tak jarang hidungnya tercolok oleh jarinya sendiri. Kenapa? Karena Tenten sedang mencabuti bulu kakinya yang keriting lebat itu dengan ganas, sehingga membuat Neji yang sedang mengupil itu terkejut lalu berteriak kesakitan. Entah sakit karena hidungnya tercolok atau betisnya yang gundul di beberapa bagian. Atau malah dua-duanya?
"Aku sedang asyik menggali harta karun dan pada saat itu pula Tenten sedang mencabuti bulu kakiku dengan brutal, membuatku berteriak kesakitan. Oh, Emak, sakitnya tuh, disini~" ujar Neji sambil menunjuk lubang hidung dan betis kanannya. Ckckck, ingatlah, karma pasti berlaku, wahai Neji Hyuuga~
Baiklah, kita kembali ke pembicaraan SakuInoHinaTen.
"Ehm, maaf sebelumnya, Hinata. Aku hanya bertanya." Sakura ikut menggaruk kepalanya dengan nafsu. Lho? Apa tanpa sengaja Tenten menularkan kutunya ke Sakura?
"T-tidak apa-apa, kok. T-tapi ... aku sungguh minta maaf. A-aku ti-tidak tahu kalau ga-ga-gagapku bisa m-menular," Hinata memainkan jarinya seperti biasa. Bingung harus berkata apa. Pacar Naruto itu masih speechless dengan pertanyaan—kelewat—polos Sakura tadi.
"Memangnya ada apa, Forehead? Rasanya kalau kamu bicara lancar-lancar aja deh kayak jalan tol." ujar Ino sambil menusuk bulatan abu-abu di susu kotak rasa strawberry dengan ujung sedotan, kemudian menyeruputnya. Lha, apa kau lupa awalnya susu itu untuk siapa, Ino?
"Um, sebenarnya—"
"APA?! BAGAIMANA BISA?"
"Aku belum cerita apa-apa, Ten!" geram Sakura. Rasanya ingin sekali Sakura mencakar wajah manis sekretaris OSIS—yang nyatanya dimanfaatkan untuk melakukan hal yang tidak benar oleh Neji—itu. Yare, yare~
Naruto sedang sibuk mencari-cari sahabatnya—yang tak menganggapnya demikian—ke seluruh penjuru kantin. Ia baru menyadari hilangnya keberadaan sang Teme setelah ia baru selesai menghabiskan ramen jumbo kelima-nya.
"Huwaa~ Sasuke-chan, kau dimanaa?" jerit Naruto meraung-raung sambil mencari-cari Sasuke ke kolong meja, tempat sampah, bahkan hingga ke dapur kantin. Namun hasilnya nihil. Ckckck, jelaslah. Sepertinya otak pemuda yang menghabiskan lima mangkuk ramen ukuran jumbo—yang lupa dibayar—itu sedang tidak beres.
Setelah tangan kanannya Sasuke diobati oleh Sasame—petugas UKS yang tadinya sedang mengobrol di kantin bersama Tayuya—, keberadaan sang Uchiha itu lenyap bagaikan ditelan Manda, ular peliharaan Orochimaru-sensei. Padahal Naruto jelas-jelas menggeret adik Itachi itu untuk duduk di kursi yang berada di hadapannya. Kenapa sekarang malah menghilang? Nar, apakah kamu lupa kalau Sasuke masih punya dua kaki untuk berjalan? Yang sakit 'kan tangannya, bukan kakinya. Bagaimana, sih.
"Ah, ternyata disana!" seru Naruto bahagia saat sapphire-nya menangkap siluet pemuda berambut emo yang sedang duduk seorang diri di bangku kantin bagian belakang. Terpencil. Mojok pula. Entah kenapa melihatnya membuat Naruto iba, mengingatkannya dengan acara semi dokumenter asal Indonesia yang sering ditonton Kaa-san-nya di televisi. Ya, Orang Pinggiran.
"Lihatlah dan bukalah mata hatimu, melihatnya lemah terlukaa~" Naruto bersenandung ria sambil berjingkrak menghampiri sahabat yang sedari tadi dicarinya.
"Namun semangatnya takkan pernah pudar. Aku tanpamu, buntelan kentuut~" lanjutnya ngaco.
Tanpa meminta izin terlebih dahulu, Naruto langsung duduk di kursi yang berhadapan dengan Sasuke dengan secepat kilat—bagaikan banteng sedang menyeruduk kain merah yang dikibar-kibarkan. Sasuke menatap Naruto tajam. Namun sepertinya sang pemuda blonde itu tak menyadari tatapan kematian yang tertuju padanya.
"Bagaimana, Teme? Berhasilkah?" tanya Naruto sambil menyeruput jus merah yang sedang menganggur di hadapannya. Mencari-cari Sasuke di kantin yang begitu luas sungguh membuatnya lelah. Rasanya seperti hidup kembali setelah ia meminum jus tadi. Walau ia tak begitu suka dengan rasanya. Masam, membuatnya ingin muntah. Tapi apa boleh buat, dia sangat haus sekarang. Segera ditegaknya kembali jus-merah-yang-entah-apa-itu hingga tandas.
"Hn." jawab Sasuke sekenanya. Tatapan matanya semakin menajam setelah melihat Naruto menegak habis jus tomat miliknya. Naruto menyipitkan mata sambil menekuk bibirnya ke bawah. Mencoba menetralkan lidahnya akan rasa masam jus yang tak diketahui rasa dan pemiliknya tadi.
"Hoek~ Rasanya benar-benar tak enak. Kenapa kau memesan jus masam seperti itu, sih?" gerutunya. Sasuke hanya bergeming, enggan menjawab gerutuan pemuda Uzumaki tersebut. Bibir Naruto mengerucut. Nampaknya ia akan mengeluarkan rengek no jutsu setelah ini.
"... Teme~" Tuh, benar, 'kan?
"Hn." balas Sasuke, tak mempedulikan rengekan pemuda pirang menyebalkan di depannya. Rupanya ia masih kesal dengan sikap Naruto yang seenak udelnya tadi.
"Kenapa, sih? Cerita dong~" Rengek no jutsu milik Naruto semakin menjadi-jadi.
"Hn." Namun Pangeran Es ini sepertinya sudah kebal dengan jurus-jurus yang dikeluarkan Naruto. Asalkan jangan rasengan saja. Walaupun Sasuke benci untuk mengakuinya, namun kenyataannya ia tidak bisa menahan jurus spektakuler yang maha dahsyat milik Naruto itu. Tidak, ini fanfic AU, woi. Tidak ada 'ninja-ninja'an di sini. Rasengan yang dimaksud di sini adalah 'putaran spiral' yang dinamakan Naruto sebagai 'buntelan kentut'. Paham?
"TEME!" Lah, sekarang kenapa malah jadi bentak no jutsu?
"HN?" balas Sasuke sambil melotot. Rasanya kesal juga dibentak seperti itu, apalagi oleh makhluk macam Naruto. Sahabat sekaligus rival yang tak dianggapnya.
"CEPAT CERITA, TEME~" Bentak plus rengek no jutsu digabungkan ternyata. Hmm ... kalau begitu, berarti jurus ini namanya bengek no jutsu.
"Usuratonkachi."
Nyit.
Perempatan muncul di dahi anak semata wayang Minato dan Kushina tersebut.
"Tch, kalau kau bukan sahabatku, mungkin mulutmu sudah kusumpal dengan kaos kaki olahraga Gai-sensei yang harumnya semerbak!" ujar Naruto.
"Urusai, Dobe." balas Sasuke sambil memutar bola matanya malas.
"Makanya, ayo, cerita~ Berhasilkah kau menembak Sakura-chan? Kalau cuma 'Hn-Hn' saja aku tidak mengerti-ttebayo!" gerutu pemuda yang kini sedang mengacak-acak rambut pirang spike-nya.
"Otakmu memang perlu diganti dengan otak udang, Dobe." ejek Sasuke sambil menyeringai.
'Anjir, nyelekit~' batin Naruto sambil mencengkram dadanya yang tertutupi seragam.
"Huh, wajah datarmu juga lebih baik diganti dengan wajahnya Sai yang keseringan senyum, Teme!" balas Naruto sarkastik.
Ah, si pemuda Uzumaki berniat balas dendam rupanya.
"Aku berubah pikiran, otakmu memang seharusnya diganti dengan otak semut yang terlindas mobil." cibir Sasuke.
Naruto menganga. Tak menyangka kalau bungsu Uchiha ini justru membalas ucapan kasarnya—yang lebih tepat disebut hinaan—dengan yang lebih nyelekit.
'Oke, hinaan no jutsu dimulai!' batin Naruto memutuskan.
"Oh, kalau dilihat-lihat, ternyata wajah Alis Tebal lebih cocok untukmu, Teme!"
"Matamu pasti rabun, mungkin akan lebih baik kalau diganti dengan mata kudanil belekan, Dobe!"
"Tidak, Teme! Sekarang coba lihat hidungmu! Pasti kau akan semakin 'tampan' jika hidungmu dipenuhi oleh kutil seperti Jiraiya-jii-chan!"
Telinga Sasuke terasa panas. Sepertinya dia merasa sangat geram dengan hinaan yang Naruto katakan barusan.
"Heh, kau juga akan terlihat lebih bagus kalau telingamu seperti telinga gajah yang kudisan!"
"Bibirmu juga akan makin mempesona kalau dower seperti bibir Kakashi-sensei!" Sepertinya 'hinaan no jutsu' ini akan menyebarkan fitnah yang tidak-tidak. Semoga Kakashi bisa tabah di jalan yang bernama kehidupan sana.
"Bagaimana dengan tubuhmu? Pasti bagus kalau diganti dengan tubuh serigala yang berbulu kambing?"
"Tubuh atletismu juga seharusnya diganti dengan tubuh Chouji yang lebar kesamping!"
"Aku sarankan, Dobe. Seharusnya ramen kesukaanmu diganti dengan kutu beras!"
"Aku juga menyarankanmu, Teme. Seharusnya tomat kesukaanmu diganti saja dengan bulu ketiak Kiba!"
"Huh, tingkahmu seperti Akamaru yang ingin buang air!"
"Apa?! Tingkahmu, tuh, seperti Tobi yang belum minum obat!"
"Dasar monyet lepas!"
"Dasar muka dua!"
"Mesum!"
"Playboy!"
"Aku heran kenapa Hinata bisa suka pada monyet lepas sepertimu!"
"Huh! Aku tidak heran kalau Sakura menolakmu!"
Anying.
Satu kalimat dari Naruto tadi begitu menohok hatinya. Sasuke menunduk, helaian poni emo-nya menutupi wajah tampannya. Ia kalah. Sasuke sudah tidak bisa membalas hinaan Naruto lagi. Mari kita berikan tepuk tangan yang meriah untuk Naruto Uzumaki! Cepat, beri dia ramen sekilo!
"Sakitnya tuh, disini ...," ucap Sasuke sambil meremas baju seragamnya, tepat dimana kokoro-nya berada.
Naruto yang melihat tingkah nista teman semasa kecilnya langsung sweatdrop. Tidak menyangka kalau ucapan yang barusan ia lontarkan ternyata begitu menyakiti kokoro sahabatnya. Padahal awalnya ia ingin berjoget oplosan untuk merayakan kemenangannya tadi.
"Ma-maaf, Sasuke. Aku tidak bermaksud berkata begitu ...,"
"..."
Ugh, rasanya Naruto ingin gantung diri saja. Dia menyesal sudah mengikuti kubu setan yang mengajaknya balas dendam tadi.
"Sas, cerita dong, makanya? Mungkin aku bisa membantu kamu?"
"Nar," ucap Sasuke lirih.
"Nani?"
"Cebenalnya, Cacu calah apa, cih? Kenapa Caku menghindali Cacu? Ugh, kokolo ini cudah lelah~"
Naruto makin sweatdrop. Sepertinya pemuda di hadapannya harus disembur Fugaku agar ingat dengan marga yang disandangnya.
"Kamu beneran Sasuke Uchiha bukan, sih? Melankolis amat. Alay pula. Dasar Uchiha nista." celetuk Naruto tanpa sadar.
.
.
.
Dan kemudian terdengar bunyi piring-piring pecah dan meja ambruk setelah Naruto mengucapkan kalimat sakral itu.
"NANI?! KAMU CIUMAN SAMA SAS—"
PLETAK!
"Ittai~ Kenapa kau memukulku, Forehead?!"
"Ino, you dammit! Sudah kubilang jangan teriak, Baka!"
Tenten dan Hinata hanya bisa sweatdrop.
"Huh, iya, gomen. Aku kelepasan." ucap Ino sambil mengelus kepala pirangnya.
"Tch, mungkin seharusnya aku tidak usah cerita padamu," ujar Sakura ketus.
Mata Ino menyipit tanda tak suka.
"Oh, jadi begitu? Sekarang kamu sukanya main rahasia-rahasiaan begitu? Oke, fix. Kita putus."
.
.
.
Hening seketika menyelimuti koridor tempat SakuInoHinaTen berdiri.
.
.
.
"Memangnya sejak kapan kita pacaran, Bodoh?!" Sakura kembali menjitak kepala Ino. Kemudian ia pergi meninggalkan ketiga sahabatnya ke kelas.
"Tunggu, Forehead! Jangan pergi! Kembali~"
SKIPTIME
Pagi yang cerah dan damai kembali menyelimuti hari ini, menggantikan awan mendung yang terus-terusan menyergap langit sejak kemarin. Matahari bersinar lembut dan tak terlihat satu pun awan yang menutupi langit biru. Burung-burung pun berkicau ria menyambut hari yang indah ini. Entah kenapa, pagi ini tak terdengar suara kokokan ayam seperti kemarin pagi. Apakah sang ayah ikut ronda malam lagi?
GUK, GUK, GUK! MEONG~
Ah, kini malah terdengar suara gonggongan anjing tetangga Sakura yang sedang bertengkar dengan Deidora—kucing jalanan yang dinamai Sasori—, membuat pagi yang damai ini menjadi sedikit terusik. Yah, abaikan saja ini.
"TIDAAAK~"
Dan suara teriakan membahana yang berasal dari kamar anak bungsu keluarga Haruno kembali membuat burung-burung yang semula berkicau ria malah terbang menjauh.
"T-tolong Kaa-san, Sasori. Kaa-san sudah lelah meneriakinya setiap hari. Sakitnya tuh, disini." ujar Mebuki sambil memegangi lehernya—yang ditempeli koyo—, tempat dimana tenggorokannya berada. Hm, mungkin itu akibat karena terlalu sering mengeluarkan suara toa, Mebuki.
Mungkin ini adalah pertama kalinya Sasori bersyukur karena ibunya tersiksa. Hn, benar-benar anak durhaka.
"Siap, Kaa-san!" sahut Sasori sambil berpose hormat pada Mebuki. Kemudian ia berlari kegirangan menuju lantai atas, kamar imouto-nya.
"WAHAHAHAHAAA~" Terdengar tawa nista Sasori dari lantai atas. Sepertinya Sasori benar-benar senang pagi ini, karena di pagi hari yang indah inilah ia bisa terbebas dari hujan lokal Mebuki. Sang ibu yang tak sengaja mendengar tawa nista putra sulungnya hanya bisa menggeram kesal.
'Dasar anak durhaka. Awas kau, Sasori.' ancam Mebuki dalam hati. Tiba-tiba, kejadian tragedi teposnya bokong Sasori terlintas di pikirannya. Ia masih mengingat betapa tersiksanya Sasori yang meratapi nasib bokongnya saat Mebuki merawat dirinya. Tak lupa keluhan Sasori terus-menerus meluncur dari bibirnya tanpa henti.
"Huhuhuu, sakitnya tuh, disini~" keluh Sasori sambil mengelus bokongnya saat itu.
'Akan kubuat kau tersiksa seperti waktu itu, Sasori.' ancam Mebuki sambil menyeringai kejam.
"HUATCHII!" Suara bersin Sasori terdengar menggema dari lantai atas. 'Sepertinya ada orang yang sedang membicarakan ketampananku,' batin Sasori narsis. Kuperingatkan, Sasori. Sebaiknya, selama beberapa hari ini, kau harus jaga jarak dari ibumu yang menyeramkan itu.
"Tumben sekali pagi ini ribut," celetuk Kizashi tidak jelas. Oh, kumohon. Jangan bilang penyakit tulinya sedang kambuh?
Mebuki mendenguskan napasnya kesal. Tanpa teriakan yang menggelegar seperti biasanya, Mebuki langsung menjewer telinga Kizashi dan menggeretnya ke kamar mandi. Kemudian menendang bokongnya dan sukses masuk ke bath tub yang sudah diisi air dingin.
"DINGIIIN!"
Eh? Ternyata Kizashi belum mandi, ya?
.
.
.
"Ini gila. Ini gila. Ini gila~" Mulut mungil Sakura terus mengucapkan kalimat tersebut secara berulang-ulang. Ia menjambak rambut pendeknya dengan ganas. Sepertinya ia mimpi buruk lagi.
"Ugh, bisa-bisanya aku bermimpi seperti itu! Ini bahkan lebih buruk dari mimpi seminggu belakangan! Oh, Kami-sama, aku bisa gila~" Ia berguling kesana kemari, membuat kasurnya menjadi lebih berantakan.
"Imouto-chan~ Sudah bangunkah? Cepat mandi, lalu sarapan, ya?" Terdengar ketukan pintu dan suara Sasori dari luar, membuat Sakura tersadar dari kegiatan gaje-nya.
"Ah, i-iya, Saso-nii! Aku akan mandi," ucap Sakura yang kini terduduk di kasurnya.
"Jangan lama-lama, Saku-chan~" balas Sasori dari luar kamar.
Sakura pun bergegas ke kamar mandi di kamarnya, menuruti permintaan aniki imutnya itu.
.
.
.
Setelah menyerahkan helm pada aniki-nya, Sakura bergegas masuk ke dalam sekolah dan berjalan di koridor, menuju kelasnya. Namun ia menghentikan langkahnya saat teriakan sahabatnya menyapa indera pendengarannya.
"FOREHEAD!" Sakura hanya bisa menghela napas. Ia heran dengan kebiasaan Ino yang selalu berteriak setiap kali mereka bertemu. Sudah begitu, memekakkan telinga pula. Apa jangan-jangan tadi Ino sarapan toa? Atau sejak bayi dia sudah dijejali dengan megaphone? Oh, Sakura, hentikan pikiran gaje-mu.
"Nande, Ino?" tanya Sakura ogah-ogahan. Dilihatnya Tenten dan Hinata mengikuti langkah Ino di belakang.
Hei, ini masih di koridor sekolah, tidak bisakah ia masuk ke kelasnya terlebih dahulu dan menaruh tasnya yang agak berat ini? Pelajaran hari ini banyak, memikirkannya saja sudah membuatnya lelah. Paling tidak, Sakura ingin tidur sejenak di bangkunya sebelum bel masuk berbunyi. Kemarin malam dia tidak bisa tidur sampai jam dua pagi karena terus memikirkan ciumannya dengan Sasuke, hingga membuat matanya seperti mata teman sekelas Sai, Gaara. Dan begitu dia bisa tertidur, mimpi yang lebih buruk malah menyambutnya.
"Jadi ... kemarin kamu benar-benar ciuman sama Sas—"
Sakura melotot. Oh, Yamanaka, please! Bisakah kita tidak usah membahasnya dulu?
"—ekhm, ya, maksudnya sama orang itu?"
"Huh, sudahlah. Jangan bahas hal ini lagi." Sakura meneruskan langkahnya menuju kelas kesayangannya berada. Namun lagi-lagi, langkahnya terhenti karena tangannya ditahan oleh Ino.
"Mana bisa begitu, Forehead! Aku sebagai sahabatmu tidak akan membiarkanmu menjadi seperti anak ayam tetanggamu yang bagaikan bangkai hidup karena kehilangan orang tuanya yang sudah dijadikan opor lebaran!"
"A-apa? Hei, darimana kau tahu kalau ayah dan ibu ayam dijadikan opor lebaran?"
Ino mengibaskan rambut pirangnya dengan kencang.
"Kau lupa dengan gelar yang kusandang? Aku ini Ratu Gossip. Tentu saja aku tahu segala hal,"
" A-apa aku benar-benar terlihat seperti anak ayam tetanggaku yang bagaikan bangkai hidup itu?" Ino menganggukkan kepalanya dengan antusias.
Sakura hanya bisa menghela napas.
"Katakan saja, Saku-chan. Sebenarnya ada apa?" Kini Tenten membuka suaranya.
TENG TENG TENG TENG!
Untuk pertama kalinya, Sakura bersyukur karena bel masuk berbunyi.
"Huh, malah bel masuk pula!" gerutu Ino kesal. Ia paling tidak suka jika sesuatu yang penting malah tertunda seperti ini.
"Akan kuceritakan saat istirahat nanti, ya?" tawar Sakura.
"Ya sudah kalau begitu," ucap Tenten pasrah. Hinata hanya tersenyum memaklumi.
.
.
.
SKIP TIME
Sakura memelototkan matanya dengan horror saat mendengar bel istirahat berbunyi. Ugh, kini ia malah murutuki bel istirahat yang biasanya ia agung-agungkan itu. Murid-murid di kelas XI B yang lain kini sudah menuju surga sekolah—ehm, kantin, maksudnya. Meskipun masih ada beberapa murid yang masih berada di dalam kelas. Shikamaru, contohnya. Oh, dia masih teler rupanya. Adakah seseorang yang mau berbaik hati membangunkannya?
"Hei, Shika! Bangun! Bukannya Temari bilang kau harus ikut latihan untuk olimpiade Fisika?" tegur Ino, sahabat sejak memakai popoknya Shikamaru.
"Ugh, bisakah kita tunda sampai besok?"
"Kau sudah mengatakan hal itu seminggu yang lalu, bodoh!" cerca gadis pirang tersebut.
"Hn~"
"Hei, Chouji, ayo bantu aku menggeret rusa pemalas ini!" perintahnya seenak jidat pada teman sejak memakai popoknya yang lain.
"Imbalannya?"
Ino menepuk jidatnya dengan keras.
"Tidak bisakah kau membantu seseorang dengan ikhlas?!" tanya Ino sambil melotot.
"Haah~ Baiklah,"
"Woi, Chouji! Hentikan! Turunkan aku!" Perkataan Shikamaru dianggap bagai angin lewat oleh pemuda tambun tersebut.
"Hahaha~ Lho, Forehead, mau kemana?" tanya gadis barbie-like itu saat melihat sahabat pink-nya beranjak dari bangkunya.
"E-etto, aku ingin ke toilet dulu, ya, Ino? Ada panggilan alam, hehe ..." ucap Sakura dengan senyum canggung.
Ino menyipitkan manik aquamarine-nya sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Ia merasa gelagat Sakura seperti ingin kabur.
"Aku temani, ya, Saki?" tawarnya.
"Ngg—tidak usah, Ino. Aku bisa sendiri, kok."
"Kau mau kabur, ya, Saku-chan?"
DEG!
Perkataan gadis bercepol dua itu membuat tubuh Sakura berjengit. Sakura menatap satu per satu wajah sahabatnya dengan manik klorofil-nya, yang entah kenapa membuatnya seperti diinterogasi.
'Bagaimana ini? Aku harus kabur atau tidak? Kami-sama, tolong aku!' batin Sakura panik
.
.
.
TO BE CONTINUED
Pojok Mesra SasuSaku :
*lirik ke atas*
BUSETDAH, SIAPA YANG BERANI-BERANINYA MENGGANTI PAPAN NAMA DI ATAS, WOI?!
Krik ... krik ... krik ...
Ya sudahlah, abaikan. *tendang papan nama tersebut*
Tiba-tiba, Sasuke men-chidori Shinju dari belakang. Shinju pun koid, dan akhirnya fanfic YnJ ini tidak dapat terselesaikan.
.
.
.
.
.
.
Tapi boong. #plak
WAHAHAHAHAA, ITU APAAN? *tunjuk-tunjuk chapter di atas* #jedorinkepalaketembok
Maaf ya, aku update-nya nggak sekilat yang dulu. Soalnya aku diajak mudik, sih. Sekarang aja aku nyuri-nyuri waktu buat ngetik. Maaf kalo ada typo atau semacamnya. Aku nggak sempat nge-check. *ojigi*
Udah gitu, aku bingung sama ending-nya nanti. Ada yang mau kasih ide, nggak? :"( #diinjek
Btw apa ada yang tahu model soft lens barunya Karin? :v #ngakaksendirian #readerspadamundurtigalangkah
Yosh, ini balesan buat yang udah review kemarin~ Makasih, ya! :")
Btw, yang login dan yang nggak login semuanya kubalas disini, ya? Gak papa, 'kan? Maaf, soalnya aku nggak bisa bales review dari PM satu-satu. Ribet. :"3 #ditendang
Hayashi Hana-chan : Udah lanjut, nih, Hana-chan. Gomen lama. Mood ngetikku entah kenapa suka ilang-ilangan. Dan buat next chap ... kayaknya juga bakal lama lagi, deh. #digorok Udah terjawab 'kan di chapter ini? Hohoho~ :D *kedip-kedip gak jelas*
RUE ERU : Sasuke emang udah pervert dari lahir malah. :3 #apah #dicabik Hehe, maaf kalo humor dan romance di chap ini gak berasa. :") Aku lagi galau-galauan soalnya. #ngek Btw, Sakura emang anak durhaka, kok. Wajar, 'kan adiknya Sasori. #ditabok Ini udah lanjut! :3
Kikyu RKY : Sasuke emang mesyum, kok. Baru tau, ya? :3 #digilesSasuke
Secret Girl's : Udah lanjut! Ngomong-ngomong, kamu ganti penname, ya? :3
uchan : Ini udah lanjuut~ Maaf kalau humor-nya nggak berasa. Otak saya lagi mampet ide, nih. :"3 #mojokngepangsapu Hehe, iya minal ai'dzin jugaa~ :))
Inggrit stivani : Saya juga suka kalau Inggrit-san suka. :)) Maaf kalau di chap ini humor-nya nggak berasa, huhuu~ :"(
Nakamura-san : Halo jugaa, Nakamura-san~ Makasih, ya. Aku senang kalau kamu suka. Yosh, ini udah di update. XD
hikarimizu05 : Hahaha, aku senang kalau hikarimizu05-san lancar buang airnya. #eh Yo, makasih review-nya. Ini udah lanjut. :3
Asterella Roxanne : Udah ku-edit. Makasih sarannya. Hehe, iya aku juga ngerasa kalau di chap 3 humor-nya nggak berasa, kok. Aku nggak bisa bikin adegan serius jadi becanda mulu. XD Aku minta maaf kalau chap kali ini juga mengecewakan. Please, otakku lagi mampet ide. Perlu disedot deh kayaknya. :"( Terima kasih atas review-nya, ya! :))
Yosh, aku mau bertapa dulu, nyari ide. Do'akan agar aku cepat kembali dengan selamat, ya! Jaa ne! :"D
.
.
.
.
.
.
Tapi ... emangnya masih ada yang ingat fanfic ini, ya? :"""") #pundung #ngesotkekamarmandi
.
.
.
Sign,
Subarashii Shinju