2'nd Story by Yasaenghwa

Proundly Present:

SWEET SORROW

WARNING:

YAOI, Boyslove, crack pair, Typo(es), Twoshoot

Disclaimer:

this fic is mine,

2'nd work fic after lose in fate

Terimakasih untuk tidak plagiat, Bash dan flame..

.

.

.

don't like, just click close (X)

Happy reading and enjoy..

.

.

Background music: Park Hyo shin - Snow flower

"Cinta murni adalah suatu keegoisan, tanpa adanya sebuah pengorbanan dan dikorbankan atas salah satu perasaan. Cinta sama-sama saling memberi tanpa bumbu tuntutan didalamnya. Benarkah?"

Cinta...

Takdir yang takkan terelakkan bagi setiap insan manusia. Suatu rasa yang mengajarkan manusia akan makna sakit, luka, kesedihan, kekecewaan, keterpurukkan, kenistaan, ketidakberdayaan tanpa melupakkan awal yang manis, indah, memabukkan, bahagia dan ketulusan.

"Cinta yang mempermainkan takdir atau cinta yang dipermainkan oleh takdir?"

Seberapa banyak bulir air mata yang jatuh, maka sebanyak itulah rasa cinta

Seberapa dalam kesakitan yang dirasakan, maka sedalam itulah rasa cinta

Seperti udara yang selalu kau hirup, begitulah cinta... kau akan selalu membutuhkannya.

Sesuatu yang membuat kita nyaman dan selalu merasa baik-baik saja karenanya.


Sweet Sorrow..

Detik jarum jam bahkan sangat terdengar jelas dalam ruangan yang sangat sunyi dan hening ini. Temaram cahaya rembulan merupakan satu-satunya sumber penerangan yang menerobos masuk kedalam jendela ruangan yang sengaja dibiarkan terbuka begitu saja. Lambaian gorden transparan oleh angin yang menusuk pori-pori kulit seakan tidak menggemingkan sosok yang kini sedang terduduk diatas ranjang dengan menyenderkan kepalanya pada tiang ranjang. Sosok itu dengan samar terlihat, meskipun hanya cahaya bulan purnama yang menerangi postur tubuhnya yang sempurna, wajahnya yang tampan dan kulit tannya yang terkesan cool. Matanya terpejam dengan kaki diluruskan seakan dia telah memasuki alam bawah sadarnya. Namun tidak, ia belum tertidur, hanya menutup mata sembari menikmati belaian angin malam dan membuang segala keresahan yang menyelinap dibenaknya. Perlahan mata itu terbuka, menampakkan manik yang sayu memandang langit luar dari balik jendela dengan tatapan kosong. 'malam yang suram tanpa bintang' seakan langit tahu akan perasaannya kini. Hanya seulas senyum getir tersungging dari bibirnya ketika memandang langit malam itu.


2 tahun yang lalu...

Seoul, 7 Januari 2011

"selamat kim jong in-ssi, karyamu benar-benar sangat memukau, luar biasa" ucap seorang berumur paruh baya dengan setelan jas rapi menjabat tangan orang yang dipanggil 'kim jong in' itu.

"gomawo, Im hyunsik sajangnim. Saya masih perlu belajar kepadamu untuk mengembangkan galeri kecil ini" ujar jong in, namja dengan paras tampan serta kulitnya yang berwarna gelap namun lebih tampak maskulin itu mengulas senyum sembari membalas jabatan dari lelaki didepannya.

"ah... kau ini selalu saja merendah jong in-ah, bagaimana bisa kau sebut galeri seluas lapangan sepakbola ini kecil?"pernyataan tuan Im membuat jong in hanya menyunggingkan senyum ramah sebagai tanggapan.

Hari ini adalah pembukaan galeri lukisan yang selama ini jong in impikan. Galeri ini terbilang sederhana dengan nuansa klasik moderen yang terkemas apik serta menggugah rasa nyaman bagi siapapun yang masuk kedalamnya. Lukisan buah karya dari Kim jong in sendiri terpajang sangat beraturan dan cantik menghiasi sepanjang sudut ruangan yang sengaja dirancang dengan interior ala galeri-galeri di London seperti yang pernah ia kunjungi. Suguhan didalam galeri sungguh sangat memanjakan mata bagi siapapun yang melihatnya, ditambah aroma lime dan nuansa musik klasik yang menambah ketentraman bagi para pengunjung di galeri itu. Asal tahu saja, jong in membuka galeri ini dengan jerih payahnya sendiri. Walaupun sebenarnya ia bisa saja meminta kepada kedua orang tuanya yang merupakan konklomerat terpandang untuk mendirikan sebuah galeri mewah, namun jong in tidak memanfaatkan kekayaan orang tuannya itu untuk mewujudkan impiannya. Dia lebih memilih menabung dari uang hasil lelang lukisannya untuk mendirikan galeri impiannya ini. Galeri ini adalah tempat bagi kim jong in memaparkan kepada dunia akan kecintaannya pada seni, terutama seni lukis. Jong in memang sangat terobsesi menjadi pelukis terkenal dan kecintaannya terhadap lukisan ini melebihi kecintaannya terhadap dirinya sendiri. Bagaimana tidak? Selama 22 tahun dia hidup dikurangi masa kanak-kanaknya dia habiskan untuk mengulas kanvas dengan kuas dan berbagai macam warna cat air. Jong in mulai menunjukkan bakat melukisnya sejak umur 4 tahun dengan melukis gambar abstrak pada tembok kamarnya. Seiring bertambahnnya usia, jong in remaja semakin mahir dalam menorehkan kuas pada kanvas dengan imajinasi liarnya yang sangat luar biasa. Hingga pada akhirnya jong in dinobatkan sebagai satu-satunya pelukis termuda dari seoul yang mampu menjual karya lukisan dengan harga termahal pada pelelangan di seoul international art dan ajang-ajang pelelangan luar negeri yang ia ikuti. Prestasi yang membanggakan bukan? Benar, sangat membanggakan malah. Namun, sebenarnya kedua orang tua jong in menginginkan anak tertuannya ini melanjutkan perusahaan keluarga yang sudah menjadi tradisi terun-temurun di keluarga kim. Sayangnya keinginan itu pupus dengan kemauan keras dari jong in yang lebih memilih untuk menjadi seniman dari pada direktur di perusahaan keluarganya. Alhasil harapan satu-satunya tuan Kim saat ini sebagai penerus dari perusahaan keluarga kim adalah anak bungsunya, Kim Hunsoo.

Kim jong in sekarang memang sudah terkenal dengan semua karyanya yang menakjubkan. Namun bukan berarti jong in akan berhenti sampai disini, ia akan terus melukis sampai kedua tangannya patah. Jangan merasa heran, karena lukisan dan melukis sudah menjadi bagian dari hidupnya, cintanya. Semua perasaan dapat ia ungkapkan melalui lukisan seakan lukisan memahami dirinya. Jong in akan merasa bahagia, nyaman, dan tentram ketika melukis atau sekedar memandang sebuah lukisan.

"jweosonghamnida.."terlihat seorang namja dengan pakaian office boy membungkukkan badannya meminta maaf kepada orang yang kini berkacak pinggang didepannya,marah.

"kau ini, baru bekerja satu hari disini sudah membuat onar! Bagaimana jika tuan kim tahu, oeh!" bentak orang didepan namja dengan nametag bertuliskan 'Xi luhan' pada atas saku baju office boynya.

"jongmal, jweosonghamnida... saya benar-benar tidak sengaja, tolong maafkan saya manager. Jangan pecat saya" pinta luhan dengan suara yang bergetar mengindikasikan air mata akan jatuh dari pelupuk matanya.

"lalu bagaimana kau akan mempertanggungjawabkan masalah ini,oeh?!"

"jweosonghamnida..." luhan, namja itu hanya bisa berulang kali membungkuk dan mengucapkan kata maaf dari bibir tipisnya.

"haish, jinja... sudahlah lebih baik kau kemasi barang-barangmu dan mulai hari ini kau dipecat!" ucap manajer namja itu tanpa merendahkan nada bicaranya.

"ani-yo, jebal manager... jangan pecat saya, saya mohon.. beri saya satu kesempatan lagi. Saya akan bertanggungjawab atas kekacauan ini. anda boleh memotong gaji saya untuk menggantinya..hiks.." rengek luhan yang kini sudah berlutut memegangi kaki manager itu.

Mendengar sebuah keributan dari arah koridor namja yang tadi baru keluar dari lift dengan seorang yeoja yang berada di belakangnya mendekati sumber keributan tersebut.

"ada apa ini?"tanya namja yang sontak mengagetkan meneger yang menengok ke arahnya.

"t-tuan kim.."kini meneger itu pucat pasi dan dengan susah payah menelan salivanya karena orang yang tadi bertanya adalah Kim jong in sang pemilik galery. Sementara itu jong in mengernyitkan kedua alisnya melihat seorang namja berlutut dilantai sambil menangis sesenggukan.

"manager byun, bisa kau jelaskan ada apa ini?"tanya jong in lagi.

"be-begini t-tuan Kim, anak ini membuat masalah, d-dia.. dengan ceroboh merusak lukisan anda" jelas manager byun sembari memperlihatkan lukisan yang sudah tergeletak ditanah dengan bingkai yang porak poranda. Jong in hanya menghela nafas panjang, menampakkan ekspresi datarnya dan kemudian dia berjongkok mensejajarkan tingginya dengan namja yang kini terduduk menundukkan kepalanya sembari menangis.

"siapa namamu?"tanya jong in datar.

"jweosonghamnida,,, t-tuan... saya benar-benar tidak sengaja, tolong jangan pecat saya, saya mohon..hiks..hiks"ucap luhan bergetar disela-sela isakannya, ia hanya menunduk dan menutup mata, tidak berani menatap tuan yang ada didepannya.

"aku tanya siapa namamu?"jong in mengulang pertannyaannya sembari mengangkat dagu namja di depannya agar wajahnya bisa terlihat. Merasa ada tangan yang menyentuh dagunya luhan mendongak dan membuka matanya yang sudah sembab. Dilihatnya paras menawan didepannya yang membuat pikirannya bermonolog 'benarkah ini orang yang disebut-sebut sebagai tuan kim? Muda sekali' pikirnya. Jong in yang merasa ditatap aneh mengernyitkan alisnya. Jong in menatap dalam wajah luhan 'manis' batinnya.

"L-luhan... X-xi luhan t-tuan"jawab luhan pelan berusaha menghentikan isakannya disamping rasa takut dan takjub.

"berhentilah menagis, kau digaji disini bukan untuk menangis tapi untuk bekerja. Sekarang bersihkan itu, ganti bingkainya dengan yang baru". Ujar jong in yang menunjuk bingkai lukisan yang berserakan.

Luhan hanya bisa diam mencerna kata-kata yang baru diucapkan oleh namja yang beranjak bangun dari jongkoknya dan berbalik akan pergi.

"j-jadi tuan,, s-saya... tidak di pecat?!"tanya luhan dengan mata berbinar.

"untuk kali ini aku mungkin memaafkanmu karena ku lihat hanya bingkainya saja yang rusak dan lukisanku masih baik-baik saja. Tapi lain kali jika kau bertindak ceroboh dan merusak lukisanku, aku jamin kau akan ku usir dari sini tanpa ampun, arra?!". Ucap jong in yang membalikkan badannya dengan tatapan tajam dan datar. Luhan yang melihat tatapan itu menjadi sedikit takut, namun terpesona. Ia lalu beranjak dari duduknya, berdiri dan membungkuk.

"gamsahamnida,,, jongmal gamsahamnida.. saya berjanji hal seperti ini tidak akan terulang lagi tuan. Terimakasih telah memberi saya kesempatan"

Jong in menyunggingkan smirknya,"sudahlah, cepat bereskan kekacauan ini. aku tidak mau pengunjung melihat kekacaua yang kau buat atau kau memang ingin dipecat saat ini juga"

"a-aniya, ne..ne t-tuan saya akan langsung membersihkannya sekarang, p-permisi" ucap luhan terburu-buru pergi mengambil seperangkat alat bersih-bersih utuk membereskan kekacauan yang ia perbuat.

Jong in hanya geleng-geleng melihat tingkah namja bernama luhan itu yang tergopoh-gopoh membawa seperangkat alat bersih-bersih sebelum akhirnya dia beranjak ke tempat ia biasa berkarya dan meminta manager byun untuk mengikutinya.

.

.

1 bulan setelah pembukaan galery

8 Februari 2011

Sudah sebulan lamanya galery ini dibuka untuk umum dan sudah sebulan pula office boy bernama xi luhan bekerja di galery ini. Tanpa ia tahu ternyata selama ini ada sosok yang diam-diam memperhatikan namja manis dan imut ini. Sejak pertama kali melihat wajah namja itu Kim jong in merasa wajah namja manis dan imut itu sangat familiar seperti ia pernah bertemu sebelumnya namun entah dimana.

"aish.. kenapa aku tidak bisa fokus?" gerutu jong in disela kegiatan melukisnya.

Jong in kini sedang berada diruangan khusus yang terletak di bawah tanah galerynya. Ruangan ini sengaja dibuat untuk jong in 'bekerja' menghasilkan karya lukisan berkelas dan bernilai seni tinggi. Beberapa lembar kanvas dengan goresan sempurna terpajang disana, kuas-kuas berbagai ukuran dan tidak terlewatkan penyangga kanvas serta cat air bermacam warna dan jenis terlihat dimeja besar dekat dengan kursi dimana sekarang jong in duduk. Walaupun galeri sangat ramai, tempat ini sangat sunyi karena kedap suara. Jong in memang menyukai tempat yang sunyi dan tenang, karena dengan itu imajinasi liar yang ada di dalam otaknya akan berkembang.

Tanpa sadar sosok namja itu terlintas dalam benak jong in.

"sial... apa ini?"tanya jong in kepada dirinya sendiri, tertegun melihat hasil sketsa didepannya yang ia buat sendiri. Goresan kuas itu tanpa sadar menuntun jong in melukis sosok namja imut nan manis yang selama ini menginterupsi jong in ketika berkarya.

Setelah beberapa menit terdiam dan menatap lekat kanvas didepannya, seulas senyum tersungging dari bibir tipis jong in. "hmm,,, manis juga" gumamnya. 'mengapa aku merasa pernah bertemu dengannya? Wajah itu familiar dan nama itu juga tidak asing. Ah.. mungkin hanya perasaanku saja' pikirannya mulai bermonolog. 'Kim jong in fokus'. Setelah terdiam cukup lama dan berkutat dengan pikiranya, jong in mengganti kanvas yang sudah terlukis sosok seorang namja itu dengan kanvas yang baru dan kesadarannya mulai menuntunnya untuk membuat karya lukisan sebenarnya tanpa adanya interupsi.

Sore hari di akhir pekan (1bulan lebih seminggu sejak pembukaan galery)

15 Februari 2011

Sosok itu tanpa sengaja memperhatikan namja di koridor sana yang sedang serius menggoreskan pensil ke sebuah buku gambar berukuran A4 dengan posisi berjongkok. Didepannya berdiri seorang anak laki-laki kecil dengan muka masam dan mata yang sembab, mungkin habis menangis. Anak itu memperhatikan kegiatan namja manis didepannya dengan serius.

"yey... selesai! Ini..."pekik namja itu seraya menyodorkan buku gambar kepada anak didepannya dan senyum sumpringah terpampang dari bibirnya yang elok.

Anak laki-laki itu menerima buku gambar itu, kemudian seketika ia mengernyitkan kedua alisnya dan beralih menatap namja di depannya.

"hyung,, apa yang kau gambar ini kambing?"tanya anak itu polos

"eiyy.. ani, itu bukan kambing, itu rusa"jawab namja itu sambil mempoutkan bibirnya

"tapi hyung, ini lebih terlihat seperti kambing dari pada rusa."protes namja cilik itu

"yah,, anggap saja itu rusa anak manis" ujar namja itu tersenyum sambil mengusak surai namja cilik didepannya. Anak itu menatap lagi gambar yang ada di tangannya seakan mencoba untuk meyakinkan diri jika gambar itu memang rusa.

"emm,, tapi hyung, dilihat dari manapun juga ini bukan rusa hyung tapi kambing" pernyataan namja cilik didepannya membuat ia membuang nafas panjang

"baiklah, sebenarnya hyung ingin menggambarkanmu seekor rusa karena hyung sangat menyukai rusa namun karena hyung tidak pandai menggambar maka hasilnya seperti itu,hehe.. mian." Namja cilik itu kemudian tersenyum hampir terkikik.

"hyung, gambarmu ini unik dan lucu. Kenapa kau menggambar kantong dibagian sini?" tanya namja kecil itu sembari menunjuk gambar kantong yang tersemat di bagian perut rusa itu 'seperti doraemon'.

"oh itu...hahaha... apakah itu aneh? Itu kantong untuk menyimpan rumput. Hihi.."

Namja yang sedari tadi mengamati namja manis dan bocah cilik itu pun tertegun 'rusa berkantong?' batinnya. Namun selang beberapa saat kemudian senyum terulas dari wajah sang namja itu. Dia menemukan memori yang sempat hilang dan terjawab sudah pertanyaan yang selama ini bergentayangan dalam pikirannya.

"rupanya itu kau rusa berkantong.. akhirnya kita bertemu lagi semenjak saat itu" guman namja yang sedari tadi mengamati berbincangan antara namja manis dan bocah cilik beberapa meter didepannya.

"tuan kim,, anda disini rupanya"suara orang menginterupsi kegiatan 'mengamati' namja tadi dan sukses membuatnya menengok ke sumber suara.

"ne, ada apa manager byun?"tanya namja itu yang ternyata kim jong in, sang pemilik galery

"ada seorang collector lukisan ingin menemui anda, saya sudah mengantarkannya ke ruangan anda" jawab manager byun. Jong in hanya mengangguk dan berlalu menuju ruangannya serta mengisyaratkan agar managernya itu mengaikutinya juga.

Begitulah akhirnya jong in menemukan kembali memori masa lalunya bersama namja yang selama ini ia rasa begitu familiar sejak pertama kali bertemu.


tok, tok.. pintu itu terbuka dan menampakkan sesosok namja cantik.

"permisi t-tuan Kim, anda memanggil saya?"ucap namja yang kini berdiri di depan pintu ruangan tempat jong in berkarya.

"hmm.. masuklah dan duduk disitu." Tunjuk jong in pada kursi yang terletak didepan ia duduk menghadap kanvas yang terpajang dihadapannya.

Namja itu kemudian mengikuti perintah jong in dan duduk pada kursi yang jong in tunjuk tadi walau sedikit ragu. Ia duduk dengan menundukkan kepalanya, kedua jemarinya memainkan ujung baju office boy yang ia pakai. Suasana begitu hening. Tidak ada salah satu dari mereka yang memulai pembicaraan. 'oh tuhan, apa yang akan terjadi denganku? Apa aku sudah berbuat salah? Apa aku akan dipecat kali ini?' batin namja itu karena jong in hanya menatapnya diam. Irama jantungnya menjadi tak beraturan. Serasa ia akan di hukum mati saat itu juga.

Tiba-tiba suara jong in memecah keheningan diantara mereka. "tidak ku sangka kita akan bertemu lagi 'rusa berkantung'." Ucap jong in dengan senyum tersungging di wajahnya. Namja itu mengangkat kepalanya dan tertegun sejenak. ia mengerutkan kedua alisnya 'apa yang tadi ia katakan? Rusa berkantung?' batinnya bingung.

"kau masih tidak mengingatku? Aku si anak cengeng. Kau ingat?"tanya jong in yang sudah menyilangkan kakinya dan menopang dagunya dengan tangan kiri.

"errr..."jawab namja itu sambil berpikir keras.

17 tahun yang lalu...

Taman Kota, 9 Maret 1986.

"hei kau, ayo main bola dengan kami!". Ajak seorang anak laki-laki bertubuh subur menghampiri anak laki-laki yang sedang sibuk menggambar dibawah pohon.

"maaf aku tidak bisa, aku sedang menyelesaikan gambarku" jawab anak laki-laki itu tanpa memandang segerombolan anak yang menghampirinya.

"kau ini sombong sekali, memang apa yang sedang kau gambar..oeh?!" tanya anak laki-laki yang lebih pendek dari kedua temannya sembari merebut buku gambar yang berada di tangan anak tadi. Anak laki-laki yang dibawah pohon itu terkejut dan membelalakkan matanya.

"kembalikan buku gambarku.." pinta anak itu sambil meraih buku gambarnya yang kini sudah berpindah tangan ke anak yang bertubuh paling tinggi di gerombolan itu.

"gambar apa ini? tidak ada bentuknya sama sekali. Aneh... hahaha"ujar anak dengan tinggi menjulang diantara yang lainnya itu.

"mana aku lihat.."pinta anak bertubuh subur mengambil gambar tadi.

"yak,, apa ini? aku juga bisa menggambar lebih bagus dari pada ini. berikan pensilmu!"gertak anak subur itu sambil mengambil paksa pensil yang digenggam oleh anak laki-laki yang sedari tadi menahan tangis. Tanpa basa-basi anak laki-laki bertubuh subur itu seenaknya mencorat-coret gambar dengan entah gambar apa itu.

"j-jangan...hiks.." pekik anak lelaki berkulit tan yang sudah meneteskan air matanya.

"hahaha... lihat, dia menagis hyung"

"iya, dia cengeng sekali."

"hei, bukankah gambarmu ini lebih bagus setelah aku menambahkan gambarku disini" ucap anak lelaki subur itu bangga.

"hiks.. k-kalian jahat, i-itu gambar abstrak yang akan aku ikutkan lomba ..."

Tiba-tiba terdengar suara teriakan anak laki-laki dari arah sebelah kanan mereka.

"yak... kalian, apa yang sedang kalian lakukan! Kalian membuat anak itu menangis,,oeh!" namja cilik itu berlari kearah mereka dan memarahi habis-habisan ke tiga anak lelaki nakal tadi, kemudian mengusir mereka.

"noe gwinchana-yeyo? Uljima ne... ada aku disini, mereka tidak akan mengganggumu lagi"hibur namja cilik itu, sembari mengusap-usap punggung namja cilik disampingnya.

"huhu.. b-bagaimana ini, gambarku..hiks.."isak anak laki-laki itu sambil menunjuk buku gambar yang tergeletak ditanah karena dijatuhkan oleh tiga anak nakal yang lari terbirit-birit tadi.

"aigo.. bagaimana bisa mereka merusak gambar sebagus ini. mereka benar-benar tidak menghargai hasil karya orang lain.."gumam namja cilik itu yang masih terdengar oleh namja cilik berkulit tan tadi sambil mengambil buku gambar serta pensil yang berada diatas tanah.

"sudah jangan menangis, kau ini kan anak laki-laki. Emm, apa kau yang menggambar ini?"tanya namja cilik itu. Namja cilik yang ditanya hanya mengangguk kemudian bertanya dengan terisak." Apa gambarku aneh?"

" ah,, tentu saja tidak. Aku pernah melihat gambar seperti ini, tapi ini lebih bagus."ujar namja cilik tadi sambil tersenyum manis. Namja cilik berkulit tan itu mulai menghentikan isakannya dan menghapus air mata yang sedari tadi membanjiri pipinya.

"apa kau bisa menggambar?"tanya namja cilik berkulit tan itu dengan polosnya.

"tentu saja bisa, mau bukti?"tawar namja cilik manis itu merasa diremehkan. Namja cilik berkulit tan itu hanya mengangguk setuju. Kemudian namja cilik manis tadi mulai menggambar sesuatu pada lembar kosong di buku gambar yang tadi ia pungut.

"yey... selesai! Ini lihatlah..."pekik namja cilik manis itu seraya menyodorkan buku gambar kepada namja cilik didepannya. Namja cilik berkulit tan itu menerima gambar yang disodorkan namja cilik tadi. Raut mukanya menjadi bingung, kedua alisnya saling bertautan.

"hey,, apa yang kau gambar ini kambing?"tanya namja cilik berkulit tan itu dengan polosnya.

"oeh? Ani.. itu bukan kambing, tapi itu rusa"bantah namja cilik manis tadi menggelengkan kepalanya

"emm.. tapi dilihat dari manapun juga ini lebih mirip kambing dari pada rusa. Apa kau benar-benar bisa menggambar?"tanya namja cilik berkulit tan itu ragu.

"Aehh,,baiklah, baiklah.. aku memang tidak bisa menggambar, mian..."ucap namja cilik manis itu sambil mengerucutkan bibirnya.

Manis.. Namun, tiba-tiba namja cilik berkulit tan itu tersenyum dan hampir tertawa, membuat namja cilik di depannya menautkan alis.

"kau kenapa? Apa kau menertawakanku karena gambarku jelek, oeh?"tanya namja manis itu sedikit sebal

"ani,, hanya saja gambarmu ini lucu.. apa yang kau gambar disini adalah kantong?"tanya namja cilik berkulit tan itu sambil menunjuk bagian yang seperti 'kantong doraemon'.

"ne,, majja-yo, itu kantong untuk menaruh rumput..hehe"jawab namja cilik manis itu polos, yang membuat namja cilik berkulit tan dihadapannya semakin terkikik dan tertawa terbahak-bahak.

"yak,,, wae-yo, jangan menertawakanku..!"ujar namja cilik manis itu kesal sambil mensedekapkan tangannya dan tak lupa mempoutkan bibir manisnya.

"hahaha,,, kau ini lucu sekali, masa rusa punya kantong? Hahaha, rusa berkantong."

Namun bukannya marah, namja kecil nan manis itu malah ikut tertawa terbahak-bahak.

"syukurlah kau bisa tertawa. Oh iya, namaku luhan, Xi luhan, namamu?." Tanya namja cilik yang bernama luhan itu sembari mengulurkan tangan.

"namaku jong in, Kim jong in"jawab namja cilik berkulit tan yang di ketahui sebagai kim jong in itu membalas jabatan luhan kecil.

Namja di depan jong in itu masih melongo dan tanpa sadar mengerjap-kerjapkan matanya. Jong in mencoba menyadarkannya dengan melambai-lambaikan tangan kanannya kedepan mata namja itu.

"noe, gwenchana-yo? kau sudah ingat kepadaku, xi luhan?" tanya jong in menatap dalam kedua manik namja bernama luhan didepannya.

Luhan tersadar dari alam memorinya dan tidak sengaja matanya bertemu dengan manik yang teduh sekaligus indah itu. 'benarkah ini dia?'

"j-jadi, k-kau... anak yang pernah menangis karena di ganggu oleh tiga anak lelaki itu?"tanya luhan tergagap ketika sadar yang kini dihadapannya adalah Kim jong in. Seorang anak yang 17 tahun lalu ia temui di belakang taman kota sedang menangis di ganggu oleh tiga anak nakal yang merupakan tetangga komplek di sekitar rumah luhan. Jong in hanya mengangguk menanggapi pertanyaan retoris dari luhan.

Sejak masing-masing dari mereka tahu akan kenangan masa kecil yang mereka alami bersama, jong in dan luhan menjadi semakin akrab dan keduanya merasakan ketertarikan satu sama lain. Mereka merasakan benih-benih cinta yang berkembang semakin hari semakin dalam. Perasaan mereka menyatu saat jong in menyatakan cintanya kepada luhan tepat saat ulang tahun luhan. Jalinan kasih yang mereka bina semakin kuat. Kujujuran, keterbukaan dan kepercayaan, mereka selalu mengutamakan itu. Jong in adalah tipe namja romantis, berwibawa dan tegas. Sedangkan luhan adalah namja pemalu, ceria, mandiri dan lebih dewasa dari kim jong in. Luhan sama sekali tidak berubah, walaupun jong in sudah menjadi namjachingunya namun luhan bersi keras tetap menjadi office boy di galery jong in. Jong in hanya bisa pasrah menerima keputusan luhan karena dia memang keras kepala. Namun hal inilah yang jong in suka dan semakin mencintai luhan, kemandirian dan kerja keras.


Seol, 15 April 2012

Luhan, namja manis nan imut itu sekarang sedang duduk di bangku taman kota. Dirinya saat ini sedang menjadi objek lukisan pelukis ternama kim jong in yang kini berada tidak jauh didepannya.

"yak, sampai kapan aku harus dalam posisi seperti ini kkamjongie?"keluh luhan yang memang sudah 30 menit yang lalu duduk dengan pose kaki menyilang, kedua tangan menyentuh lutut, berpura-pura tersenyum ceria menatap langit yang biru.

"bersabarlah sebentar lagi chagi,ini hampir selesai.."jawab jong in sembari menyunggingkan senyum manisnya. Luhan hanya bisa mendesah pasrah menuruti kekasihnya itu.

Setelah beberapa menit, akhirnya jong in menghampiri luhan dengan membawa hasil karyanya. Luhan yang sedari tadi menatap langit tidak sadar jika kekasihnya itu sekarang sudah berada disampingnya.

"sampai kapan kau akan terus memandangi langit itu rusa berkantong? Ini lihatlah.."ucapan jong in sontak membuat luhan mengedarkan pandangan kesamping.

"oeh?kenapa kau tidak bilang kalau sudah selesai?!"gerutu luhan sembari mengerucutkan bibirnya. Jong in hanya terkikik geli melihat tingkah imut kekasihnya itu.

"kau yang terlalu fokus menatap langit,, atau jangan-jangan kau diam-diam melamun ya chagi?"goda Jong in.

"yak.. itu karena kau terlalu lama, menyebalkan". Luhan masih saja menggerutu, begitulah sikapnya tidak mau kalah dan keras kepala. Jong in hanya tersenyum tipis menaggapi tingkah kekasihnya itu.

"lihatlah..."jong in menyodorkan hasil lukisannya kepada luhan.

Luhan yang memang dari tadi penasaran akan hasil karya jong in segera mengambil alih kanvas yang tadi di genggam jong in. Betapa terpesonanya ia melihat lukisan jong in seakan itu adalah cerminan dirinya diatas kanvas.

Setiap guratan yang terlukis diatas kanvas itu benar-benar sempurna. 'tampan sekali' batinnya.

"bagaimana? Lebih tampan dari aslinya bukan?"kata-kata jong in menginterupsi kekagumannya dan ia baru sadar jika kata-kata jong in tadi seakan mendeklarasikan bahwa secara real dia tidak lebih tampan dari lukisan yang masih berada di tangannya.

"jadi menurutmu aku tidak lebih tampan dari lukisanmu begitu?"tanya luhan menajamkan matanya kesal.

"a-ani, sudahlah.. apakah kau menyukainya?"tanya jong in mengalihkan pembicaraan. Bisa gawat jika kekasihnya itu merajuk, cerewet sekali.

"hmm,,, joha.. ini sangat tampan sekali kkamjongie...". Ucap luhan ceria dengan senyum yang mengembang di wajahnya, sangat berbeda 180 derajat dengan raut mukanya yang tadi.

'Moodnya mudah sekali berubah' ujar jong in dalam hati.

"benarkan? Bahkan kau mengakui sendiri jika lukisan itu lebih tampan dibandingkan dengan dirimu chagi-ya. Hahaha.."jong in tertawa lepas yang disambut dengan deathglare dari kekasih disampinnya.

"yak... Kim jong in!" rajuk luhan yang akan menghujani jitakan ke kepala jong in, namun jong in berhasil melarikan diri berlari dengan tawa yang semakin menjadi.

"Kim jong in kemari kau!" teriak luhan dan tak khayal adegan saling mengejarpun terjadi diiringi dengan gelak tawa riang keduannya.

Begitulah yang mereka jalani selama satu tahun menjalin kasih. Taman ini adalah tempat yang menjadi favorit mereka sekaligus saksi bisu ketika pertama kali mereka bertemu. Selama hampir satu tahun lebih kegembiraan dan kebahagiaan mengisi hari-hari mereka, entah itu di galeri, saat hangout, berlibur, shopping dan yang lain. Walaupun mereka sering memperdebatkan hal-hal sepele namun, justru itu yang membuat hubungan mereka semakin berwarna.


Seoul, 18 Februari 2013

Selama satu bulan terakhir ini luhan merasakan ada perubahan pada namjachingunya, kim jong in. Ia merasa jong in seolah menghindari dirinya. Perasaan luhan bukan tanpa alasan, pasalnya kini jong in mulai selalu melanggar janjinya untuk bertemu, membatalkan janji tanpa sebab dan menolak untuk berkencan dengan alasan sibuk. Setiap luhan ingin menemuinya diruang kerja atau dirumah, semua orang mengatakan jika jong in sedang sibuk dan tidak ingin di ganggu. Begitu pula setiap kali ia menelfon atau mengiriminya pesan hanya jawaban singkat dan datar yang ia terima. 'ada apa denganmu jong in-ah?' 'apa aku berbuat salah padamu?' 'mengapa kau menghindariku?' pertanyaan-pertanyaan itu terus melayang di pikiran luhan. Namja manis ini hampir kehabisan akal untuk menemui jong in dan menanyakan semua keanehan sikap jong in selama ini kepadanya. Sempat terlintas dipikirannya 'apakah jong in mencintai orang lain?' namun pikiran negatif itu segera ia tepis.'pabbo kau luhan, tidak mungkin jong in seperti itu!' ani-ya, dia hanya sibuk!' batinnya terus bertarung dengan kemungkinan-kemungkinan yang tidak diharapkannya.

Taman kota, 6 april 2013

Kini luhan sedang terduduk lesu di bangku taman kota yang menjadi tempat ia dan jong in menghabiskan waktu bahagia mereka. Ia menatap kosong wallpaper handphone yang terpampang fotonya dengan namja yang selama ini mengisi hari-hari suramnya dengan kebahagiaan, namja yang sangat ia cintai. Namja yang mengisi kekosongan hatinya selama ini.

"wae-yo jong in-ah? Kenapa kau menghindariku?" gumamnya menatap nanar sosok wallpaper itu. Bulir air mata tanpa sadar lolos dari kedua pelupuk matanya.

"apa aku telah berbuat salah padamu? Atau mungkin ada orang lain yang kau cintai?" isaknya.

"jawab aku jong in-ah..aku mencemaskanmu..pabbo!" luhan mulai berteriak tidak karuan. Penampilannya kini sungguh menyedihkan, dengan mata yang sembab, rambut yang acak-acakan dan kantung mata seperti mata seekor panda. Begitu menyedihkan.. bagaiamana tidak mengingat orang yang ia cintai hampir 3 bulan ini menjauhinya tanpa sebab, mendadak tidak bisa di temui baik di galery, dirumah atau dimanapun. Berkali-kali di telfon atau dikirimi pesan tidak satupun jawaban yang ia terima. Tak khayal jika luhan sekarang hampir gila, frustasi dan tidak bisa tidur memikirkan alasan mengapa namja yang ia cintai bersikap seperti ini kepadanya.


"ne, sajangnim.. galeri dalam kondisi baik-baik saja, walaupun omset kita mulai tidak stabil. Para kolektor menanyakan tentang karya baru anda" ujar namja paruh baya yang di ketahui sebagai manager byun ketika ia menerima telfon dari seseorang.

"..."

"ah ne, jadi anda akan kembali dari jerman lusa ini?"

"..."

"ne..ne, arraso Kim sajangnim, saya akan persiapkan semuanya. Ne, anyeong"manager byun mengakhiri perbincangannya di telfon dengan ramah.

'jerman? Apa jong in selama ini di jerman?' batin luhan ketika tidak sengaja mendengar percakapan manager byun dengan seseorang di telfon tadi yang ia rasa sebagai kim jong in, kekasihnya. Segera ia masuk kedalam ruangan manager byun karena memang ia di panggil oleh lelaki ini, sekaligus ingin menanyakan sesuatu.

"jweosonghae-yo, apakah manager memanggil saya?" tanya luhan yang masih berdiri.

"ah, ne luhan-ah, tolong kau cek lukisan yang di pesan oleh kolektor bernama tuan Nam Il Hoon dan jangan lupa kau salin berkas-berkas yang kemarin aku tugaskan kepadamu". Tukas manager byun yang masih tidak melepaskan pandangannya dari setumpukan kertas di depannya.

"ah, ne manager".jawab luhan. "emm,, manager, a-apakah t-tuan kim jong in sedang berada di jerman?"tanya luhan sedikit ragu

"oeh, ne.. majja-yo. Kenapa kau tanyakan ini, bukankah seharusnya kau sudah tahu?"tanya manager byun menautkan alisnya heran. 'Pasalnya luhan adalah namjachingu dari tuannya itu, pasti ia sudah tahu' pikir manager byun

"a-aniyo,, aku tidak tahu". Jawab luhan lemah sambil menundukkan kepalanya.

Merasa air matanya akan jatuh luhan segera berpamitan untuk pergi dari ruangan manager byun, menyisakan manager byun yang terdiam dengan wajah keheranan melihat sikap luhan.

'jadi ini alasanmu tidak muncul di galeri selama 3 bulan ini? tapi kenapa, kenapa kau tidak memberitahuku jika kau ke jerman? Apa kau ke jerman untuk menghindariku? kim jong in, jangan membuatku bodoh dengan pertanyaan-pertanyaan ini' batin luhan yang kini sedang berderai air mata di dalam kamar mandi.

.

.

On the other side

3 bulan yang lalu...

Sosok yang kini duduk di depan kanvas tengah berusaha keras untuk menyelesaikan lukisan yang tak kunjung sempurna itu. Ia mulai menghentikan aktivitasnya, keheningan mendominasi sejenak sebelum ia memporak-porandakan segala sesuatu yang berada di ruangan itu. Amarahnya memuncak, dia robek kanvas yang baru ia lukis dengan brutal, ia lempar berbagai macam cat, kuas, kursi, vas dan berbagai macam barang ke segala arah. Kini tempat itu seperti kapal yang baru saja di hantam badai. Kacau, pecahan frame, robekan kanvas dan tumpahan cat mengisi bagian dari ruangan itu. Sosok yang menjadi tersangka atas kekacauan itu sekarang terduduk lunglai dan menangis dalam diam.

"arrggghh...!"ia berteriak frustasi sebelum air mata mengalir dari kedua pelupuk matanya dan hanya isakan kuat yang bergema dalam ruangan itu.

Kedua matanya samar-samar menangkap lukisan dengan wajah namja manis yang tak luput dari amukannya tadi. Masih dalam isakan ia mengusap lukisan itu, tersirat kepedihan yang sangat mendalam. Ia menatap lekat sosok diatas kanvas itu, ia biarkan air mata menetes diatasnya.

"mianhae.. mianhae luhanie, aku ingin kau ..a-aku sangat mencintaimu, tapi... aku tak sanggup jika suatu saat nanti aku tidak bisa melihatmu lagi, aku tak sanggup mendengar tangisanmu untukku". Sosok itu semakin erat memeluk lukisan yang kini di dekapannya. Sungai air mata tak henti-hentinya mengalir dari hulu matanya.

"mianhae..aku harus membiasakan diri untuk kehilanganmu mulai dari sekarang". Gumam sosok itu lirih, ia tak kuasa menahan sedih dan kesakitan yang menyerang kepalanya. Kemudian tidak lama setelah itu pandangannya mulai kabur. Seketika ia terkulai sembari memegangi lukisan yang bergambarkan wajah orang yang sangat ia cintai selama ini.

.

.

.

TBC...

Fyuh.. finally ini di jadikan 2 part (lap kringet..), cerita awalnya oneshoot tapi terlalu panjang.. hehe..

part 2 segera di publish jika teman-teman berkenan meninggalkan review... terutama untuk kamu yang mengaku luhan shipper... hahaha *smirk (maksa)..

oke, thanKYU...

Sarange yeorobunn..

Annyeong...