KAILU FIC by Yasaenghwa

YAOI, Boyslove, crack pair, Typo(es), Twoshoot

Disclaimer:

this fic is mine,

Terimakasih untuk tidak plagiat, Bash dan flame..

.

.

.

Happy Reading And enjoy..

.

.

Previous Chapter:

"mianhae.. mianhae luhanie, aku ingin kau ..a-aku sangat mencintaimu, tapi... aku tak sanggup jika suatu saat nanti aku tidak bisa melihatmu lagi, aku tak sanggup mendengar tangisanmu untukku". Sosok itu semakin erat memeluk lukisan yang kini di dekapannya. Sungai air mata tak henti-hentinya mengalir dari hulu matanya.

"mianhae..aku harus membiasakan diri untuk kehilanganmu mulai dari sekarang". Gumam sosok itu lirih, ia tak kuasa menahan sedih dan kesakitan yang menyerang kepalanya. Kemudian tidak lama setelah itu pandangannya mulai kabur. Seketika ia terkulai sembari memegangi lukisan yang bergambarkan wajah orang yang sangat ia cintai selama ini.


SWEET SORROW

Chapter 2

9 april 2013 at international seoul airplane..

Hari ini jong in dikabarkan akan pulang dari jerman. Luhan tidak membuang kesempatan untuk menemui jong in, ia sudah tidak tahan dengan sikap jong in selama ini. luhan ingin mendengar penjelasan secara langsung dari jong in mengenai sikap yang mencoba menghindari dirinya tanpa alasan. Tanpa di ketahui oleh jong in, luhan telah mengintai kedatangannya semenjak keluar dari bandara.

Luhan sebenarnya sangat merindukan sosok yang masih menjadi kekasihnya itu, ingin sekali ia menghampiri dan memeluknya ketika ia menangkap sosok kekasihnya keluar dari pintu bandara dan disambut oleh manager byun. Namun ia urungkan niat itu, mengingat perubahan sikap jong in selama ini. ia takut jong in akan menghindar lagi, maka ia putuskan untuk mengikuti jong in dan menumpahkan segala pertanyaan yang menjadi tanda tanya besar dipikirannya ketika ia berhasil berbicara 4 mata dengan jong in.

'Bukan sekarang' pikirnya.

Akhirnya dengan susah payah ia bisa menemui jong in di ruangan favorit jong in ketika ia sedang melukis. Luhan memberanikan diri membuka knop pintu dengan pelan dan hati-hati. Terlihat di depan sana sosok yang selama ini ia sangat rindukan, sedang terduduk membelakanginya. Pelan-pelan luhan melangkah masuk dan mencoba untuk menahan emosi yang seolah menjadi bom waktu dalam dirinya.

"j-jong in-ah..."panggilan itu akhirnya lolos dari bibir mungil luhan dan sontak membuat jong in berbalik menengokkan kepalanya.

Kadua belah manik matanya menatap luhan lekat-lekat, jantungnya memburu cepat. Hatinya menahan untuk gembira melihat sosok yang selama ini ia rindukan. Begitu pula dengan luhan, ia sangat ingin mengatakan jika ia sangat merindukan sosok di depannya dan memeluk erat dirinya, namun ia tepis mengingat tujuannya menemui jong in untuk meminta menjelasan.

"jong in-ah, bisa kau jelaskan sikap anehmu selama ini kepadaku? Apa kau mencoba menghindariku kkamjongie?"pertanyaan luhan tepat menusuk di dada jong in.

Ia tahu suatu saat luhan pasti akan menanyakan hal ini, namun ia hanya tersenyum tipis, lebih tepatnya menyeringai menanggapi pertanyaan luhan. Tidak satu katapun lolos dari bibirnya.

"jawab aku jong in-ah, mengapa kau seperti ini? apa aku sudah berbuat salah kepadamu? Katakan kim jong in!" pekik luhan yang sudah tidak bisa membendung emosinya, bulir air mata mulai membuat anak sungai pada kedua matanya. Kedua manik jong in masih menatap sayu namja di depannya yang kini tengah terisak. Sakit, pedih dan perih itulah yang saat ini hati kim jong in rasakan namun apa boleh buat.

"kita akhiri saja sampai disini. Aku tidak ingin melihatmu lagi" itulah kata-kata yang lolos dari mulut manis jong in. Ia membalikkan badannya berhadapan dengan kanvas mencoba menutupi segala rasa bersalah sekaligus menyesalnya mengucapkan itu. Luhan hanya bisa berdiri mematung mencerna kata-kata yang dilontarkan oleh jong in menganggap seolah semuanya hanyalah mimpi buruk dalam tidur siangnya.

"wae-yo? Kenapa harus berakhir seperti ini? beri alasan kepadaku kenapa kita harus berakhir jong in-ah?! Apa salahku? Atau kau mencintai orang lain?" tanya luhan dengan susah payah menekan segala perih, sakit yang mendera hatinya selama ini.

"aku hanya tak ingin melihatmu lagi". Jawab jong in dengan nada sedatar mungkin untuk menyembunyikan isakannya.

"pergilah..."perintah jong in sebelum luhan mengeluarkan kata-kata untuk menyangkalnya.

"mwo?!ani.. sebelum kau..."

"pergi ku bilang! Pergilah xi luhan!"bentak jong in dengan mengerikan.

Lluhan langsung membelalakkan matanya tak percaya jika orang yang didepannya itu adalah kekasih yang selama ini ia kenal.'jong in tidak pernah seperti ini. apa itu kau kim jong in?' batinnya. Namun akhirnya luhan menyarah.

" Ne arrasso, jika itu yang kau mau. Kita akan berakhir sampai disini". Ujar luhan lemah sambil membalikkan tubuhnya pergi, meninggalkan jong in yang kini meneteskan air mata. Bukan ini yang dia mau.

Akhirnya pertemuan luhan dengan orang yang selama ini ia rindukan berakhir dengan perih yang mengiris hatinya.

Semenjak saat hubungannya dengan jong in berakhir luhan masih tidak melihat jong in di galeri. 'Apakah karena jong in tidak ingin melihatku? Sebenarnya apa salahku? Seakan dia sangat membenciku?' pikir luhan disela-sela lamunannya. Sampai pada suatu ketika dia mendapati fakta yang meremukkan hatinya, perasaannya seolah di permainkan oleh takdir, akalnya tak mampu lagi mencerna realita yang ada. Sebuah kabar yang diterimanya dari hunsoo adik kandung jong in meruntuhkan tembok ketegaran hatinya. Sangat memilukan.


Terdengar seseorang mengetuk pintu kamar yang selama ini di tempati kim jong in. Pelan-pelan sosok itu melangkahkan kakinya kedalam ruangan yang di penuhi oleh kanvas dan lukisan-lukisan dengan bentuk yang aneh, seperti gambar dirinya namun tak sempurna.

"hun soo-ya, kau kah itu?"tanya jong in memalingkan pandangannya dari kanvas di depannya celingukan karena mendengar seseorang masuk ke kamarnya tanpa permisi. Sosok yang kini sudah berada di dalam kamar dengan nampan berisi makanan itu perlahan mendekati jong in. Sosoknya sekarang tepat di depan kim jong in.

"hun soo-ya, kau membawa makanan untukku?sudah aku bilang aku akan turun sendiri"tanya jong in menatap sosok didepannya.

Sosok yang ada tepat didepannya masih tidak menjawab dan hanya memilih diam. Diam karena berusaha menahan tangis, menahan agar air matanya tidak jatuh mengalir lagi. Sosok itu kemudian meletakkan nampan makanannya diatas meja nakas kamar jong in. Setelah itu ia berlutut mensejajarkan tubuhnya dengan jong in yang masih terduduk. Ia pandangi setiap jengkal wajah jong in. Merasa pertanyaannya tidak di tanggapi akhirnya jong in merasa aneh.

"hun soo-ya kenapa kau tidak menjawabku? Apa kau bukan hun soo?"tanya jong in kebingungan.

Sosok itu mulai mengulurkan tangannya, mengusap perlahan pipi kanan jong in. Dia sekuat tenaga menahan isakan dengan menutup mulutnya dengan tangan yang lain, air mata tak khayal sudah menjadi anak sungai di kedua matanya. Jong in, yang merasa pipinya disentuh dengan lembut tersentak mendapatkan perlakuan itu. Ia menggenggam tangan yang kini menyentuh pipinya. Jong in semakin tersentak tatkala tangan yang ia genggam itu seperti tangan yang selama ini ia genggam, begitu lembut, halus, ramping dan hangat. Ia langsung membulatkan matanya dan menepis tangan itu jauh dari wajahnya.

"ani.. kau,,tidak mungkin kau..."ucapan jong in terhenti, tingkahnya gugup dan panik.

"jong in-ah..."akhirnya suara itupun terdengar, bergetar karena tangis sudah tidak bia terbendung membuat jong in semakin panik. Ia mulai menggeragapi sekitarnya mencari sesuatu, namun sosok itu memeluknya erat. Sangat erat, sehingga menghentikan aktivitas kepanikan jong in.

"jangan tinggalkan aku jong in-ah... nan noemu saranghae, aku merindukanmu"ucap sosok yang semakin mengeratkan pelukannya, melampiaskan kerinduannya selama ini.

"xi luhan, lepaskan... aku..." ucap jong in mencoba melepaskan pelukan erat sosok yang ternyata adalah luhan

"cukup jong in-ah,,, aku akan selalu mendampingimu apapun kondisimu". Ujar luhan yang menenggelamkan wajahnya di dada bidang jong in.

"t-tapi aku..."ucapan jong in segera dipotong oleh ucapan luhan.

"buta maksudmu? Aku tidak peduli, selama kau berada di sampingku dan mencintaiku aku akan baik-baik saja. Kau berfikir aku akan meninggalkanmu, oeh? Pabbo!"ujar luhan dengan sedikit nada kesal. Ia melepaskan pelukannya dari jong in, menatap lekat wajah jong in.

"semua akan baik-baik saja jong in-ah"ujar luhan menangkupkan tangannya pada wajah jong in memberi ketenangan.

"ani, aku bahkan tidak bisa lagi melihat wajahmu, aku tidak bisa melukis wajahmu lagi, aku juga tidak dapat melukis seperti dulu. Aku yang sekarang hanya menjadi benalu dan tidak berguna. Semua terasa berat luhan-ah, aku harus kehilangan penglihatanku, tidak bisa melukis, karyaku, karirku dan dirimu"ujar jong in lemah tidak mampu menahan kepedihannya.

"pabbo, kau tidak memikirkan perasaanku oeh? Kau egois sekali. Sudah ku bilang aku akan selalu disampingmu, aku tidak akan pergi meninggalkanmu"ujar luhan menahan isakannya keluar lagi. Kedua tangannya menggenggam tangan jong in dan meletakkan sedua tangan jong in pada kedua pipinya.

"sampai kapan? Aku tidak bisa diandalkan. Bahkan untuk melindungi diri sendiri saja aku tidak mampu. Aku mau kau bahagia luhan-ah. Aku tidak mau kau meratapi nasibku"

"kau mau aku bahagia bukan? Kebahagiaanku adalah selalu bersamamu. Jadi jangan berusaha untuk menghindariku lagi kim jong in, arra?"ucap luhan sambil memeluk erat jong in seolah tidak ingin melepaskannya.

"luhan-ah.."gumam jong in sembari membalas pelukan hangat luhan dan tidak sadar air matanya mulai mengalir dengan derasnya.

Tragis memang seorang pelukis terkenal harus buta dan otomatis ia tidak bisa lagi menyalurkan kecintaannya untuk tetap melukis selamanya. Melukis bagi jong in adalah hidupnya, maka tak khayal jika diagnosa 3 bulan yang lalu berhasil menghancurkan hidup dan perasaannya menjadi serpihan-serpihan tak berbentuk. Iya, jong in terdiagnosa mengidap kelainan pada retinanya yang membuat dia buta permanen. Kelainan ini diturunkan dari kakek jong in yang meninggal dengan penyakit yang sama. Ia berusaha untuk mencari pengobatan sampai melakukan operasi ke jerman, namun nihil. Hasilnya tetap saja ia menjadi buta untuk selamanya. Di usianya yang masih terbilang muda dia harus mengubur mimpi masa kecilnya menjadi pelukis yang dapat memamerkan karyanya menglilingi dunia. Ia bahkan tidak bisa lagi melihat orang-orang yang ia cintai. Dunia dimana selama 24 tahun ia lihat kini berubah seketika menjadi gelap. Ia merasa sebagai orang yang tidak berguna.


Luhan membuktikan kata-katanya dengan selalu berada di dekat jong in. Ia selalu berpura-pura tidak terjadi apa-apa dengan jong in. Luhan akan membawa jong in ke taman kota tempat favorit mereka, meminta ia melukis dirinya, menonton film, mengelilingi galeri dan melakukan kegiatan normal yang selama ini ia sering lakukan dengan jong in sebelum kebutaan itu menghampirinya. Sikap luhan yang menganggap semua baik-baik saja, dan seolah-olah menampik kenyataan jika jong in tidak bisa melihat justru membuat jong in semakin merasa terpuruk dan bersalah. Tidak bisa di elakkan lagi keadaannya kini tidak sama dengan kondisinya dulu yang sempurna. Dalam melakukan kegiatan dia begitu payah, apalagi melukis. Ia tidak tahan dengan kebohongan yang di tunjukkan luhan yang selalu mengatakan baik-baik saja meskipun sebenarnya jauh di dalam hati ia sangat terluka.

"kkamjong-ah.. apa kau sudah selesai melukisku" teriak luhan yang dari tadi berpose menatap langit kepada jong in yang terduduk di depan kanvas.

Jong in hanya terdiam, menundukkan kepala membiarkan kanvas itu kosong. Tidak seperti biasanya, biasanya jong in akan menggambar asal sesuai dengan permintaan luhan dan seperti biasanya pula luhan akan memuji hasil lukisannya yang bahkan jong in sendiri tidak bisa melihat apa yang ia lukis.

"wae-yo?"luhan mendekati jong in dan mengernyitkan alisnya ketika tidak ada satupun goresan kuas pada kanvas di depan jong in. "kau tidak melukisku?"tanya luhan dengan nada polos.

"cukup luhan-ah, aku tidak mau berpura-pura lagi. Aku tidak bisa melukismu lagi luhan.. kau lupa, aku ini buta!"teriak jong in histeris karena sudah muak dengan sandiwara yang luhan buat. Dan sialnya dia sempat ikut terpengaruh didalamnya.

"aku tidak lupa jika kau buta. Lalu kenapa jika buta? Apa orang buta tidak boleh melukis?"tanya luhan datar.

"percuma saja, apa yang harus aku lukis.. oeh? Aku muak dengan sandiwaramu yang menganggap semuanya baik-baik saja. Kau tahu itu sangat membuatku terluka". Ujar jong in meluapkan emosinya.

"Aku memang harus bersandiwara jong in-ah, karena dengan cara seperti itu aku bisa menjadi baik-baik saja kim jong in. Kau mau aku terus meratapi nasibmu dengan berlinang air mata setiap hari oeh?! Apa kau akan menyerah pada mimpimu?"bentak luhan yang mulai tersulut emosi.

"iya, aku sudah menyerah dari awal. Sekeras apapun aku perpura-pura justru semakin menyadarkanku jika aku ini buta. Berhentilah untuk menganggap semua ini baik-baik saja! Jika dengan kondisiku seperti ini membuatmu menangis setiap hari, maka kau boleh pergi meninggalkanku xi luhan" ucap jong in dengan penuh kepiluan.

"yak, kim jong in.. sejak kapan kau menjadi lemah seperti ini, oeh? Dimana kim jong in yang ambisius dengan ingin selalu melukis dan tidak akan pernah menyerah pada mimpinya?!"bentak luhan

"sudahlah, kau tidak mengerti apa yang aku rasakan. Aku benci dengan hidupku ini xi luhan, aku sangat tidak berguna. Ini terlalu menyakitkan dan memuakkan! Apa kau tahu itu, oeh?! mengapa tuhan menimpakan kebutaan ini kepadaku!"umpat jong in dengan amarah memuncak.

"jong in-ah,, asal kau tahu, sakit yang aku rasakan melebihi dari apa yang kau rasakan sekarang. Apa kau bisa membayangkan perjuangan anak berumur 14 tahun merawat ibunya yang gila karena suaminya pergi meninggalkannya dengan perempuan lain dan meninggalkan hutang yang tak terhitung jumlahnya? Kau pernah membayangkan betapa kau ingin sekali mengakhiri hidupmu ketika kau harus menanggung semua cobaan hidup?! Kau harus merasakan ketakutan ketika para rentenir mengusirmu dengan ibumu yang gila dan kau tidak punya tempat tinggal? Apa kau pernah merasakan kehidupan senista itu? Mengemis sehingga bisa mengganjal perutmu yang lapar?" amarah luhan memuncak melontarkan apa yang menjadi masalalu kelamnya selama ini. Deg... jong in membatu mendengar ucapan luhan..'betapa tegarnya kau xi luhan' ujar jong in dalam hati.

"jong in-ah, seharusnya kau bisa bersyukur selama ini setidaknya kau diberi kehidupan yang layak. Tuhan hanya mengambil sedikit nikmat yang selama ini kau rasakan. Aku hanya bisa berpura-pura, namun dengan kepura-puraan dan menganggap semua baik-baik saja itulah yang membuatku bisa melewati semuanya. Aku percaya kebahagiaan akan datang dan itu terbukti ketika aku bertemu denganmu". Ucap luhan dengan suara mulai melembut dan tanpa sadar air mata mulai membasahi pipinya.

Jong in hanya bisa menunduk dan berujar pelan.

"mianhae... tapi aku tidak setegar kau, aku sudah menyerah... a-aku..."luhan segera menginterupsi kata-kata jong in.

"baiklah jika itu yang kau mau, tetaplah dalam pendirianmu dan aku muak melihat keterpurukkanmu kim jong in... jika kau menginginkan aku untuk tidak berpura-pura maka aku akan pergi dari hadapanmu karena aku tidak ingin menangis sepanjang hari di dekatmu!"ucap luhan penuh emosi dan pergi meninggalkan jong in dengan hati tersayat sembilu.

Jong in yang tertegun dengan tatapan kosong di bangku taman mulai menemukan akal sehatnya kembali. Hatinya berontak agar luhan tetap disampingnya, karena hanya luhanlah hidupnya sekarang. Ia yang membuat dirinya bertahan dan ia tidak ingin kehilangannya. Maka tanpa pikir panjang lagi jong in menggeragapi sekelilingnya untuk mencari tongkat tuntunannya, kemudian bergegas mencari luhan.


Seoul, 24 september 2013

At 07.00 am KST

Kamar itu tampak tidak terurus, terlihat sesosok namja manis yang tertegun dengan tatapan kosong diatas ranjangnya. Kepalanya ia sandarkan ke kepala ranjang dengan matanya yang memandang langit-langit atas kamarnya. Kemudian dengan tiba-tiba sosok lain muncul dari balik pintu.

"morning, rusa berkantong..." sapa seseorang yang memunculkan kepala dan senyum manisnya dari balik pintu. Sosok itu terlihat seperti kim jong in. Ia masuk kedalam kamar luhan dan mendekat keranjang luhan. Ia mendapati namja manis itu sangat berantakan dengan mata masih menatap kosong langit-langit kamarnya.

"ckckck... yak chagi, kau masih belum memaafkanku?"tanya jong in yang kini sudah duduk disamping luhan dengan senyum tersungging di bibirnya. Namun tetap saja, luhan hanya diam, seakan tuli, tidak sekalipun ia menengokkan pandangannya kepada jong in.

"ayolah, kau jangan seperti ini. aku mengaku salah sudah membuatmu marah waktu itu. Mianhae.. hannie..". bujuk jong in dengan puppy eyesnya. Tanpa mengindahkan jong in luhan beranjak dari tempat tidur, menyambar kardigannya dan keluar dari kamar. Entah ia akan pergi kemana. Jong in tersenyum dan mengikutinya dari belakang.

.

.

Taman kota, 24 september 2013

At 09.00 am KST

Sudah hampir 5 jam luhan termenung dengan tetap menampakkan wajah seperti mayat hidup, tatapannya kosong, matanya sembab, terdapat kantung mata dengan rambut yang tak terurus. Jong in tetap setia mengikuti kemanapun luhan pergi untuk meminta maaf. Sudah 5 bulan yang lalu semenjak pertengkarannya dengan luhan di taman ini, sejak saat luhan marah dan memutuskan untuk meninggalkan jong in.

"yak, chagi... hari ini aku akan melukismu. Jadi kau harus tersenyum,ne?" ujar jong in riang yang kini sudah terduduk di depan kanvas dan melukis luhan sebagai objeknya. Luhan tidak membalas apapun. Diam.. diam dan selalu diam. Setelah beberapa saat jong in selesai melukis dan menghampiri tempat luhan duduk.

"hey rusa, lihatlah... bukankah kau sangat manis ketika tersenyum?" ujar jong in sembari memberikan lukisannya kepada luhan. Luhan tidak merespon, tatapannya tetap fokus kedepan. Akhirnya jong in meraih tangan luhan dan menaruh lukisan itu di paha luhan. Jong in menatap lekat wajah luhan dan senyum dari bibirnya muncul kembali. Luhan memejamkan matanya sejenak sebelum ia beranjak pergi dari taman itu dan tidak mengindahkan jong in yang berteriak memanggil namanya.

.

.

Luhan's room, 24 september 2013

At 19.00 pm KST

Luhan masih membaringkan tubuh mungilnya diatas ranjang tempat tidur, tatapannya masih sama selama 5 bulan terakhir ini. Hening, hanya suara jam dikamarnya saja yang mendominasi. Tatapan dengan mata itu menyiratkan jika ia-sudah-lelah. Jong in yang entah darimana, kini sudah berada disamping luhan. Dia merebahkan dirinya disamping luhan, posisinya miring menghadap luhan dengan tangan kiri menopang kepalanya. Ia tatap lekat setiap guratan sempurna diwajah luhan sambil bergumam.

"bahkan dalam keadaan berantakanpun kau masih terlihat cantik. Apakah kau tidak lelah seperti ini terus?"gumamnya.

"mianhae,, maaf karena telah membuatmu seperti ini xi luhan. Jongmal mianhae"ujar jong in dengan penuh penyesalan. Seketika luhan menengokkan pandangannya ke arah jong in yang berada disampingnya.

"jong in-ah..."ucapnya lirih. Jong in hanya tersenyum mendengar kata pertama yang di ucapkan luhan setelah 5 bulan ini ia terdiam membisu.

"akhirnya kau tidak mengacuhkanku"ucap jong in sambil tersenyum manis.

"jong in-ah, kau... kau sudah tidak buta?" tanya luhan kaget ketika melihat respon jong in yang tidak tampak seperti orang buta. Luhan bangun dari tidurnya dan terduduk dengan badan masih tetap condong kearah jong in. Jong in mengikuti luhan dengan duduk di sampingnya.

"ani, aku sudah tidak buta.. aku bisa melihatmu sekarang. See?"ungkap jong in tersenyum.

"jong in-ah... mianhae, aku merindukanmu jong in-ah. Jangan tinggalkan aku sendiri" ujar luhan terisak dan memeluk erat jong in.

"aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Kita akan selalu bersama dear". Ucap jong in begitu menenangkan dengan membalas pelukan hangat luhan dan mengecup keningnya. Luhan menatap bahagia kedalam mata jong in yang memantulkan cermin dirinya dan tidak lama bibir mereka saling menyatu menyalurkan kerinduan yang selama ini terpenjara dalam hati mereka masing-masing.

"jangan pernah meninggalkanku kim jong in".bisik luhan setelah tautan bibir mereka terlepas.

"ne, mulai sekarang kita tidak akan pernah terpisahkan.. yagsok". Ujar jong in dengan lembut dan senyuman selalu terpatri di wajah teduhnya. Ia memberikan kelingkingnya sebagai simbol janji dan luhan membalas tautan itu dengan kelingkingnya. Senyuman manis timbul dari wajah merona luhan.

"kajja, kita harus pergi". Ajak jong in menautkan kelima jemarinya dengan kelima jari luhan dan beranjak berdiri dari posisi duduknya.

"oeh,, pergi? Kemana?"tanya luhan dengan muka polosnya yang sangat manis.

"ketempat dimana kita akan memulai hidup baru bersama" jawab jong in dengan senyuman dan di balas anggukan dan senyuman oleh luhan.

Kemudian jong in dan luhan yang saling bergandengan tangan meninggalkan kamar yang kini telah sunyi dengan angin yang berhembus menerbangkan korden dan sesosok tubuh kaku diatas ranjang. Tubuh mungil yang terbaring dingin dengan urat nadi terpotong oleh pisau karter membuat lantai kamar itu di genangi oleh cairan berwarna merah cerah yang keluar dari luka menganga pada pergelangan tangan namja manis itu. Terlihat kebahagiaan terpancar dari raut muka namja bernama luhan itu, seakan terlepas dari segala penderitaan yang ia tanggung selama ini. Ia seperti pangeran cantik yang sedang tertidur pulas, matanya tertutup dengan kedamaian dan untuk yang terakhir kali bulir air mata jatuh dari kedua pelupuk matanya.


Flashback...

5 bulan lalu 24 april 2013

Luhan yang berjalan cepat sembari berusaha mengusap kasar air matanya, berfikir ulang dengan apa yang ia katakan kepada jong in tadi. Langkahnya perlahan terhenti, tanpa pikir panjang ia berbalik kembali ketempat jong in berada sambil merutuki dirinya sendiri.

"pabbo kau luhan, kenapa kau meninggalkannya sendiri?"rutukinya memukul kepalanya sendiri.

Disisi lain jong in yang berjalan tergopoh-gopoh dengan tongkat yang menjadi matanya sedang mencari keberadaan luhan. Tidak jarang ia menabrak pejalan kaki dan mendapat umpatan serta cacian yang tak di pedulikannya. Dalam benaknya saat ini ialah ia tidak ingin kehilangan xi luhan, orang yang sangat ia cintai.

"luhan-ah... xi luhan!" dia berteriak kesana kemari memanggil nama luhan. Pada waktu yang sama sepasang mata namja manis di seberang sana menangkap sosok yang kebingungan tanpa arah. Dia membelalakkan matanya dan memanggil sosok itu.

"jong in-ah...!"teriak luhan dari seberang jong in. Jong in menajamkan pendengarannya, karena merasa ada suara yang memanggilnya dari arah seberang.

"jong in-ah!" suara itu semakin jelas di telinga jong in. 'xi luhan' batinnya. Jong in berusaha menghampiri suara itu dengan memanggilnya.

"luhan, xi luhan!" jong in dengan terburu-buru menggerakkan tongkatnya untuk menuntun dirinya ke seberang, dimana suara luhan berada. Ia tidak ingin kehilangan luhan hingga naas ia tidak mendengar suara klakson mobil tepat dari arah samping kanannya.

Tiinn...tiinn..cittt...buukk..

"Jong in-ah! Andwe...!" bersamaan dengan teriakan luhan tubuh jong in terpelanting jauh dengan tongkatnya yang remuk akibat lindasan dari ban mobil itu.

Seketika semua mata tertuju pada kejadian memilukan itu. Orang-orang mulai mengerubungi tubuh jong in yang tergeletak tak berdaya. Luhan sekuat tenaga berlari dengan jantung bergemuruh, air matanya tak bisa berhenti mengalir bagaikan hujan yang kini mulai menetes membasahi bumi. Tubuhnya kelu, urat nadinya seakan putus, isakannya semakin hebat melihat kondisi jong in yang kini berada didepannya. Luhan langsung memburu tubuh lunglai jong in yang di banjiri oleh darah dari hidung, mulut dan kepalanya.

"jong in-ah,, irrona...hiks...ani..ani-yo, mianhae jong in-ah..mianhae!"teriak luhan histeris, sangat pilu dengan jong in yang berada di pangkuannya.

Hujan semakin deras mengalir dari atas langit seakan tahu duka mendalam yang dialami oleh sepasang insan manusia ini.

"L-lu-han..s-sa-sarang-hae.." itulah kata-kata terakhir yang diucapkan jong in disela-sela sulitnya ia menarik nafas, udara terakhir yang ia hirup sebelum ia memasuki tidur panjangnya.

"Andwe! Jong in-ah irrona... andwe!"teriak luhan semakin histeris, isakannya semakin tidak terkontrol dengan jong in berada di pelukannya dan terus mengguncang-guncangkan tubuh jong in secara brutal. Sama sekali tak ia pedulikan bajunya yang basah kuyup oleh hujan dan darah kekasihnya itu. Ia hanya berharap semua ini hanyalah mimpi buruk yang selalu menghiasi tidur malamnya. Andai saja ia dapat memutar waktu.

"jong in-ah!Kim jong in!". Teriakan luhan menghantarkan jiwa kim jong in yang terlepas dari raga untuk selamanya.

Flashback off.

.

.

Kim jong in, 24 april 2013.

Begitulah tulisan yang terukir diatas batu nisan itu. Kim jong in telah tiada, kecelakaan itu telah merenggut nyawanya. Ya, selama ini yang selalu menemani luhan hanyalah sesosok bayangan dari jong in. Bayangan itu yang mengikuti kemanapun luhan berada. Luhan menjadi seperti mayat hidup setelah kejadian memilukan itu. Mengingat didepan matanya sendiri orang yang sangat ia cintai meregang nyawa. Selama satu bulan penuh ia menangis sampai ia sulit untuk menangis lagi. Gairah hidupnya lenyap. Bahkan ia tidak pernah sekalipun menegok ibunya yang dirawat dirumah sakit jiwa. Namun kini penderitaannya sudah cukup, ia menemukan kembali kim jong in yang sangat ia rindukan. Kim jong in yang menjadi cintanya.

Xi luhan, 24 September 2013.

Tulisan itu yang kini terpatri diatas batu nisan disamping makam kim jong in. Sebelum ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya, terdapat secarik kertas bertuliskan:

Aku ingin mengakhiri semuanya...

Entah nantinya tempat itu layak atau tidak untukku...

Asalkan aku bisa menggapaimu...

Mungkin ini adalah batas ketegaranku...

Aku hanya lelah...

Aku memang pandai berpura-pura dan bersandiwara...

Namun sayangnya tidak untuk kali ini...

Sudah cukup untukku semua ini...

Jong in-ah, aku akan berbaring disampingmu...

Aku tidak akan membiarkanmu sendiri dalam gelap dibawah sana...

Saranghae kim jong in...

.

.

The End

Hahaha... akhir yang bahagia bukan? *smirk ala evil-Cho

Gimana ceritanya?

okey, terimakasih banyak yang udah review..

yang minta kailu bersatu, itu udah di satuin di SURGA.. hehe..

thanKYU

Saranghae Yeorobuun

Annyeong...!