ABYSMAL
…
Chapter 12
…
Setelah mendengar fakta kalau perjanjian jadian seminggu hanyalah salah satu strategi Akashi, Kuroko rasanya ingin melarikan diri. Rasanya sumpah, gregetan setengah mati. Keinginan terkuatnya sekarang adalah menjedukkan kepala si calon suami.
"Masih marah?"
"…"
"Ayolah, Tetsuya. Lagipula, akhirnya kau mencintaiku juga." Pipi gembil ditusuk oleh jemari telunjuk, "Apa Tetsuya menyesal?"
Menyesal sih tidak. Tapi…
Semua yang Kuroko alami selama kenal dengan Akashi, hampir menjadi pengalaman pertama kali. Pertama jatuh cinta, lalu ciuman yang sekarang telah menjadi tak terhingga, pelukan yang dibagi dari bangun tidur hingga lelap tiba, momen romantis yang entah jadi keberapa, belum lagi adegan nyaris intim yang pernah terjadi diantara mereka.
Itu yang manis.
Lalu pahitnya. Kuroko merasa jantungnya serasa copot saat Akashi dekat dengan selain dirinya. Kemudian berbagai rasa yang tak mampu diterjemah. Tidur yang tak nyenyak. Dan kebimbangan yang hampir menyerang setiap saat.
Kalau jatuh cinta memang sejuta rasanya, Kuroko tetap memilih rasa vanilla milkshake saja.
…
Disclaimer :
Kuroko No Basuke by Fujimaki Tadatoshi
Original Story by Gigi
Warning :
T
AkaKuro
Shounen Ai
Romance&Family
Out of character
Typo
…
Dan efeknya, deklarasi klaiman Kuroko serta keberhasilan pancingan Akashi, membuat pertemuan kedua keluarga, sukses diadakan berkali-kali. Pembahasan tentu saja berkisar agar secepatnya Kuroko menyandang marga Akashi.
"Memang benarkan, perjodohan kita sukses dilakukan,"
"Ah, aku tak sabar melihat Tet-chan di altar pernikahan."
"Tunggu, bukannya kami menikah saat sudah lulus sekolah?"
"Lihat, Tet-chan bahkan tak sabar dengan pernikahannya!"
Demi apa, Kuroko padahal hanya memastikan agar pernikahan bisa ditunda.
"Kaa-san, maksudku-"
"Mau tunggu apalagi? Tidak lihat Sei-kun begitu tampan? Kau tidak takut dia direbut orang?" Ibu Tetsuya mencubit pipi gembil anaknya, "Lagipula kalian sudah tinggal serumah dan sudah melakukan yang ena-ena. Lalu apa susahnya dibikin sah saja?"
Siapa juga yang menyuruh mereka tinggal bersama kalau bukan kedua belah pihak orangtua?
"Sudahlah, kaa-san. Jika Tetsuya belum siap, aku akan menunggu sampai kapanpun juga." Akashi tersenyum tebar pesona saat berbicara dengan calon mertuanya, yang membuat Kuroko rasanya ingin makan kepala merah.
Apa-apaan dengan tampang sok tersakiti dan gentle disaat yang sama?
"Jangan begitu, Sei-kun. Tet-chan harus cepat sadar, betapa mendapatkanmu adalah tanda dia beruntung."
"Justru aku yang lebih beruntung, Kaa-san." Ujar Akashi yang semakin membuat calon mertuanya terpesona.
"Tet-chan, apalagi yang kau tunggu, sayang?"
"Jangan begitu, Tet-chan hanya bimbang. Bagaimanapun, ini bukan langkah yang mudah." Kali ini ibu Akashi ikut bicara.
Memang, semua hampir terlihat membela Kuroko, namun dalam setiap katanya mengandung arti agar dirinya segera menikah saja.
Akashi melirik Kuroko yang bibirnya mengerucut imut, dan dengan tenang, dirinya menggenggam dan menautkan tangan, "Apapun jika membuat Tetsuya nyaman dan bahagia, aku bersedia. Termasuk menunggu hingga dia siap menerima."
Entah mengapa, di pertemuan keluarga kali ini, Kuroko merasa satu-satunya yang terhakimi. Seolah dirinya sudah menyakiti Akashi jika tak segera menentukan dan masih menunda perjodohan.
"Baiklah, aku setuju." Putus Kuroko akhirnya yang tak betah terus dipojokkan.
"Aku tak ingin memaksamu, sayang."
Sialan si kepala merah, masih saja tebar pesona.
"Aku tidak terpaksa, Sei-kun. Aku hanya tak ingin merepotkanmu."
Kuroko ikut berakting, memainkan emosi yang sama seperti calon suaminya agar kedua orangtua mereka bersimpati.
"Nah! Tet-chan sudah setuju! Tunggu apalagi," Seru ibu Kuroko dengan semangat.
"Kita benar-benar segera menjadi besan!" Kali ini ibu Akashi berseru tak mau kalah.
"Kalau begitu, segera siapkan gedung, undangan, catering dan segala perlengkapan pernikahan." Ujar ayah Kuroko ikut berpendapat.
"Tu-tunggu! Maksudku-"
"Ternyata Tetsuya sudah tidak sabar juga, ya?" Tanya Akashi sambil menyeringai tampan, "Rasanya sudah tak sabar." Lalu ditutup dengan senyum memesona hingga Tetsuya lupa, bahwa hari bahagianya sudah ditentukan kedua orangtua.
…
Dan tak menunggu lama. Sungguh, tak butuh waktu yang memakan, kini Kuroko sudah berada di sebuah butik kenamaan yang memproduksi baju pengantin orang-orang kalangan berada.
Kuroko saja sampai malas melihat label harga karena terlalu buang-buang uang menurutnya. Bahkan, ada gaun pengantin yang dipesan entah siapa yang harganya setara rumah mewah. Kalau semua baju seperti itu, mending Kuroko memilih tidak menikah.
"Tetsuya mau pilih yang mana?" Tanya Akashi sambil menggenggamm tangan sang kekasih untuk ikut memutari ruangan yang tersedia, "Tuxedo atau gaun? Eh, tapi aku lebih suka Tetsuya tak memakai apa-apa." Ujarnya tanpa dosa, yang didengar para pegawai disana hingga menimbulkan rona merah diwajah mereka.
Tuhan, boleh Kuroko jadikan Akashi tinggal nama?
Itu baru pakaian.
Lalu saat mereka berputar mencari catering terbaik untuk acara, Akashi kembali memainkan lidah tanpa sensornya yang akhirnya membuat pelayannya berpikir yang iya-iya.
"Aku ingin memesan yang terbaik." Ucap Akashi begitu sampai pada manager yang menyambutnya.
"Silahkan, tuan bisa melihat katalog kami."
"Tidak perlu." Ucapan nan songong ala Akashi diberikan, "Yang terbaik, semuanya aku pesan."
"Sei-kun, dicek dulu. Pilih yang cocok di lidah dan-"
"Mau makanan apapun, aku tetap pilih makan Tetsuya agar mampu memuaskan dahaga." Ujar Akashi dengan seringai yang jelas terlihat menjurus ke ena-ena.
Kuroko harus sabar seperti apa coba?
Selanjutnya memilih gedung pernikahan.
"Tetsuya ingin konsep yang bagaimana? Nanti sekalian menentukan tempat." Akashi kembali meminta pendapat begitu mereka bertemu dengan wedding organizer mereka.
"Aku sebenarnya lebih memilih konsep privat dan sederhana," Ujar Kuroko sambil melihat beberapa altar dari berbagai spot.
"Privat dan sederhana?" Tanya Akashi mengulang, "Aku juga suka-"
Kuroko hampir saja memeluk kekasihnya, sebelum dilanjutkan.
"-kita lakukan saja sekarang. Merayakan berdua, dikamar, dan langsung bercinta di ranjang. Aku tak menyangka kau tak sabar sekali, sayang." Pandangan kembali pada WO yang kini berdehem terlihat menyucikan pikiran, "Aku minta kamar hotel paling mewah dengan pelayanan terbaik. Pesan 1 bulan, eh atau aku bangun hotel sekalian? Bagaimana, sayang? Privat dan sederhana sekali, kan?"
Kali ini Kuroko yang menatap sang WO dengan tatapan datar namun mengancam, "Apa aku boleh memukulnya sekarang?"
…
Dan akhirnya, hari sakral yang diidamkan (Akashi) tiba. Undangan telah menyebar, yang membuat teman-teman satu angkatan, dari pihak Kuroko terutama, heboh dengan banyak cerita yang menyertainya.
Belum lagi barisan teman yang suka modus, kini patah hati seketika. Dan Akashi malah semakin senang saja dan seringainya makin menyebar kemana-mana.
Namun semuanya lenyap, berganti senyum bahagia begitu melihat Kuroko berjalan di atas altar bergandengan dengan sang ayah mertua.
Akhirnya..
Dia yang ditunggu untuk sekian lama, telah tiba. Dia yang Akashi damba sejak lama, kini menjadi miliknya.
Akashi tak peduli omongan bahwa mereka terlalu muda, dia tak peduli fakta bahwa mereka bahkan belum menyelesaikan pendidikannya. Bukannya dia mengabaikan tentang masa depan mereka, namun semenjak dirinya mengenal kekasihnya, bahkan disaat Kuroko masih menganggapnya hama, dia sudah mulai membangun bisnis atas namanya. Tanpa bantuan keluarga, tanpa bantuan nama belakangnya.
Dan disaat semua usahanya menampakkan hasil yang cukup untuk sebuah keluarga, Akashi meminta orangtuanya untuk melamar Tetsuya.
Jadi, perjodohan mereka tidak sepenuhnya andil orangtua, namun Akashi yang sudah berusaha mewujudkannya.
Banyak teman-temannya yang bilang bahwa dia membuang masa mudanya, namun Akashi tetap bergeming untuk meminang Tetsuya. Mengapa dia harus menunda ketika sudah menemui bahagia?
"Jaga dia."
Akashi mengangguk begitu sang calon ada dihadapannya. Kemudian berdua, menghadap pendeta yang sudah menunggu untuk mengikrarkan janji suci untuk yang pertama dan selamanya.
"Akashi Seijuro. Bersediakah kau menjadi pendamping hidup Kuroko Tetsuya? Mengasihi dan menghormati sepanjang hidup?"
"Ya, saya bersedia." Akashi menjawab tanpa keraguan.
"Kuroko Tetsuya, Bersediakah kau menjadi pendamping hidup Akashi Seijuro? Mengasihi dan menghormati sepanjang hidup?"
"Ya, saya bersedia."
"Atas nama Tuhan dan di hadapan hadirin sekalian, saya menegaskan bahwa perkawinan ini telah diresmikan."
Aku menemukanmu.
End.
AN :
Akhirnya tamat juga cerita FF pertama saya yang bahasanya masih nyakitin mata. Err yang sekarang juga sih wkwk
Btw, thanks banget buat siapapun yang udah nyuport saya, baik yang nyempetin review, fav, follow sama pm, nggak dipungkiri itu bahan bakar buat semangat nulis, kalian terbaik gais^^
Sampai jumpa di FF selanjutnya dan terimakasih sudah membaca!
Sign,
Gigi.