Disclaimer : Yang pasti bukan saya. Kalau saya yang punya, saya bikin genreromance. #Haha*Tawa jahat*. Ehem *Jeder*, udah mutlak Naruto hanya punya Masashi Kishimoto.
Genre : Family and Hurt/comfort.
Character : Sasuke, Hinata, and other chara + OC.
Warning : Typos, gaje, semi-canon, gak nyambung, nyeleneh, tidak tentu bisa memuaskan pembaca, dll.
Author Notes : DLDR! Udah diperingatkan ya? Sampe-sampe pentungnya keluar ^.^
.
.
=*ENJOY IT*=
.
.
Chapter 1
.
Hujan mengguyur deras Desa Konoha. Titik-titik dari langit itu berjatuhan dengan sangat kuat. Seorang wanita muda sedang kesusahan mencari tempat berteduh. Matanya kesana-kemari demi mendapatkan tempat perlindungan bagi tubuhnya. Tanpa ingin tahu keadaan pakaiannya sekarang, ia berlarian menembus hujan. Pupil matanya menangkap sebuah gubuk kecil yang hampir rubuh dan pastinya tak akan ada penghuni yang mau menempatinya. Demi kesehatan tubuhnya yang saat ini sudah mempunyai anak, ia hampiri gubuk reyot itu sekedar untuk menghindari hujan yang bahkan bisa membuat tubuhnya kesakitan.
Rambut indigo dan pakaiannya basah akibat hujan. Ia tidak mengira akan hujan sederas ini. Tadinya ia berpikir, hujan ini tak akan lebat karena saat ia ingin membeli perlengkapan untuk bayinya, hujan belum turun dan langit pun tak semendung ini. Maka dari itu, ia tak membawa payung. Tetapi, saat ia sudah berada di toko perlengkapan bayi, langit mulai memekat dan hujan mulai turun bahkan sampai menambah kadar airnya. Untung saja bayinya sudah ia titipkan pada sahabatnya, jadi ia tidak perlu khawatir akan keadaan bayinya dirumah.
Mengenai bayinya, sudah 2 bulan berlalu sejak kelahiran anak pertama yang sangat ia kasihi itu. Seorang anak perempuan cantik yang sangat lucu. Ia tidak bisa memungkiri bahwa ia tidak bisa berpisah dari bayinya beberapa menit saja. Sekarang saja, ia sudah sangat rindu dengan bayi yang saat ini menjadi penyemangat barunya.
Ya, ia harus ke rumah sahabatnya sekarang. Bayinya pasti juga sudah merindukannya. Tas belanjaan yang saat ini ia pegang, ia dekap didepan dada. Ia akan nekat. Benar, ia memang akan nekat menerobos air hujan yang deras ini demi menemui putri kesayangannya itu.
Menyiapkan mental, kaki jenjangnya mulai berlari cepat. Ia tak peduli hujan yang deras itu akan membuat kulitnya sakit. Ia hanya peduli pada anak yang saat ini menjadi satu-satunya harta berharganya. Kulitnya mulai memerah akibat rintik-rintik hujan yang kuat menghantam tubuhnya. Bibirnya bergetar menahan sakit dan dingin yang tak terkira. Tapi toh, inilah pengorbanan ibu untuk anaknya.
Tak terasa ia sudah berlari cukup jauh. Tinggal beberapa meter lagi, ia sudah sampai di kediaman sahabat karibnya. Kakinya sudah sampai pada gerbang kediaman Uzumaki. Badannya sudah sangat menggigil kali ini. Ditekannya tombol merah di tengah-tengah gerbang. Hitungan detik, gerbang itu pun terbuka. Ia mulai berlari lagi untuk mencapai pintu utama.
Zaman sudah modern saat ini. Tehnologi sudah canggih-canggih. Setelah Perang Dunia Ninja Kelima 7 tahun lalu, perombakan-perombakan terjadi disegala bidang. Mulai dari rumah, alat-alat ninja, barang-barang rumahan, dll. Dan 2 tahun lalu, Naruto Uzumaki sudah resmi menjadi Hokage ke-7 menggantikan Kakashi Hatake. Mantan orang yang pernah ia sukai itu bahkan sudah menikah 1 tahun lalu dan saat ini dikaruniai putra yang sangat tampan menandingi ayahnya.
Kalian bertanya tentang dirinnya? Ya, dia juga sudah menikah. Ada seorang pemuda yang menarik hatinya yang sempat menanamkan cinta kepada pemuda berambut pirang itu. Orang itu mampu membuat cintanya menguap dan menghilang dan berbalik menembakkan panahnya ke hati pemuda itu. Pemuda berambut hampir sama dengannya, bahkan rambut anaknya pun diturunkan oleh pemuda itu. Walaupun cara pembuatan bayinya itu salah, yang penting ia sudah menikah dengan pemuda itu. Aahh! Ia jadi kepikiran pemuda itu lagi.
Tangannya ia kibas-kibaskan di depan wajahnya demi menghilangkan bayang-bayang orang yang ia cintai selain anaknya dan beralih mengetuk pintu berukuran besar dihadapannya. Satu menit kemudian, pintu itu pun terbuka dan nampaklah wanita dewasa nan cantik menatap terkejut kearahnya.
"Ya, ampunn, Hinata. Ada apa denganmu? Kenapa hujan-hujanan begini? Ayo, masuk dan cepat ganti pakaianmu!" perintah wanita itu dengan nada yang histeris. "Hinata, kau kenapa tidak berteduh terlebih dahulu? Kau lihatkan diluar hujan deras. Kau bisa masuk angin," ucap wanita berambut merah muda itu setelah membawa tamunya masuk.
Hinata.
Ya namanya adalah Hinata Hyuuga. Wanita berumur 23 tahun dan berdarah Hyuuga. Clan yang sangat terpandang di Desa Konoha. Calon pemimpin Hyuuga yang sudah ia turunkan kepada adiknya, Hanabi Hyuuga. Sekarang ini, ia sudah tidak menyandang Marga Hyuuga lagi. Ia sudah memakai marga suaminya.
Uchiha.
Ya, Uchiha yang menyeramkan.
Clan yang katanya terkutuk, pembawa bencana, dan clan yang sudah hampir punah. Tidak, Clan Uchiha tidak punah sepenuhnya. Masih ada suaminya yang masih menyandang Marga Uchiha, dan bayi kecilnya yang memang berdarah Uchiha. Dan satu yang ia percayai. Uchiha bukanlah pembawa bencana. Tetapi, Uchiha yang membawa kebahagiaan padanya. Membawa ketentraman jiwa padanya, dan yang sudah memberikan kepercayaan untuk menjadi wadah benih dari pemuda yang saat ini menjadi satu-satunya Uchiha yang tersisa. Ya benar, Uchiha Sasuke. Pemuda yang menaruh kepercayaan padanya untuk memberikan keturunan untuknya. Bisa dibilang pelestarian clan.
"Ma-maafkan aku Sakura-chan," ujar Hinata meminta maaf. Ia tidak tega melihat wajah sahabatnya yang mengkhawatirkannya.
Sakura Haruno yang sekarang berganti menjadi Sakura Uzumaki, sahabat Hinata dan istri hokage ke-7 itu menghela nafas pasrah. Tahu betul alasan Hinata nekat menembus hujan yang deras itu. Alasan apalagi kalau bukan anaknya. Tapi ia menggeleng-gelengkan kepala cepat. "Tapi, Hinata. Kalau kau ingin cepat-cepat bertemu dengan anakmu perhatikan juga keadaanmu. Bagaimana jika kau sakit, kau malah akan kesusahan merawat anakmu. Dan ingat Hinata, anakmu masih membutuhkan ASI. Kau harus menjaga kesehatanmu. Jika ibunya sehat, bayinya juga akan sehat," ucap Sakura menasehati. Hinata hanya menundukkan kepala.
"Hahh~, baiklah Hinata. Aku harap ini menjadi yang terakhir bagimu. Sekarang, cepat kau mandi. Aku akan menyiapkan bajuku untukmu. Tenang saja, anakmu sedang tidur bersama Ruuko di dalam box," ujar Sakura sambil menggiring tubuh Hinata ke kamar mandi yang menjadi satu dengan kamar tamu. Setelah memastikan Hinata sudah masuk kamar mandi, ia berjalan ke kamarnya mengambil baju yang akan dipakai oleh Hinata. Lalu, kembali lagi ke kamar tamu tempat Hinata berada.
"Hinata, ini bajumu sudah aku siapkan di atas kasur ini. Handuknya kamu ambil saja dari kotak yang ada dalam kamar mandi. Aku keluar dulu ya, sepertinya Ruuko menangis." Sakura keluar dari kamar itu. Ia bergegas ke arah kamarnya, suara bayinya semakin terdengar keras. Setelah sampai disebelah box bayi, ia mengambil bayi mungilnya yang saat ini berusia 4 bulan dan membawanya keluar takut mengganggu bayi Hinata yang sedang tertidur lelap. Sampai ke ruang keluarga, ia berikan ASI kepada bayinya yang sedang kehausan.
((*^_^*))
Pintu kamar mandi terbuka, wanita yang sehabis mandi itu keluar dan berjalan menuju ranjang tidur. Jari-jarinya mengambil baju yang telah disiapkan untuknya dan satu demi satu ia kenakan. Setelah selesai, ia berjalan lagi menuju dimana sang nyonya rumah berada. Rambutnya yang basah ia keringkan dengan handuk yang ia lilitkan dan ditaruhnya di atas kepala.
Rumah yang besar itu sudah cukup sering ia kunjungi. Tak perlu takut akan tersesat di dalamnya. Ia sudah hafal letak-letak yang ada dirumah itu, jadi ia tak kesulitan untuk menemukan sang nyonya rumah berada. Lagian tadi Sakura juga sudah berkata bahwa bayinya menangis. Lagi-lagi, ia juga sudah hafal bagaimana sifat sahabatnya itu jika anaknya menangis. Pasti saat ini ia sedang menyusui Ruuko di ruang keluarga.
"Sa-Sakura-chan," sapanya saat menemukan Sakura yang membelakanginya. Ia mendekati Sakura dan duduk di sebelahnya.
"Sudah selesai Hinata?" tanya Sakura setelah menyadari Hinata duduk di sebelahnya. "Baju basahmu taruh saja di mesin cuci. Biarku cucikan sekalian," saran Sakura kepada Hinata. Hening beberapa saat. Semburat merah muda timbul saat Hinata menyadari sesuatu. Masa iya barang-barang 'pribadi'nya dicucikan orang lain? Hinata merasa tidak enak.
"Ti-tidak u-usah repot-repot Sa-Sakura-chan," ucap Hinata malu-malu. "A-aku hanya minta kantong plastik sa-saja," lanjutnya cepat.
Sakura memiringkan kepala sejenak, Ruuko sudah selesai ia susui. Sekarang bayi mungil itu kembali tidur digendongannya. Melihat semburat merah dikedua pipi Hinata membuat Sakura menyadari sesuatu. "Ahh, tidak usah malu-malu begitu Hinata. Kitakan sama-sama perempuan," ujar Sakura jahil yang malah membuat semburat merah di pipi Hinata menambah.
"Mo-mou, Sa-Sakura-chan. Aku ba-bawa pulang saja," ucap Hinata gugup. Telunjuknya ia sentuh-sentuhkan dengan telunjuknya yang lain. Kegiatan yang sampai saat ini ia lakukan kalau sedang malu atau gugup.
Sakura terkikik geli, "Hahaha, ya sudahlah. Aku terserah padamu," ucap Sakura kemudian. "Oh, iya!" pekik Sakura.
Hinata sudah kembali seperti biasa. Ia memandang Sakura setengah kaget karena pekikan Sakura tadi. "Kau menginap disini saja kalau hujannya belum berhenti. Tidurmu ditempat biasanya jika kau menginap disini. Naruto juga pasti akan setuju. Dia akan melembur malam ini karena pekerjaannya semakin menumpuk . Hahh~ aku berharap ia bisa libur setelah itu. Aku kasihan padanya dan terlebih Ruuko yang jarang sekali bersama dengan ayahnya," keluh Sakura, tubuhnya ia sandarkan di sandaran sofa. Hinata hanya bisa merasa prihatin. Bahkan nasib anaknya saja malah lebih buruk.
Sakura teringat sesuatu, ia memandang Hinata sedih. "Maafkan aku Hinata. Bukan maksudku untuk menyinggung hal ini," ucap Sakura merasa bersalah. Hinata menggelengkan kepalanya. "Ti-tidak apa-apa, Sakura-chan."
Sakura bernafas lega. "Ya sudah, diluar masih hujan lebat. Apa kau mau menerima saranku untuk menginap disini?" tanya Sakura. Hinata hanya diam, ia bingung.
"Hinata?"
"Ha'i. Aku tidak bisa berbuat apa-apa bila sudah begini. Aku ti-tidak mau Kotomi-chan sakit," jawabnya tak punya pilihan. Yang ia prioritaskan saat ini adalah anaknya, Kotomi Uchiha. Buah cintanya dengan Sasuke yang baru beberapa bulan lalu lahir. Tak ada hal yang lain selain merawat dan menjaga anak tersayangnya itu.
Senyum mengembang diwajah Sakura. Setelah Sasuke meninggalkan Hinata untuk melakukan hukumannya. Hinata menjadi sosok yang cenderung protactive. Hal ini disebabkan karena luka yang ia dapatkan ketika orang yang ia sayangi selalu pergi meninggalkannya. Baru-baru ini suami tercintanya pergi darinya dan bahkan pemuda tampan itu belum melihat darah dagingnya. Yaaa, Hinata hanya bisa menunggu kepulangan kekasih hidupnya itu.
Mata Hinata menjelajahi wajah bayi mungil yang ada didekapan Sakura. "Sakura-chan, Ruu-kun sangat mi-mirip dengan a-ayahnya ya?"
"Hahaha." Sakura tertawa. "Memang benar. Tapi bentuk muka, warna kulit, dan matanya mirip denganku," jelas Sakura tak mau kalah. Terdengar tawa kecil dari mulut Hinata.
"Kenapa tertawa?" protes Sakura. Memangnya ada yang lucu dari ucapannya ya?
Tangan Hinata menutup mulutnya bermaksud untuk meredam tawanya. "Hihihi, tapi Ruu-kun tampan kok seperti Naruto-kun. Kulit putih, blonde hair dengan model spike (tahu tokoh anime Usui Takumi kan? Nah model rambut anak Naruto seperti itu. Tapi karena masih bayi rambutnya belum kelihatan), mata emarld, kulit mulus tanpa tanda garis muka seperti Naruto-kun."
Sakura merasa senang dengan pujian Hinata. Ia juga akan membalasnya. "Anakmu juga cantik loh Hinata. Wajahnya seperti Sasuke-kun, rambutnya hitam dan aku yakin jika besar nanti rambutnya akan sedikit mengombak dan panjang, kulit putih dan mulus tanpa cacat, mata hitam yang besar sepertimu. Kalau dipikir-pikir bayimu identik dengan ciri-ciri Sasuke ya? Tapi kuharap sifat Kotomi-chan juga tak menurun darinya," ucap Sakura sedikit aneh pada bagian belakang. Hinata tertawa mendengarnya.
"Eh." Sakura tiba-tiba mendengar suara.
"A-ada apa, Sakura-chan?" tanya Hinata bingung. Ia menatap Sakura, mungkin ia bisa mendapat jawaban.
*OEKK... OEKKK...*
Suara tangisan bayi terdengar jelas. Hinata yang menyadari anaknya menangis langsung berdiri dari duduknya dan berlari ke arah sumber suara. Setelah mengeluarkan Kotomi dari box, ia bawa anaknya itu ke kamar tamu dan menyusuinya disana. Bagaimanapun, ia malu jika harus menyusui anaknya dan dilihat orang lain walaupun itu sahabatnya sendiri. Sembunyi-sembunyi itu lebih baik menurutnya. Sakura juga akan maklum dengan sifatnya yang pemalu.
Selesai menyusui, Hinata membaringkan si putri kecil di ranjang. Begitu pula dengan dirinya, ia juga menidurkan tubuhnya disamping bayinya. Hinata mengamati bayi yang ada disampingnya itu. Memang benar apa kata Sakura, bayinya ini memang mirip dengan sang ayah walaupun masih ada kesamaan ciri fisik dengannya.
"Kotomi-chan, maafkan ibu yang tidak bisa menjaga dan merawatmu dengan baik," ucap Hinata sedih. Tangannya membelai pipi anaknya dengan sayang. "Kau bahkan belum mengenal ayahmu kan sayang?" tanyanya pada putrinya seolah-olah bayinya itu bisa mengerti akan ucapannya.
Air mata tak dapat dibendung lagi. Ia sudah lelah untuk menahan kesedihannya. Ia sudah tak sanggup. Biarlah semua kesedihannya selama ini menghilang bersama air matanya. Ia sedih. Sangat sedih. Hinata mengerti bayinya itu akan kesepian. Bahkan walaupun punya ibu, Kotomi bakal merasa kesepian juga tanpa ada sosok ayah dalam kehidupannya. Ia tidak tega pada Kotomi, putri kecil kesayangannya. Tak mampu lagi ia membendung luka, tangisannya ini semoga bisa mengurangi beban berat dihatinya.
"Tutuplah matamu Hinata, kalau perlu menangislah. Kesedihanmu akan berkurang dengan ini. Kuharap ini akan menjadi obat baru yang manjur untukmu." (Sasuke Uchiha)
((*-_-*))
Mata shappire-nya menjelajahi sebuah layar yang sekarang sedang ia tekuni. Hari sudah malam, tapi ia masih harus disini. Sekarang ia mengerti bagaimana perasaan Tsunade-baasan dan Kakashi-sensei saat mengalami permasalahan seperti dirinya saat ini. Ia harus rela menghabiskan waktu berjam-jam di kantor hanya untuk menyelesaikan tugas-tugasnya menjadi seorang Hokage. Haduh, kepalanya mendadak pusing.
"Kenapa selalu menumpuk begini sih?!" makinya kesal. Bayangkan saja, dokumen-dokumen yang harus ia cek dan setujui selalu menumpuk. Satu selesai, 2 bertambah, begitu seterusnya. Kalau begini terus kapan selesainya! Pemuda itu berdecak pelan.
Tapi ia sedikit bersyukur, zaman ia menjadi hokage tidak seburuk yang dulu. Sekarang ia sudah menggunakan laptop yang canggih. Tidak seperti dulu yang menggunakan kertas-kertas yang bisa sobek dan hilang kapan dan dimana saja yang malah membuatnya semakin kacau. Hahaha, ia berbangga dengan kelebihannya ini.
*Tokk...Tookk..*
"Masuk," perintahnya.
Mucul seseorang lelaki muda dengan tampangnya yang datar. Hahh~ ia sudah biasa dengan muka-muka seperti itu. Sahabatnya saja punya.
"Naruto-sama . Apa kau memberi Hinata tugas? Karena ia tidak ada dirumahnya saat ini," ucap orang itu setelah sampai di depan meja kerja sang hokage.
Naruto sang hokage ke-7 berpikir sejenak. "Tidak aku tidak memberinya misi karena ia sekarang punya bayi. Mungkin 6 sampai 7 bulan kedepan baru aku beri misi kembali. Lagian, sekarang sedang hujan lebat. Aku tidak sebodoh itu untuk memberi misi kepada para anggota shinobi," jawab Naruto. Sama seperti isterinya, Hinata juga ia berikan cuti misi. Setidaknya sampai bayinya itu sudah berusia 1 tahun.
Muka datar itu perlahan berubah menjadi panik. "Apa anda tahu ia kemana? Hiashi-sama sangat khawatir pada Hinata dan Kotomi," ucap orang itu lagi. Kepanikannya bertambah jelas.
"Tenanglah, Neji." Naruto menenangkan pemuda yang ada di hadapannya. "Mungkin dia ada dirumahku sekarang bersama Sakura. Sudah biasakan?" Naruto memberi jawaban singkat. Neji membulatkan matanya. Ia tidak kepikiran sampai sana.
"Baiklah, Hokage-sama. Saya titipkan Hinata kepada isteri anda. Saya permisi." Neji pamit dari situ dan berjalan menuju pintu. Naruto menganggukkan kepala sambil berucap, "Lain kali, jika hanya urusan pribadi seperti ini. Jangan menggunakan panggilan formal ya? Panggil Naruto seperti biasa," ujarnya disertai cengiran khasnya. Neji mengangguk mengerti. Setelah itu hanya bunyi pintu tertutup yang terdengar.
Pikiran Naruto melayang, entah kenapa ia jadi kepikiran sahabat sekaligus rivalnya itu. "Hahhh~, Sasuke. Maafkan aku harus memisahkanmu dengan keluargamu," ucapnya meminta maaf. Kilatan matanya berubah menyendu.
((* _ *))
Pagi yang sangat cerah.
Para penduduk Desa Konoha sudah memulai aktifitas-aktifitasnya masing-masing. Para murid akademi berlari-larian untuk sampai ke tempat tujuan. Para jounin dan chunin yang diberi misi dari Hokage berjalan santai menuju Kantor Hokage. Bahkan shinobi yang pulang dari misi pulang dengan senyuman. Kehidupan yang sangat tentram. Dan kehidupan yang diidam-idamkan masyarakat sejak lama.
Disebuah rumah, kedua wanita muda sedang mengerjakan aktifitas sehari-harinya jika pagi, yakni memandikan anak mereka. Sekali-kali, mereka tertawa saat melihat salah satu dari anak mereka menampilkan ekspresi yang lucu saat terkena air. Hahaha, kegiatan yang menyenangkan menurut mereka.
"Hinata, pelan-pelan saat membasuh wajahnya. Jangan sampai masuk ketelinganya, " ucap Sakura kepada Hinata. Ibu muda yang lebih berpengalaman itu mengajari Hinata yang masih kaku. Maklum, Sakura lebih dulu menjadi ibu dibanding dirinya.
Setelah selesai, mereka membawa bayi mereka ke tempat pemakaian baju. Hinata mengambil barang-barang yang kemarin ia beli dari tas belanjaannya. Kemudian memakaikannya ke anaknya. Dari minyak telon, bedak, popok, dll. Sakura juga melakukan hal yang sama. Dan lagi-lagi Sakura berbaik hati meminjamkan baju Ruuko kepada Kotomi. Walau agak kebesaran karena badan Kotomi yang lebih kecil.
Kegiatan selanjutnya adalah memberi mereka ASI. Seperti yang sudah-sudah, Hinata lebih memilih bersembunyi dari pada blak-blakan. Sambil menyusui, mereka mengajak bayi mereka ngobrol. Dari hal yang tidak penting sampai hal-hal yang paling konyol. Mereka juga tidak melewatkan bagian perjalan kehidupan mereka untuk diceritakan ke anak mereka. Hinata yang sampai menangis ketika menceritakannya. Bayinya seakan mengerti dengan kesedihan ibunya itu jadi ikut menangis. Jadilah ibu dan anak itu menangis bersama-sama.
Hinata menenangkan bayinya. Tangannya menghapus tetesan air mata di pipinya. Setelah tenang, ia membawa Kotomi ke tempat Sakura dan Ruuko berada. Diruang keluarga ibu dan anak itu berkumpul.
"Sakura-chan," panggil Hinata.
Sakura menoleh, kemudian mengulum senyum. "Hey, Hinata. Seperti biasa bersembunyi ya?" tanya Sakura menggoda Hinata.
"A-ano, Sa-Sakura-chan.." Hinata menyembunyikan wajahnya lantaran malu. Sakura tertawa kecil.
"Tidak apa-apa kok, Hinata. Aku tahu sifatmu," ujar Sakura mengerti. Kemudian ia mengambil Kotomi dari Hinata. Lalu meletakkanya di dekat Ruuko anaknya yang beralaskan kasur kecil yang cukup untuk 2 bayi.
Mata Hinata terus mengawasi pergerakan Sakura.
"Tidak terasa kita sudah menjadi ibu ya? Dan yang aku herankan, pasangan kita bisa berbalik begini. Hahaha," ujar Sakura sambil tertawa, Hinata yang mendengar sahabatnya itu tertawa ikut tertawa kecil.
"Kau dulu suka dengan Naruto. Tapi kau malah bersama dengan Sasuke-kun. Aku yang dulunya suka dengan Sasuke-kun, sekarang malah bersama Naruto. Jodoh memang akan bertemu ya? Walaupun kita selalu menyangkalnya," ucap Sakura pelan. Hinata mendengarkan Sakura dengan seksama. Apakah Sakura masih menyukai Sasuke?
Seolah tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Hinata, Sakura berucap cepat, "Tidak Hinata jika kau berpikir aku masih mencintai Sasuke. Aku sudah punya suami yang hebat, mana mungkin aku menduakannya." Hinata terkejut, Sakura mengerti isi kepalanya. Ia menundukkan kepala dan menatap mata Sakura dalam.
"A-aku ju-juga sudah tidak me-mencintai Na-Naruto-kun. Kau bisa berbahagia," ucap Hinata. Sakura membelakkan matanya, kemudian dia tersenyum lembut. "Ya, kita sudah punya pasangan masing-masing," ucap Sakura masih dengan senyum di wajahnya yang mebuat Hinata juga tersenyum.
Kedua anak mereka yang masih terjaga melihat kedua ibu mereka dengan senang. Bahkan Ruuko mengeluarkan suara-suaranya yang belum jelas.
"Chaa... caa.. bu..." ucap Ruuko. Sakura menoleh ke arah bayinya. "Chii... ciii.. baa.." Tangan Ruuko bergerak-gerak lincah dengan kakinya yang menendang-nendang. Sakura tertawa melihat tingkah bayinya itu.
"Hahaha, Ruuko. Kau tadi bicara apa?" tanya Sakura pada bayinya itu yang malah dijawab dengan ocehan bayinya yang tidak jelas.
Hinata menatap bayinya sendu. Sudah sekian kali bayinya itu tidak menunjukkan gelagat. Kotomi bayi yang pasif tidak seperti bayi Sakura yang aktif. Ia memandang bayinya lekat-lekat. Kotomi masih saja diam tidak menunjukkan apa-apa. Saat wajah Hinata mendekati wajah anaknya, tiba-tiba lidah Kotomi menjulur dan disemburkan ludahnya pada wajah Hinata.
"Brrrtttt... beerrrtttt..." Spontan Hinata menarik wajahnya. Ia memandang Kotomu sedikit bingung. Sakura ketawa melihat kejadian itu.
"Hahaha, Hinata. Kotomi-chan selalu menunjukkan aksi yang tak terduga ya?" ucap Sakura yang masih tertawa. Hinata hanya mengedipkan beberapa kali kelopak matanya. Ia kebingungan dengan tingkah anaknya itu. Enak saja menyemburkan ludahnya ke wajahnya. Tapi dirinya tetawa juga.
"Hihihi, Kotomi -chan. Jangan nakal ya?" pesan Hinata kepada anaknya diiringi tawanya yang malah dibalas dengan semburan ludah dari anaknya.
Hinata gemas, kemudian menciumi wajah anaknya itu tanpa ampun. "Hahaha," tawanya saat menciumi wajah Kotomi yang membuat Kotomi menangis kencang. Sakura semakin tertawa saat Kotomi menampilkan raut tidak suka. "Hinata, sudahlah. Kotomi sudah meminta ampun tuh."
Hinata menyudahi aksinya, lalu menenangkan Kotomi yang menangis karena perbuatannya. "Makanya Kotomi-chan jangan nakal," ucapnya memberi nasihat pada Kotomi walaupun ada tawa-tawa kecil disela-sela kalimatnya. Sakura mengulum senyum manis kemudian beralih dengan berbicara dengan anaknya.
"Tadaima."
Tiba-tiba muncul sang tuan rumah sekaligus menjadi tuan hokage di ruang keluarga. Sakura dan Hinata menatapnya. "Okaeri, Naruto," balas Sakura.
Naruto tesenyum lima jari. "Wah, ada Hinata-chan dan Kotomi," ujar sang Hokage.
"Ha;i, Hokage-sama," ucap Hinata cepat. Naruto medekati mereka, "Hinata kemarin Neji datang ke kantorku dan mananyakanmu serta Kotomi. Kemudian aku menjawab kalau kau ada dirumahku dengan Sakura. Syukurlah, kau memang berada disini, kalau tidak dia tidak akan membiarkanku hidup esok hari," ucap Naruto sedikit bercanda yang membuat Hinata tertawa pelan.
"Ti-tidak mungkin Ne-Neji-nii melakukan hal seperti itu pada pemimpin desa," ujar Hinata menyangkal. Alis Naruto berubah sedikit, "Bisa sajakan Hinata? Apa yang tidak mungkin dilakukan oleh kakakmu?" tanya Naruto mengintimidasi. Nyali Hinata menciut setelah sadar.
"Hahaha, tidak usah dipikirkan Hinata. Yang penting kau memang ada disini." Naruto mengalihkan pandangan ke tempat dua bayi mungil Sakura dan Hinata.
"Hey, jagoan kecil ayah yang hebat. Salam perdamaian ya? Jangan lupa untuk meneruskan perjuangan ayah." Ucap Naruto konyol pada anak mereka. Tetapi, malahan dapat respons dari anak mereka.
"Itu baru namanya anak ayah." Naruto mengepelakan tangannya dan ditinjukannya ke arah tangan anaknya.
"Chii.. chii.. baa..," ucap anaknya tidak jelas. Naruto tertawa senang, Sakura yang melihat itu juga ikutan senang. Lain halnya dengan Sakura, Hinata menampilkan raut wajah sedih. Sakura yang melihat itu menghibur sahabatnya dengan senyumannya yang seolah berkata 'Tidak apa-apa, semua akan bahagia pada waktunya.'
Naruto yang kebetulan menatap Hinata melihat ekspresi sedih di wajah wanita indigo itu. Matanya juga ikutan menyendu, "Maaf, Hinata. Membuatmu sedih," ucap Naruto sedih. Wajahnya jelas terlihat menyesal. Hinata hanya mampu menggeleng.
Hati Naruto semakin merasa bersalah, "Hinata, maafkan aku," mohon Naruto lagi. Hinata tersenyum, terlihat jelas kalau senyum itu tidak alami. "Tidak apa Naruto-kun, daijobu."
Ucapan yang tadi ia katakan berbeda dengan keadaan hatinya. Matanya mulai berkaca-kaea yang membuat Naruto merasa tambah bersalah. Sakura ambil tindakan dengan mengelus punggung Hinata.
"Hinata," panggil Naruto sendu.
"Maafkan aku. Tindakanku ini membuatmu jauh dari Sasuke. kau sedih karena anakmu tidak dapat mengenal ayahnya dan mendapatkan kasih sayang darinya kan? Aku tahu perasaanmu. Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Sasuke berbuat salah dan harus dihukum. Para tetua mulanya akan menghukum mati Sasuke, tapi aku melindunginya. Aku juga tidak tega jika Sasuke mati diusianya yang masih muda dan juga dia adalah sahabatku dari kecil yang bisa mengerti diriku. Dan yaa kau tahu, aku sudah sampai batasnya. Tetua mengijinkan Sasuke hidup asal dia mau menebus kesalahannya dengan pergi dari desa selama 5 tahun. Aku sudah membujuk tetua akan hal ini, tapi tetua bangka itu yang herannya tidak mati-mati itu sudah tidak toleran lagi. Dari pada Sasuke mati ya aku pilih kebijakan ini," jelas Naruto. Mata Hinata mulai mengeluarkan air mata kala mengingat kejadian itu.
"Maaf membuatmu dan anakmu berpisah dengan Sasuke. Maafkan aku yang tidak bisa berbuat lebih dari ini."
Tangan Hinata menghapus air matanya, ia tidak tega dengan Naruto yang terus-terusan meminta maaf. "Ti-tidak Naruto-kun. A-aku malah berterimakasih padamu karena sudah memperjuangkan Sa-Sasuke-kun," ucapnya disela-sela isak tangisnya. Mata Sakura mulai berkaca-kaca.
Sakura memeluk Hinata, "Kau harus bahagia Hinata. Kau harus bahagia. Walau hanya dengan anakmu, kau harus bahagia," ujar Sakura menangis di pundak Hinata. Mereka menangis sedih. "Anakmu boleh menganggap Naruto sebagai ayahnya kok," lanjut Sakura.
Bagai dihantam batu beberapa ton, Hinata baru ingat akan sesuatu yang sangat penting.
"Sa-Sa-ku-kura-chan," ucap Hinata patah-patah dengan mata yang membelalak.
"Ada apa, Hinata?" tanya Sakura setengah khawatir karena tubuh Hinata yang tiba-tiba menegang.
"Aku takut anakku nanti tidak akan kenal dengan ayahnya. Aku takut nanti saat Sasuke-kun sudah pulang Kotomi tidak mau mengenal ayahnya. Dan yang pa-paling a-aku takutkan, Kotomi tidak akan pernah mau mengakui Sasuke sebagai ayah kandungnya," ujar Hinata pelan dan dalam.
Mata Naruto dan Sakura melebar seketika.
TBC
Bersediakah untuk review? Haha, fic semi-canon yang saya buat. Mudah-mudahan para pemabaca berminat. Oh ya, pairing SasuHina. Di sini saya tampilkan OC untuk anak Sasuke dan Naruto ^_^ dan saya tidak mematikan Neji #Horee. Maaf kalo mainstream, saya harap ada yang mereview fic ini. :D