Title : Missin' U
Genre : Brothership, Family, Hurt, Tragedy
Cast : Cho Kyuhyun, Kim Kibum, Shim Changmin, Park Jungsoo, Kim Heechul
Rated : Fiction-T
Warning : Typo(s), Geje, Bored, Bad Plot, Ooc (Out of Character). Dia *nunjuk Cho Kyuhyun* masih diusahakan milik saya
Disclaimer : All cast isn't mine. I own only the plot
Summary : Dulu aku mengira tak ada yang salah dengan persaudaraan kita. Sekarangpun aku masih berpikir begitu. Tapi hyung, mengapa kau berubah? Aku merindukanmu yang dulu, yang memelukku ketika musim dingin datang, yang menggandengku ketika musim semi datang. Hyung—12 tahun, apa kau tak merindukanku?
.
.
.
Present..
Enjoy reading!
.
.
Chapter 2
Kim's Mansion
3 Juni, Pukul 08.15 KST
Berada dikawasan distrik Gangnam –salah satu distrik mewah di Seoul, rumah keluarga Kim menjadi salah satu dari lusinan rumah mewah di Gangnam. Halamannya begitu luas dengan rumput yang sengaja di impor dari Jepang, ditanami beraneka macam bunga yang kemudian ditata sedemikian rupa. Disamping rumah –sebelah kiri, ada kolam ikan berukuran sedang. Sedangkan sebelah kanan terdapat garasi mobil yang luas.
Rumahnya berlantai dua dengan arsitektur Eropa yang menampilkan kemegahan dengan tiang-tiang berukuran besar, meski dibeberapa bagian masih menggunakan sentuhan Korea kuno yang merupakan tempat favorit Tuan Kim untuk bersantai dari kegiatannya berbisnisnya. Sedangkan tempat favorit istrinya –Nyonya Kim, berada dilantai dua yang diisi berbagai perabotan antik yang sudah lama dikoleksinya.
Isi rumah megah itu hampir menyerupai labirin dengan banyak kelokan. Ruang keluarga merupakan ruangan paling besar, meski sekarang ruangan itu tampak sepi saja. Sedangkan meja makan diisi 4 kursi –tempat yang dulu sering menyimpan keluhan setiap pemilik rumah.
Kibum menghela nafas begitu tak mendapati orangtuanya dimeja makan –seperti biasanya, meski begitu dirinya tetap saja tak bisa menerima keadaan itu. Baiklah, salahkan pada Ayahnya yang selalu sibuk berbisnis diluar negeri hingga kadang lebih memilik menetap disana dan tentunya dengan membawa istrinya –Ibu Kibum. Pemuda dengan poni hitam itu mendudukan dirinya dikursi, membiarkan para maid melayaninya –menyimpan nasi dan lauk pauk dipiringnya.
Hari ini, dirinya begitu enggan masuk kuliah. Sungguh, andai ia tak ingat sekarang Profesor Han akan memberikan kuis, dirinya lebih baik membolos. Mungkin dengan mengurung dirinya dikamar, membaca buku diperpustakaan besar milik Ayahnya atau mungkin bersantai tanpa memikirkan apapun, kejadian kemarin tak akan berulang diotaknya seperti rol film yang tak bisa dihentikannya.
Sepasang obsidian caramel yang menatapnya dengan tatapan terluka.
Sepasang obsidian caramel yang menatapnya tanpa berkedip.
Sepasang obsidian caramel yang menatap sepasang obsidian hitamnya.
Sepasang obsidian caramel yang—ia benci mengakuinya—bahwa ia merindukannya.
"Kenapa kau kembali?" lirihnya. "Apa kau berniat—merebut mereka lagi?"
.
.
Seoul University
3 Juni, Pukul 10.00 KST
Changmin berjalan cepat menyusuri lorong panjang di fakultasnya. Sial, ia terlambat. Salahkan dirinya yang lupa menyetel alarm, hingga berakhir dirinya yang telat bangun dan tidak sarapan. Oh~ perutnya benar-benar keroncongan sekarang. Ah dan satu lagi, salahkan kakaknya yang tampan itu yang membiarkannya tinggal sendirian dalam beberapa hari kedepan. Bahkan kakaknya itu tak mengisi makanan cepat saji dalam lemari es. Huh, awas saja kalau kakaknya kembali nanti.
Tepat ketika Changmin hendak berbelok, sepasang obsidiannya menangkan pemandangan yang membuat hatinya ikut menjerit –lagi. Dihentikannya langkah kakinya, membiarkan dirinya mendengat percakapan itu. Changmin berpikir : Terlalu sulitkah memaafkan? Hingga keduanya tak bisa disatukan lagi? Pikirannya memang terlalu polos, atau mungkin menanggap semuanya terlalu mudah hingga kata maaf saja mampu mengembalikan semuanya. Tapi tidak Shim Changmin, semuanya tak semudah itu. Kau terlalu naïf.
"Kau sungguh tak mengenaliku? Apakah aku berubah terlalu banyak? Kibum hyung, jelaskan padaku. Atau paling tidak katakanlah bahwa kau memang kakakku. Kibum hyungku"
Kyuhyun yang sengaja membolos jam kuliahnya akhirnya berhasil menemui Kibum. Tadi, ditariknya Kibum ketika dosen yang mengajar dikelas kakaknya telah berlalu. Kyuhyun tak terlalu ambul pusing dengan pandangan teman sekelas Kibum padanya tadi. Dirinya hanya ingin meminta penjelasan Kibum. Apa salahnya hingga Kibum seolah tak mau mengenalinya? Masa bodoh dengan pikiran teman-teman Kibum padanya, mungkin nanti dirinya akan dikenal seantero kampus sebagai hoobae yang tak sopan. Dan Kyuhyun tak peduli soal itu.
Bukankah selama ini ia memang hidup seperti itu? Tak peduli dengan pandangan orang lain padanya? Hidup dengan cara dan kemauannya. Hidup dengan topeng yang selalu dipakainya jika bersama Ayahnya. Kyuhyun tak mau Ayahnya terluka, terlebih karena dirinya. Membiarkan dirinya terkoyak, yang terus berteriak merindukan sosok-sosok yang begitu dicintainya. Ia hanya mau menyimpan lukanya seorang diri, tak mau Ayah dan Ibunya tahu kemudian bersedih karenanya. Ia menyimpannya sendiri luka itu, hingga mungkin suatu saat nanti ia akan merasakan rasanya 'meledak' dan sesak. Tapi sampai saat itu tiba dirinya hanya ingin senyum Ayahnya.
"Apa aku sebegitu buruk hingga hyung malu mengakuiku? Katakan sesuatu. Katakan dimana letak kesalahanku sehingga aku bisa memperbaikinya hyung. Tolonglah"
Kibum melengos dari tatapan Kyuhyun, "Kesalahanmu adalah—bahwa kau terlahir didunia ini"
Sreet
Kibum berlalu setelah mengatakan kalimat itu, kalimat yang selama ini hanya ada dipikirannya. Tak memperdulikan Kyuhyun yang menjatuhkan dirinya begitu saja, hingga terdengar bunyi 'bruk' yang cukup keras. Dirinya hanya ingin sendiri, dan keputusannya berangkat kuliah adalah yang paling membuatnya menyesal.
Sepasang obsidian caramel Kyuhyun tampak berkabut sebelum mengeluarkan liquid bening berasa asin. Ia ingin meraung, menjerit, ketika mendengar jawaban sang kakak. Sakit. Sakit sekali. Bahkan ia merasa jantungnya berhenti berdetak tadi, seolah membiarkannya merasakan sulit bernafas dan sesak yang menghimpitnya. Kakinya bahkan lemas seketika, membuatnya terjatuh dengan lutut yang menyentuh dinginnya tembok universitas lebih dulu. Buku-buku yang tadi didekapnya sudah berjatuhan entah bagaimana, entah dimana, menyisakan ransel cokelat usang yang menempel dipunggung ringkihnya.
"Kyuhyun—"
Suara yang dikenalinya membuat Kyuhyun bergegas melengos, melempar pandangan kearah samping sambil berusaha menghapus air mata bodoh yang entah mengapa tak mau berhenti mengalir.
Tak ada isakan meski bahu itu sedikit bergetar. Pemilik suara itu yang adalah Changmin segera membawa tubuh kurus Kyuhyun kedalam pelukannya tanpa bicara. Ditepuknya punggung Kyuhyun, memberi kenyamanan pada Kyuhyun. Dan memang Kyuhyun semakin tak bisa mengendalikan air mata yang ia cap bodoh itu, hingga yang ia lakukan adalah bersandar pada dada Changmin, berharap sesak dan rasa sakitnya berkurang. Ia tak tahu mengapa, hanya saja dipelukan Changmin ia merasa sedikit tenang.
"Kau baik-baik saja?" akhirnya Changmin buka suara setelah Kyuhyun melepaskan pelukannya dan memilih memunguti buku-buku pelajaran yang berserakan disekelilingnya.
"Hei, paling tidak katakan 'Aku baik-baik saja' padaku. Kau pikir mudah melihatmu seperti itu" Changmin menyerahkan buku cetak terakhir milik Kyuhyun yang tergeletak dibawah kakinya, "Kau hampir membuatku jantungan. Lain kali, jika tak mau bicara tetaplah berada dipengelihatanku" ujarnya ketus.
"Berapa lama kau berdiri disana?"
"Selama kau bicara pada Kibum sunbaenim" jawab Changmin, matanya mengeruh ketika melihat sepasang mata Kyuhyun menatap kosong kedepan, tak ada keceriaan yang selalu membuatnya ikut ceria. "Ada hal-hal didunia ini yang kadang tak sama dengan yang kita lihat. Kau harus tahu itu, Kyuhyun-ah. Kadang, orang memakai topeng untuk membuat orang lain menjauhinya, atau membuat orang lain nyaman dengannya. Itulah mengapa kita harus belajar mengenalnya lebih dalam supaya bisa menilainya masuk kategori yang mana"
Changmin menepuk pundak Kyuhyun, "Aku yakin, entah diriku, dirimu, Kibum sunbae-nim, kakakku, dan semua orang pasti pernah memakai topeng seperti itu. Aku harap kau paham kemudian bertahan. Percayalah bahwa dua orang yang saling menyayangi dengan tulus kemudian berpisah, akan ada benang takdir yang akan kembali menyatukan mereka"
Kyuhyun masih mematung sampai punggung Changmin yang tertutup ransel hitamnya tak terlihat lagi oleh matanya. Kalimat Changmin yang panjang itu kini berjejalan diotak jeniusnya. Dan kalimat terakhir Changmin—
"—Percayalah bahwa dua orang yang saling menyayangi dengan tulus kemudian berpisah, akan ada benang takdir yang akan kembali menyatukan mereka"
Kyuhyun mengenali kalimat itu, sangat mengenalinya. karena—kalimat itu adalah kalimatnya!
"Shim Changmin—"
.
.
Musim dingin, dua belas tahun lalu
3 Februari, pukul 18.30 KST
Sosok bocah kecil dengan beani heat putih dan sarung tangan serta mantel tebal itu tampak bersungut ria ditengah hembusan angin musim dingin. Tak memperdulikan salju yang mengotori beani heat atau pakaiannya, bocah itu tetap duduk disalah satu kursi taman bermain seorang diri.
Bocah itu melirik arloji yang menempel dilengan kirinya, kemudian menghembuskan nafasnya dengan kasar. Entah sudah berapa lama dia disana, yang dia tahu sekarang adalah bahwa dirinya pasti sudah membuat orang rumah khawatir. Maka, diedarkannya pandangannya kesekitar taman. Sebuah senyum terukir diwajahnya ketika sepasang obsidian caramelnya mendapati telepon umum. Dia bergegas berlari kesana, untuk sementara mengabaikan rasa kesalnya pada seseorang yang sejak tadi ditunggunya.
"Hallo—Ibu" sapanya setelah memasukan koin kedalam mesin telepon dan mendengar suara Ibunya diujung sambungan. Katakanlah otaknya yang jenius yang bahkan hafal nomor rumahnya diusianya yang masih belia.
"Ini Kyuhyun, Bu" jeda, Kyuhyun tertawa kecil mendengar omelan Ibunya. "Maaf dan jangan mencariku. Aku sedang berjanji dengan temanku dan—oh baiklah aku akan segera pulang" Kyuhyun mendengus ketika meletakan gagang telepon ditempatnya. Ibunya memang selalu begitu, mudah khawtair padanya. Ya, tentunya gara-gara penyakit sialan yang entah mengapa memilih tubuhnya sebagai tempat menetap.
"Jantung yang tak normal dan kondisi tubuh yang tak sekuat orang kebanyakan."
Kyuhyun menepuk dadanya pelan ketika kalimat Dokter Kim kembali terngiang ditelinganya. Ya, dia tahu apa itu penyakitnya. Jantung adalah organ vital manusia, dan naasnya jantungnya yang bertugas memompa darah itu, lemah. Belum lagi kondisi tubuhnya yang mudah lelah dan mudah terkena penyakit.
"Kau datang?" retorik, Kyuhyun bertanya pada bocah yang tingginya lebih beberapa senti darinya, membuat bocah yang sempat tertunduk –karena merasa terlambat, itu menengadah. Ketika mendapati Kyuhyun, pemuda itu lekas memeluk, oh tidak, tapi menerjang Kyuhyun, membuat keduanya hampir terjatuh.
"Kupikir kau sudah pergi" katanya dengan suara parau. "Maaf. Maaf karena terlambat dan membuatmu menunggu" lanjutnya.
"Ya. Dan jangan ulangi lagi, Chwang"
Bodah tinggi itu, yang Kyuhyun panggil Chwang membuka pelukannya pada Kyuhyun dengan wajak kesal. "Bisakah kau menjawab dengan lebih manis?"
Mata Kyuhyun memicing, "Misalnya?"
"'Aku tidak menunggu lama, kau berlebihan.' Kurasa itu cukup"
"Percayalah Chwang, jika aku bicara seperti itu, kau pasti bukan berbicara dengan Kyu yang asli"
Changmin tergelak kemudian, "Kau benar" katanya.
"Jadi? Ada apa kau menyuruhku kemari sedangkan kau terlambat datang?"
"Aku sudah minta maaf, Kyu. Oh itu, aku mau memberimu ini. Selamat ulang tahun, Kyuhyun" disodorkannya kado yang sejak tadi disembunyikan dibelakang tubuhnya. "Aku yang pertama mengucapaknnya padamu kan?"
"Kibum hyung selalu yang pertama. Kau yang kedua –dan jangan lupakan ini sudah setengah hari dari ulangtahunku" Kyuhyun tersenyum, mengambil kado dari tangan temannya. "Jangan memasang wajah begitu. Kau membuatku semakin tampan tahu!" katanya ketika melihat wajah Changmin tertunduk sedih.
"KYU?!"
Kyuhyun tergelak, dipeluknya tubuh temannya itu ketika temannya memasang wajah kesal. Bocah itu mengerutkan kening ketika sadar bahu temannya sedikit bergetar. "Ada apa? Apa karena aku yang mengatakan Kibum hyung yang pertama? Kau mau aku berbohong agar kau senang? Kau tenang saja Chwang, Ayah dan Ibuku bahkan belum mengucapkannya. Jadi kau masih—"
"Bukan itu" potong Changmin, ditatapnya sepasang manik caramel yang selalu membuatnya tertawa dan kesal disaat yang bersamaan. "Aku harus pergi"
Deg
"Aku tak bisa bersamamu lagi. Kita tak bisa berangkat sekolah bersama, bermain game bersama. Aku—aku akan meninggalkanmu, Kyu"
Lama mereka hanya terdiam, hingga Kyuhyun memasang senyum diwajahnya. senyum tulus dari hatinya. "Percayalah bahwa dua orang yang saling menyayangi dengan tulus kemudian berpisah, akan ada benang takdir yang akan kembali menyatukan mereka"
Senyum Changmin melebar, perasaan bersalahnya menguap entah kemana. Meski hatinya belum rela pergi dari samping Kyuhyun, namun ia yakin dengan ucapan Kyuhyun bahwa benang takdir akan menyatukan mereka lagi. Mereka yang bersahabat karena takdir.
.
.
Cheongdam-dom Street
3 Juni, Pukul 10.00 KST
Jalanan Cheongdam-dom selalu ramai meski jam makan siang belum dimulai, meski bukan weekend. Banyak turis asing yang berbincang diantara lautan irang Korea yang berjalan dengan cepat. Pemuda dengan poni hitam itu menghela nafas, sedikit memicingkan matanya ketika hidungnya menangkap bau salah satu jajanan favoritnya. Ttaebokki. Dia berhenti, sekedar menatap pedagang yang sudah familiar dimatanya, pedagang yang sudah lama tak dijumpainya. Matanya menangkap gerakan makan turis asing yang begitu menikmati kue beras pedas khas negaranya.
"Melamun huh?" sebuah suara membuatnya menoleh. "Jangan bilang kau kehabisan uang untuk beli kue beras, Kibum"
"Apa aku terlihat semiskin itu?" Kibum, pemuda berponi hitam itu bertanya sakratis, membuat pemuda yang lebih tua beberapa tahun darinya nyengir.
"Tidak. Lagipula Paman Kim masih sangat kaya hingga kau bahkan meninggalkan mobil sportmu dikampus"
Kibum melotot, "APA?!"
"Jarang sekali melihatmu menunjukan wajah seperti itu Kim" godanya, "Kau meninggalkan mobil sport mahalmu dikampus, Kim Kibum. Tsk—ada apa dengamu huh?"
Kibum terhenyak. Astaga, mengapa dia bisa sampai meninggalkan mobil kesayangannya? Dan ya dia bahkan baru sadar bahwa dia berjalan dari kampus sampai Pasar Chaongdam-dong. Pemuda 21 tahun itu menghela nafas, kemudian hendak berjalan ketika lengannya dicegat pemuda yang tadi membuyarkan lamunannya.
"Mau kemana?"
"Heechul hyung—" jeda, "Kau tahu kalau dia kembali?"
Deg
Pemuda lainnya –Heechul, nampak terhenyak. Dia bahkan membiarkan Kibum berlalu dari hadapannya tanpa mencegah. Bukan tanpa alasan sebenarnya, dia hanya ingin memberikan waktu sendiri untuk Kibum. Dan—untuk dirinya sendiri.
"Kyu—hyun? Kau kembali?" lirihnya. Ada sorot bahagia dan kecewa disepasang manik miliknya ketika nama itu terucap terbata dari mulutnya. Nama yang sudah lama tak disebutnya hanya untuk mengurangi luka yang didapat Kibum.
Kibum menoleh, mengukir senyum sinis ketika telinganya mendeng ucapan Heechul. lirih memang, namun ia mendengarnya. Salahkan telinganya yang sangat sensitif ketika mendengar nama itu. Kyuhyun.
"Bahkan—mereka yang belum melihatmu pun menunjukan reaksi yang seperti itu" lirihnya. "Aku membencimu"
Tes
Setetes liquid bening berasa asin itu tampak berlomba keluar ketika kalimat terakhir itu keluar dari mulut Kibum. Menunjukan betapa rapuhnya sosok dingin itu. Kibum.
.
.
Cho's Mansion
3 Juni, Pukul 20.00 KST
Tok tok tok
"Dad, boleh aku masuk?"
Tuan Cho yang tengah sibuk dengan lukisannya itu menoleh, mendapati kepala putranya menyembul didaun pintu yang terbuka sedikit. Pria paruhbaya itu tersenyum, mengangguk, melambai pada Kyuhyun untuk mendekat.
Kyuhyun patuh, pemuda itu masuk dengan segelas capucchino ditangannya. Itu minuman favorit Ayahnya, dan Ibunya-lah yang dulu selalu menyediakan itu pada Ayahnya diruang kerja jika Ayahnya mengurung dirinya diruang kerja untuk menuntaskan pekerjaannya yang deadline. Mata Kyuhyun meredup, Ibunya telah tiada.
"Terimakasih, Kyuhyun" diterimanya sodoran gelas berisi capucchino dari tangan Kyuhyun. diteguknya perlahan, menikmati sensasi hangat dikerongkongannya –bahkan sampai hatinya. "Ini mirip sekali dengan buatan Ibumu" komentarnya.
"Dad"
"Ya?"
"Kenapa memanggilku 'Kyuhyun'?"
Tuan Cho menatap sepasang manik caramel yang sejak awal membatnya jatuh cinta, membuat istrinya jatuh cinta. Caramel itu masih terlihat polos dan menggemaskan. Tak ada yang berubah dari Kyuhyun-nya, kecuali—sikapnya yang menjadi sulit ditebak.
"Duduklah disampingku"
Kyuhyun menurut, mendudukan dirinya disamping Tuan Cho, menghadap kanvas dengan lukisan yang belum jadi. Kyuhyun terhenyak ketika Tuan Cho menyandarkan kepalanya dibahu pria itu.
"Kau sudah setinggi ini" lirih Tuan Cho, Kyuhyun mengangguk samar.
"Kau lelah hn?"
"Dad—"
"Marc ataupun Kyuhyun, bukankah mereka orang yang sama? Kau tetap putraku—" jeda, belaian tangan itu mulai terasa dikepala Kyuhyun. Hangat. Tanpa sadar Kyuhyun memejamkan matanya untuk menikmati setuhan tangan Ayahnya "Dan putranya"
Kyuhyun merasakan sakit diulu hatinya ketika mendengar jawaban Tuan Cho. Dan lagi-lagi dirinyalah yang membuat Ayahnya terluka. "Maaf Dad—"
"Kau suka sekali minta maaf ya? Hei, dengarkan Dad, aku tetap mencintaimu seperti dulu. Tak ada yang akan berubah meski pada akhirnya kau kembali pada mereka. Karena—" Kyuhyun menengadah, melihat Ayahnya menatap kosong kedepan."—kau telah membuat hidup kami terasa sempurna selama ini. Kau adalah putraku, putra tunggalku"
Kyuhyun memeluk Tuan Cho dari samping. Dirinya telah melukai hati Ayahnya. Padahal selama ini, orang tuanya itu tak pernah marah padanya, pada apapun yang dilakukannya. Mereka terlalu sayang pada Kyuhyun, hingga membuat rasa kesepian Kyuhyun kadang lenyap tak bersisa.
"Jangan merasa terluka, jangan sakit, karena pada akhirnya takdir tetap berjalan untukmu" Tuan Cho tersenyum. "Berjanjilah putraku"
Kemudian hanya keheningan yang ada. Sepasang Ayah dan anak itu tampak sibuk dengan pikirannya masing-masing. Mencoba meyakinkan diri mereka tentang masa depan yang masih menjadi misteri. Semoga semuanya baik-baik saja Tuan Cho, Kyuhyun. Percayalah.
"Dad, jangan marah" Tuan Cho melirik putranya. "Aku baru saja diterima menjadi karyawan paruhwaktu dikafe Tuan Lim"
"Aku tahu" Tuan Cho tertawa ketika Kyuhyun membulatkan matanya dengan ekspresi kaget yang kentara. Sepasang mata caramel itu terlihat semakin menggemaskan. "Tuan Lim menghubungiku dulu sebelum menerimamu" jeda, "Kurasa kau memang butuh tempat untuk menghabiskan waktu tanpa melamun. Tapi berjanjilah untuk tetap sehat, hn?"
Kyuhyun mengangguk antusias, "Jangan khawatir. Aku tak akan bekerja terlalu keras. Kyuhyun-mu ini sudah dewasa, Dad"
Tuan Cho mengangguk. Benar, putranya sudah tumbuh dewasa. Ajaib memang, dirinya bisa memperhatikan tiap inci pertumbuhan Kyuhyun. Pria itu ingat, Kyuhyun 12 tahun yang lalu adalah bocah yang bahkan tingginya tak sampai setengah dari tubuhnya. Tapi kini, putra semata wayangnya itu sudah lebih tinggi darinya. Dan dia begitu menyayanginya.
"Aku mencintaimu, Kyuhyun. Sangat menyayangimu"
"Aku juga, Dad"
"Selanjutnya—apa yang akan kau lakukan?"
Kyuhyun menghela nafas. Sejujurnya ia tak punya rencana apapun karena memang dirinya tak pernah berpikir akan mendapat sambutan sedingin ini dari Kibum. "Mungkin—aku akan—"
*TBC*
kyaa aku balik lagi ya
dibeberapa review ada yang nanya ini author yang di .com bukan? dan jawabannya iya. aku udah bikin akun ini lama dan baru berani post disini :)
buat yang udah review maaf ngga bisa dibales satu-satu tapi aku baca kok, seneng banget dapet review dari kalian semua :)
di chapter ini, mind RnR juga?