Apakah kalian pernah menonton atau membaca animanga shoujo?

Pasti di sana ada satu pasangan utama yang akan diganggu oleh orang ketiga, 'kan? Bagaimanakah perasaan kalian jika orang ketiga itu terus muncul untuk menghancurkan hubungan karakter utama dengan pasangannya?

Ingin dibunuh? Dihilangkan saja dari cerita agar tidak mengganggu hubungan karakter utama? Atau mungkin kalian justru mendukung orang ketiga tersebut untuk bersanding dengan lawan main yang seharusnya menjadi pasangan karakter utama?

Sejujurnya aku tidak begitu tertarik dengan shoujo manga, namun karena aku seringkali dijejali asupan shoujo manga oleh sahabatku yang otaku berkacamata, mau tak mau aku jadi ketularan.

Ngomong-ngomong, aku lebih mendukung pasangan karakter utama. Namun terkadang aku berpikir, apa yang akan terjadi dengan orang ketiga tersebut? Apakah dia akan mendapatkan pengganti yang lebih baik atau justru berakhir mengenaskan tanpa berpasangan dengan siapapun?

Saat aku membaca shoujo manga yang seperti itu, aku selalu menginginkan agar orang ketiga itu berakhir dengan mengenaskan saja alias dihilangkan dari muka bumi karena telah membuatku sebal karena ia selalu mengganggu hubungan karakter utama.

Menurutku, hukuman itu pantas didapatkannya.

Tapi ...,

Aku tidak pernah menyangka kalau dalam kehidupan cintaku sendiri justru akulah yang menjadi orang ketiga yang akan merusak hubungan orang lain. Padahal aku yang menjadi karakter utama. Namun mengapa justru aku yang menjadi orang ketiganya?

Tunggu, kehidupan cintaku tidaklah seperti shoujo manga. Aku pun bukan perempuan. Bahkan hubungan percintaan ini tidak bisa dikatakan normal atau straight. Fanfic ini pun bertemakan shonen-ai! Namun dalam hubungan yang shonen-ai pun, pasti terdapat orang ketiga juga, 'kan?

Apakah ini karma? Lalu, bagaimanakah nasibku nanti? Apakah aku akan mendapatkan pengganti yang lebih baik? Atau aku tidak akan berpasangan dengan siapapun?

Ataukah ... aku akan menghilang dari dunia ini?

Namun mengingat aku adalah karakter utamanya ... mungkin dengan jahatnya aku bisa saja merusak hubungan mereka berdua.

Dengan begitu, karakter utama akan bersama dengan orang yang disukainya. Bukankah seharusnya memang seperti itu?

Dalam shoujo manga yang pernah aku baca, kebanyakan memang berakhir seperti itu. Kalau begitu, walaupun aku menjadi orang ketiga, aku tetaplah yang menjadi karakter utama yang akan mendapatkan cinta dari orang yang kusukai.

Heh, aku tidak menyangka bahwa aku sebrengsek itu. Rasanya aku benar-benar jijik dengan diriku sendiri. Mana ada karakter utama yang sifatnya bejat seperti ini? Ah, sepertinya hanya aku.

Di mana-mana, yang menjadi karakter utama itu seharusnya orang yang baik. Kalaupun mereka dihadapkan antara memilih persahabatan atau cinta, mereka pasti akan lebih memilih persahabatan.

'Cinta itu tidak harus memiliki'.

Mungkin itu yang ada di pikiran kebanyakan karakter utama yang sifatnya baik.

Che, bullshit.

Itu artinya mereka hanya menyerah dari pertempuran. Jangan berlagak sok baik begitu. Walaupun berkata seperti itu, aku yakin di dalam lubuk hati mereka yang terdalam, mereka pasti tidak merelakan orang yang mereka sukai bahagia bersama orang lain.

Tapi apa daya? Mereka memang tidak bisa membahagiakannya, dan akhirnya mereka beralih untuk menganggap kalau cinta itu tidak harus memiliki. Itu sih namanya melarikan diri. Tapi dengan cara yang sok keren.

Yah, walaupun kebanyakan dari karakter utama itu bodoh, memalukan, dan konyol, mereka seharusnya mempunyai suatu sifat yang akan membuat karakter utama tersebut berbeda dari karakter lainnya, sehingga menjadikan karakter utama itu istimewa.

Misalnya, sifatnya yang ambisius dan terus mencoba tanpa mengenal kata menyerah. Terutama untuk mendapatkan pengakuan cinta dari orang yang disuka.

.

.

.

Kalau begitu, bolehkah aku menjadi egois untuk mendapatkan cintanya?


Aku Karakter Utamanya, 'kan? Lalu Kenapa Malah Aku yang Menjadi Orang Ketiganya?


Disclaimer :

Gintama © Om Hideaki Sorachi

Story © Yumisaki Shinju

.

Pair(s) :

GinHijiOki ǀ OkiHijiGin

.

Genre(s) :

Drama ǀ Romance ǀ Little bit Humor & Angst (I'm not sure, really)

.

Warning(s) :

AU ǀ OOC ǀ Typo(s) ǀ Non EYD ǀ Multi-Chapter ǀ School-life ǀ Shonen-ai alias Boys Love ǀ Judul spoiler

.

Dedicated to Chronnia

Yang request Angst GinHiji tapi aku nggak yakin bisa membuatnya sesuai permintaan.

.

But ...,

.

Hope you like it! :""")


CHAPTER 1


Sakata Gintoki. Pemuda berandalan berambut perak yang matanya tampak seperti ikan mati, namun tidak membuat ketampanannya menghilang. Justru menyebabkan gadis-gadis selalu menjerit jika melihatnya melintasi koridor.

Hari ini dia resmi menjadi siswa baru di Shinsengumi High School, sekolah pria. Alasannya karena saat ia menjadi siswa di sekolah sebelumnya, Kabukichou High School, ia selalu dikejar-kejar oleh gadis-gadis yang menggilainya, sehingga membuatnya tidak tahan dengan perlakuan mereka. Ya, siapa suruh kau mencuri pakaian dalam gadis yang sedang mengikuti pelajaran renang? Jelas saja mereka mengejarmu.

Dan akhirnya, setelah mempertimbangkan semua hal, ia memutuskan untuk pindah. Rasanya berat sekali untuk meninggalkan bangku tempat duduknya, kelasnya, teman-temannya, klub Yorouzuya-nya yang beranggotakan Shinpachi dan Kagura, toilet sekolahnya, pohon tempatnya tidur siang, sekolah lamanya, serta gadis-gadis yang mengaguminya. Yang terakhir mungkin bisa dicoret.

Selain itu, dikarenakan ia juga dikeluarkan dari sekolah lamanya karena sudah lama tidak membayar uang gedung selama setahun pun membulatkan tekadnya untuk pindah. Atau mungkin singkatnya, dipindahkan.

Dan berakhirlah ia di sini, terjebak di sekolah yang semua penghuninya ber-gender sama dengannya. Entah Gintoki harus bersyukur atau mengumpat, karena sejauh mata ikannya memandang, ia mendapat tatapan yang kurang mengenakkan dari semua siswa yang kebetulan memandang ke arahnya.

Mungkinkah setelah ini akan terjadi suatu hal yang dinamakan bullying terhadap murid baru?

Bukannya takut atau apa, dengan santainya pria berambut perak tersebut malah mengupil. Membuat seluruh pasang mata yang melihatnya menjadi geram.

'Anak baru harus diberi pelajaran,'

"Hei, kau anak baru!" panggil salah satu dari kerumunan siswa yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Gintoki. Tubuhnya kekar dan ada beberapa luka bekas sayatan yang melintang di sepanjang garis wajahnya.

Gintoki menoleh ke kanan dan ke kiri, namun tidak melihat siapapun. Merasa dirinyalah yang dipanggil, ia pun segera menjawab sembari menunjuk hidungnya.

"Huh? Aku maksudmu?"

"Memangnya siapa lagi, bodoh!" geram pria bertubuh kekar tersebut.

"Ada apa?" tanya Gintoki dengan nada malas. Ini baru hari pertama ia bersekolah di sini. Namun belum apa-apa, ia merasa akan segera mendapatkan masalah.

"Anak baru itu seharusnya berperilaku baik, 'kan?" Si tubuh kekar bertanya, membuat Gintoki merenung untuk memikirkan jawabannya sejenak.

"Aah, memang, sih. Kalau tidak nanti bisa-bisa dihukum karena sudah melanggar aturan,"

"Kalau begitu, kau harus mematuhi aturan di sini. Laksanakan perintah kami!" perintah pria kekar tersebut seenak jidat. Lagaknya sudah seperti preman pasar yang sedang malak orang. Atau mungkin, seperti yankee yang sedang membegal motor orang.

"He? Rasanya aku tidak pernah ingat ada peraturan semacam itu," ujar Gintoki bingung, terlihat dari alisnya yang berkerut dan tangannya yang sedang menggaruk kepala berambut peraknya.

"Bakayarou! Anak baru saja sudah berlagak! Minta dihajar?" Beberapa dari mereka murka mendengar ucapan Gintoki. Bahkan ada yang sudah bersiap untuk melempar pisau melengkung kebanggaan mereka. Celurit, maksudnya.

"Seraaang!"

.

.

.

"Oi, Teme, apa yang kalian lakukan di sana, hah?!"

Terdengar sebuah suara bariton yang membuat para siswa sok berkuasa yang awalnya ingin menyerang Gintoki justru menghentikan perbuatan mereka dan menoleh.

"Ga-gawat! Ketua Murid Hijikata!"

"Cepat kabur!"

"Bisa dimarahi!"

Dalam sekejab, kerumunan yankee berkedok siswa tersebut kabur dengan wajah ketakutan disertai keringat yang menjalari sekujur tubuh mereka.

'Huh? Ketua Murid?' pikir Gintoki. Dalam manik mata merahnya, terpampang sosok Ketua Murid yang disebut tadi. Pria berambut hitam dengan mata onyx yang berwarna biru tersebut sedang berjalan mendekati Gintoki dengan kedua tangan yang ia masukkan ke dalam kantung celananya. Tak lupa dengan sebatang rokok yang terselip di bibirnya.

Tunggu. Rokok? Bukannya di sekolah ini dilarang merokok? Dan orang seperti itu yang menjadi Ketua Muridnya? Benar-benar sekolah yang gila.

"Apa kau tidak apa-apa, ngg—?"

"Sakata Gintoki desu." Jawab Gintoki datar. Sungguh, dia masih shock dengan semua yang baru saja terjadi. Dimulai dari para murid yang berlagak seperti preman, ditambah lagi dengan Ketua Murid yang melanggar aturan. Haruskah dia pindah sekolah lagi?

"Ne, Sakata-san?" Panggilan Ketua Murid tersebut membuat Gintoki yang sedang asyik berpetualang dalam khayalannya kembali sadar dan mengerjapkan matanya.

"Aah, daijoubu. Tidak perlu khawatir."

"Aa. Aku merasa asing melihatmu. Apa kau murid baru?" tanya Ketua Murid tersebut sembari menghembuskan asap rokok dari bibirnya.

"Ya, aku baru pindah hari ini." Jawab pemuda bermata ikan seraya mengibaskan tangannya di depan wajah. Bermaksud untuk menghilangkan asap rokok yang mengenai wajah tampannya. Makhluk di depannya yang dipanggil sebagai Ketua Murid ini benar-benar tidak tahu sopan santun.

"Dasar Gorilla sialan, kenapa dia tidak memberitahuku," umpat pemuda berambut hitam di depannya kesal.

"Etto—"

"Hijikata-san, aku sudah selesai mencabuti rumputnya sesuai perintahmu. Berarti aku sudah bebas dari hukuman, 'kan? Are? Kenapa kau malah asyik berpacaran dengannya, konoyarou?"

Tiba-tiba muncul sosok lain yang menginterupsi perkataan Gintoki. Sosok tersebut sekilas mengingatkannya pada Shinpachi yang tidak memakai kacamata. Model rambutnya yang hampir mirip dengan Shinpachi tersebut berwarna cokelat seperti warna kardus, dengan mata besarnya yang berwarna merah kecokelatan. Namun jika dibandingkan dengan Shinpachi, sosok tersebut bagaikan Kenichi Suzumura dengan Shinpachi sebagai kotorannya. Beda jauh.

Tubuhnya yang mungil sempat membuat Gintoki mengira kalau sosok tadi bergender wanita, namun segera ditepisnya karena Gintoki sadar bahwa ia sedang berada di sekolah pria.

"Hm, baguslah kalau begitu. Dia baru saja mendapat sambutan sebagai murid pindahan, Sougo. Tunggu, siapa yang kaubilang sedang berpacaran dengannya, bakayarou?!" ucap pemuda onyx yang dipanggil sosok berambut cokelat tadi dengan sebutan Hijikata-san.

"Ne, memang apa hubungannya denganmu yang berstatus sebagai anjing pesuruh Gorilla itu, Hijibaka?" tanya Sougo dengan nada monoton.

"Jelas itu tugasku untuk melerai mereka. Dan siapa pula yang kausebut anjing pesuruh Gorilla itu, hah? Kalau begitu kau juga anjing mereka! Kau mau aku tambah lagi hukumanmu, ya?!" Sepertinya Hijikata semakin geram dengan ucapan Sougo. Terlihat dari kerutan yang semakin bertambah di wajah tampannya. Jangan lupakan hujan lokal yang menyertai setiap perkataannya, membuat Sougo harus mengelap wajah imutnya berulang kali.

Dan entah kenapa, Gintoki merasa kalau dia menjadi obat nyamuk di sini. Tolong garis bawahi kata obat nyamuk tadi. Itu penting.

"Kenapa kau tidak mati saja, Hijikata konoyarou?"

"Kau saja sana yang mati duluan!"

"Shine, Hijikata,"

"Urusai."

"Shine, Hijikata,"

"Diam,"

"Shine, Hijikata."

"Ck, kubilang diam."

"Shine, Hijikata."

"Diamlah, Sougo."

"SHINE, HIJIKATA~"

Oke, Gintoki mulai muak dengan semua ini.

"BISAKAH KAU DIAM?! Kau membuatku kesal, Sougo." Ucap Hijikata sembari mengepalkan tangannya.

"Kalau begitu, buatlah agar aku diam," tantang pemuda berambut cokelat pasir tersebut.

"Mau kucium seperti waktu itu?"

Dengan sekejap Sougo langsung menutup mulut dengan kedua tangannya seraya menggeleng kuat-kuat.

"Ah, sayang sekali~ Padahal aku sedang ingin membungkam mulutmu,"

"Tidaaak! Shine, Hijikata no ecchi!"

"Sudah terlambat untuk lari, Sougo."

"A-Anoo ... apa yang sebenarnya sedang kalian lakukan di sini?" Sepertinya Gintoki sudah lelah terus-menerus diabaikan oleh mereka berdua sejak tadi.

Hijikata dan Sougo segera menolehkan pandangannya ke arah Gintoki.

"Kenapa kau masih di sini?" tanya Hijikata sarkastik.

"Eh? Jadi aku benar-benar diabaikan? Dia malah menganggapku tidak ada! Di saat kalian berdua asyik beradu argumen, aku hanya bisa terdiam mematung menjadi obat nyamuk dan tidak dihiraukan. Di situ kadang Gin-san merasa sedih~" ucap Gintoki bermonolog ria.

"Sebenarnya kau ada keperluan apa? Sejak tadi di sini terus," Kini Sougo yang bertanya.

"Are? Ah, nandemonai! Sepertinya aku mengganggu kalian, ya? Maaf kalau begitu. Jaa!" Gintoki bergegas meninggalkan Hijikata dan Sougo yang terheran-heran melihat tingkahnya.

"..."

"..."

"Dare?" tanya Sougo sembari mengalihkan mata besarnya untuk memandangi Hijikata.

"Hmm ... shiranai, aku lupa. Rasanya, namanya ada hubungannya dengan alat kelamin."

"Hah?"

.

.

.


Bersiap-siaplah, Sakata Gintoki. Karena perjalanan cintamu telah dimulai.


.

.

.

TSUZUKU


Author's Note

Oke, singkirkan celurit itu dari wajahku. Aaa, Chronnia-chan, hontou ni gomennasai! Aku yakin fanfic ini tidak sesuai keinginanmu. /emang/

Pas aku bilang kalau Gin-chan jadi orang ketiga, lalu dengan satu kedipan mata langsung kamu bilang "najong" itu ... /remas kokoro/ /nangis di pojokan/

Btw untuk angst-nya ... aku gak yakin. Sungguh. Please jangan berharap banyak. Oke, sampai bertemu lagi di chapter depan yang entah kapan akan di-update! Itu pun kalau aku nggak lupa. /kemudian bunuh diri/

.

.

.

Sign,

Yumisaki Shinju