Yasai Mizuki bohong jika dia mengatakan dia tidak marah, dan dia sangat benci kebohongan. Oleh karena itu, kejadian melempar sepatu kulit yang beratnya naujubuneng kearah ketua OSIS bersurai merah di hadapannya itu membuatnya bangga.

Ya, setidaknya sampai dia—si iblis merah—menatapnya dengan tatapan yang dapat membunuh 7 keturunan sekaligus. Reflek ia melarikan diri ke lorong sekolah dan berharap manusia titisan iblis itu tidak mengenalinya.

Nafasnya memburu kencang, kakinya serasa mau copot dan kabur ke Hak Asasi Perkakian, rambutnya lepek menempel di pipi. Seluruh pasang mata siswa yang melihat ia berlari di lorong menatapnya heran, atau mungkin mereka berpikir RSJ mana yang kehilangan salah satu pasiennya.

Setelah beberapa menit berlari dan menaiki anak tangga dengan kekuatan kudanya, ia akhirnya sampai di depan kelasnya, 8-4. Rasa aman serta nyaman langsung menyelimuti hatinya, setidaknya jika si iblis mengikutinya dia bisa bersembunyi dan menjadikan salah satu dari mereka tamengnya.

Sesaat sebelum ia menggeser pintu 'surga' sebuah tangan menepuk pundaknya dan sukses membuatnya berteriak seperti orang kesurupan.

"Mizuki, sekarang aku tidak heran kenapa kamu memilih klub Lorelei." Ucap Hinako sambil mengucek-ngucek telinganya, matanya terkatup rapat.

"Enak saja, mamah yang memaksaku masuk tanpa kompromi!" Mizuki melipat kedua tangannya di depan dadanya, mengingat-ingat kejadian memalukan ketika mamahnya menyeret Mizuki ke klub bernyanyi atau bahasa gahoolnya Lorelei-club.

Memang sih dari dulu ia sangat suka bernyanyi. Heck, dia SANGAT suka bernyanyi dan suaranya (bisa dibilang) bagus.

#Author-Tidak-Ikhlas

Sejak kecil ia sudah di didik oleh ayahnya vocal mulai dari dasanya hingga tetek bengeknya yang tidak kunjung habis, rasanya menyanyi sama seperti bernafas. Tapi itu sebatas hobi, bukan berarti dia ingin menjadi penyanyi professional. Dan sepertinya perkataan itu masuk-kuping-kanan-keluar-kuping-kiri mamahnya.

"Oke-oke, sabar mba'e ojo nesu-nesu (1) nanti mukamu yang udah jelek tambah jelek" Hinako tersenyum lebar kearah Mizuki, menunjukkan sederet gigi putihnya. "Ngomong-ngomong kamu kenapa sih, kok lari-lari seperti dunia mau kiamat saja. Jangan bilang kamu habis membuat guru marah lagi ya?" mata Hinako mengerling jail.

"Lebih baik berurusan sama guru daripada sama titisan iblis seperti dia" dumel Mizuki. Persetan dengan guru, bahkan mendapat nilai 4 pada saat tes harian saja lebih baik ketimbang bertemu dengan mukanya yang menyebalkan.

"Ada apaan sih, my gossip radar is tingling." Mizuki menatap Hinako horror, nggak heran kenapa ia disebut sebagai ratu gossip.

"You don't want to hear it, or more likely I don't want to talk about it"

"Oh ayolah, masa kamu seperti itu. kamu kan tahu aku bisa mati penasaran dengan hal itu, pretty please?"

"No tu mere-mere nehi (2)" Mizuki mengucapkannya dengan aksen India gagal.

"I'll treat you parfait"

"Deal" Balas Mizuki lebih cepat dari kecepatan cahaya, matanya berbinar-binar setiap mendengar kata 'traktir' dan 'makanan manis'.

Dan tanpa ia ketahui, ia telah mengambil keputusan yang salah.

[Beberapa menit sebelumnya]

Apa yang kamu lakukan jika melihat titisan iblis dan manusia berkepala ungu ketangkap basah membuat seorang gadis nangis?

Mizuki Yasai akan menjawab menolong gadis malang itu dan menimpuknya lelaki itu dengan sepatu.

Dan itu baru saja terjadi.

"Kabur ke arah lapangan!" teriak Mizuki dengan lantang sembari melempar 'tombaknya' kearah titisan iblis, dan sukses mendarat di kepalanya.

Bunyi 'pluk' dan tatapan tidak percaya manusia berkepala ungu terpaku pada sepatu indoor wanita yang baru saja mendarat di kepala sahabatnya, Ketua OSIS yang sangat di segani di SMP Teiko .

Gadis bersurai merah muda yang tadinya menangis juga ikut menatapnya sepatu itu dengan tatapan horror sejadi-jadinya, rasanya air matanya lansung menguap dan membantu tanaman berfotoseintesis.

Entah kinerja otak Mizuki yang langsun drop ke angka minus 1000 atau dia sudah bosan hidup, dia malah melangkah mendekati gadis itu, berusaha membebaskannya dari 'terkaman' serigala merah dan ungu yang masih terpaku menatap sepatu.

Selang beberapa detik setelah ia meraih pergelangan tangan gadis bersurai merah tadi, ia mencoba untuk menariknya namun ada tangan yang memegang pergelangan tangan Mizuki. Yap, orang itu tak lain dan tak bukan si titisan iblis. Jarinya yang kekar dan panjang mencengkramnya kuat.

"mampus-mampus-mampus-mampus" teriak Mizuki dalam hati, reflek ia menepisnya kuat dan menarik gadis yang tak dikenalnya dengan sekuat tenaga. Mereka berlari sambil berpegangan tangan ke arah lapangan bola sepak.

Setelah merasa cukup jauh ia melepaskan tangannya dan jongkok kecapekan.

"ha…. Ha… hamu hngga hapa-hapa? (Kamu nggak apa-apa?) " Tanya Mizuki di sela-sela nafasnya yang tersendat-sendat.

Gadis itu hanya mengangguk dahsyat, jika ia mengangguk lebih cepat lagi dijamin kepalanya terbang ke angkasa.

"Oke…. Aku ke kelas ya!" ucap Mizuki sebelum lanjut berlari ke lorong kelas. Dan sekarang berakhir menceritakan kejadian ini di atas atap sambil mengunyah cokelat batangan dengan khidmat.

Kalau ada lalat yang sedang terbang mungkin dia akan masuk ke mulutnya Hinako. Mulutnya mangap seperti ikan koi kelaparan, matanya membelakak tidak percaya. Bekalnya mulai dingin dikacangin oleh pemiliknya.

"Ka-kamu…. nimpuk Akashi-sama dengan sepatu?!" ujar Hinako dengan setengah berbisik. Ia taruh bekalnya di atas pahanya dan memegang tangan Mizuki erat.

"-sama?" Mizuki menatap Hinako heran, sejak kapan titisan iblis macam dia mendapatkan suffix semacam itu?

"Jangan bilang kamu tidak tahu siapa dia?!" kali ini Hinako bereriak ngeri, suara teriakannya yang dapat menyaingi ambulan sukses membuat Mizuki menutup kupingnya rapat-rapat.

"Dia cuman ketua OSIS killer titisan Lucifer yang kebuang di dunia manusia kan?"

"Bukan!" balas Hinako semangat'45. "Akashi Seijuuro, putra tunggal dari Akashi Mikado pemilik Akashi Corporation. Ibunya yang bernama Akashi Haruka meninggal ketika ia masih berusia 7 tahun—"

Hinako mengobrak-abrik tas kecil berisi kamera digitalnya, ia menunjukkan Mizuki beberapa foto Akashi yang diambil secara diam-diam.

"—Tinggi 158 cm, berat 64 kg, lahir 20 December pada hari Senin—sekarang berumur 15 tahun, golongan darah AB, point guard dari klub Basket,dia masuk ke first string. Yang berarti dia sangat mahir bermain basket."

Kini giliran Mizuki yang menatapnya horror. Rasa kagum bercampur takut mambuat cita rasa umami yang menggugah jiwa. Dia membuat catatan kecil di dalam hatinya agar tidak macam-macam dengan sahabatnya yang radar gossipnya kuat ini.

"Jadi, sekarang mana sepatu mu?" Tanya Hinako tiba-tiba.

"maksud?"

Hinako menghela nafas dalam-dalam, "Sepatu yang kamu gunakan untuk memukul Akashi-sama, kamu menggunakan sepatu cadangan mu kan?"

"Ada di tas kok, tunggu dulu…" Mizuki membuka tas berbentuk Totoro dan mengeluarkan beberapa barangnya. Dia mengambil kantong berwarna Hijau toska dan membuka isinya. Betapa kagetnya dia ketika mendapati sepatunya hanya satu, "Gawat".

"Ada apa?"

"Sepatunya cuman sebelah!"

Muka Mizuki dan Hinako langsung pucat pasi, kalau begini hanya ada satu kemungkinan.

.

.

Sepatunya diambil titisan iblis.

[TO BE CONTINUED]

Sabar mba'e ojo nesu-nesu : Sabar mba, jangan marah-marah.

No tu mere-mere nehi : Tidak memiliki arti, Mizuki hanya menirukan aksen India. (and failed)