Disclaimer: Masashi Kishimoto. Inspired by Van Helsing.

Esoknya, Naruto yang seumur hidupnya belum pernah menjerit ketakutan, kali ini benar-benar menjerit keras. Bagaimana tidak? Ia membuka matanya pagi itu, dan langsung disambut dengan senyum palsu Sai yang dekat sekali di wajahnya.

Refleks pertamanya adalah menjerit, dan refleks keduanya adalah melempar bantalnya ke wajah Sai.

"Apa yang kau lakukan?" seru Naruto, setelah berhasil mengendalikan dirinya.

Sai, masih dengan senyumnya, melemparkan bantal Naruto kembali ke tempat tidur dan seraya meninggalkan ruangan berkata, "Kelas pertamamu sudah dimulai lima menit lalu," mengakibatkan Naruto langsung melompat turun dari tempat tidurnya, heboh menyambar benda-benda yang ia butuhkan untuk kuliah dan segera melesat keluar secepat yang ia bisa.


Naruto pikir Sai hanya mampir ke apartemennya untuk membangunkannya, tapi di luar dugaan, pemuda itu terus menguntitnya, bahkan sampai duduk di sebelahnya di kelas. Demi Jashin, Sai bahkan tidak berada di jurusan yang sama dengannya.

"Apa yang sebenarnya kau lakukan?" bisik Naruto.

"Duduk," jawab Sai.

Naruto mendelik memandangnya. "Jangan bilang Tsunade memintamu menempel terus padaku sampai aku mau membunuh Sasuke—"

Kata-kata Naruto terputus ketika sebuah spidol menghantam sisi kepalanya, membuatnya mengaduh keras. Ia menoleh untuk melihat siapa yang melempar, dan mendapati dosennya, Umino Iruka, tengah menatapnya dengan senyum lembut. Naruto sudah mengenal Iruka sejak semester satu. Ia tahu kalau senyum lembut itu adalah cara lainnya untuk mengancam, dan Naruto tahu kalau membuat marah Iruka berarti mati muda.

"Maaf, Sensei," ucap Naruto cepat, mengambil spidol yang tadi dilemparkan padanya dan mengembalikannya pada Iruka.

Iruka mengangguk. "Sekarang kembali ke tempat dudukmu dan perhatikan penjelasanku."

Naruto mematuhi apa yang Iruka katakan, kembali mendudukkan dirinya di samping Sai, tak lupa memberikan tatapan sinis pada pemuda itu.


Tsunade benar-benar tahu kelemahan Naruto. Ia tak suka ada orang yang melanggar personal space-nya. Dan ditempel Sai terus menerus selama 24/7 jelas membuat Naruto jengah. Sudah satu minggu, dan ia belum juga berhasil mengenyahkan Sai dari dirinya. Sai benar-benar seperti lintah. Ia jadi orang pertama yang Naruto lihat saat ia bangun tidur, orang terakhir yang dilihatnya sebelum dia tidur, dan jadi satu-satunya orang yang dilihatnya di saat ia bangun.

Sudah satu minggu, dan tak ada satupun cara Naruto untuk membuat Sai pergi yang berhasil. Pemuda itu lebih loyal pada Tsunade.

"Kau tidak harus masuk kelas apa?" tuntut Naruto kesal. Sai sekarang mengikutinya di semua kelasnya, terlepas dari jurusannya yang sama sekali tidak berhubungan dengan jurusan yang diambil Naruto.

"Tsunade mengatakan aku tidak perlu kuliah sampai kau setuju membunuh Sasuke."

Naruto mengerang frustasi. "Bilang pada Nenek itu, aku tidak mau."

"Kalau begitu aku tetap jadi bayanganmu."

Naruto mencengkram rambut pirangnya, menoleh menghadapi Sai. "Kenapa tidak kau bunuh dia sendiri saja kalau begitu? Nanti aku pinjami senjatanya. Kau kan juga pasti bosan bersamaku terus menerus?"

Senyum palsu Sai makin melebar, "Membunuh vampir terlalu merepotkan."

"Lah! Kalau kau juga merasa begitu, kau tidak punya hak untuk memaksaku dong!"

Sai tidak merespon itu, terus mengikuti Naruto, membuat Naruto makin kesal, tahu ia takkan bisa menyingkirkan Sai dengan mudah.


Sudah hampir tiga minggu. Sai masih juga setia di sisi Naruto. Sasuke yang selama tiga minggu terakhir ini disibukkan dengan tugas kuliahnya dan berburu, baru bertemu Naruto dua kali. Dan sekarang adalah kali ketiga.

Kali ini, Sasuke menyadari kalau pemuda yang terus tersenyum itu membuat Naruto jengkel.

"Siapa dia?" tanya Sasuke akhirnya, menunjuk Sai yang duduk di sebelah Naruto.

Naruto yang terus uring-uringan sambil mennyantap makan siangnya menoleh ke arah Sai. Sai tidak makan. Ia hanya minum segelas susu kotak.

"Dia cowok menyebalkan yang diutus Tsunade untuk membujukku membunuhmu demi sumpah keluarga," jawab Naruto kesal. Ia kembali menoleh ke arah Sasuke. "Ia terus-terusan mengikutiku, membuatku jengkel."

Sasuke mengangkat alis. "Kenapa kau tidak membunuhku saja untuk membuatnya menyingkir kalau begitu?"

Naruto tidak langsung menjawab. Mata birunya terpancang pada mata hitam Sasuke. Mereka berdua disibukkan dengan pikiran masing-masing. Kemudian akhirnya Naruto memutuskan kontak mata, kembali menunduk menatap makan siangnya.

Ada alasan kenapa ia tidak membunuh Sasuke selama ini. Alasan yang justru membuatnya tidak peduli dengan sumpah keluarganya. Tapi detik ini, alasan itu terasa begitu gamang baginya.

Naruto menyadari Sasuke belum berhenti menatapnya. Ia berdehem dan akhirnya berkata, "Bersiaplah, Sasuke. Kau akan kuhabisi sebelum akhir minggu ini."

Kalau saja Naruto tidak terlalu fokus pada makan siangnya, ia akan bisa menangkap senyum getir di wajah vampir itu ketika merespon ucapan Naruto dengan satu kata, "Akhirnya."


Naruto membuka pintu apartemen Sasuke malam itu. Naruto tahu Sasuke pasti tidak menguncinya mengingat betapa pentingnya malam itu. Di mana akhirnya Naruto sudah memantapkan niatnya untuk membunuh vampir terakhir, satu-satunya yang menghalangi sumpah keluarganya untuk diselesaikan.

Naruto melangkah masuk. Apartemen Sasuke gelap, tak ada satupun lampu yang dinyalakan. Mungkin Sasuke sengaja. Naruto mendapati Sasuke tengah duduk di ruang tengah, menunggunya.

Sasuke balas memandangnya ketika Naruto muncul. Ekspresinya tak bisa Naruto tebak. Naruto membuka telapak tangannya, dan secara ajaib muncul sebuah pedang dari sana. Pedang turun temurun keluarga Uzumaki, satu-satunya senjata yang bisa digunakan untuk membunuh vampir.

Sasuke bangkit berdiri, berhadapan dengan Naruto.

"Kau siap?" tanya Naruto.

Sasuke tidak menjawab. Ia hanya langsung menerjang maju ke arahnya, membuat Naruto nyengir lebar dan menyabetkan pedangnya ke arah Sasuke. Tidak kena, tentu saja. Sasuke menghindar di saat terakhir, mengakibatkan pedang Naruto mengenai meja dan membuatnya terpelanting menabrak tembok, pecah.

Naruto tahu, meskipun Sasuke sudah berulang kali memintanya untuk membunuhnya, harga diri vampir terakhir ini terlalu tinggi. Ia takkan mau membunuh tanpa perlawanan.

Naruto kembali menyerang, Sasuke menangkis pedangnya, sudah siap menyambut Naruto dengan cakarnya, tapi Naruto berhasil berkelit. Ia sudah sering betarung melawan Sasuke. Tidak dengan niat untuk membunuh sebelumnya, tapi pertarungan kali ini terasa lain. Seolah baik Naruto maupun Sasuke sama-sama menahan diri, sama-sama tidak mengeluarkan kemampuan terbaik mereka untuk membunuh yang lain. Naruto tahu, karena ia memang merasa seperti itu, tapi ia sama sekali tidak menyangka Sasuke juga akan bersikap begitu.

Pertarungan mereka berlangsung lama. Apartemen Sasuke sudah porak-poranda. Banyak bekas tebasan pedang dimana-mana, yang kalau pemilik apartemen itu bukan Tsunade, pasti sudah akan melaporkan macam-macam ke polisi.

Naruto terengah, menjaga jarak dari Sasuke. Sasuke sendiri tidak tampak kelelahan. Ia hanya menatap Naruto dengan ekspresinya yang sama sekali belum bisa Naruto tafsirkan dari tadi. Kemudian secara mendadak, ia kembali menyerang Naruto, membuatnya secara reflek mengangkat pedangnya lagi untuk melindungi diri.

Sasuke terlambat menghindar, pedang itu menggores bahunya. Sasuke tidak tampak kesakitan, tapi cairan hitam mengalir dari lukanya. Ia menendang tangan Naruto yang memegang pedang, membuat pedangnya terjatuh dari tangannya. Tanpa pertahanan, Sasuke menghimpit Naruto ke dinding.

Kemudian hening.

Naruto tahu ketidakseriusannya dalam pertarungan ini bisa membuatnya terbunuh, dan tampaknya ia benar. Dengan Sasuke mencengkram lehernya, ia bisa mati kapan saja. Matanya terpaku pada mata Sasuke, menunggu.

Tapi di luar dugaan, alih-alih menancapkan cakarnya ke lehernya dan membunuhnya, Sasuke justru menjauhkan dirinya dari Naruto. Ia membungkuk dan mengambil pedang Naruto yang tergeletak, melemparkannya ke arah Naruto.

"Kita ulangi lagi," ujarnya.

Saat itulah Naruto mengabaikan logikanya. Ia menjatuhkan pedang yang dilemparkan Sasuke padanya, menerjang Sasuke hanya dengan tangan kosong. Sasuke yang tidak siap hanya bisa pasrah ketika kali ini ganti Naruto yang menghimpitnya ke dinding dengan bunyi debam keras.

Dan sebelum Sasuke sempat mengatakan sesuatu untuk mencerca kebodohan Naruto seperti biasa, Naruto sudah lebih dulu membungkamnya dengan ciuman dalam di bibir Sasuke yang sudah begitu lama mati rasa.

Sasuke hanya bisa membelalak. Mungkin kalau jantungnya masih bisa berdetak, suara detaknya pasti akan sanggup memecahkan gendang telinganya. Tapi saat ini yang bisa didengar Sasuke hanya suara detak jantung Naruto yang menjadi jauh lebih cepat daripada saat mereka bertarung tadi.

Sasuke merasakan Naruto lebih memperdalam ciumannya ketika Sasuke sedikit membalasnya, namun ketika lidahnya menyentuh taring Sasuke yang begitu tajam, Sasuke bisa merasakan darah Naruto yang selama ini baunya sulit ia tolak mengalir di mulutnya. Sasuke mungkin akan hilang kontrol sepenuhnya kalau ia tidak langsung mendorong Naruto menjauh.

Naruto sendiri tampaknya tidak keberatan lidahnya terluka, tapi ia tidak mengatakan apa-apa lagi. Ia berbalik, memungut pedangnya, dan keluar dari apartemen Sasuke, meninggalkan Sasuke membeku sendirian di dalam apartemennya yang masih berantakan.

-tbc-

Banyak yang bertanya kenapa Senin? Karena seperti Marvel yang tiap Senin punya Marvel Motivation Monday, saya juga merasa wajib untuk membuat Senin lebih menyenangkan because for the past three weeks, my Monday is so shitty. Marvel lights it up tho ;) Hope my fic has the same effect to you instead making Monday more shitty orz

Dan untuk chapter 1 lalu, saya melakukan kesalahan posting: saya lupa menyantumkan karakter sehingga ada yang berharap fanfic ini bakal berakhir NaruSaku atau NaruIno T.T I AM REALLY SORRY, IT'S MY FAULT TO GIVE YOU A FALSE HOPE THIS FIC IS DEFINITELY SASUNARU/NARUSASU I AM SO SORRY OTL But maybe next time I can make NaruSaku to make it up to you. No promises tho #ditampol

Dan yang bertanya kutukannya apa, simply arwahnya nggak tenang aja ._. #digetok