Chapter 8

Naruto, dkk punya Masashi Kishimoto

Gaahina

Romance

Story pure for Jhino

a/n: Aku balas dulu review temen-temen sebelum kalian membacanya. Sebelumnya terima kasih sudah membaca, memfolow, memfavoritkan ff ini bahkan mereview ff ini.

Kirei na hinata: terima kasih sebelumnya karena udah review ^_^. Semoga aja endnya gaahina..amiiin...heheheheh

Tatshin11: terimakasih atas reviewnya teman ^_^ ini udah lanjut kok.

Virgo Shaka Mia: babu? Pembantu maksud mia chan? Itu bukan artinya. Guardians itu para penjaga, para pelindung. Hehehe.. terima kasih reviewnya mia chan. ^_^

Riya-hime: oh men! Maaf membuatmu menunggu riya-chan, ini karena aku juga harus meng udate chapter di beberapa ff-ku. T_T.. aku juga berusaha update secepatnya di sela-sela kesibukanku kok. Aigo! Tak usah minta maaf riya-chan karena gak login, yang penting aku tau kalo kamu yang mereview dengan mencantumkan namamu. Terima kasih sudah menunggu, memberiku semangat dan mereviewnya. Joungmal Gomawo riya-chan ^_^

Nana: terima kasih sebelumnya sudah membaca dan mereview ya. ^_^. Semua pertanyaan nana-chan akan terjawab mulai chapter ini dan chapter-chapter berikutnya kok. Terimakasih ^_^

Unguviolet: hahahaha terima kasih ya udah membaca bahkan mereview dari chapter pertama. Oppa lanjutin kok. Terima kasih sudah menunggu vio-ah. ^_^

Ok teman-teman terimakasih semuanya... salam hormat dariku#deep bow ^_^

Happy reading

The secret pleace – Akatsuki

Seorang pria berkacamata hitam dan bertopi bassball tak lupa memakai masker hitamnya, keluar dari mobil mewahnya. Dilihatnya sekeliling tempat itu hanya ada udara dingin dimalam hari. Cepat-cepat ia masuk kedalam rumah yang berada tepat di depannya.

"Hai bos!" Seru pria berambut perak sambil menghembuskan asap rokok. Yang disapa hanya bisa mengangguk.

"Lama tak berkunjung, Mr. Fox." Lanjutnya lagi.

"Aku sibuk. Kau tahu lah. Sebaiknya kau berhenti merokok, Hidan." Balas pria yang di panggil Mr. Fox, meski itu bukan nama aslinya.

"Kalau aku mati baru aku berhenti, bos." Jawab Hidan asal.

Mr. Fox berdecak kesal. Tiba-tiba dia melihat pria berambut Hitam dan bermata hazel dengan wajahnya yang datar. "Hai, kau muka datar, siapa namamu? Kau orang baru di sini? Sepertinya aku pernah lihat wajahmu." Yang ditanya hanya diam saja dan tetap memasang wajah datar.

"Hei, kau tuli ya?!" Seru Mr. Fox sambil mengacungkan pistol ke muka pria datar itu. Mr. Fox itu sangat kesal karena di acuhkan begitu aja.

"Turunkan pistolmu, Mr. Fox. Simpan senjatamu itu. Dia tak akan bicara meski kau menyiksanya sekalipun." Ucap pria bertindik.

"Apa dia salah satu anggotamu, Pein?" tanya Musang dan Pein mengangguk.

"Dia salah satu anggota akatsuki yang istimewa, Mr. Fox. Namanya, Sasori dan dia hanya berbicara ada kami saja." Jelas pein.

"Cih! Sombong sekali kau Sasori. Apanya istimewanya? Dia terlihat seperti kurcaci hutan saja." Remeh Mr fox.

"Memang tubuhnya dia paling pendek dari kami semua, tapi hanya dia juga sangat gesit untuk menghindari peluru yang mengarahnya dan dia satu-satunya yang bisa membunuh orang sekali tebas dengan katana-nya dengan sangat rapi tanpa terendus polisi yaitu memutilasi dan memberikan kepada anjing-anjing jalanan." Jawab Pein.

"Wow, kau hebat muka datar. Padahal anggota lainnya memakai senjata api. Lain kali aku akan butuh dirimu untuk membunuh para pesaingku. Tapi rasanya aku pernah bertemu denganmu. Tapi dimana?" Kata Mr. Fox sambil membuka kacamata hitamnya memerlihatnya warna mata birunya lalu memicingkan matanya menatap Sasori.

"Kebiasaan pelupamu belum hilang ternyata, Mr. Fox. Kalau kau menyewa anggotaku yang satu itu harus mengocek uang dalam-dalam. Karena dia keturunan samurai." Sahut pria yang berjalan mendekati mereka, Madara.

"Ck, mau bagaimana lagi memang kebiasaan pelupaku tak akan pernah hilang sepertinya.." Balas Mr. Fox sambil meletakkan amplop coklat tebal.

"Ini bayarannya, meski si Hyuuga jalang itu tak mati, tapi setidaknya mantan kekasihnya gantinya. Aku sudah lama menunggu kematian Gaara, akhirnya terlaksana juga." Lanjutnya.

Pein mengecek isi amplop coklat itu lalu menoleh ke arah Madara. "Sesuai dengan kesepakatan." Ucapnya. Madara tersenyum puas.

"Ohya, Tuan besar ingin kedua anak Hiashi itu lenyap, jadi cepatlah kau habisi mereka."

"Membunuh anak presiden hukumannya adalah bukanlah hal gampang Mr. Fox. Apalagi penjagaan yang sangat ketat. Kau tau sendiri kami harus berkali-kali melakukan teror karena mereka mempunyai perisai yang kuat." Jelas Madara lalu menyedap wisky ditangan kanannya.

"Aku tahu, oleh karena itu tuan besar memberikan imbalan yang sangat besar untuk kalian semua." Kata Mr. Fox.

"Imbalannya apa, tuan?" Tanya Hidan.

"Kebebasan. Kalian bebas dari segala hukuman yang menjerat kalian terutama hukuman mati jika mereka menangkap kalian." Jawab Mr. Fox.

Madara menyeringai, " Ternyata tuan besarmu tahu apa yang kami inginkan. Akan kami lakukan." Mr. Fox mengangguk dan beranjak pergi dari tempat itu.

"Wah aku tak sabar ingin membunuh mereka. Eh tunggu Mr. Fox, apa kau sudah puas bermain-main dengan Hyuuga jalang itu?" Kata Hidan kemudian meminum birnya membuat langkah Mr. Fox terhenti.

Mr. Fox pun menyeringai dalam maskernya, "Belum puas jika kalian menyetubuhinya bergiliran didepan mataku lalu membunuhnya apalagi jika sasori yang membunuh mereka. Ah itu baru sangat memuaskan, Hidan."

"Waw, anda sangat brilian Mr. Fox, aku sudah tak sabar memperkosa keduanya!" Seru Hidan sedangkan Mr. Fox itu melangkah keluar dari rumah itu.

"Ya benar, itu sangat menggairahkan kawan. Apalagi kalau mereka menjerit kesakitan membuatku klimak. Hahahaha." Tawa Tobito.

"Cih, kalian ini tukang berkhayal. Aku tak akan mau melalukannya." Cibir Sasori setelah Mr. Fox itu pergi.

"Oh ayolah pendek. Kau juga harus meniduri korbanmu dulu, kau terlalu naif sobat. Juniormu itu perlu diservice. Hahahaha.." Goda Daidara.

"Sudahlah, lebih baik kita buat rencana untuk membunuh mereka dan setelah itu bisa bebas melakukan apapun." Perintah Madara.

.

.

.

.

.

Kediaman Hyuuga

Hinata menatap rembulan di balkon kamar sambil bersandar di dinding. Tanpa ia sadari bulir-bulir air mata mengalir di kedua pipinya, dadanya pun terasa sesak. Dia hanya bisa terdiam dan menangisi apa yang sudah terjadi.

Flasback on

"Sai, kencangkan mobilnya!" Seru Hinata yang sedang memangku kepala Gaara. "Gaara-kun bangun Gaara-kun..." Hinata mengelus rambut merah itu namun si pemilik tetap memejamkan mata.

"Hiks.. Sadar Gaara-kun.. hiks.. Aku ingin kau bangun Gaara-kun..hiks.." Isak Hinata, air matanya mengenai wajah Gaara. Hanabi yang duduk di samping Sai, menoleh ke belakang. Melihat sang kakak menangis, hatinya jadi terasa perih. Walaupun dia kecewa dengan sikap kakaknya, tapi dia juga tak rela melihat Hinata menangisi mantan kekasihnya yang telah melindunginya dari kecelakaan tersebut.

Tak terasa mereka sampai di rumah sakit, Sai segera menggendong Gaara di UGD. Tak lama kemudian beberapa suster dan dokter mengobatinya. Hanabi memeluk Hinata memberikan sedikit ketenangan. Sedangkan Sai sibuk menelpon dari tadi.

"Harusnya aku yang tertabrak mobil, ..harusnya aku...hiks.. aku yang celaka, hanabi, hiks." Racau Hinata menangis dipelukan adiknya.

"Neechan jangan begini. Neechan harus yakin Gaara-nii selamat dan baik-baik saja." Hibur Hanabi sambil mengelus rambut indigo kakaknya.

Setelah satu jam, dokter keluar dari ruangan tersebut. "Dokter bagaimana kondisi Gaara? Apa dia baik-baik saja?" Tanya Hinata tak sabaran.

Dokter itu tersenyum, "Tuan Gaara sekarang tidur, dia kuat Nona Hinata. kepalanya terbentur sangat keras, membuatnya terkena gegar otak belum banyak darah yang keluar, tapi kami sudah mengobatinya. Dan dia sedang tertidur pulas. Jadi nona Hinata jangan khawatir."

Mereka bertiga bernafas lega mendengarnya. "Apa dia akan lupa ingatan, dokter?" tanya Hinata lagi.

"Tidak nona. Kepala tuan Gaara sangat keras." Kekeh dokter itu. "Nona bisa menjenguk namun jangan membangunkannya." Lanjut dokter itu kemudian pamit undur diri.

.

.

.

.

Hinata mendudukan dirinya dikursi samping ranjang tidur Gaara. Dia tak bisa berkata apa-apa. Hanya bisa menatap pengawalnya yang kini sedang terbaring lemah dengan perban yang menutupi seluruh kepala atasnya. Dengan ragu-ragu, hinata mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan kanan Gaara, meremasnya lembut. Di belainya punggung tangan Gaara dengan ibu jari Hinata, sakit hatinya melihat Gaara seperti ini dan ini pertama kalinya dia melihat Gaara jatuh sakit terluka. Bola mata pucatnya sudah dikelilingi air mata yang siap tumpah kapan saja. Dalam hatinya dia berharap Gaara bangun dan berjanji akan memeluk Gaara.

"Sai apa yang terjadi?" Sasuke tiba-tiba datang membuka kasar pintu kamar rumah sakit itu, dibelakangnya ada Sasori, Sakura, dan Ino.

"Astaga! Gaara! Kenapa jadi begini, Sai?" Sasuke mencengkram kerah kemeja Sai setelah terkejut melihat kondisi sahabat sekaligus saudaranya itu.

"Hentikan Sasuke, kau bisa membunuh Sai pelan-pelan karena kehabisan udara." Lerai Sasori sambil memegang bahu kokoh Sasuke.

Sasuke tersedar dan langsung melepaskan cengkramannya, " Go-gomenne Sai, aku.. aku panik.." Suara Sasuke yang lirih. Sai tersenyum mengangguk kemudian menepuk pelan bahu Sasuke.

Sai menceritakan kejadian tentang kecelakaan Gaara pada kedua sahabatnya. "Dasar wanita jalang! Kurang puas kau menyakitinya hah?!" Seru Sasuke pada Hinata yang dari tadi terdiam dan hanya menatap Gaara.

"Harusnya kau yang berada diposisi Gaara saat ini, jalang!" lanjutnya.

"Sasuke jaga bicaramu. Itu sudah menjadi tugas Gaara melindungi nona Hinata." Sahut Sai dengan muka seriusnya.

"Tugas katamu? Yang benar adalah Gaara melakukan itu karena masih mencintai wanita ja.."

Bugh!

Kata-kata Sasuke terhenti karena Sasori memukul wajah Sasuke. Ino langsung menghampiri kekasihnya dan mengelus bekas pukulan di pipi Sasuke.

"Gaara sudah memperingatkanmu jangan menghina orang yang di sayanginya, Sasuke." Hinata langsung menangis mendengar ucapan Sasori .

'Kenapa kau begitu bodoh masih menyimpan rasa itu untukku, Gaara?' ucapnya dalam hati.

Sasuke langsung berdiri dalam diam kemudian keluar dari kamar inap Gaara diikuti Ino.

Sasori berjalan mendekati Gaara dan Hinata, Sasori tersenyum kecil melihat Hinata menggenggam tangan Gaara. "Nona, maafkan Sasuke ya. Dia hanya emosi saja, karena saya, Sasuke, Sai, Kiba dan Lee merupakan sahabat Gaara dari dulu bahkan kami sudah saling menganggap saudara, jadi mohon nona Hinata memaklumi Sasuke." Kata Sasori tersenyum sopan.

Hinata menghapus air matanya dan tersenyum lembut menatap Sasori. "Aku mengerti Sasori. Maafkan aku atas sikapku selama ini pada kalian. Aku akan berusaha bersikap baik dan menurut pada kalian kok." Ucapan Hinata membuat semua penghuni ruangan tersebut tersenyum lega.

Tiba-tiba pintu kamar itu terbuka dan memunculkan sosok pria berambut kuning.

"Hinata sayang.." Panggil pria itu dengan suara yang lembut.

"Naruto-kun.." Balas Hinata lalu memeluk pria itu.

"Bagaimana kondisinya, sayang?" tanya Naruto.

"Kata dokter, kepalanya gegar otak, karena benturan keras dengan aspal jalan tadi dan banyak mengeluarkan darah, tapi sekarang dia sudah mulai membaik dan mungkin besok dia bisa pulang. Dia kuat Naruto-kun, aku senang mendengarnya." Ucap Hinata tersenyum lembut. Sedangkan Naruto melihat Gaara dengan dingin.

"Kalau begitu ayo kita pulang, Hinata." Kata Naruto sambil merangkul Hinata untuk keluar dari ruangan itu.

"Aku akan menunggu dia sampai dia bangun Naruto-kun. Aku ingin meminta maaf dan berterima kasih padanya." Tahan Hinata.

"Kau sudah dengar apa kata dokter bukan? Dia baik-baik saja. Besok saja kau mengucapkannya, sayang." Jelas Naruto, Hinata akhirnya menurutinya.

"Hanabi ayo ikut kami pulang bersama kami." Ajak Naruto.

"Aku tak mau. Aku pulang dengan Sai-kun!" Ketus Hanabi sambil memeluk lengan Sai.

"Baiklah, Sakura kita pulang bersama-sama." Ajak Naruto.

" Tak usah Naruto, aku pulang dengan kekasihku saja." Tolak Sakura dengan halus. Naruto melirik pria berambut merah darah yang tersenyum padanya. Justru itu membuat Naruto jengah.

" Kalau begitu kami pulang." Pamit Naruto dan Hinata.

.

.

.

.

Selama perjalanan, Hinata diam saja, hanya melihat pemandangan di samping kaca mobil itu. Sedang Naruto sedang sibuk menelpon.

"Hm, Cepat bersihkan, aku sudah membayarmu sangat mahal. Binasakan saja." Kata Naruto kemudian mematikan telponnya.

"Apanya yang dibinasakan Naruto-kun?" Tanya Hinata heran namun tetap memandang kearah samping jendela mobil.

Hinata menoleh ke arah Naruto, "kenapa berkeringat Naruto-kun? Bukannya AC mobilnya sudah nyala? Kenapa tak menjawab pertanyaanku?" Tanya Hinata bertubi-tubi sambil mengelap keringat Naruto.

"Ooo.. itu ada serangga-serangga menjijikkan di ruang kantorku Hinata Sayang. jadi aku suruh pegawaiku membinasakannya." Jawab Naruto dengan senyum manisnya.

.

.

Sesampainya dirumah Hinata langsung kekamar dan membersihkan diri. Setelah itu dia merebahkan diri dikasur empuk. Ditatapnya langit-langit kamarnya sambil mendengarkan musik Jazz kesukaannya, sedikit membuat hatinya tenang dan mulai tertidur.

Dua jam kemudian...

Hinata terbangun dari tidurnya, dilihatnya jam di nakas menunjukkan pukul tujuh malam, waktunya makan malam. Tanpa menunggu lama Hinata keluar dari kamarnya dan turun dari tangga, namun ketika hampir sampai di bawah dia mendengar isak tangis pilu. Hinata penasaran, dia pun berjalan cepat menuju sumber suara tangis itu.

Ternyata yang menangis adalah adik dan ibunya. Hikaru menangis dipelukan Hiashi, sedangkan adiknya memeluk Neji. Kenapa ada Sai dan yang lainnya? Harusnya mereka sudah pulang dari tadi.

"Ada apa ayah? Kenapa Hanabi dan ibu menangis?" tanda tanya besar dari Hinata.

Mereka terdiam tak ada yang sanggup berbicara.

"Ayah.." Panggil Hinata.

Hiashi mengatur nafas sejenak kemudian berkata, "Hinata, Gaara sudah tidak ada."

Deg!

Jantung Hinata terasa sakit bagai dipukul oleh godam palu besar.

"Mak-maksud ayah?" Tanya Hinata gagap, seakan pendengarannya terganggu.

"Gaara meninggal satu jam yang lalu, Hinata." Jawab Ayahnya.

Hinata terbelalak mendengar jawaban ayahnya. "Tak mungkin ayah. Bagaimana bisa dia meninggal? Tadi dokter bilang dia hanya gegar otak saja ayah! Bahkan besok dia boleh pulang." Protes Hinata tak terima dengan jawaban Hiashi.

"Ada yang menyuntikan racun di kantung cairannya, nona. Cairan itu masuk kedalam tubuh Gaara melalui infusnya, membuatnya kritis selama satu jam dan meninggal, nona." Jelas Sasuke dengan wajah datar.

PLAK!

"Hinata!" Seru Hiashi saat melihat anak sulungnya menampar pipi Sasuke.

"Aku tahu, kau masih marah padaku! Aku terima kau memakiku, tapi aku tak terima kau buat kebohongan tentang Gaara!" Teriak Hinata emosi pada Sasuke.

"Kendalikan dirimu, Hinata. Apa yang dikatakan Sasuke itu benar. Gaara sudah meninggal dan hari ini tubuhnya akan dikremasi."

Brugh!

Tubuh Hinata ambruk seketika dan menangis keras.

Flashback off

Kesunyian malam ini menemani Hinata disela-sela menangis karena mengingat kejadian hari ini.

"Aku belum sempat minta maaf padamu, Gaara-kun. Kenapa kau malah pergi?"

"Kau menghukumku, Gaarakun?"

"Sebegitu benci kah padaku?"

"Kau tahu Gaara-kun, dadaku sesak sekali ketika kau pergi. Sakit sekali."

Hinata terus bermonolog sendiri, berusaha mengobati rasa sesak yang tak kunjung hilang. Diapun beranjak masuk kekamarnya, dengan langkah gontai menuju kasur dan merebahkan tubuhnya disana. Dipejamkan kedua matanya, namun dia tidak bisa tidur.

Dia teringat sesuatu, dengan langkah cepat menuju lemari besarnya, mencari sesuatu di dalamnya dan ketemu. Sebuah boneka panda berukuran kecil, seukuran dengan saku kemejanya. Kecil namun bermakna, hadiah dari Gaara saat mereka menjalin kasih. Hinata tersenyum karena menemukannya. Di dekapnya boneka kecil itu lalu di bawanya ketempat tidurnya.

Hinata memandangi boneka panda itu sambil tersenyum, di elus-elus dengan penuh kasih sayang hingga dia tertidur.

.

.

.

.

Sementara di tempat lain

Ceklek.

Bunyi knop pintu apartement mewah itu dibuka oleh salah satu pemiliknya.

"Aku pulang." Kata pria berambut Hitam.

"Hn." Jawab singkat dari mulut Sasuke.

"Kau sudah pulang? Baumu amis sekali, kau abis membunuh orang huh? Kau memutilasinya lagi ya?" Tanya Kiba curiga. Inuzuka Kiba mempunyai penciuman yang sangat tajam dari pada yang lain.

"Ohya? Padahal aku berusaha bajuku bersih dari noda darah lho." Kata Pria berambut hitam itu sambil tersenyum manis.

"Bukan bajumu, Sasori, tapi tanganmu. Sebersih apapun kau mencucinya tetap tercium tau! Madara menyuruhmu membunuh siapa, Sasori?" Sasori tertawa mendengarnya, dia akui memang Saudaranya yang satu ini penciumannya sangat hebat.

"Suigetsu, bandar narkoba yang menjadi pesaing klien yang menyewaku." Jawab Sasori singkat.

"Kau terlihat lumayan tampan dengan warna rambutmu itu." Ucap Lee melihat mahkota Sasori .

"Hanya penyamaran saja, Lee. Eh Tumben kau dan Kiba disini. Ada apa?" Tanya Sasori kemudian duduk di samping Sai.

"Tadi kami kerumah presiden dan memberitahukan bahwa Gaara sudah mati. Dan sialnya Sasuke mendapat tamparan dari Hinata." Jawab Lee sambil melipat kedua tangan didadanya.

Sasuke menatap sinis pada Lee, "Padahal aku tidak menghinanya, aku hanya menjelaskan kenapa Gaara bisa mati."

"Ohya? Pasti sakit, abis aku pukul, Hinata juga menamarmu." Sahut Sasori dengan wajah pura-pura sakit.

"Baka!" Seru Sasuke kesal pada saudaranya.

"Ya paling tidak, Hinata sekarang menyesali dan sangat kehilangan Gaara ." kata Sai dengan senyum khasnya.

"Bagus kalau begitu. Aku juga punya informasi. Yang menabrak Gaara tadi adalah Hidan dan seharusnya dia tabrak adalah Hinata. Namun target berubah karena perintah mendadak dari Mr. Fox, yaitu membunuh Gaara." Kata Sasori.

"Mr. Fox?" gumam mereka bersamaan.

"Ya, orang yang menyuruh Akatsuki bernama Mr. Fox, jelas itu bukan nama aslinya. Dia juga menutupi wajahnya dan anehnya dia sempat mengenalku namun dia tak ingat namaku dan dimana dia bertemu denganku. Untung saja dia lupa, kalau tidak penyamaranku terbongkar dan aku tak mau mati disana." Jelas Sasori.

"Kau harus hati-hati Sasori. Ah tunggu! Kau takut mati? Aku baru Akasuna Sasori takut mati." Ejek Sasuke.

"Ya, Aku tak mau Sakura menangisi aku seperti Hinata menangisi Gaara." Jawab Sasori.

"Uuuuwwaaaaaah... Kau sudah punya pacar, Sasori? Eh tunggu! Sakura? Haruno Sakura? Si model cantik itu?" Seru Lee terkejut bukan main.

"Ya, Haruno Sakura. Sasuke juga berpacaran dengan model seksi, Yamanaka Ino." Jawab Sasori lagi sukses membuat Kiba dan Lee syok. Sementara Sai masih setia dengan senyumnya.

"Sudahlah kalian berdua jangan mendramatisir seperti itu. Kembali bahas Akatsuki lagi." Kata Sasuke.

"Apa yang harus kita lakukan sekarang, Sasori?" tanya Sai.

"Mulai Sekarang kita harus menjaga ekstra Hanabi dan Hinata, karena target mereka bukan meneror lagi, tapi membunuhnya. Mulai sekarang Kiba bantu Sai menjaga Hanabi, sedangkan Lee bantu aku dan Sasuke menjaga Hinata. Neji ternyata bukanlah target mereka." Kata Sasori.

"Apa seseram itu kelompok Akatsuki? Sampai-sampai kita harus menjaga kedua gadir itu dengan ketat." Tanya Lee penasaran.

"Sangat Lee, mereka sangat menikmati korbannya disiksa dulu baru dibunuh. Sekarang mereka tidak hanya merencanakan pembunuhan saja pada kedua anak presiden itu. Mereka ingin menjadikan Hinata dan Hanabi menjadi piala bergilirnya, gundik-gundik untuk kepuasan mereka terlebih dahulu. Dan mereka penganut sadomasokis." Jawab Sasori.

"Brengsek! Tak akan kubiarkan mereka menyentuh Hinata dan Hanabi." Desis Sai. Yang lain sempat kaget melihat ekspresi Sai apalagi mengumpat. Karena pria itu terkenal ramah meski banyak penjahat yang mati ditangannya.

"Kau yakin Sasori?" Tanya Sasuke sedikit tak percaya.

Sasori mengangguk, "Aku sering melihat mereka melakukannya dengan ramai-ramai jika korbannya perempuan. Salah satu korbannya adalah putri dari seorang mafia rusia. Gadis itu di salib dengan cara dipaku kedua tangannya dan kakinya lalu mereka perkosa bergiliran, sampai gadis itu kehabisan darah. Sedangkan aku hanya menontonnya saja."

Mereka semua terdiam mendengar cerita mengerikan itu. Bahkan wajah Lee sangat pucat menahan rasa mualnya.

"Kau.. ikut Juga seperti mereka Sasori?" tanya Sai hati-hati.

"Tentu tidak. Aku kan hanya menyamar karena itu tugasku, lagipula sebelum bergabung dengan mereka aku memberikan syarat bahwa korbanku hanya laki-laki saja. Aku masih waras Sai." Jawab Sasori

"Lalu kapan kita bisa menghancurkan Akatsuki?" Tanya Kiba.

"Kita fokus saja pada kedua anak presiden, buat penjagaan ketat, sambil pangeran tidur itu terbangun. Aku tak bisa membuat rencana tanpa persetujuan dia." Jawab Sasori.

"Hmm, baiklah semoga pangeran tidur itu cepat terbangun dari tidurnya." Tambah Sai.

TBC

keterangan:

Sadomasokis adalah salah satu jenis penyimpangan seks yang sangat berbahaya dilakukan secara ekstrim dan dapat menyebabkan kematian. Kepuasan seks diperoleh dengan cara menyiksa pasangannya terlebih dahulu sebelum melakukan hubungan intim.