Chapter 6

Naruto, dkk punya Masashi Kishimoto

Gaahina

Rated T

Romance and family

Story pure for Jhino

Happy reading

"Pa..pa..Gyandpa...pa.." Celoteh bocah kecil berumur tiga tahun yang sedang duduk dipangkuan Hiashi.

"Tidak Garry, kau lahir di Jepang, sayang. Jadi panggil aku sofu. Jangan grandpa. Ayo bilang sofu." Kata Hiashi dengan muka seriusnya.

"Pa..Gyandpa..." Kata Garry sambil menarik lengan yukata Hiashi.

"Sofu. So-fu. Ayo bilang so-fu."

"Gyandpa..gyandpa.."

"Sudahlah tou-chan, Garry masih kecil. Jangan memaksanya nanti dia menangis." Sahut Hanabi berjalan hampiri ayah dan keponakannya.

"Apa aku kelihatan marah sehingga membuat dia menangis?" Hiashi tak terima dengan ucapan anak bungsunya.

"Memang tou-chan tak memarahinya, tapi lihat wajah tou-chan itu. Terlalu kaku. Itu sangat menakuti keponakanku, tou-chan. Selain itu tou-chan akan terlihat tua." Hiashi mendengus kesal mendengarnya. Anak bungsunya ini kalau berbicara pedas, berbeda dengan anak sulungnya yang selalu bertutur kata lembut.

"Pa...pa..gyandpa.."

"Sofu. S-O-F-U." Garry tertawa renyah ketika melihat ekspresi kakeknya yang mengeja setiap hurufnya.

"Uh, baby Garry tampan sekali kalau tertawa. Baa-chan tambah sayang sama baby Garry." Hanabi mengelus lembut pipi gembul keponakannya.

"Chan.. baa-chan.." celetuk Garry tersenyum memamerkan gigi kecilna.

"Wah ternyata keponakan baa-chan pintar." Kata Hanabi sambil tersenyum remeh pada ayahnya.

"Hei, Garry. Kenapa kau menuruti baa-chanmu, huh? Kalau begitu panggil aku sofu." Hiashi tampak kesal.

"Gyandpa." Bocah kecil itu sukses membuat kakeknya tambah kesal sedangkan Hanabi tertawa bahagia diatas penderitaan ayahnya.

"Baby Garry tampan, panggil aku aunty dong." Pinta Hanabi dengan lembut kemudian mencium pipi Garry.

"Ty.. ty..aunty.." Hiashi mendelik ketika cucunya dengan lancar menuruti permintaan Hanabi.

Hanabi tertawa melihat ekspresi ayahnya yang lucu. "Uh, pintarnya keponakan aunty." Hanabi mengecup bibir mungil keponakan lalu berjalan ke arah dapur sambil bersenandung riang.

Hiashi berdecak kesal melihat cucunya kegirangan dicium bibinya.

"Dasar baby red genit, eoh? Ayo bilang sofu."

"Gyandpa."

"Sofu."

"Gyandpa."

"Sofu."

Setengah jam berlalu, namun Garry tetap tidak mau memanggil Hiashi dengan sebutan sofu.

"Dasar cucu kesayangan yang paling nakal." Kata Hiashi sembari mengangkat tubuh cucunya itu tinggi-tinggi, bukannya takut malah membuat Garry tertawa lepas.

"Kau suka ya seperti ini?" Tanya Hiashi yang masih mengangkat Garry, sedangkan Garry hanya tertawa sambil terus memanggail Grandpa-nya.

"Kau masih memanggilku grandpa, eoh? Ayo panggil aku sofu, Garry." Hiashi menurunkan cucunya dipangkuannya.

"Pa! Pa! Gyandpa!" Seru Garry kesal pada Hiashi.

Hiashi mengelengkan kepala. "Aku akan mengangkatmu seperti tadi asal kau panggil aku sofu, Jagoan."

Garry diam, tidak menjawab. Malah menatap wajah kakeknya yang serius itu. Sementara Hiashi juga membalas tatapan cucunya agar mau menurut. Sesaat Hiashi mengerutkan keningnya, melihat wajah mungil cucunya itu berubah menjadi aneh, mata mulai berair, dan sepertinya cucunya...

"Mommy...mommy.." Garry menangis dan memanggil ibunya. Sontak membuat Hiashi kalangkabut.

"Hei-hei. Kenapa menangis cucuku sayang?" Tanya Hiashi panik sambil memeluk Garry. Tapi Garry malah menangis kencang. Hiashi mengangkat cucunya itu tinggi-tinggi seperti tadi agar Garry berhenti menangis, tapi tak kunjung reda.

"Tou-chan, Garry kenapa?" Tanya Hinata yang masih memakai apron dan membawa spatula.

Garry yang mendengar suara ibunya, langsung merentangkan kedua tangannya kearah Hinata, meminta ibunya itu yang menggendongnya. "Mommy..mommy.." Tangis Garry.

Hinata mendekat dan menggendong anaknya dengan sayang. Tangis bocah kecil itu mulai reda.

"Kau apakan cucu kita, suamiku?" Hiashi langsung menoleh ke arah istrinya yang sedang menatap tajam padanya, membuatnya meringis seakan merasa kesakitan.

Dengan hati-hati, Hiashi menceritakan semuanya, sementara sang istri hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Kau ini! Dia masih kecil, suamiku. Dan aku sudah mengingatkanmu berulangkali untuk selalu tersenyum di depannya. Dia tak tahan dengan sikap dinginmu, sayang." Hiashi hanya menganggukkan kepala, tanpa membantah ucapan istrinya, karena memang benar adanya.

"Tak apa-apa, kaa-san. Nanti aku dan Hinata akan mengajarinya memanggil sofu pada tou-san." Sahut Gaara yang baru keluar dari kamarnya.

"Ah, tak usah Gaara. Biarkan saja Garry memanggilku seperti itu. Aku yang salah karena memaksakan dia." Hiashi mendekati Garry yang diam dipelukan anak perempuannya.

"Hei, jagoan grandpa. Grandpa minta maaf." Kata Hiashi tersenyum lembut pada cucunya sambil mengelus surai merah cucunya itu.

Hinata mengusap punggung anaknya, "Garry sayang.." Panggil Hinata lembut. Bocah berambut merah itu menengadahkan kepalanya ketika ibunya memanggil kepalanya. Dia tersenyum melihat ibunya mengecup lembut keningnya. Kemudian menoleh kearah Hiashi.

"Gyandpa..." lirih Garry. Hiashi tersenyum mendengarnya. Digendongnya garry dari pelukan Hinata kemudian mencium pipi gembul cucunya itu.

.

.

.

.

Gaara bersandar pada dinding ruang keluarga, melihat kedua mertuanya sedang asyik menyuapi Garry yang lahap memakan bubur kesukaannya.

"Pelan-pelan, Sayang. Grandpa-mu tak akan merebut buburmu sayang." ujar Hikaru sambil mengusap lembut sisa bubur yang ada di kedua sudut bibir balita itu.

"Sayang, aku tak mungkin mau makan makanan bayi." Protes Hiashi. Sedangkan Garry yang berada dipangkuannya membuka mulutnya yang mungil itu lebar-lebar.

"Hei-hei, jangan membuka mulutmu lebar-lebar begitu baby red. Tak ada yang merebut makananmu." Ucap Hiashi sembari mengelus surai cucunya. sementara sang cucu tak peduli dan lebih menikmati suapan grandma-nya.

"Uh, akhirnya tou-chanku tidak kaku lagi." Kata hanabi sambil tersenyum meremehkan.

Hiashi menatap tajam namun Hanabi tak peduli.

"Aku tak mau dia menangis tiap bersamaku." Kata Hiashi. Sedangkan anak dan istrinya terkekeh mendengarkanya.

Tanpa sadar Gaara tersenyum kecil melihat kedua mertuanya, adik iparnya dan anaknya itu. Hingga sepasang tangan mungil melingkar dilengan kanannya, pemiliknya tak lain adalah istrinya sendiri.

"Kau tersenyum, Gaara-kun." Bisik Hinata. Gaara hanya mengangguk dan mengajak istrinya ke taman belakang rumah.

.

.

.

.

"Hinata, besok saja kita pulang." Kata Gaara yang duduk sambil melihat taman kecil dihalaman belakang rumah itu.

"Bukannya besok Gaara-kun kerja?"

Gaara menggelengkan kepalanya, "Ayah menelponku tadi pagi, supaya besok aku libur saja satu hari. Dan aku menyetujuinya, lagipula aku menyukai masakan Kaa-san." Jawab Gaara.

"Jadi selama ini masakanku tak enak?" Ketus Hinata membuat Gaara menoleh kearahnya.

"Enak." Gaara menjawab singkat. Hinata makin kesal dengan jawaban suaminya.

"Tak usah menghiburku kalau masakanku tak enak." Hinata beranjak dari tempat itu namun Gaara menariknya hingga ia jatuh dipangkuan suaminya.

Hinata tercengang, baru pertama kalinya Gaara seperti ini. Biasanya Hinata yang terlebih dahulu melakukan skinship seperti ini.

"Masakanmu dengan kaa-san sama enaknya. Dan aku tak sedang menghiburmu, karena itu benar. Jadi kau tak perlu cemburu pada kaa-san. Kau mengerti kan?" Hinata tak menjawab, dia mematung karena tatapan jade itu.

"Hinata, Jawab aku." Hinata langsung mengangguk dan menunduk kepala setelah tersadar.

"Mukamu kenapa merah seperti tomat?" Tanya Gaara.

"Itu gara-gara kau, Gaara-kun." Jawab Hinata malu-malu. Gaara terkekeh ketika istrinya wajah istrinya sangat memerah.

"Kalau masakanmu tak enak, aku pasti tak akan pernah makan buatanmu, istriku sayang." Jantung Hinata berdegup kencang mendengarnya. Sedangkan Gaara sedikit memerah dikedua pipinya karena dia juga terkejut oleh ucapannya sendiri. Dengan ragu-ragu, Gaara meraih dagu Hinata dan mengeratkan pelukannya, sedangkan kedua tangan Hinata mulai memeluk leher Gaara. Saling memandang dan menipiskan jarak antara mereka. Bahkan hidung mancung mereka saling bersentuhan. Namun tak berlangsung lama karena...

"Mommy!" Seru bocah kecil yang berada dalam gendongan sang kakek merusaknya. Dengan cepat, Hinata beranjak dari pangkuan suaminya dan menghampiri Garry yang sudah merentangkan kedua tangan mungilnya.

'Dasar pengganggu.' Umpat Gaara dalam hati. Mau tak mau adegan kemesraan mereka tertunda oleh kemanjaan anaknya.

TBC

A/N: Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih pada teman-teman yang sudah membaca, memfolow, memfavoritkan bahkan mereview ff ini.

Revishaz Neolenth: hohoho terima kasih sudah review.

Siti583: terima kasih udah baca dan mereview.^_^

Unguviolet: hohoho kamu lucu sekali saengi. Aku senang kamu tersenyum membacanya vio-ah. Gomawo ^_^

Sabaku No Maura: URI CINGU! Hahahaha...joungmal gomawo maura-chan sudah mau membacanya bahkan mengkomentari setiap chapternya. Dan maaf tak bilang kalau aku menulis ttg gaahina, hahaha, karena bagiku maura-chan paling hebat membuat cerita ttg gaahina. Iya garry nama sepupuku dan western bukan nama jepang. Sepupuku penyuka sasosaku akhirnya aku jadiin anaknya ... Kebetulan aku tak pandai berbahasa jepang jadi aku pake nama sodara-sodaraku . gaara dengan sasori itu sodara sepupu, kayaknya di semua ffku mereka akan selalu menjadi sodara sepupu. Aku juga setuju dengan pemikiranmu, apalagi semua ff-mu yang bagus dan unik. publik mengira gaara sudah menikah dan punya garry makanya gosinya dia duda, karena dia sudah janji sama sasori sebelumnya. Aku juga sangat berterima kasih karena maura-chan mengoreksi kesalahan kata yang aku gunakan, itu sangat membantuku dari kesulitan yang aku alami, gomawo uri chingu.^_^

Dan untuk request maura-chan udah aku publish. Judulnya ' my princess'. Satunya besok menyusul maura-chan. Joungmal gomawo# deep bow

Virgo Shaka Mia: tak ada lemon mia-chan..hehehehe... karena rate-nya T..hahahah..gomawo.

Oke teman-teman terima kasih semuanya. ^_^