Halo Halooo...
Kembali lagi dengan sebuah fict MultiChapter terbaru...
Hahahaa... maafkan saya yang telah menelantarkan beberapa fict MultiChapter saya yang lain.
Fict ini aku dedikasikan untuk seorang Flamer yang sepertinya merasa bahwa aku selalu mem-bashing karakter Sakura di Fictku,
Tapi aku tidak tertekan membuat cerita ini, karena aku juga mencintai SasuSaku, walaupun aku seorang NHL dan aku mengakui diriku seorang Hinata-centrik.
Ini kali pertama aku membuat sebuah fict dengan Pair SasuSaku dan aku menggunakan sudut pandang tokoh pertama.
Mungkin di sini kalian kurang merasakan feelnya karena aku menggunakan bahasa seperti novel terjemahan. Dan jika kalian tidak menyukainya lebih baik kalian segera menekan tombol back dari pada menyampah dengan kata-kata kasar di kotak review.
Baik... langsung baca saja yaaa..
.
.
Disclaimer: Masashi Kishimoto
Life: Watanabe Niko
Pairing: Uchiha Sasuke x Haruno Sakura
Rate: M
Genre: Romance, drama
WARNING:
AU, OOC, TYPO, EYD berantakan dan segala kekurangan lainnya
Aku tidak menerima material apapun dari pembuatan fict ini, hanya menyalurkan hobby dan kuharap kalian menghargaiku.
.
.
Summary:
Dia membuat duniaku berantakan, dia yang meminta cinta, dan aku yang membuang cinta. Hingga pada sebuah kebencian dan membuatku seolah mengemis akan perasaan yang selalu menghantuiku.
Dia terlampau menggoda.
.
.
.
Aku mencelos mendengar ucapannya, kini kupandangi oniks hitam kelam itu, tak ada kebohongan yang tersirat di sana. Aku menghela nafas, jika ini sebuah kekonyolan atau rekayasa aku berharap saat ini juga aku terbangun tapi tidak dia tetap di hadapanku, menatapku dan menggenggam kedua tanganku.
Kami berada di salah satu ruangan kelas di Universitas Konoha. Universitas dengan Mahasiswa dan Mahasiswinya yang melebihi jumlah 1000 orang. Mungkin lebih, entahlah aku tak dapat mengitung berapa manusia yang selalu berkeliaran di sini. Bahkan fakultas yang berjejer aku tak dapat mengingatnya, karena apa? Sudah pasti jumlahnya yang banyak.
Dan di sini dia menyeretku, setelah aku selesai dengan salah satu dosen bernama Orochimaru, dia berdalih memintaku merekap data mahasiswa yang akan mengikuti tour yang akan diadakan 5 bulan mendatang, namun nyatanya apa?
"Aku benar-benar merasa tergila-gila padamu, Sakura."
Aku mendengus, tergila-gila? Dia? Padaku? Ayolah, aku mengenal reputasinya diantara Mahasiswa Konoha, dia sering kali didapati sedang bersama seorang gadis di ruangan, aku tak tahu apa aktivitas mereka, lebih tepatnya aku tak peduli, karena memang dia tak berpengaruh banyak untukku.
Kuakui dia tampan tapi bukan hanya tampan untuk menjadi kekasihku, aku butuh pria yang bisa mengayomiku, membawaku pada kebaikan, yang berkata mencintaiku bukan menggilaiku.
"Kurasa kau tahu jawabanku. Kau hanyalah dosenku, tidak lebih dan tidak kurang." Jawabanku terasa pas sekali di mulutku, dan kulihat dia menghela nafas lalu menarik tubuhku hendak memeluk tapi kedua tanganku terjulur untuk menahan dada bidangnya, ini memalukan jika ada yang melihat dan aku membenci hal berbau gossip.
"Tidak bisa kah kau mempertimbangkanku terlebih dahulu?"
Aku terkekeh "Mempertimbangkan untuk apa? Bahkan tertarik pun tidak."
Dia menghela nafas kemudian mengecup tanganku dan menarikku keluar, ke parkiran tempat di mana mobil BMW hitam miliknya terparkir. Aku hanya menurut dan mengikutinya namun saat dia membuka pintu mobilnya untukku aku menahannya dan kembali menutupnya.
"Aku bukan kencanmu, dan aku tidak sembarangan memasuki mobil pria."
Kemudian dengan pasti aku melangkah pergi sebelum aku mengangguk atas penghormatanku padanya, dia menatap tak percaya, mungkin ini kali pertama seorang Uchiha ditolak, aku mengetahui beberapa gadis yang mungkin akan dengan mudah memberikan tubuhnya dengan dalih hadiah karena dia memenangkan piagam atau yang lainnya, itu bukan hal aneh mengingat ini tahun ke empat aku berada di sini, dan aku mengenal baik reputasi para dosenku.
.
.
.
Setelahnya bahkan hampir setiap jam yang dia dapatkan di kelasku, dia selalu memperlakukanku istimewa, dan aku sadar, sangat malah beberapa teman wanitaku menatap iri padaku, apalagi saat ini dia berada tepat di belakangku lalu tatapan mata oniksnya mengarah tepat pada laptop di hadapanku, aku bisa merasakan aroma mint dari setiap perkataan yang keluar dari bibirnya, ataupun aroma citrus yang menguar dari tubuh atletisnya, aku mengerang. Dia benar-benar ingin menggodaku.
Bukankah bisa jika dia menarik kursi dan duduk di sampingku sambil menjelaskan teori yang entah kenapa sulit masuk di otakku, tapi kini yang dia lakukan, haahhh... dia berada di balik punggungku dan mengetikkan sesuatu rumus di laptop yang berada di mejaku, secara tidak langsung dia memelukku dan ini di dalam kelas!
Bitch! Beberapa siswi menatapku jengkel, aku tahu penyebabnya bahkan sangat tahu tapi kali ini kuprioritaskan otakku untuk mencerna ucapannya agar dia cepat menyingkir dari tubuhku
"Kau sudah mengerti Saki?" dia berbicara tertahan tepat di samping telingaku, menghantarkan sebuah perasaan aneh yang menjalari tubuhku, seketika aku menyentak tubuhnya yang semakin mepet padaku lalu aku mendelik tajam, dia terkekeh dan segera menyingkir lalu kembali kemuka kelas.
.
.
Ya Tuhan...
Apa yang sebenarnya menimpaku, kenapa kesialanku tiada henti? Waktu yang seharusnya kupakai untuk menjinakkan cacing liar di perutku kini malah kuhambiskan dengan menatap wanita yang membuatku kesal sampai ke ubun-ubun
Dia Tsunade Senju, seorang ketua Yayasan yang memimpin Yayasan ini 3 tahun terakhir, aku selalu ingin mengumpat tentang bagaimana dia sangat berbeda dengan ketua yang dulu. Hashirama Senju.
Dia menatapku kesal, aku tahu. Terlihat dengan garis tipis yang menghiasi dahi lebarnya, dia menghela nafas panjang lalu menatap tepat di mataku.
"Kau tahu apa yang membuat kau kupanggil Haruno?"
Kalimat itu penuh penekanan bahkan terdengar seperti nada sinis, sebenarnya aku dapat menduga apa yang sebenarnya terjadi di sini. Tapi lebih baik aku diam, sedikit memainkan emosi wanita di depanku, karena sudah lama sebenarnya aku menantikan waktu untuk membuatnya meluap-luap. aku tidak menggubris kalimatnya, ayolah aku bahkan sama sekali tidak tertarik untuk memasuki ruangan nista ini, dia. Tsunade-sama kembali menatapku, berharap sebuah jawaban dariku mungkin?
Aku terkekeh.
"Aku bahkan kaget Kau memanggilku kemari Tsunade-sama."
Dia kembali mendelik tajam, ekor mataku melirik pada seorang wanita berambut hitam sebahu yang berada tepat di belakang wanita itu.
"Kau benar-benar membuatku emosi Nona,"
"Dan kau benar-benar membuatku jengah Tsunade-sama, bisa kah kita cepat selesaikan ini dan aku pergi dari tempatmu? Di sini sangat panas."
Dia menatapku, kesal jengkel dan perasaan lainnya aku tahu telah dia rasakan. Aku mengangkat bahuku dan tersenyum padanya. Kulihat dia tengah memijit pangkal hidungnya dan mendengus padaku.
"Kau tahu peraturan sekolah ini? Dilarang menjalin hubungan antar murid dan guru." Sebuah pertanyaan dan pernyataan yang meluncur dari bibir yang terpoles Gincu itu.
Aku terdiam dan menatapnya kesal, kulirik Shizune yang juga membalas tatapanku lalu mengangkat kedua tangan dan bahunya. Ya, satu kesimpulan dan aku mengerti bahwa dia tak mengetahui apapun.
"Berapa kali harus aku katakan bahwa aku tak menjalin hubungan dengan Uchiha-sensei?"
Dia mendengus mendengar ucapanku lalu membuka sebuah dokumen yang tergeletak di hadapannya dan membuka lembar demi lembar yang ada di sana. Sampai tangannya berhenti pada pertengahan map tersebut dan melempar selembar foto padaku.
Aku terkejut, tentu. Bagaimana mungkin di foto itu terdapat diriku dan sensei yang saling berhadapan di dalam kelas, juga dia yang menggenggam tanganku, aku tersenyum kecut dan melemparkan pandanganku pada pemilik Yayasan berambut pirang di depanku.
"Dan kau menyimpulkan aku berpacaran dengannya hanya dengan selembar foto ini? Oh... manusia macam apa yang membuat bumerang denganku? Bitchy!"
"Kalau begitu simpulkan tentang sesuatu yang ada di sana." Dia menatapku. Lalu kuletakkan selembar foto itu di hadapannya, dia kembali melirik iris emerald milikku dan aku menghela nafas berat. Tentu, aku sendiri bingung harus bagaimana menjelaskan ini padanya.
"Akan kupastikan semua ini salah." Aku beranjak dan kembali menatapnya intens "Karena aku pun tak tahu apa yang bisa aku jelaskan padamu." Merasa urusanku selesai aku mengangguk hormat pada kedua orang di hadapanku itu dan melangkah meninggalkan ruangan terkutuk itu sampai aku mendengar sayup-sayup suara yang berasal dari bibir sexy milik Tsunade.
"Dia membuatku pusing."
.
.
.
Dan kini di hadapanku terlihat dua manusia cantik yang sedang menopang dagunya dan melihatku dari ujung kaki hingga ujung kepalaku, kembali kuhembuskan nafas berat, dan menatap mereka satu persatu.
"Kau selamat?" satu kalimat meluncur dari gadis blonde bermata biru di hadapanku, dia menatapku. Antara kagum dan khawatir dan sukses membuatku terkekeh.
"Ayolah Pig. Aku tidak akan mati hanya karena nenek sihir itu." Aku menjawab asal dan kulihat Hinata menarik ujung kemeja yang aku kenakan. Aku menoleh.
"Bagaimanapun... dia ketua yayasan Sakura-chan. Jangan memanggilnya nenek sihir," cicit gadis itu aku menepuk bahunya dan tersenyum.
"Oke Friend, itu tidak akan berdampak buruk walau dia mendengar sekalipun."
Iris berwarna Lavender itu menatapku dan Ino secara bergantian lalu ia menggumamkan satu kata yang dapat kudengar, maaf. Aku tercelos dan mengalihkan pandanganku keluar kafe, di sana hiruk piruk kehidupan terlihat dengan jelas aku memang menyukai tempat ini sejak pertama kali Naruto dan Gaara mengajakku kesini, 4 tahun yang lalu dan berakhir dengan waktu yang sering kuhabiskan dengan dua gadis cantik di sampingku, sedang Naruto dan Gaara? Mereka menolak pergi kemari dan malah berkata ada sebuah tempat yang lebih seru. Night Club dan aku hanya mendengus mendengarnya, dasar lelaki sialan.
Aku menyesap jus strawberry kesukaanku dan menyapukan pandanganku di seberang sana, ada sesuatu yang menarik iris emeraldku untuk menatapnya. Menatap pria tegap yang sedang berjalan sendirian keluar dari sebuah gedung perpustakaan umum. Rambut berwarna biru kehitam-hitaman itu yang membentuk model spike membuatku ingin tertawa kemudian matanya yang selalu terlihat tajam, oh God! Aku tertarik padanya.
Aku merutuki pikiranku yang tidak-tidak. Mungkin ini efek terlalu banyak begadang untuk menyelesaikan skripsi yang hampir membuatku gila.
Dia melangkah mendekati kafe tempatku berada bersama Hinata dan Ino, aku tiba-tiba merasa jantungku seolah ingin melompat keluar, well... bagaimanapun dia masih terlihat menggoda di mataku.
Kri ii ngg...
Aku terkesiap dan menolehkan pandanganku pada Ino yang sedang mengangkat telepon entah dari siapa itu, di sampingnya Hinata juga menatapku lalu kembali tersenyum, sungguh sangat menawan senyum dari putri Hyuuga ini.
"Aku akan kesana, ya ya ya... kupastikan Hinata bersamaku, kau bawel sekali." Gerutu Ino lalu gadis itu menekan tombol merah di layar Touchscreennya. Aku mengangkat salah satu alisku dan Ino terlihat menghela nafas.
"Hinata ada acara kemudian Neji memaksaku untuk membawa putri kita satu ini sampai kediaman Hyuuga tanpa cacat sedikitpun." Ujarnya dan kulihat Hinata menunduk "Maaf," cicitnya.
Aku mengangguk pada Ino seraya mengibaskan telapak tanganku di udara seolah berkata; pergilah. Ino mengerti dan mengangguk kemudian menarik lengan Hinata untuk ikut bersamanya aku menatap mereka yang hendak meninggalkan kafe kembali menengok padaku.
"Kurasa timingnya tepat Saki, kau mendapat sesuatu yang lebih baik dari kami." Setelah berujar demikian dia berlalu meninggalkan sejuta pertanyaan yang menari di otakku. Sesuatu yang lebih baik? Ayolah, aku tak pernah mengharapkan apapun itu, dan kurasa Ino memahaminya. Sampai kemudian bahuku disentuh seseorang yang membuatku berjengit kemudian memutar kepalaku.
"Uchiha-sensei..."
.
.
.
Langit di atas sana benar-benar menunjukan bahwa keadaannya jauh dari kata baik. Awan hitam yang menggumpal di atas sana menunjukkan mendung yang seakan bisa membawa badai, ah tidak mungkin hanya hujan deras saja. Aku terkekeh rasanya baru tadi aku melihat matahari yang sedang menari-nari di atas sana kini mereka malah menghilang, tak apa aku menyukai langit gelap yang senantiasa memporak-porandakan hatiku.
"Kau ingin pulang?" suara itu membuyarkan lamunanku, seketika aku menoleh pada lelaki satu-satunya di hadapanku. Aku lupa bahwa saat ini aku sedang berada di dalam mobil BMW hitam milik Sasuke. Sepertinya langit di luar sana membuatku lebih tertarik dibanding dia. Bukan, bukan begitu aku hanya berusaha mengalihkan perhatianku saja, untuk meredakan akalku yang semakin tidak waras jika berdekatan dengannya. Dia tersenyum menggoda.
Aku menatapnya dan mengangguk, lalu kembali melempar pandanganku sejauh mungkin darinya, kini dia menghela nafas, kugerakkan perlahan iris emeraldku dan mendapatinya sedang menghela nafas yang sepertinya sangat menyesakkan, aku bisa merasakannya, jika kau menanyakan mengapa jawabanku tetap satu; aku-tidak-tahu.
"Berhentilah bersikap seperti itu, aku benar-benar tidak mengetahui dari mana Tsunade-sama mendapatkan foto itu." Dia terlihat frustasi aku tersenyum dan mencibir "Mungkin dari Fans yang tergila-gila denganmu dan tidak terima kalau kau menggilaiku."
Dia kini benar-benar mengalihkan pandangannya padaku, lalu memutar laju kendaraannya dan memarkirkannya di pinggir jalan, aku menatapnya heran dan dia mematikan mesin mobilnya, lalu mencondongkan tubuhnya padaku, aku terkesiap.
"Kau ingin aku bagaimana sebenarnya Saki? Kau benar-benar tidak mempercayai bahwa aku menggilaimu?"
Aku butuh cinta dan keseriusan bukan sebuah kegilaan. Tanganku mendorong mundur tubuhnya, jarak kami terlalu dekat─itu menurutku. Dia mengerang dan kembali membenarkan posisi duduknya. Kini dia menyandarkan kepalanya kebelakang dan menutup matanya. Nafasnya terdengar beraturan dan dia─aku tahu, dia berusaha sabar untukku.
"Bisa kau hentikan semua ini? Aku jengah ditatap seperti itu dengan Mahasiswa serta dosen yang lainnya. Kau boleh menggilaiku setelah aku berhenti menjadi muridmu─setidaknya begitu."
Dia membuka matanya namun tidak memandangku, dia menatap langit-langit BMW hitam ini, bibirnya membentuk satu garis lurus. Entah kenapa setelah aku mengucapkan kalimat itu, hatiku seperti tertohok. Oleh ucapanku sendiri.
"Di mana rumahmu." Bukan memberi respon akan perkataanku dia malah bertanya. Aku mengucapkan satu alamat yang benar-benar aku hafal di luar kepala, dia melajukan mobilnya dengan kencang membuatku harus terus menahan keinginan untuk menyemprotnya, hingga mobil itu melaju dengan tenang dan lambat kemudian berhenti tepat di depan rumahku, aku tersenyum kearahnya, dan dia tetap seperti tadi. Datar dan tidak memandangku. Aku tersenyum maklum dan mengucapkan terima kasih padanya hingga saat aku hendak melangkah pergi dia menarik pergelangan tanganku dan mencium bibirku, cepat dan membuatku terperangah. Dia menyeringai.
"Semoga harimu menyenangkan setelahnya Haruno."
.
.
.
Aku menghentakkan dengan kasar buku-buku yang ada di hadapanku lalu melepas pena yang sejak tadi menempel di tanganku tanpa bisa menggoreskan satu kalimat pun di dalam bukuku. Pikiranku sekarang melayang, membahas Skripsi pun hanya dapat membuat perutku mual, di saat aku membutuhkan teman mereka semua malah menghilang, Ino dengan teman kencannya, Hinata dengan keluarganya, juga Naruto dan Gaara yang lebih asik dengan wanita malam mereka.
Aku kembali menghembuskan nafas berat, aku tahu apa penyebab pikiranku kacau. Ya, itu karena lelaki yang baru kemarin aku temui dan mencuri satu ciuman dariku, tapi tunggu. Bukan itu yang menjadi dalang pikiranku, bukan tentang ciumannya, karena itu hanya sebuah ciuman kecil yang bisa aku dapatkan dari siapapun. Tapi tentang sesuatu yang terakhir dia ucapkan.
Haruno.
Ya, dia kembali memanggil namaku dengan sebutan Haruno seperti awal kita kenal, mungkin ini tidaklah aneh bagi kalian jika seorang guru memanggil marga muridnya, tapi tentu aneh bagiku. Sejak dia menunjukan ketertarikkan padaku dia selalu menyebut nama kecilku dengan sebuah senyum manis yang terhias di bibirnya. Tapi tidak dengan kemarin, dia mengucap Haruno dan menatapku datar, kuremas helaian merah mudaku, frustasi. Tapi untuk apa? Entah aku bahkan tidak mengetahui apa yang membuatku benar-benar bodoh seperti ini.
Aku menggelengkan kepalaku, mungkin aku butuh segelas wine di sini, lalu kurapikan buku-buku yang menjadi korban kenistaanku dan beranjak dari perpustakaan Universitas, aku melangkahkan kakiku keluar dan bertemu dengan beberapa Mahasiswa seangkatanku yang sedang berkeliaran di tengah-tengah kekosongan jam kuliah mereka, namun tak ada niatan lagi di hatiku untuk bergabung atau mengikuti kelas akhir. Aku ingin pergi, dari sini dari tempat ini.
Hingga saat aku terpaku melihat scene manis di depanku, ya di tangga yang menghubungkan lantai satu dan dua aku melihatnya, seseorang yang menghambat setiap jalan dalam sel-sel otakku. Yang membuatku mati berfikir untuk sesaat. Dia, sedang menepuk pucuk kepala seorang gadis berambut hitam panjang, dan aku berfikir sepertinya aku mengenalnya. Ku─kurenai ya nama gadis itu Kurenai.
Dia terlihat bahagia dengan sentuhan kecil dari tangan seorang Sasuke di atas kepalanya, aku mendengus. Huh! Dia bahkan menciumku kemarin malam nona. Aku terkekeh mendengar ucapanku sendiri dan seketika aku melihat kedua orang itu yang menatapku, ah mungkin kehadiranku telah mengganggu aktifitas mereka. Kulihat Sasuke yang tersenyum padaku dan melambaikan tangannya, aku membuang muka dan melanjutkan langkahku kemudian mendengus geli di sampingnya.
"Ternyata seleramu jadi seperti ini ya, Uchiha."
Tanpa aku sadari dia yang seperti merasa terhina dengan ucapanku, aku mengerang, aku seperti bisa merasakan dia akan membuatku tergila-gila nanti.
TO BE CONTINUE.
.
.
Ah hai ._. aku rasa ini tidak begitu panjang untuk chap pertama.
Awalnya aku membuat karakter pria dengan nama Hatake Kakashi, tapi karena ide yang terhambat ditengah jalan dan feel yang kurang bisa kudapatkan, jadilah Sasuke yang mendapat peran pengganti di sini. Haha ternyata aku masih pecinta CANON. Walau aku awalnya kurang bisa menyelesaikan jika buka NaruHina yang aku pakai. Tapi tatap saja SasuSaku adalah pasangan terhebat yang pernah dibuat Masashi Kishimoto.
Sekian ceramahnya XD
MIND TO REVIEW?
Watanabe Niko