Disclaimer: Masashi Kishimoto

Rated: M

Warnings: Alternative Universe, Explicit Sexual Content, OOC, etc.

Don't Like Don't Read

...


Chapter 1: Mysterious Girl


.

.

"Tuan Sasuke."

Tok Tok Tok

Suara ketukan pintu bertalu-talu menggangu pemuda berambut hitam legam yang kini tengah tidur nyaman di kasurnya. Matanya perlahan menyipit untuk sekedar melihat jam yang menempel di dinding kamar.

"Masih pukul enam," gumamnya malas, "Bangunkan aku sebentar lagi." lanjutnya sedikit berteriak lalu ia kembali menutup mata, menghiraukan seseorang di luar sana yang mencoba membangunkannya, kemudian ia mencari posisi senyaman mungkin untuk melanjutkan tidurnya yang sempat terganggu.

Namun suara ketukan pintu di luar sana terdengar kembali membuat Sasuke semakin membenamkan wajahnya dalam bantal dan menutup telinganya rapat-rapat. Merasa mulai terganggu Sasuke terpaksa bangun dengan enggan, kedua tangan pemuda itu mengacak-acak rambutnya frustasi. Dengan segera ia berjalan mendekati pintu, membuka pintu kasar dan siap memarahi orang yang telah mengganggu tidurnya kalau saja Mikoto—ibu Sasuke tidak muncul.

"Ne, Ayame. Sepertinya Sasuke sudah bangun, kau siapkan saja sarapannya ya?"

Kedatangan Mikoto bak seorang malaikat penyelamat bagi Ayame, wanita yang menjadi pelayan di keluarga Uchiha itu sedikit bernapas lega karena terbebas dari Sasuke yang ia yakin akan memarahinya mengingat tadi tatapan pemuda itu tajam dan penuh intimidasi. Tanpa menunggu lama, dengan sebuah anggukkan tanda mengerti Ayame pergi meninggalkan mereka berdua.

Setelah kepergian Ayame, Mikoto membalikkan tubuh menatap Sasuke yang kini tengah memasang wajah masam. Seulas senyuman terukir di wajah wanita berumur empat puluhan itu.

"Sasuke, kau ingat hari ini 'kan?" tanya Mikoto lembut.

Sasuke terdiam sesaat, pemuda itu terlihat mengingat-ingat sesuatu hingga dahinya sedikit mengkerut. Sasuke kemudian mengangguk pelan, ia ingat hari ini tepat di umurnya yang ke tujuh belas ia harus melaksanakan peraturan keluarga yang selalu dilaksanakan turun menurun.

Peraturan yang menurutnya tidak penting dan kuno karena mengharuskan setiap anggota keluarga Uchiha yang telah berumur tujuh belas wajib meninggalkan rumah selama satu tahun. Mereka bilang, ini untuk mendapatkan pengakuan dari keluarga besar Uchiha karena dianggap telah mampu hidup mandiri meskipun tetap saja uang akan dikirimkan setiap bulan. Percuma saja bukan? Itu lah mengapa Sasuke menganggapnya sangat tidak penting.

Sasuke menghela napas, "Aku akan bersiap-siap." ujarnya kemudian sembari menutup pintu kamar meninggalkan Mikoto di depan sana tanpa pamit karena Sasuke yakin wanita yang telah melahirkannya itu memaklumi dirinya bahwa sekarang ini ia sedang tidak ingin berbicara panjang lebar—kesal karena tidurnya telah terganggu.

.

.

"Kau sudah bangun?"

Sasuke mengerjapkan mata ketika mendengar suara Itachi di sampingnya, ia tidak sadar kalau ia sudah tertidur dengan kepala bersandar di jendela mobil. Segera Sasuke membenarkan posisi duduknya kemudian pemuda itu memijit-mijit dahinya dengan perlahan, tertidur dengan posisi seperti itu membuat kepalanya sedikit pusing juga.

"Kau tidur nyenyak sekali, aku tidak tega untuk membangunkanmu."

Sasuke menghela napas tanpa menjawab, semalam ia memang tidak tidur sama sekali. Pemuda itu terlalu sibuk untuk mempersiapkan segala keperluannya di Konoha; tempat yang kini ditujunya. Sasuke baru sempat tidur saat menjelang pagi itu pun hanya sebentar karena Ayame mengganggunya. Tubuhnya benar-benar lelah, mungkin ia akan langsung beristirahat ketika sampai nanti.

"Kita sudah di Konoha mungkin sebentar lagi sampai, " kata Itachi tanpa menoleh ke arah Sasuke karena pandangannya ia fokuskan ke depan, berusaha untuk tetap menyetir dengan tenang.

Sasuke masih terdiam, iris hitamnya ia alihkan ke arah jalanan yang menurutnya tampak asing. Suasana kota Konoha yang jauh dari pusat kota ini cukup terbilang sepi, banyak pohon-pohon menjulang tinggi di pinggir jalan, hamparan bunga dengan beberapa tiang listrik yang berdiri di pinggir jalan membuatnya semakin terlihat indah.

Pemandangan seperti ini sudah cukup sulit dijumpai di pusat kota, mau tak mau Sasuke menurunkan kaca mobil lalu menutup matanya untuk sekedar menghirup udara segar yang membuat pikirannya nyaman.

'Apakah hidup setahun di kota ini akan membuatku nyaman seperti sekarang?' batinnya.

Itachi melirik Sasuke di sampingnya, pemuda berambut raven itu terlihat menikmati udara segar yang menerpa wajahnya dengan mata tertutup. Sasuke yang seperti sekarang benar-benar seperti anak kecil, wajahnya yang terlihat polos membuat Itachi sedikit tersenyum tanpa disadari sasuke.

"Tenang saja, aku sudah menyewa apartemen sesuai keinginanmu. Apartemen yang tak banyak penghuninya juga tidak ada perempuannya." ujar Itachi seakan mengerti apa yang dipikirkan oleh adik sematawayangnya ini. Pandangannya kembali ia alihkan ke depan menatap jalanan di depannya.

Tak berapa lama kemudian mobil berhenti di depan sebuah apartemen yang nampak sepi. Setelah membuka sabuk pengaman, Sasuke terlebih dahulu turun dari mobil kemudian diikuti oleh Itachi di belakangnya.

"Sasuke, kau duluan saja." Itachi melemparkan kunci apartemen yang ditangkap dengan sempurna oleh Sasuke.

Sasuke mengeryitkan dahi, "Kau langsung pulang?" tanyanya.

Itachi mengangkat bahu, "Tidak, aku akan membeli beberapa makanan di market sekitar sini. Jadi kau duluan saja." titahnya seraya berjalan memasuki mobil. "Oh ya, kamarmu di lantai dua nomor 23." katanya lagi sebelum ia menutup pintu, kemudian mobil itu melaju meninggalkan Sasuke sendirian.

Sasuke memperhatikan bangunan di depannya sebentar, apartemen kecil itu hanya terdapat empat unit kamar di lantai satu dan dua unit kamar di lantai dua. Kemudian ia melihat kesekitar jalanan, nampaknya jalan pun sepi tak begitu banyak orang atau pun kendaraan yang berlalu lalang di area itu. Persis dengan yang dikatakan Itachi, tempat ini benar-benar sepi dan Sasuke menyukainya. Ia harus berterima kasih pada Itachi yang telah memilih tempat itu.

Sasuke melangkahkan kakinya menaiki tangga menuju kamar apartemennya yang berada di lantai dua. Setelah sampai di atas, dari ujung ia bisa melihat seorang gadis berambut merah muda baru saja keluar dari salah satu kamar apartemen.

Sasuke dapat menyimpulkan bahwa gadis itu lah yang akan menjadi tetangganya, bayangan hidup nyaman di kota ini kandas begitu saja mengingat betapa mengerikannya perempuan-perempuan itu ketika mereka melihat Sasuke dan ia yakin gadis di depannya tak jauh berbeda dengan yang lain.

"Itachi sialan..." desisnya pelan nyaris tak terdengar. Sasuke harus mencabut ucapan sebelumnya untuk berterima kasih pada Itachi.

Namun Sasuke harus menelan ludah ketika mereka berdua berpapasan, gadis itu sama sekali tidak melihatnya bahkan untuk sekedar meliriknya pun tidak membuat Sasuke sedikit terkejut karena baru kali ini ada seorang wanita berani mengabaikan keberadaannya.

Dengan penasaran Sasuke memutar kepalanya ke belakang memperhatikan perempuan berambut sebahu itu sebelum akhirnya ia membuka pintu dengan kunci dan masuk ke dalam apartemennya.

Mencoba bersikap jual mahal, heh?

.

.

Pagi ini, setelah mandi dan memakai seragam sekolah barunya Sasuke berjalan ke ruang tengah apartemen. Kedua mata pemuda tampan itu menjelajahi setiap sudut ruangan apartemen yang sudah terlihat bersih. Semua barang-barang tertata rapi di tempatnya, begitu teratur hingga tidak ada satu pun yang tergeletak tak wajar.

Sasuke yakin pastilah Itachi yang telah membereskannya sebelum kakaknya pulang mengingat kemarin pemuda raven itu langsung tertidur setelah sampai di kamarnya. Kalau dipikir-pikir ia jadi merasa kasihan karena tak sempat membantu Itachi untuk membereskan apartemennya.

Dengan perasaan bersalah, Sasuke berjalan menuju dapur dan langsung membuka kulkas. Dilihatnya berbagai macam makanan dan minuman instan tersusun rapi di dalamnya, diambilnya sekotak sereal dan susu lalu menuangkannya ke dalam mangkuk yang sebelumnya sudah Sasuke siapkan.

Setelah menutup pintu kulkas Sasuke berjalan ke arah meja makan, matanya menemukan secarik kertas di bawah gelas di atas meja. Pemuda berambut hitam itu mulai membaca tulisan yang terdapat di atas secarik kertas.

'Gomen, aku lupa membeli roti dan selai tomat kesukaanmu."

Sasuke menghela napas, sedikit senyuman tersungging di bibirnya yang tipis. Meskipun kadang menyebalkan, ia senang kakaknya selalu perhatian padanya bahkan untuk hal sekecil ini. Sasuke meletakan mangkuknya di atas meja makan kemudian ia memakannya setelah sebelumnya berdoa terlebih dahulu.

Tiba-tiba terdengar suara tangisan dari arah luar apartemen membuat Sasuke mau tak mau menghentikan acara makannya. Pemuda itu berdiri lalu berjalan ke arah jendela, membuka sedikit tirai berwarna biru itu untuk sekedar mengintip keadaan di luar.

Sasuke memperhatikan sekitarnya, ia terkejut saat melihat gadis yang berpapasan dengannya kemarin tengah bersama seorang laki-laki berambut merah. Matanya terlihat sembab karena menangis.

Sasuke semakin terkejut ketika tiba-tiba laki-laki yang membelakanginya itu menampar gadis di depannya dengan keras hingga terlihat darah keluar dari sudut bibirnya.

"Hiks, maaf Sasori." gadis itu berkata sambil sesenggukan, sebelah tangannya memegang pipinya yang terkena tamparan.

Setelah puas menamparnya, laki-laki yang bernama Sasori itu pergi meninggalkan gadis di depannya yang kini tengah menundukkan kepala.

Sasuke terdiam di tempat, ia tak berniat keluar apartemen untuk menolong gadis itu, hanya cukup menjadi penonton saja. Meskipun sedikit merasa kasihan, Sasuke tidak ingin ikut campur masalah orang lain lagi pula dia masih baru di tempat ini dan tak mengenal orang-orang itu. Mungkin pertengkaran sepasang kekasih dan itu sering terjadi. Pikirnya.

Tetapi jika dilihat dari seragam yang mereka gunakan, Sasuke yakin mereka berdua bersekolah di sekolah yang sama dengan Sasuke.

.

.

Sasuke berjalan memasuki gerbang sekolah. Ini merupakan hari pertama pemuda raven itu menginjakan kaki di sekolah barunya yang bernama Konoha High School. Iris hitamnya ia alihkan ke seluruh penjuru sekolah.

Berbeda dengan sekolahnya yang dulu, sekolah barunya terlihat begitu sederhana, bangunannya pun tak lebih besar dari sekolah lamanya. Namun Sasuke sedikit kagum karena pemandangan di sini masih terlihat natural, juga tak terlihat seorang pun membawa mobil atau kendaraan pribadi lainnya ke sekolah.

Sasuke sedikit menghela napas ketika murid-murid di sekitar sana mulai menyadari keberadaannya, keadaan seperti ini tidak berbeda dengan sekolahnya yang dulu—selalu menjadi pusat perhatian dan incaran para gadis dan dia membencinya. Kemudian pemuda itu berjalan dengan wajah datar, tak menggubris semua murid yang mulai terdengar berbisik-bisik.

Sasuke terus berjalan menyusuri koridor gedung utama untuk mencari ruang kepala sekolah, ia tak berniat untuk bertanya kepada siapa pun. Egonya terlalu tinggi untuk melakukan itu.

Setelah berputar-putar cukup lama, ia akhirnya menemukan letak ruang kepala sekolah. Namun Sasuke harus sedikit bersabar karena Jiraiya—pria tua yang menjadi kepala sekolah itu menyuruhnya menunggu di luar karena dia harus melayani seorang siswa bermasalah.

Sudah lima belas menit berlalu, pria tua itu tak kunjung keluar membuat Sasuke mendecih kesal, ia harus mendapatkan kesan buruk di hari pertamanya. Jujur saja, berdiri seperti ini membuat pemuda berambut hitam legam itu risih menjadi pusat perhatian.

Iris hitamnya melihat seorang gadis berambut merah muda sebahu berjalan tak jauh dari tempatnya berdiri. Sekilas Sasuke melihat bekas tamparan di pipi gadis itu sudah menghilang, hanya lebam dan sudut bibir pecah yang terlihat. Tiba-tiba seorang gadis berambut pirang berlari menghampirinya.

"Astaga Sakura, hari ini kau kenapa?!" gadis pirang itu berteriak tepat di wajah gadis berambut merah muda yang bernama Sakura.

"Tenang saja Ino, lagi pula ini sudah diobati." Sakura sedikit tertawa. Terlihat jelas di wajahnya meringis menahan sakit ketika ia menyentuh luka di sudut bibirnya.

"Tetap saja kau selalu ceroboh! Untung saja Sasori, kakakmu itu selalu peduli!"

Meskipun tak berniat menguping, karena tempatnya yang tak jauh Sasuke dapat mendengar jelas suara mereka. Dari obrolan mereka Sasuke dapat mengetahui nama perempuan berambut merah muda yang menjadi tetangganya itu.

Dan juga Sasuke dapat menyimpulkan bahwa Sakura sering mendapatkan luka seperti ini, terlebih lagi oleh kakaknya sendiri karena Sasuke dengan jelas mendengar gadis pirang itu mengatakan bahwa Sasori adalah kakaknya Sakura.

Tapi yang Sasuke tidak mengerti adalah kenapa gadis pirang itu seakan-akan memihak Sasori. Dia juga mengatakan jika Sasori peduli pada Sakura, padahal Sasuke melihat dengan kepalanya sendiri pemuda berambut merah itu lah yang menampar Sakura hingga menyebabkan luka lebam dan sudut bibirnya pecah.

"Jadi hari ini kau kenapa?"

Sakura tersenyum kemudian berkata, "Aku terjatuh dari tangga."

—rupanya gadis berambut merah muda itu berbohong. Batin Sasuke.

Setelah memperkenalkan diri. Mata onyx pemuda tampan ini mulai menjelajahi seisi ruangan kelas, mencoba melihat satu persatu wajah murid yang akan menjadi temannya untuk setengah tahun ke depan mengingat Sasuke memasuki sekolah ini di pertengahan semester.

Semua mata gadis di kelas itu tak henti-hentinya terpana melihat Sasuke namun pandangan Sasuke terhenti begitu saja pada sosok gadis berambut merah muda yang duduk di deretan paling belakang.

Berbeda dengan murid lainnya, Sakura satu-satunya di sana yang sama sekali tidak memperhatikan Sasuke saat pemuda itu memperkenalkan diri di depan kelas bahkan ketika sekarang pemuda raven itu berjalan ke arahnya dan duduk tepat di sebelahnya—gadis itu tidak melihatnya sedikit pun.

Merasa penasaran, Sasuke melirik Sakura di sebelahnya, pandangan mata gadis itu terfokus pada buku-buku di atas meja membuat batin Sasuke bertanya-tanya.

'Apa gadis ini tuli tidak menyadari kehadiranku?

.

...

.

Bel berbunyi menandakan istirahat, Sasuke segera meninggalkan kelas. Pemuda itu memutuskan untuk berkeliling sekitar gedung sekolah setelah menolak ajakan teman-teman barunya untuk beristirahat bersama. Bukan karena Sasuke sombong, tetapi hari ini ia terlalu malas untuk beradaptasi dengan orang dan lingkungan yang baru.

Sebelum berkeliling Sasuke mendapatkan peringatan dari Naruto, pemuda berambut pirang yang telah menjadi teman barunya itu mengatakan bahwa Sasuke tidak boleh mendekati gedung kosong di belakang gedung utama karena sepi dan sudah lama ditinggalkan jadi tak ada orang yang kesana. Tetapi Sasuke justru menyukainya, tempat yang sepi akan terasa lebih damai, menurutnya.

Tak berapa lama kemudian, Sasuke melihat gedung kosong yang diceritakan Naruto. Pemuda berambut hitam legam itu melangkahkan kakinya untuk memasuki gedung tua itu berharap menemukan tempat yang layak untuk dijadikan persembunyian dikala nanti ia sedang tidak ingin berkumpul dengan teman-temannya.

Sayup-sayup Sasuke mendengar suara aneh dari arah ruangan yang tak jauh dari tempatnya berdiri sekarang, tanpa rasa takut ia mendekati ruangan itu. Setelah beberapa langkah mendekati pintu ruangan, Sasuke mendengar suara aneh yang terdengar seperti desahan seorang perempuan di dalam sana.

Karena rasa penasaran yang tinggi, meskipun tidak ingin tapi tubuhnya bergerak sendiri memaksa untuk melihat apa yang ada di dalam. Dengan hati-hati Sasuke mengintip dari celah pintu ruangan itu yang memang tidak tertutup sempurna.

Matanya membelalak ketika melihat dua orang manusia berbeda berjenis kelamin tengah bercinta di atas meja sudut ruangan.

Sasuke terkejut mengetahui Sasori lah yang sedang bercinta di dalam sana, iris hitamnya semakin membelalak ketika melihat wajah gadis di bawah tubuh telanjang Sasori yang sudah tak asing lagi bagi Sasuke. Wajah yang sangat familiar itu, gadis itu—

—Sakura!

.

.

To be continue

...

Err... Gomen, aku datang dengan sebuah fict baru lagi. Ini hanya fict pelepas stress. hehehe O.o

Mind to Review?

Kritik, saran, flame, etc diterima. :D

ども ありがとう ございます。!^^