My First Love is My Housekeeper!
Chapter 2
Senyuman
Disclaimer : I do not own Naruto
Uzumaki Naruto membuka matanya pelan-pelan. Ia masih merasa luar biasa malas. Ia tidak ingin meninggalkan tempat tidurnya. Pernahkah kau malas mandi? Entah kenapa Uzumaki Naruto sering malas mandi. Saat bangun tidur, rasanya ia masih ingin bersantai-santai dengan piyamanya. Makan pagi dengan piyama, minum kopi dengan piyama dan tentu saja bernyanyi-nyanyi dengan piyama. Ah, kenapa ia harus mandi? Ia tidak mau mandi. Ia juga tidak bau kok. Kenapa ia harus mandi?
Naruto kemudian berjalan keluar dari kamarnya. Saat ia turun ke lantai satu... ia baru tersadar. Di apartemennya ada orang lain selain dirinya. Oh iya! Hinata ada di apartemennya sekarang! Whoa. Hinata terlihat rapih sekali. Rambut hitamnya terlihat sempurna, ia mengenakan gaun sopan yang potongannya jatuh pas di bawah lututnya. Walaupun sebenarnya gaun yang ia pakai sangat sederhana, wanita itu terlihat sangat rapih, formal, dan elegan.
"Selamat pagi Hinata!" Naruto dengan ceria langsung berlari ke ruang makan.
Wanita yang awalnya sedang merapikan meja makan itu langsung membungkuk. Seperti biasa, Hinata memang sangat sopan.
"Se-selamat pagi, Naruto-kun," Hinata masih membungkuk.
"Kurasa kau sudah bisa berhenti membungkuk sekarang, Hinata," Naruto benar-benar merasa seperti kaisar saja, meminta orang lain untuk bangkit berdiri.
Hinata akhirnya berdiri dengan tegak. Tatapan wanita itu sangat lembut. Rasanya Naruto tidak pernah melihat orang selembut Hinata.
"Sarapan sudah siap," Hinata dengan sigap langsung berjalan menuju ke dapur.
Wanita itu terlihat begitu elegan saat membawakan sarapan Naruto. Meskipun ia hanya berjalan sebentar, namun Naruto bisa melihat bahwa Hinata benar-benar berjalan seperti putri kerajaan. Apa Naruto sedang bermimpi? Ia tidak sedang menonton film jaman Heian bukan? Postur Hinata benar-benar sempurna.
Saat piring yang dibawa Hinata diletakkan di atas meja... Naruto langsung terkesima. Mungkin ini adalah makan pagi terindah yang pernah ia lihat. Kalau tidak salah nama hidangan ini adalah Eggs Benedict. Hidangan itu terdiri dari roti inggris, ham, poached egg dan saus hollandaise. Hinata hebat sekali! Ternyata ia bisa memasak masakan Barat juga! Saat Naruto menggunakan garpu untuk memotong roti itu, telur yang sudah dipoached. tadi ikut terbelah menjadi dua. Cairan kuning telurnya keluar dan bercampur dengan saus hollandaise yang juga berwarna kuning. Baru saja Naruto menyantap satu suap makanan itu, ia langsung berkaca-kaca. Hidangan ini enak sekali! Tidak seenak ramen sih, tapi enak sekali!
"Hinata kau hebat sekali!" Naruto langsung berteriak senang, "Kau seperti koki profesional!"
"Terima kasih banyak Naruto-kun," Hinata membungkuk lagi, "Namun, jika ada yang kurang dari hidangan ini kumohon diberitahu, agar lain kali resepnya bisa dikembangkan."
Wanita itu benar-benar sopan dan rendah hati. Luar biasa. Naruto benar-benar tidak habis pikir. Kalau wanita pada umumnya, jika dipuji pasti akan berubah menjadi manja atau malah justru tambah sombong. Ada juga wanita yang akan berbasa-basi dan menyanggah Naruto. Kata-kata seperti 'Ah tidak, Naruto bisa saja' sering Naruto dengar... tapi reaksi seperti Hinata itu belum pernah Naruto lihat sebelumnya. Wanita itu berterima kasih sambil membungkuk, kemudian ia malah meminta kritik dan saran! Luar biasa! Hinata itu sebenarnya manusia atau malaikat sih? Dia pasti sebuah keajaiban dunia! Dia baik hati, rendah hati dan sopan.
"Kau rendah hati sekali Hinata!" Naruto berbicara sambil mengunyah sarapan paginya, "Mmph... Jarang ada orang sepertimu!"
Wanita itu akhirnya berterima kasih lagi dan membungkuk lagi. Lucu sekali! Naruto benar-benar suka memuji Hinata.
Kali ini Naruto menggenggam tangan Hinata, "Kau benar-benar luar biasa Hinata!"
Naruto menunggu wanita itu berterima kasih dan membungkuk lagi. Sayangnya hal itu tidak terjadi. Kali ini Hinata langsung menepis tangannya. Wajahnya tampak pucat dan ia terlihat menggigil kedinginan. Wanita itu terlihat ketakutan. Naruto tidak tahu apa yang terjadi, namun ia jadi ikut panik. Tiba-tiba Hinata langsung terjatuh dan berlutut di atas lantai. Kelihatannya tubuhnya lemas sekali. Ia terus menggigil.
"Hinata!" Naruto langsung bangkit berdiri, "Apa kau baik-baik saja?"
"Maafkan aku." Hinata terlihat semakin pucat.
"Aduh! Kenapa kau meminta maaf? Kalau kau sakit itu bukan salahmu!" Naruto tampak benar-benar khawatir.
"Tidak ini salahku, aku belum memberitahumu sebelumnya," Suara Hinata gemetaran, "Sebenarnya... aku trauma jika orang menggenggam tanganku."
Ah! Naruto kau bodoh! Kau bodoh sekali! Kenapa kau malah membuat Hinata seperti ini? Ini semua salahmu! Ini semua karena kau menggenggam tangannya!
"Maafkan aku Hinata!" Naruto benar-benar bingung harus berbuat apa, "Ah! Apa yang harus kulakukan-ttebayo?!"
"Tenang saja, Naruto-kun," Hinata tersenyum pahit, "Hal ini sudah sering terjadi kepadaku."
Sudah sering terjadi? Jadi setiap kali ada orang yang menggenggam tangannya Hinata akan terus seperti ini? Jadi ia tidak pernah berjabat tangan? Untung saja Hinata tinggal di Jepang. Di negara ini orang-orang saling memberi salam dengan membungkuk, bukan dengan berjabat tangan. Bayangkan kalau ia tinggal di luar negeri. Hinata pasti akan kejang-kejang terus!
Ya ampun, kalau dipikir-pikir Hinata berarti tidak pernah bergandengan tangan dengan pacarnya? Berdansa dengan pacarnya? Jangan-jangan Hinata belum pernah punya pacar? Pasti Hinata melewati hari-hari yang berat. Naruto juga belum pernah punya pacar, tapi paling tidak ia tidak punya trauma seperti ini. Setahu Naruto, trauma kan sulit untuk diobati. Lihat tubuh Hinata, wanita itu begitu lemah. Sekarang ia harus menggigil kedinginan seperti itu.
"Hinata, apa kau kedinginan?" Naruto ikut berlutut dan menatap Hinata dengan hangat.
"Aku tidak apa-apa, Naruto-kun," Hinata mencoba untuk bersikap tenang, namun rahangnya masih gemetaran.
Naruto tidak tahan melihat wanita itu terus gemetaran. Ia akhirnya melepas piyamanya dan memakaikan kemeja piyamanya ke tubuh Hinata. Naruto memang telanjang dada sekarang, tapi itu tidak penting. Yang penting Hinata berhenti menggigil. Sekarang yang paling penting... Hinata cepat pulih.
"Na-naruto-kun?"
Sejujurnya ia tidak begitu bisa menerka wajah Hinata. Wanita itu penuh dengan teka-teki. Ia hanya tahu wajah pucat Hinata sekarang sudah mulai segar. Kulit putih porselennya sekarang sudah merah merona. Baguslah… Wanita itu sudah tampak lebih sehat.
"Sekarang aku akan mengambil selimut yang banyak!" Naruto berteriak dan langsung berlari ke kamarnya.
Dengan secepat kilat ia membawa empat selimut tebal dari kamarnya. Ia mungkin terlihat seperti orang bodoh sekarang, tapi... Meh. Who cares? Ia tidak peduli, pokoknya ia tidak ingin melihat Hinata kedinginan karena salah Naruto.
Naruto kemudian melingkarkan empat selimut tebal itu ke tubuh Hinata. Wanita itu sekarang terlihat agak konyol... tapi tidak apa-apa. Kelihatannya ia sudah tidak menggigil lagi.
"Eh? A-apa ini?" Hinata benar-benar kebingungan.
Naruto kemudian tertawa lepas. Hinata terlihat seperti anak hamster yang diselimuti oleh serutan kayu. Lucu sekali! Wajah bingung Hinata benar-benar mirip dengan anak hamster!
"Kau sudah tidak gemetaran lagi," Naruto tersenyum hangat, "Baguslah... Kau benar-benar membuatku sakit jantung Hinata! Untunglah kau sudah tidak apa-apa sekarang."
Hinata tampak kebingungan. Mungkin di mata Hinata, Naruto adalah orang terkonyol sejagad raya. Ya sudahlah, mau diapakan lagi... yang penting wanita itu baik-baik saja.
Hm, tapi trauma ya? Sebenarnya kenapa Hinata bisa trauma? Masa lalu apa yang tersembunyi dibalik perilakunya hari ini? Wajah pucat itu, jemari yang sedingin es... lalu tubuhnya yang gemetaran itu... sebenarnya kenapa ia bisa seperti itu? Naruto hanya bisa menatap wajah polos Hinata dengan lembut. Ia ingin bertanya, namun ia juga tidak berani bertanya. Ia takut, jika ia bertanya soal itu... trauma wanita itu akan muncul lagi.
Kali ini Naruto menatap jemari tangannya. Ini semua salahnya karena memegang tangan Hinata seenaknya. Sebenarnya selama ini Naruto selalu saja berbuat seenaknya, berbicara seenaknya, bergerak seenaknya. Ia terlalu impulsif. Ia sangat berbeda dengan Hinata. Wanita itu begitu sopan dan hati-hati. Setiap kata-kata yang keluar dari mulut kecil Hinata pasti sudah dipikirkan dengan matang-matang. Teman SD Naruto itu begitu dewasa, sangat berbeda dengan dirinya...
Naruto, harus berubah. Paling tidak di dekat Hinata... ia tidak boleh impulsif lagi. Ia harus lebih hati-hati. Ia tidak boleh seenaknya lagi. Kali ini ia tidak boleh lagi menjadi orang yang membuat Hinata menggigil seperti itu. Hinata... sebenarnya kenapa ia bisa seperti itu? Siapa yang berani membuatnya menjadi trauma begitu?
XXX
"Karena kau cantik," Naruto tersenyum hangat dan memberikan satu buket bunga mawar kepada kamera yang ada di hadapannya.
Kamera itu menangkap adegan itu dengan sempurna. Setelah adegan itu selesai, kamera lain menangkap sisi kanan Naruto. Pandangan Naruto akhirnya berpindah dari kamera. Kali ini ia menatap seorang gadis cantik berambut pirang. Gadis itu ikut tersenyum, kemudian gadis itu menerima buket mawar Naruto dengan elegan.
Iringan musik romantis terdengar dari speaker. Musik itu adalah cue Naruto untuk meraih tangan gadis itu. Setelah ia meraih tangan itu, ia langsung mengecupnya dengan lembut.
"Mawar ini harum sekali," Wanita berambut pirang itu tersenyum dengan cantik.
"Tidak seharum dirimu," Naruto sebenarnya merasa mual mengatakan hal gombal seperti ini, tapi mau diapakan lagi, ini memang pekerjaannya.
Setelah adegan itu selesai, iringan lagunya terdengar lebih kencang. Kali ini suara narator terdengar dari speaker itu, "Parfum Roses, untuk wangi mawar yang abadi."
"Cut! Bagus sekali! Kerja bagus, semuanya."
Akhirnya, Naruto bisa kembali menjadi dirinya sendiri. Sudah empat puluh kali adegan itu diulang. Naruto sebenarnya pandai berakting. Ia juga sudah biasa membintangi adegan semacam ini... Biasanya ia bisa menyelesaikan scene seperti ini dengan cepat, tapi hari ini berbeda, ia tidak bisa berkonsentrasi. Sejak tadi Naruto terus mengingat Hinata. Ia merasa bersalah telah melakukan hal itu kepada Hinata. Aktor muda itu benar-benar tidak tahu kalau Hinata trauma sampai seperti itu. Entah masa lalu apa yang membuat wanita itu trauma. Cih! Naruto pasti akan menghajar penjahat yang memberikan trauma itu kepada Hinata.
"Ah, Naruto." Wanita berambut pirang tadi datang dan menatap Naruto dengan tatapan merendahkan. "Akhirnya setelah seratus kali take kita berhasil menyelesaikan iklan ini juga ya."
"Empat puluh kali, Ino," Naruto mengoreksi kata-kata wanita itu, "Bukan seratus kali."
"Ah ya, empat puluh kali ya." Yamanaka Ino terlihat tidak peduli.
Naruto tidak tahu harus merespon tanggapan itu dengan apa. Ino memang terkenal lumayan menyebalkan di kalangan para artis. Naruto tidak pernah bekerja dengan artis itu sebelumnya jadi ia tidak mempercayai kata-kata orang banyak... Ternyata Ino memang menyebalkan. Sepanjang empat puluh kali take iklan ini, wanita berambut pirang itu selalu saja berteriak kepanasan atau memanggil krunya untuk membetulkan make upnya.
"Kudengar kau berteman akrab dengan Sakura ya?" Ino mengibaskan rambut pirangnya yang lurus dan indah sambil menatap Naruto dengan sombong, "Bagaimana kabar si dahi lebar itu?"
Dahi lebar? Naruto pernah mendengar gosip kalau Ino dan Sakura itu saingan besar sejak mereka debut sih. Ia tidak menyangka rumor ini ternyata benar. Ino terlihat begitu sombong, entah kenapa wanita itu menganggap dirinya cantik. Menurut Naruto, Sakura seratus kali jauh lebih cantik dari Ino.
"Uh... Sakura-chan baik-baik saja sih, ia sekarang sedang—"
"Ah!" Ino tiba-tiba memotong kata-kata Naruto, "Aku tahu! Ia gagal membintangi drama cinta lagi bukan? Wanita seperti dia memang cocoknya menjadi wanita kasar di film-film action. Wajahnya sangat mendukung."
Oh ya, Yamanaka Ino memang sering membintangi sinetron cinta dan drama komedi. Naruto dengar, setiap kali Ino yang menjadi pemeran utamanya, rating drama itu pasti bagus. Apa karena itulah sifat Ino menjadi sombong seperti ini?
"Hei! Kau tidak boleh menjelek-jelekkan Sakura-chan seperti itu!" Naruto langsung terlihat tidak senang, "Kalau kau ingin tahu, Sakura-chan itu jauh lebih—"
"Naruto," Suara seorang pria yang sangat Naruto kenal tiba-tiba membuatnya terdiam. Suara itu... Suara Uchiha Sasuke!
"Ta-tampan sekali..." Ino terlihat seperti wanita yang baru saja melihat artis. Padahal, Sasuke bukan artis.
Yah, meskipun bukan artis... Sasuke memang kaya sih. Ayahnya adalah pemilik sekaligus pendiri dari Uchiha TV. Stasiun televisi terbesar di Jepang yang menayangkan sinetron dan acara hiburan lainnya. Sayangnya Sasuke sama sekali tidak tertarik dengan dunia hiburan. Pria itu malah pergi dan bersekolah di Perancis. Naruto lupa sih ia sekolah apa... Mereka berteman baik saat SMA. Namun, saat Sasuke meneruskan sekolahnya di luar negeri, mereka sudah tidak banyak berbicara lagi. Entah apa pekerjaan Sasuke sekarang.
"Naruto, aku harus berbicara denganmu sekarang," Sasuke berjalan pergi dari studio kecil tanpa menghiraukan Ino.
Naruto berlari menuju ke café kecil di dekat studio itu. Di sana Uchiha Sasuke sudah duduk sendirian menunggu Naruto. Pria itu terlihat sangat dingin dan serius. Ia tidak berubah, dari SMA sampai sekarang tetap saja sok keren.
"Kau tidak berubah ya, tetap saja sok misterius..." Naruto ikut duduk, "Rasanya menakutkan tahu. Seperti melihat vampir."
"Kau juga tidak berubah," Sasuke menanggapinya dengan tenang, "Tetap bodoh dan impulsif."
"Aku tidak impulsif! Sakura-chan, sahabatku sedang dijelek-jelekkan! Padahal Sakura-chan cantik sekali." Naruto tampak marah. "Eh! Si Ino itu malah mencaci-maki Sakura-chan seperti itu."
"Ino itu siapa? Sakura itu siapa?" Sasuke tampak bingung, tapi kemudian ia kembali berkata dengan dingin, "On second thought... Itu tidak penting. Aku tidak peduli."
"Kau terlalu lama di Perancis sampai-sampai tidak kenal artis Jepang ya?" Naruto menggeleng-gelengkan kepalanya. "Ah sudahlah, bagaimana? Kau kerja apa sekarang?"
"Aku bekerja sebagai chef di restoran bintang tiga, Pierre Gagnaire." Sasuke memanggil waitress kemudian memesan kopi.
Naruto juga ikut memesan kopi kemudian ia kembali berbicara, "Wow! Keren sekali! Kau menjadi koki bidang apa? Kepala chef? Sous-chef? Kau pasti mirip Gordon Ramsay! Galak dan menakutkan! Whoo... Lihat aku! Aku Uchiha Sasuke! aku Jenius! Kalian semua sampah!"
"Pâtisserie."
"Apa?!"
"Kau bertanya aku koki bidang apa kan?" Sasuke terlihat tenang. "Pâtisserie."
Jawaban Sasuke membuat Naruto membatu. Sasuke menjadi koki di bidang makanan penutup?! Sasuke membuat kue?! Apa Naruto tidak salah dengar? Saat SMA dulu Sasuke selalu menolak cokelat yang diberikan gadis-gadis karena ia benci makanan manis. Kenapa pria gila ini malah menjadi koki di bidang makanan manis?!
"Bukankah kau benci makanan manis?! Kau kenapa Sasuke?! Apa kau sudah gila? Jangan-jangan kau kecanduan obat? Apa jangan-jangan kau demam permanen?!" Naruto setengah berteriak.
"Cukup soal aku..." Sasuke menanggapinya dengan dingin, "Aku butuh bantuanmu."
Kalau dipikir-pikir Sasuke jarang sekali meminta bantuan Naruto. Pria itu bahkan sampai melacak Naruto ada dimana. Yah wajar sih pria itu tahu. Sasuke kan putra dari pemilik Uchiha TV. Pria itu pasti tahu jadwal Naruto dari bawahannya.
"Aku ingin kau ikut reality show baruku," Sasuke tampak serius. Ternyata walau sudah bekerja sebagai chef, ia masih bertanggung jawab atas usaha keluarganya.
"Aku ikut!" Naruto tampak senang, ia suka reality show, di acara seperti itu Naruto bisa menjadi dirinya sendiri, "Kau mau buat program apa? Running man?! Program olahraga?!"
"Masterchef Celebrity," Sasuke menjawab dengan tenang, "Jadi hanya artis yang boleh ikut."
APA?! Masterchef? Itu kan program televisi ajang pencarian bakat memasak yang awalnya berasal dari Amerika. Tidak! Naruto tidak bisa memasak! Ia tidak bisa sama sekali! Jika Naruto muncul di acara itu, ia pasti akan gagal di babak pertama! Sasuke pasti sedang bercanda bukan?!
"Sebenarnya audisi sudah dimulai," Kopi Sasuke datang dan ia menghirup kopi itu sebelum akhirnya berbicara lagi dengan Naruto, "Tapi kau tidak harus audisi. Kau langsung masuk babak pertama saja."
"Kau gila-ttebayo!" Naruto tampak panik, "Selama ini aku selalu masak makanan instan! Aku biasanya ditraktir oleh klien dan kadang dibawakan bento oleh fansku! Aku tidak pernah masak— Aku tidak bisa masak-ttebayo!"
"Kalau begitu belajar," Sasuke tampak kesal, "Aku butuh artis terkenal agar acara ini ditonton orang banyak. Lagipula standar memasak artis kan rendah semua. Kau pasti bisa bertahan."
"Kalau begitu jangan pilih aku! Cari artis lain!" Naruto tampak panik, "Oh, uh. Aku tahu! Aku akan menghubungi teman-temanku yang lain! Ah! Sakura-chan! Sakura-chan sepertinya pintar masak! Lalu, uh... Chouji! Eh, Chouji mah suka makan bukannya pintar masak! Aduh siapa ya?"
"Tidak. Kau harus ikut," Sasuke menatap mata Naruto tajam-tajam, "Kau adalah artis paling populer di Jepang saat ini. Kalau kau ikut, 90% warga Jepang pasti akan menontonnya."
Wajah Sasuke tampak sangat serius. Naruto tidak pernah melihatnya seserius itu. Well, mereka memang sahabat baik sih waktu SMA. Meskipun pria itu sudah tidak menghubungi Naruto lagi sejak kuliah, sahabat tetap saja sahabat. Pertemanan mereka tidak pernah hilang.
"Kalau kau memaksa apa boleh buat," Naruto menghela napasnya, "Tapi kalau aku dieliminasi di babak pertama jangan salahkan aku-ttebayo!"
"Hidangan babak pertama adalah lemon meringue tart," Sasuke menghabiskan kopinya, "Tuh sudah kuberikan bocoran, jadi latihan yang benar."
"Cih! Walau latihan pun pasti dieliminasi-ttebayo!" Naruto mengeluh.
"Terserah kau saja," Sasuke tampak seperti mau membunuh orang.
Sial. Kelihatannya Sasuke benar-benar serius memikirkan kompetisi ini. Sebenarnya anak gila itu kenapa sih? Rasanya tidak seperti Sasuke yang ia kenal dulu. Well, lagaknya dan caranya berbicara masih sama sih. Pria itu masih sok keren, dingin dan menyebalkan... Tapi memasak? Kue? You've gotta be kidding me. Dia pasti sudah gila.
"Hei, Sasuke," Naruto menatap sahabatnya dengan serius, "Kenapa kue? Kenapa tiba-tiba kau suka makanan manis?"
"Aku benci makanan manis," Sasuke menatap cangkir kopinya dengan dingin.
"Hah? Lalu kenapa sekolah masak dan menjadi koki di bidang makanan penutup?" Naruto benar-benar tidak habis pikir.
"Kakak laki-lakiku... Ia selalu ingin menjadi seorang pâtisserie, tapi ia—" Sasuke tiba-tiba berhenti berbicara.
"Tapi kenapa Sasuke? Kau tidak boleh begitu tahu! Kau harusnya mengejar mimpimu sendiri bukannya mimpi orang lain!" Naruto menceramahi sahabatnya.
"Sudahlah, ini bukan urusanmu," Sasuke tampak tidak senang, "Aku harus pergi sekarang."
Cih. Dasar manusia aneh. Naruto benar-benar tidak mengerti kenapa Uchiha Sasuke sangat tertutup. Pria itu seperti dikelilingi oleh tembok pertahanan saja. Naruto benar-benar tidak habis pikir. Ya sudahlah, sekarang ia harus latihan membuat kue. Apa tadi... lemon meringue tart? Wah, mungkin Hinata bisa mengajarinya!
Eh, tapi masa Naruto merepotkan Hinata lagi? Ah! Ini tidak lucu! Tadi ia baru saja membuat wanita itu trauma, sekarang masa ia meminta bantuan Hinata? Well, tapi teman SDnya itu pasti sangat ahli dalam membuat hidangan ini. Bagaimana ya? Oh ya, lebih baik Naruto memberikan wanita itu hadiah! Wanita suka apa ya? Baju? Tas? sepatu? Ah, lebih baik tanya Sakura-chan. Sakura pasti tahu ukuran baju, tas dan sepatu Hinata!
XXX
Melelahkan! Ternyata belanja pakaian wanita itu melelahkan! Saat Naruto sampai di depan pintu apartemennya, ia menghela napasnya. Lima kru filmnya berdiri di belakang Naruto dan membantunya membawakan barang belanjaan. Kalau ada orang yang melihat Naruto sekarang, mereka pasti akan berpikir kalau Naruto itu pria mesos. Pria metroseksual. Pria yang senang memanjakan dirinya, terlalu peduli akan penampilan dan ingin menjadi pusat perhatian. Barang bawaan Naruto juga tidak tanggung-tanggung. Tulisan Prada, Balenciaga, Chanel sampai Comme des Garçons menghiasi paperbag yang dibawa krunya. Orang-orang pasti berpikir kalau Naruto itu mengikuti tren dan fashion masa kini. Naruto itu mesos.
Sebenarnya Naruto tidak suka memakai barang branded. Meskipun ia sudah menjadi artis, ia biasanya hanya belanja di Cotton On atau Uniqlo. Biasanya barang-barang branded yang ia pakai adalah sponsor dari klien. Hari ini pengecualian. Ia ingin meminta maaf sekaligus meminta bantuan dari Hinata. Naruto ingin memberikan yang terbaik untuk Hinata.
"Ini semua untuk pembantu rumah tangga anda?" Salah satu kru Naruto tampak kebingungan.
"Teman SD!" Naruto mengoreksi krunya, "Ia teman SD yang baik hati!"
"Eh?! Pacar Uzumaki-san ternyata teman SDnya sendiri?! Romantis sekali!"
"Bukan pacar! Aku berhutang budi padanya jadi..." Naruto tiba-tiba sadar kalau empat krunya yang lain sudah mulai keberatan membawa barang bawaannya, "Sudah! Sudah! Ayo kita masuk-ttebayo!"
Saat pintu itu terbuka. Naruto dapat melihat Hinata yang sedang membersihkan lantai. Wanita itu sedang berlutut dan membersihkan lantai Naruto dengan kain basah.
"Hinata!" Naruto langsung berlari menuju ke dekat wanita itu dan tersenyum hangat, "Aku membawakanmu hadiah!"
Naruto kemudian menunjuk semua barang belanjaanya. Lima orang krunya yang terlihat kelelahan langsung meletakkan barang belanjaan Naruto di atas lantai.
"Eh?" Hinata tampak kaget, kemudian memberi salam kepada kelima kru Naruto, "Terima kasih tapi... aku—"
"Sudah tidak ada tapi-tapian!" Naruto ikut berlutut dan menatap mata Hinata.
"Ba-baiklah," Hinata yang sedang berlutut langsung bersujud untuk berterima kasih, "Terima kasih banyak."
"Tidak usah bersujud seperti itu-ttebayo! Oh ya! Aku membawakanmu tas channel tv dan Giv— uh, Givenchy anti guna-guna!" Naruto tersenyum bodoh.
Kemudian salah satu kru Naruto yang tubuhnya paling pendek langsung tertawa, nama kru itu adalah Rock Lee, "Naruto-kun, tas Chanel, bukan channel tv. Terus tas itu namanya Givenchy Antigona, bukan anti guna-guna..."
"Ah iya itu!" Naruto tertawa malu, "Tapi masih ada tas yang belum datang. Bagus deh Hinata! Namanya tas Herpes!"
"Oh, tas Herpes ya? Kedengarannya..." Hinata terlihat bingung, tapi ia mencoba untuk tetap terlihat sopan, "Unik... Kedengarannya unik."
Kru Naruto lagi-lagi tertawa kecil.
"Bukan tas Herpes," Salah satu kru Naruto langsung membetulkan Naruto, "Uzumaki-san, tas Hermes, bukan tas Herpes."
"Ah ya! Tas Hermes! Tadi aku bilang Hermes-ttebayo!" Naruto langsung panik, "Yak! Sudah kalian semua boleh pulang! Terima kasih atas kerja keras kalian! Sampai jumpa!"
"Uzumaki-san—"
"Yak! Pulang! Pulang semuanya!" Wajah Naruto terlihat seperti kepiting kepanasan.
Saat semua kru itu pamit dan akhirnya pergi pulang, Naruto langsung menghela napasnya. Bagus. Sekarang Hinata pasti akan berpikir kalau Naruto itu bodoh. Mesos dan bodoh. Bagus sekali. Kenapa dari semua kru yang Naruto punya harus lima orang itu yang datang? Ah sial! Kenapa juga sih Naruto bisa salah menghafal nama-nama tas tadi? Sial. Namanya susah sekali sih! Lebih susah dari nama mobil! Damn it. Dasar dunia mode. Kelihatannya semakin susah namanya semakin mahal harganya.
"Hinata lupakan soal tadi!" Naruto langsung mengeluarkan bahan-bahan membuat kue dari salah satu tumpukan belanjaanya, "Ajarkan aku membuat lemon meringue tart!"
"Naruto-kun ingin belajar masak?" Hinata terlihat bingung kemudian ia tersenyum tipis, "Lemon meringue tart ya? Aku punya resep kue itu dari guru masakku dulu."
"Wow! Keren sekali!" Naruto terlihat bersemangat, "Kau punya guru masak juga Hinata?! Keren!"
"Iya, namanya Uchiha Mikoto."
Mikoto? Uchiha? Uchiha Mikoto? Naruto pernah mendengar nama itu sebelumnya. Ah! Uchiha Mikoto adalah ibu dari Uchiha Sasuke! Istri dari pemilik Uchiha TV! Kalau Naruto tidak salah dengar, waktu awal masuk SMA dulu, Mikoto bercerai dengan ayah Sasuke. Semenjak itu Sasuke tidak pernah membahas soal ibunya lagi. Wow... Wanita itu ternyata guru Hinata?!
"Wow! Kenapa ia bisa mengajarkanmu memasak Hinata?" Naruto terlihat bingung.
"Iya, sensei kebetulan sangat menyukai upacara minum teh, jadi ia dekat dengan orangtuaku," Hinata menjelaskan.
"Aku ingin bertemu dengannya suatu hari nanti! Wow!" Naruto berdecak kagum, "Guru dari seorang Hyuuga Hinata! Pasti hebat sekali!"
"Aku juga sudah lama tidak bertemu dengan beliau," Hinata bangkit berdiri dan merapikan kain basah dan peralatan pembersih lainnya, "Kudengar ia sekarang sedang berada di luar negeri. Sensei sangat gemar pergi dari satu negara ke negara lainnya untuk belajar memasak."
"Walau sudah tua ia tetap rajin belajar ya!" Naruto terlihat kagum.
"Tentu saja Naruto-kun," Senyuman Hinata terlihat begitu dewasa dan bijak, "Umur tidaklah penting, setiap orang di dunia ini tidak boleh berhenti belajar. Jika seseorang berhenti belajar, maka dirinya tidak akan berkembang. Karena itulah aku akan selalu belajar agar aku bisa membuat kue yang lebih baik lagi."
Senyuman itu. Naruto tidak bisa membeli senyuman itu. Hinata tidak terlihat sebahagia ini ketika ia melihat tas-tas merek ternama yang Naruto beli. Ia juga tidak terlihat sebahagia ini ketika Naruto memujinya. Hinata justru tersenyum dengan lembut dan tulus seperti itu ketika membicarakan soal kerja keras dan mimpi. Hinata dari SD hingga sekarang selalu saja terlihat bijaksana ketika membicarakan soal kerja keras. Hal semacam ini sulit sekali Naruto temukan di dunia ini. Ternyata memang ada orang yang begitu dewasa seperti Hinata.
"Aku masih harus banyak belajar darimu-ttebayo," Naruto menggaruk-garuk kepalanya.
"Soal kue? Tidak apa-apa, asalkan Naruto-kun punya semangat untuk belajar, kau pasti bisa membuat kue yang enak," Hinata tersenyum dan membungkuk lagi dengan sopan.
Bukan hanya soal kue. Naruto benar-benar masih harus banyak belajar dari Hinata. Cara berbicara gadis itu, cara berpikir gadis itu, postur gadis itu, kerja keras gadis itu, empati gadis itu... semuanya. Naruto tidak mengerti kenapa hanya dengan mendengarkan gadis itu berbicara saja, ia sudah belajar banyak dari Hinata.
"Aku permisi dulu," Wanita itu kembali berbicara, "Aku akan segera kembali dengan buku resepku, kemudian kita bisa mulai belajar membuat kue."
"Siap sensei!" Naruto langsung memberikan salute dan bergaya seperti prajurit yang sedang memberi hormat kepada kolonelnya.
Melihat Naruto, Hinata langsung menahan tawanya. Luar biasa, bahkan cara menahan tawa Hinata juga sangat sopan. Ia menutup mulutnya dengan tangan kanannya dan tidak mengeluarkan suara. Naruto sebenarnya baru melihat pembantu rumah tangganya tertawa atau melihat bangsawan inggris sedang minum teh sore? Hyuuga Hinata. Sebenarnya dia itu siapa sih?
XXX
Lima kru Naruto terlihat sedang bersantai di sebuah restoran Italia terkenal di Tokyo. Mereka tampak sangat akrab. Tidak jarang salah satu kru tertawa terbahak-bahak, kemudian kru lainnya menepuk-nepuk meja karena tidak bisa menahan tawanya. Anehnya, ada satu kru yang tampak begitu serius mengetik di laptopnya.
"Kau sedang apa? Lee-san?" Salah satu kru Naruto menaikkan alisnya ketika ia melihat kru yang bernama Rock Lee itu mengetik dengan serius di laptopnya.
"Kau tidak merasa Naruto-kun itu terlihat sedang jatuh cinta?" Lee terus mengetik di laptopnya dengan serius.
"Sedikit sih," Kru itu terlihat agak ragu tapi kemudian ia kembali berbicara, "Eh! Kalau dipikir-pikir jangan-jangan Uzumaki-san sebenarnya berpacaran dengan pembantu rumah tangganya sendiri?!"
"Itu yang kupikirkan," Lee menerawang jauh, kemudian ia menarik kesimpulan sendiri, "Ini cinta terlarang. Cinta antara majikan dan pembantunya!"
"Eh?!" Kru itu terlihat kaget, kemudian ia setengah berteriak, "Jangan-jangan Uzumaki-san yang memaksa pembantunya untuk XXX kemudian ia XXX kemudian ia XXX! Karena itulah ia membeli banyak sekali barang-barang branded untuk wanita itu!"
"Ini adalah skandal!" Lee setengah berteriak, kemudian ia bangkit berdiri karena terlalu bersemangat "Naruto-kun menyimpan wanita di apartemennya!"
"Sssh!" Salah satu krunya langsung panik, "Jangan keras-keras nanti ada yang mendengar! Ini tempat umum!"
Mereka sudah terlambat. Pengunjung restoran itu tampak kaget melihat Rock Lee bangkit berdiri sambil setengah berteriak seperti itu. Kelihatannya Naruto yang biasanya bebas dari skandal akan menerima berita aneh besok pagi.
XXX
Hi hi! Semoga chapter ini mengesankan untuk kalian semua! I really enjoy writing this chapter! Oh ya I have a website namanya: melissagabrieledotcom (ganti dot dengan titik) disana kalian bisa melihat chapter 1 dan 2 beserta gambar-gambar nya! I hope you guys will check it out! It's fun to see the pictures! :)
www . melissagabriele dot com/ p / fanfiction _ 93 dot html
(ganti dot dengan titik lalu hilangkan spasi!)
Happy reading!
Let me know what you think of this chapter!
XXX
Balasan review anon:
Eika : Of course Sasuke menjadi kaya di sini! Dia anak dari pemilik stasiun TV loh ,
hqhqhq: Awww thank youu yah! The 2nd chapter is here! I hope it's nice!
hime-chan : Makasih sayang, ini lanjutannya! 3
uzumakiblue: Aaaa! aduh jadi malu dipanggil senpai! Makasih lohhh~
Rika: Aku juga sukaaa banget bikin Naruto jadi artis. High class gmna gtu ya!
yudi: Thank you so much yudi! Ini lanjutannya~
Yuzuhara Yamami: Salam kenal sayang. Hahaha Aduh fanfic sebelah yang agak mesum itu ya? Just Kidding! Saya penulis yang polos kok!
Naruhinalalala : I know! Naruto si aktor mesum kekinian is a thing now! hahaha I like writing that!
Obitorin : Salam kenal juga~
Yuka: It's here! I hope you enjoy it!
NamikazeARES: Hi there, semoga sudah cukup dikembangkan!
Chrizzle : Iya naruto baik yaa~ He's a gentleman!
Uchiha della: Boleh, kalau ada inspirasi yah!
narutoshipper: I want it too! and it's here!
XXX
END OF balasan review!
Sekali lagi check it out guys!
www . melissagabriele dot com/ p / fanfiction _ 93 dot html
(ganti dot dengan titik lalu hilangkan spasi!)