Disclaimer: Mamah Rowling
P.S.: Bagi yang suka nonton Return of Superman dan fans berat Daehan Minguk Manse, silakan merapat
Selepas maghrib, suasana Diagon Alley terasa suram. Sunyi senyap. Namun tepat di depan toko Florean Fortescue-yang tentu saja sudah tutup- empat sosok manusia, ayah dan tiga anaknya ber Apparate. Pria Korea itu, Park Il Kook, menyusuri pandangan, memastikan ada tempat berlindung yang cukup aman bagi ketiga putra kembarnya: Daehan, Minguk, dan Manse.
"Appa*...aku takut..." suara Manse terdengar lirih. Ketakutannya akan gelap kian menjadi.
"Ayah tahu, Manse. Maafkan Ayah, ya, sebentar lagi kita akan sampai." Ujar Il Kook sembari mengeratkan gandengan tangannya kepada Minguk dan Manse. Daehan si sulung tak melepaskan gandengannya dari Minguk. Saat Minguk mendongak ke atas, ia melihat sekelebat bayangan hitam melesat di atas mereka. "Appa! Pemakan Baut!" pekiknya. Karena belum bisa mengucap Pelahap Maut dengan lancar, "Pemakan Baut" menjadi acuan Minguk untuk menyebutnya. Jika saja mereka tidak berada dalam bahaya, mereka pasti sudah tertawa lepas mendengarnya. Namun benar saja, Il Kook mendapati satu lagi bayangan hitam melintas di atasnya. Saat dia nyaris putus asa mencari tempat persembunyian untuk si kembar, matanya mengarah ke toko Sihir Sakti Weasley yang dipenuhi mainan.
Di dalam sana, Fred dan George sedang membereskan loteng saat mendengar celotehan dalam bahasa yang sangat asing, bahkan lebih asing dari Rune Kuno yang tentu saja sudah mereka lupakan. "Hey George, kau mendengarnya?" tanya Fred setelah mendengar pekikan Minguk dari bawah sana.
"Sejernih kristal. Asal kau tahu, sejak kupingku tinggal satu, pendengaranku makin tajam, Fred." balas George.
"Kok, aneh?"
"Misteri Ilahi. Hey-sepertinya mereka dalam bahaya! Pintu toko belum kaukunci, kan?"
Fred menggeleng. "Mereka berbahasa Korea, seperti drama radio yang dulu sering Mum dengar! Dan kurasa kita perlu ini," ujarnya sambil menyerahkan sebuah pil yang berkhasiat memahami bahasa asing. Pil tersebut oleh-oleh dari Bill sepulangnya dari Mesir. Untung saja, kakak sulung mereka bermurah hati memberikan si kembar sebotol besar.
"Kurasa kau terlalu banyak melihat cewek Korea di Hogsmeade bulan lalu, deh." kilah George.
"Mereka cantik, tahu!" kilah Fred, kemudian mereka turun ke bawah saat mendengar pintu toko terbuka.
"Daehan, ajak adik-adikmu ke toko itu! Kalian di sana saja, jangan ke mana-mana!" ujarnya.
"Tapi appa bagaimana? Appa ikut, kan?" tanya Daehan. "Appa, Dyani, Kkukkuk dan Mande siap membantu, seperti di rumah!" celetuk Minguk. Il Kook berlutut hingga kepalanya sejajar dengan si kembar. "Ayah akan menyusul. Ini terlalu berbahaya bagi kalian, ya?"
Maka tanpa menunda waktu, Daehan menggandeng kedua adiknya ke dalam toko Sihir Sakti Weasley. Dalam sekejap, kekhawatiran mereka sirna karena melihat banyak sekali mainan di dalamnya.
Sementara itu, Il Kook mengacungkan tongkat sihirnya sambil mengamati sekitar- siapa tahu ada Pelahap Maut muncul di hadapannya. Benar saja. Tepat di depan toko Ollivander berdirilah sosok yang tidak asing bagi Il Kook: Tae Woong, adiknya sendiri. Il Kook terkejut mendapati Tanda Kegelapan di tangan kanan Tae Woong.
"Tae Woong-ah, ba-bagaimana ini bisa terjadi? Kenapa kau bergabung dengan Pelahap Maut?!" ujar Il Kook. Tae Woong hanya berdiri diam di depannya, tak bergeming sedikitpun.
"Jadi ini kenapa kau menghilang saat rumah ku-bukan, rumah kita diserang malam itu? Tak bisakah kauceritakan padaku kenapa kau seperti ini? Seasing itukah kami bagimu?!"
"Kau membunuh anakku, hyung-nim**! Kau, dan teman-teman Aurormu!" raung Tae Woong, air mata jelas mengambang di pelupuk matanya. Il Kook terhenyak dan teringat apa yang terjadi kala itu.
Di Insadong, Il Kook dan rekan-rekan Aurornya sedang dalam pencarian tawanan Azkaban yang kabur dan dilindungi pelahap maut. Karena pertempuran begitu sengit, Il Kook sempat mendapati keberadaan putri semata wayang Tae Woong, Jion, di tengah-tengah kekacauan. Seorang pelahap maut akan menyerang Il Kook saat ia akan melindungi Jion. Namun alih-alih melindungi, mantra tersebut memantul dari tongkat Il Kook dan mengenai Jion sehingga menewaskannya.
"Kalian selalu peduli terhadap anak-anak korban perang, tetapi tidak dengan orang tua yang ditinggal mati anaknya. Pelindung macam apa kalian, hyung-nim! Pernah kah kau terbayang kalau Daehan, Minguk dan Manse yang terbunuh, bukan Jion?! Aku tak akan membunuhmu, hyung-nim, tapi aku akan membalas kematian putriku!"
Kini giliran Il Kook yang terpaku. Belum sempat ia berkata, Tae Woong menghilang. Maka dengan langkah tertatih ia memasuki toko Sihir Sakti Weasley, dimana ketiga putranya sedang asyik bermain bersama dua pria berambut merah, yang ternyata merupakan pemilik toko itu. Awalnya Il Kook merasa tenang, namun saat mendapati toko itu jadi sangat berantakan, ia mencengkram kepalanya. "Bagaimana aku harus membayar semua ini?!"
"Jangan kuatir, Sir. Yang penting mereka bahagia." sahut suara ramah disertai tepukan di bahu kirinya. Ia tak berbicara bahasa Korea, tetapi Il Kook paham betul maksudnya. "Fred Weasley, pemilik toko ini. Kau pasti ayah dari si kembar tiga, kan?" ujar Fred sambil mengulurkan tangan kanannya. Di saat yang sama, Minguk menarik ujung kemeja Fred, menandakan bahwa caranya salah. "Bukan, ahjussi***, harusnya begini,"
Lalu Minguk menangkupkan kedua tangan di depan dada dan membungkukkan badan. Tentu saja, Fred mengikutinya, dibalas Il Kook.
"Saya Park Il Kook. Ini Daehan, Minguk dan Manse. Tak apa-apa. Saya jadi tidak enak toko kalian jadi berantakan begini." ujar Il Kook."Ternyata begitu ya, cara kalian bertegur sapa? Maaf ya, aku tidak tahu." kata Fred. Minguk hanya tertawa geli sambil memainkan pigmy puff-nya.
Tak lama kemudian Daehan dan Manse datang membawa bungkusan permen, ditemani George. "Appa, lihat! Aku bawa permen!" seru Daehan girang sambil memamerkan permennya.
"Ini buat Appa," kata Manse. Ada seulas senyum jahil di wajahnya yang bundar nan menggemaskan itu, sembari menyuapkan permen itu ke mulut Il Kook. Tak lama kemudian raut wajah Il Kook mengecut. Pasalnya, ia memakan permen rasa..."Omo! Ini...rasa popok! Popoknya bau pesing!"
Tawa pun membuncah dari si kembar tiga, juga Fred dan George. Setelah memberikan segelas air putih kepada Il Kook, George berkata, "Selamat, Anda telah memakan Pastilles Muntah variasi terbaru: Rasa Popok!"
Il Kook hanya bisa tertawa. "Kalian berdua suka sekali ke toko lelucon, ya?" Ujar Il Kook. Fred dan George mengangguk bersamaan, sedangkan si kembar tiga kembali bermain.
"Setidaknya berguna untuk masa-masa seperti ini. Harusnya kau datang saat pembukaan-" cerocos Fred.
"Ramainya bukan main! Sekarang sepi sih, tapi dengan adanya anak-anakmu suasananya jadi lebih menyenangkan." imbuh George.
"Terima kasih." kata Il Kook, memandang si kembar penuh arti. "Baru kali ini aku melihat mereka tertawa segembira itu sejak ibu mereka tiada."
Seketika Fred dan George terhenyak mendengarnya. "Kami turut berduka. Apa yang terjadi pada istrimu?" tanya George.
"Rumah kami diserang pelahap maut karena keluarga kami menampung tetangga-tetangga kelahiran Muggle. Mereka membakar habis rumah kami, dan...Min Geum, istriku sayang...terjebak dalam api sehingga nyawanya tak tertolong. Sejak hari itu anak-anak selalu memanggil ibu mereka dalam tidur. Bahkan seringkali menangis tiba-tiba." isak Il Kook, air matanya yang telah lama terbendung kini mengalir deras di kedua pipinya. "Tak sedetikpun aku tidak merindukan Min Geum...namun demi anak-anak aku harus kuat. Untunglah kalian membuka toko lelucon ini, setidaknya mereka bisa bermain dengan leluasa. Untuk itu, aku berterima kasih."
"Sama-sama. Mau sesuram apapun kita pasti butuh tawa, kan?" imbuh Fred.
Tiba-tiba, Daehan datang menghampiri sang ayah, kemudian mengusap air mata Il Kook. "Appa, jangan menangis.."
Il Kook pun memeluk putra sulungnya erat-erat. Tak lama kemudian, Minguk dan Manse menyusul, lalu memeluk Il Kook.
"Kau beruntung, mereka anak-anak yang cerdas. Waktu kecil dulu, kami malah selalu bikin onar." kata George, sepintas mengenang masa kecilnya yang selalu dilewati dengan amarah sang ibu karena kejahilannya dan Fred.
"Namanya juga anak-anak. Kalian senang di sini?" tanya Il Kook.
"Ya,ya,ya!" sorak Daehan, Minguk dan Manse serempak. "Mainannya banyak!" kata Manse sambil menunjukkan sapu terbang mininya.
"Permennya juga!" Daehan memamerkan bermacam permen di telapak tangannya.
"Aku dikasih ini!" Minguk mencubit-cubit pigmy puff-nya seolah itu permen karet.
"Baguslah! Nanti kalau kalian sudah besar dan buat toko seperti ini pasti akan lebih ramai!" ujar Fred.
"Dan kalian bisa berkunjung ke sini kapanpun kalian mau! Selama belum sekolah, khusus kalian akan kuberi gratis!" kata George.
Si kembar tiga lompat-lompat kegirangan.
"Kalian ini. Yuk, sekarang kita pergi agar kedua paman ini bisa beres-beres dan beristirahat!" ujar Il Kook.
"Secepat ini? Mengapa tidak menginap di sini saja? Kami punya kamar di atas.." kata Fred.
"..biar kami tidur di bawah. Sudah larut, anak-anak pasti mengantuk. Kami bisa buatkan susu jika mau dan menyajikan Wiski Api untukmu." sambung George. Il Kook menolak. "Terima kasih atas keramahannya, namun kami akan ke penginapan Leaky Cauldron dekat sini. Daehan, Minguk, Manse, peluk paman-paman ini, ucapkan terima kasih."
Kemudian Daehan dan Minguk memeluk Fred bersamaan, sedangkan Manse memeluk George sambil mengucapkan terima kasih. Tak hanya itu, mereka bertiga mendaratkan kecupan di pipi si kembar sebelum akhirnya pergi bersama Il Kook.
Baru saja Il Kook dan si kembar tiga melangkah keluar, Minguk berhenti sambil mengucek-kucek matanya. "Appa, aku mau tidur di sini saja.."
"Mande juga.. Dyani hyung juga mau.." Manse membeo, diikuti anggukan kepala Daehan.
"Kalian tak apa-apa kami bermalam di sini?" Il Kook bertanya.
"Tentu saja!" ujar Fred girang, kemudian seolah lupa dengan kantuknya Minguk dan Manse menyongsong Fred dan George.
"Baiklah, jangan lupa-" selesat sinar kehijauan menyambar punggung Il Kook, kemudian ia terjatuh ke lantai.
"Appa! Appaaaa!" pekik Daehan, Minguk dan Manse sambil berlarian ke arah Il Kook, yang ternyata sudah tak bernyawa.
"Appa, banguuun! Kami akan menolongmu, appa!" isak Daehan sembari mengguncang tubuh Il Kook. Kemudian George mengirim patronusnya kepada Orde Phoenix, memberitahu ada Auror yang tewas.
Sementara itu, Fred langsung menyambar ketiga balita malang itu ke pelukannya sambil memandang jenazah Il Kook dengan tatapan tak percaya. Menyaksikan isak tangis si kembar tiga, ia pun tak berani membayangkan bagaimana ia dan George sudah kehilangan kedua orang tua mereka saat masih balita.
Tak lama kemudian, satu persatu anggota Orde bermunculan: Lupin, Tonks, Kingsley serta Mr. Weasley.
"Ada salah satu pelahap maut yang membunuhnya diam-diam. Kurasain mantranya datang dari atap toko sebelah." kata George.
"Jenggot Merlin! Ini...astaga, Il Kook dulu seniorku saat pelatihan Auror bersama Alastor! Dia dan teman-teman Auror di sana mendirikan Orde Naga, sama seperti kita di sini." Tonks terkejut saat mengenali sosok Il Kook.
"Mengapa ia harus jauh-jauh ke sini? Bukannya pertahanan Auror di sana cukup kuat?" tanya Mr. Weasley, sambil menggendong Manse, yang meronta-ronta tak mau berpisah dari sang ayah. "Kasihan sekali anak-anak ini...aku memegangmu, Nak.."
"Menurut pantauan Auror terakhir di Korea, Orde Naga sudah hancur sejak tahun lalu. Kebanyakan dari mereka bergabung menjadi Pelahap Maut." Kata Kingsley, kemudian ia memandang Fred dan George, masing-masing mendekap Daehan dan Minguk. "Arthur, mereka beruntung sedang bersama Fred dan George saat itu terjadi. Jika tidak...mungkin anak-anak ini juga menjadi korban." kata Kingsley.
*Appa: ayah
**hyung-nim: sebutan dari lelaki untuk laki-laki yang lebih tua
*** ahjussi: sebutan untuk paman, biasanya laki-laki selain ayah atau saudara laki-laki