EGLANTINE ~*Aku Terluka untuk Sembuh*~

Author : Shee

Desclaimer : Tuhan YME, Orang tua mereka masing-masing, Pledis Ent. I just own the story.

CAST : SEVENTEEN member.

Rated : T

Genre : Slice of Life, Romance, School Life, Angst (inginnya), Supranatural.

.

.

Chapter 13

.

.

Tidak sulit bagi Wonwoo untuk berbaur di keramaian seperti ini, terkadang dia melihat ke sekitar, banyak wajah yang tidak asing menurutnya.

Tapi tidak ada satu-pun dari mereka yang bisa mengenalinya. Apa semudah itu orang-orang melupakannya. Kalau diingat-ingat dia pergi belum selama itu. Mungkin daripada dilupakan, orang-orang lebih merasa tidak perduli.

Dia terus memandang ke bawah dan tidak sengaja dia bertemu pandang dengan Jihoon dan Soonyoung yang baru akan keluar dari tempat itu. Dia sadar bahwa Jihoon terus saja melihat kearahnya, walau anak itu tidak pernah tahu bagaimana wajah Wonwoo yang sesungguhnya sebelum ini, tapi dia bisa merasakan seperti ada yang menghubungkan keduanya.

Sama seperti Jihoon, Wonwoo datang ke tempat ini juga memiliki tujuan. Jelas sekali kalau tujuan mereka berdua sangat berkebalikan. Wonwoo sedikitpun tidak ingin mengucapkan selamat atau doa-doa baik pada Mingyu.

Sekali lagi dia mendapati Jihoon melihat kearahnya, tapi kali ini bukan ke wajahnya tetapi pada bunga yang sedang digenggamnya. Beruntung Soonyoung segera mengajaknya untuk pergi dari tempat itu segera. Jihoon pasti mengenali bunga dengan rangkaian seperti ini.

Kembali Wonwoo melanjutkan langkahnya. Dia melihat Mingyu sedang berdiri sendirian dan melihat kearah pintu keluar, masih memperhatikan punggung Jihoon yang berjalan menjauh, tiba-tiba saja dia menyodorkan seikat bunga di depan Mingyu.

"Ini bunga untuk kami? bagus sekali. Terima kasih banyak." ujar Mingyu tanpa melihat siapa pemberinya terlebih dahulu, pasti seorang temannya yang lain.

Tapi karena penasaran kenapa rangkaian bunga ini sangat familiar, dan sang pemberi tidak juga berbicara sesuatu kepadanya, Mingyu segera ingin memastikannya, dia mencoba meninggikan pandangan dan dia melihat seorang pemuda sedang berdiri menatapnya disana..

Nafasnya tiba-tiba terasa sangat berat, jantungnya seperti memompa dua kali lebih cepat dari biasanya. Dia merasa separuh nafasnya yang hilang selama ini, tiba-tiba kembali padanya.

Dia mencoba melihat jelas-jelas sosok yang sangat mudah dikenalinya. Sudah berapa lama dia tidak pernah melihat wajah ini lagi. Dunia terasa berhenti baginya, apakah ini mu'jizat atau khayalan lainnya.

"Katakan, ini semua bohong-"

Seseorang harus mengatakan sesuatu tentang ini, apa ini sungguhan atau hanya halusinasinya saja. Apa ini orang lain yang datang selanjutnya, setelah Jihoon.

"Katakan kau bukan Jeon Wonwoo?"

Mingyu terus menanyakan banyak hal, tetapi Wonwoo tidak mengatakan apapun, dia hanya terdiam diri dan masih menatap Mingyu tajam.

Tangan gemetar Mingyu mulai meraba wajahnya. saat mulai meraba pipi dingin itu, Mingyu merasa ada perasaan lain. seperti perasaan saat pertama dia bertemu sosok Jihoon yang dulu tiba-tiba bangun dari komanya dan meminta maaf padanya.

Mingyu mencoba menahan air matanya keluar.

"Kenapa kau meninggalkanku?, dan kenapa baru sekarang kau datang padaku?. Apa yang sudah kulakukan hingga aku mendapatkan semua ini?."

Dan Wonwoo tetap saja terdiam.

.

.

.

Mingyu meminta izin untuk memundurkan waktu pernikahannya selama satu jam, dia beralasan ada sesuatu yang harus dia selesaikan dahulu. seluruh anggota keluarganya beranggapan mungkin itu urusan rumah sakitnya. Tidak ada yang menyangka kalau Mingyu tidak akan pernah kembali ke tempat itu lagi, dan bahkan dunia ini.

Sementara itu, Mingyu sekali lagi menaiki mobilnya dan entah menuju kemana, dengan satu orang yang sudah duduk di sampingnya. dia berpikir mungkin Wonwoo tidak akan berbicara saat banyak orang, dan segera menjauhkannya dari keramaian.

"Aku hanya punya waktu satu jam untuk berfikir dan segera memutuskan, kalau tidak aku tidak akan pernah bisa kembali ke keluargaku." gumam Mingyu, dia tahu kalau kedatangan Wonwoo menemuinya pasti ada sesuatu yang besar. Kedatangan Wonwoo sendiri akan berbeda dengan kedatangan Jihoon yang sebelumnya. saat diingat-ingat Jihoon bilang kalau setelah ini Jihoon tidak akan lagi meminjamkan tubuhnya lagi, mungkin ini adalah penjelasan lanjutnya.

"Kalau begitu, jangan pernah kembali kesana."

Itu adalah kalimat yang pertama kali diucapkan, seluruh pertanyaan Mingyu tidak pernah dijawabnya dan kini dia langsung mengucapkan kalimat yang seperti ingin mengakhiri hidup Mingyu.

Mingyu sempat merasakan takut.

"Aku tidak tahu kau itu asli, atau hanya roh jahat yang mencoba mencelakakan ku." balas Mingyu tanpa melihat ke arah Wonwoo.

"Dari dulu aku adalah orang jahat yang selalu mencelakakanmu kan?"

"Benar, itu kau."

Mendengar jawaban itu, Mingyu sekarang yakin kalau itu Wonwoo-nya dulu, anak itu memang selalu berpikir bahwa dialah yang selalu membuat Mingyu dalam bahaya.

"Jadi kau datang padaku ingin melakukan apa?" tanya Mingyu.

"Aku ingin menyelamatkan Jihoon. setidaknya biarkan dia bersama dengan orang yang menyayanginya. sehingga dia sadar bahwa hal yang dilakukannya selama ini itu tidak baik. Aku ingin dia lebih menghargai kehidupan yang sangat singkat itu."

"Kenapa aku juga punya pikiran yang sama sepertimu. jadi apa yang bisa kulakukan."

"Kau bisa memberikan sisa hidupmu padanya."

Mingyu mendengar semua rencana Wonwoo. Dan saat bagian dia harus memberikan sisa hidupnya, Mingyu merasa ketakutan yang terus bertambah. Sebagai seorang dokter, menyelamatkan nyawa seseorang sudah menjadi tugasnya. tapi kalau harus ditukar dengan nyawanya sendiri, itu akan berbeda cerita.

"Caranya?"

Entah kenapa daripada memberikan penolakan, Mingyu tetap meyakinkan dirinya sendiri.

"Mati sebelum waktumu tiba"

"Kapan aku meninggal?"

"Kau harus melakukannya sebelum tengah malam ini." jawab Wonwoo masih dengan nada dinginnya.

Mingyu terus berpikir, kalau Wonwoo hanya ingin mengambil nyawanya untuk seseorang yang bahkan tidak mereka kenal sebelumnya, Dia ingat kepada keluarga yang menunggunya dan akan menyambutnya dengan hangat nanti.

Dia juga ingat, dia akan segera memiliki keluarga kecil baru miliknya sendiri.

"Boleh aku kembali ke tempat pernikahan dan menyelesaikannya terlebih dulu"

"Kau hanya akan menyakitinya saja, apa artinya membuatnya bahagia dengan waktu yang sebentar jika kau akan meinggalkannya" jawab Wonwoo, " ...dan kau akan menyakitiku sekaligus" lanjutnya.

Mingyu tersenyum, dan mencoba melepas seluruh beban hidupnya. dalam pikirannya dia sudah memantapkan sebuah keputusan.

"Sampai akhir kau tetap egois. baiklah aku akan bersamamu sampai aku memutuskan apa yang akan kulakukan. lagipula harusnya aku sudah lama mati." lanjut Mingyu, mengingat kecelakaan besar itu. Seandainya Wonwoo tidak mengorbankan dirinya, mungkin Mingyu akan berada di posisi yang sama dengan Wonwoo.

.

.

.

Mereka terus mengendarai mobil bahkan sampai ke daerah pegunungan yang sudah hampir sepi dari kendaraan karena jalurnya yang sangat curam dan berbahaya.

Waktu menujukkan sudah hampir senja, dan Mingyu yakin keluarganya sedang marah-marah sekaligus khawatir, karena kepergiannya yang tiba-tiba. Kalau bukan orang yang dicintainya dia tidak akan berbuat sampai sejauh ini.

Selama ini, dia hanya menjadi anak penurut dengan prestasi yang membanggakan, dan selalu menuruti apapun keinginan orang tuanya. Mungkin hanya kali ini saja dia akan jadi anak pembangkang.

"Kenapa kita tidak bisa seperti pasangan lainnya. Terkadang aku ingin menggodamu atau sekedar mencoba apakah kau ini akan cemburu padaku kalau aku lebih dekat dengan orang lain. sebelum itu terjadi, Bahkan aku tidak pernah bisa mengungkapkan keseriusanku padamu."

"Karena inilah kita, apa yang menyenangkan dari 'sama dengan orang lain'."

"Kau dan kata-kata bijakmu, pada akhirnya akulah yang harus mengalah"

Wonwoo memegang erat tangan Mingyu, seakan mengatakan inilah saatnya karena dia tidak bisa berlama-lama lagi. walau sedang mengemudikan mobil Mingyu mengerti dan sekarang dia berganti yang menggenggam tangan itu erat, dan memejamkan matanya rapat-rapat.

Mingyu tetap menginjak pedal gas untuk tetap melaju dalam keadaan lebih cepat, tetapi kedua tangannya sudah tidak lagi memegang kendali mobil, bahkan sekalinya dia membuka kedua matanya, pandangannya kini hanya tertuju pada sosok indah yang ada disampingnya.

"Tahanlah rasa sakit yang sebentar ini." ujar Wonwoo.

Wonwoo sedikit memundurkan dirinya saat tiba-tiba Mingyu mulai mendekatinya, lebih tepatnya wajah mereka yang semakin berdekatan.

"Aku butuh sesuatu yang bisa membiusku dan membuatku lupa akan rasa sakit itu."

Atas bujukan Mingyu, Wonwoo kembali membenarkan posisinya dan menerima apapun yang akan dilakukan Mingyu.

Sebenarnya saat Wonwoo bisa kembali dalam tubuh manusia dan bisa melakukan kegiatan atau hal-hal yang dilakukan orang pada umumnya, tetapi yang membedakannya dengan manusia hidup sungguhan adalah semua indra perasanya tidak ada yang berfungsi. Dia hanya bisa menyentuh tetapi dia tidak bisa merasakan sesuatu di tangannya.

Walaupun begitu, saat ketika Mingyu mulai menyentuh ujung bibirnya dan mulai menciuminya, entah kenapa Wonwoo bisa merasakan rasa hangat yang benar-benar hangat.

"Ternyata ciuman mematikan itu bukan hanya sebuah istilah saja."

.

.

.

Satu jam kemudian, entah bagaimana caranya. para polisi sudah berkumpul di TKP. sebuah mobil ditemukan masuk ke dalam jurang dengan pengendara tunggal yang saat ditemukan masih bernafas dan berada dalam keadaan kritis dan segera dilarikan ke rumah sakit.

Para polisi pun segera mengidentifikasi untuk mengetahui identitas korban dan segera menghubungi keluarga dan sanak saudaranya.

Harusnya tidak ada yang bisa menemukan mobilnya dan jasadnya, tetapi perkiraannya salah. ternyata meninggal tidak semudah itu jika memang belum waktunya. Mingyu yang kesakitan hanya bisa berharap dia bisa segera tidak merasakan sakit ini. Bahkan dia tidak ingin bangun lagi. Sebagai seorang paramedis dia tahu betul bagaimana cara menangani hal-hal seperti ini, begitupun cara memperburuk keadaan.

Dan keinginannya terkabul, dengan sedikit usahanya untuk memperburuk keadaannya.

Ternyata dia meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit.

.

.

.o0o.

.

.

Jihoon sudah berbaring di tempat tidurnya, nafasnya semakin sesak saja. Sebenarnya dia sudah mengalami sesak nafas sejak masih bersama Soonyoung tadi, tapi dia tidak pernah mengatakan apapun selain dia baik-baik saja.

Tidak lama, dia mengengar suara derap langkah yang sedang berlari mendekat ke ruangannya. Seperti perkiraannya, itu adalah mamanya yang baru pulang bekerja malam dan langsung menemui Jihoon.

"Jihoon, jelaskan padaku. Apa yang dikatakan dokter Kim kalau kau kabur dari rumah sakit itu tidak benar?" tanya mamanya cemas.

"Maaf, aku hanya ingin berjalan-jalan menghirup udara segar dengan temanku Soonyoung"

Mamanya lalu menatapnya tidak percaya, sejak kapan anaknya mengaggap orang lain menjadi temannya, dan siapa Soonyoung ini.

"Mama tahu, tapi kesehatanmu kan masih seperti ini. kalau kau sudah sembuh kau boleh kemanapun dengan temanmu. bahkan mama menyarankan kalau kau mulai mengenalkannya pada mama, tapi itu nanti saja ya?. jangan buat mama khawatir lagi."

Jihoon mengangguk.

"Mungkin mama akan melihatnya segera, karena dia berjanji untuk bertemu denganku besok pagi-pagi sekali.."

Mamanya sadar, kalau Soonyoung ini bukanlah teman biasa bagi anaknya. Walaupun anak itu tidak pernah memiliki teman tapi hal seperti ini rasanya seperti bukan teman kebanyakan, lebih seperti dua sejoli yang sedang jatuh cinta dan tidak sabar untuk bertemu sesegera mungkin setelah beberapa saat berpisah.

Ingin sekali dia menginterogasi anaknya, tapi dia menyadari hp-nya terus bergetar dan langsung saja dia ijin untuk mengangkat telepon di luar ruangan, dan Jihoon yang ditinggal sendirian langsung menatap pojok ruangannya yang semakin menghitam.

Semenjak tadi dia ada disana, tapi karena ada mamanya, Jihoon hanya bisa mengabaikannya saja.

"Wonwoo, kau disana?"

Sosok hitam itu mendekat ke arah Jihoon.

"Maafkan aku, Aku pernah bilang ingin menghidupkan seseorang yang ingin mati, itu bukan kau. itu adalah Mingyu. Tapi aku sudah tidak memikirkan itu lagi sekarang."

Jihoon tidak heran sama sekali, kalau semuanya pasti menyangkut soal Mingyu dan Jihoon hanya sebagai perantara saja.

"Aku tahu, tidak ingat semua ingatanmu juga terlintas di ingatanku, semua yang pernah kau alami jadi seperti aku yang melakukannya."

"Aku akan pergi" lanjut Wonwoo memotong perkataan Jihoon. "Jadi ini salam perpisahanku.."

"Kau tidak ingin menungguku?, sepertinya waktuku tidak lama lagi."

"Sebelum kita tidak bisa bertemu lagi, aku memiliki sedikit hadiah untukmu, pergunakanlah 'waktu' yang kuberikan dengan baik walau tidak lama. dan berbahagialah. Aku sendiri sudah menemukan kebahagiaanku"

Jihoon hanya bisa tersenyum mendengarnya.

"Dulu aku ingin kau segera pergi, tapi sekarang aku serasa enggan melepasmu. Terima kasih telah menemaniku dalam kesendirianku." ujar Jihoon.

Setelah itu Wonwoo segera menghilang.

Jihoon tahu kalau pasti terjadi apa-apa dengan Mingyu. apalagi melihat Wonwoo yang seperti sudah mencapai tujuannya. Jihoon masih baik-baik saja dan sempat mendengar kalau Wonwoo mengatakan 'waktu yang kuberikan'. Jika memang benar, mungkin Jihoon seharusnya sudah tidak ada disini lagi.

Tidak berselang lama setelah kepergian Wonwoo. Darah segar terus mengalir dari kedua lubang hidungnya.

"Terima kasih juga untuk waktu yang singkat ini.."

Jihoon memegang semua selang yang tertempel di tubuhnya dan membuatnya selama ini bisa bertahan hidup, semakin lama pegangan itu berganti menjadi cengkraman yang menyumbat cairan dan darah sudah tidak bisa masuk ke tubuhnya.

Dia kesakitan, tetapi tidak ada rasa menyesal. Lebih baik dia hidup atas dirinya sendiri. dari pada menggunakan umur dari orang lain.

Dia ingin menepati janjinya pada Soonyoung, tapi disisi lain ia memang sudah tidak pantas untuk hidup lagi.

Mamanya kembali ke dalam kamar, dan menyadari keanehan pada anaknya yang seperti menahan sakit. dia segera memanggil bantuan.

Ketika para medis sampai di ruangan itu dan segera menyadari apa yang salah, lalu dengan sigap mengembalikan semua alat dalam posisi semula.

Pendarahan pun berhenti, begitu juga dengan cengkraman kuatnya.

.o0o.

.

.

.

.

.

.

.

.

Hari ini hari kelulusan, kelas 3 dan seluruh sekolah sudah penuh sesak berbagai orang, dan orang tua juga ikut hadir, gerbang utama sudah dihias sedemikian rupa dan segala bunga cantik yang ditempel secara cantik pula.

Di beberapa kelas sudah banyak coretan di papan sebagai pesan terakhir mereka untuk kenang-kenangan yang sudah menjadi tradisi.

Orang tersayang mereka saling memberikan buket bunga untuk kelulusan mereka, ada banyak wajah disana senang karena perjuangan mereka selama ini berhasil, juga sedih karena harus meninggalkan banyak hal menyenangkan disini.

Seluruh kelas kini berserakan banyak bunga, dan bangku paling belakang milik Jihoon kini memiliki buket bunga yang paling banyak diantara yang lain.

Hansol tidak sengaja terpaku ke bangku itu, mengingat pemiliknya tidak bisa menghadiri upacara kelulusan.

"Hahh, anak ini, ini hari kelulusan, kemana saja dia.." ujar Seungkwan saat melihat kearah bangku yang sedari tadi dilihat Hansol. "Setidaknya datang dan ambil rapormu." lanjutnya.

Hansol segera menariknya keluar kelas karena dia tidak ingin Seungkwan tiba-tiba menjadi sensitif, dia bilang ingin mengenalkan Seungkwan pada kedua orang tuanya yang jarang dirumah itu, ini kesempatan langkanya mengenalkan temannya pada orang tuanya secara langsung.

Soonyoung dan teman-temannya sedang saling memberi wejangan satu sama lain karena setelah ini mereka harus berpisah.

Seokmin bilang ingin mencoba menjadi trainee dan akan mengikuti banyak audisi, Jun tidak terlalu membicarakan keinginannya pada orang lain, dia hanya bilang ingin melanjutkan kehidupannya saja. Dan Soonyoung akan meneruskan pendidikannya di Universitas terdekat di sekitar sini.

"Setelah aku sukses nanti, jangan tiba-tiba datang ke awak media dan menyebarkan aib ku, oke?" Wanti Seokmin. "Kalau mau datanglah ke tempatku, kita bisa menghabiskan sedikit waktu bersama.." lanjutnya.

"Akan ku beberkan kalau kau suka tidur dikelas, jarang cuci tangan sehabis dari kamar mandi dan kegiatan jorokmu yang lainnya." sahut Jun.

Seokmin memukulnya pelan, dan mengalihkan pandangannya pada Soonyoung yang terkadang ikut dengan pembicaraan, terkadang dia juga melamun tidak jelas.

"Setelah ini kau mau kemana Soonyoung?" Tanya Seokmin.

"Menjenguk Jihoon" Soonyoung segera merubah wajah kosongnya menjadi tersenyum riang, dan Seokmin serta Jun hanya bisa membalas senyum seadanya.

"Katakan padanya kalau kami juga merindukannya."

Soonyoung mengangguk.

Soonyoung kembali ke kelas mengambil barang-barangnya yang tersisa dan dia melihat ada beberapa tangkai bunga di mejanya walau masih kalah dengan bangku Jihoon. akhirnya dia mengambil satu buket bunga dari sana dan membawanya pergi.

.

.

.

Sebuah mobil terpakir di depan rumah kediaman Jihoon dan mamanya. Seorang pria paruh baya turun dari mobil itu dan mencoba mengetuk pintu, dia berharap ini rumah yang benar sesuai dengan alamat di kertas kecil yang dia tulis. Sudah semenjak pagi dia terus memutari daerah ini demi menemukan alamat yang tepat seperti yang dia cari.

Tidak lama mama Jihoon segera membukakan pintu.

"Siapa?"

Raut muka yang biasanya selalu tersenyum hangat pada siapapun, langsung berubah menjadi dingin dan seperti memendam banyak kebencian.

"Ada perlu apa tuan? kurasa anda salah alamat" ujarnya dan langsung segera menutup pintunya, tapi laki-laki itu segera menahannya, dan kekuatan perempuan tidak bisa mengalahkan kekuatan lelaki begitu saja.

Mama Jihoon menyerah.

"Aku ingin kita bicara baik-baik, bisa kita bicara didalam?" ujar sang tamu, tapi sang tuan rumah tidak menginginkan tamu tak diundang itu masuk ke rumahnya. Lagipula dulu juga dia tidak diijinkan untuk masuk kerumah tamu itu.

"Disini saja." jawabnya dingin, "Dan kuharap cepat". Tanpa sengaja matanya yang tidak fokus menemukan sosok perempuan yang terdiam dalam mobil yang dia yakini milik pria ini, dan di bagian belakang mobilnya terlihat sekilas ada anak perempuan juga.

"Dengarkan aku baik-baik, Aku datang kesini untuk meminta maaf pada kalian.." ujar sang pria itu, Mama Jihoon hanya menatapnya dengan tatapan sinis, ia sempat bertanya pada dirinya sendiri, bagaimana dia bisa jatuh dalam perangkap pria bermuka dua ini dahulu.

Yah dia adalah suaminya yang dulu meninggalkan dia dan Jihoon, mengusirnya dengan kasar setelah semua yang dia miliki ditinggalkan begitu saja. Bahkan dia baru saja mengganti kewarganegaraannya, banyak hal yang tidak dia ketahui untuk bertahan hidup di tempat seperti ini. Dan orang yang berjanji akan melindunginya menjadi orang yang tidak menginginkannya.

Dan sekarang dia datang seenaknya untuk minta maaf.

"Maaf, aku juga sudah berjanji pada Jihoon untuk tidak mempercayai orang brengsek sepertimu, lagipula kau tidak begitu membutuhkan penerimaan maaf dari ku. kalau kau memang menyesal, seharusnya kau tidak pernah membuang kami" ujarnya dengan nada setegar mungkin, semuanya sudah berlalu. Apapun pembicaraan mantan suaminya itu dia tetap tidak akan kembali kesana,

"Aku sekarang mencoba jujur pada kalian, aku akan melakukan apapun. asalkan kalian bisa bersama kami kembali, ibu juga sudah tidak akan memarahimu seperti dahulu lagi, dia sekarang sudah tidak bisa bergerak dari tempat tidurnya, dan terkadang dia memanggil-manggil namamu dan Jihoon. kami semua membutuhkanmu." ujar pria itu, mencoba meyakinkannya.

"Aku tidak butuh kembali ke tempat yang seperti neraka itu. dan aku tidak perduli dengan keadaan kalian."

Tanpa pikir panjang mama Jihoon segera berbalik dan hendak masuk ke rumahnya, tapi sekali lagi sang mantan suami tidak membiarkannya.

"Baiklah, kau boleh berada disini. tapi ijinkan aku bertemu Jihoon. dia juga butuh kasih sayang seorang ayah kan?. biarkan aku menemuinya dan membujuknya sendiri" dia terus memaksa,

"Untuk apa kau mencari pembuat sial bagi keluargamu?"

Perasaan tegar yang terus dipertahankan runtuh seketika saat nama Jihoon disebutkan, air matanya mengalir deras dan terasa tidak bisa dihentikan. Dia mengingat keaadaan Jihoon, kalau bukan karena orang ini mungkin Jihoon akan menjadi pribadi yang sangat ceria dan memiliki teman dimanapun tempat ia singgah. Semua adalah salahnya, orang yang paling diharapkan untuk bisa membimbing Jihoon, adalah orang pertama yang memberi luka dalam dan tidak bisa disembuhkan sampai sekarang.

Dengan menggenggam ke dua bahu mama Jihoon, pria itu terus saja memaksa untuk menemui Jihoon, dia ingin melihat seberapa besar anaknya sekarang. Dan apakah wajahnya mirip dirinya atau tidak.

"Kau tahu, aku terus bermimpi buruk, dan wajah kalian berdua selalu datang silih berganti di mimpiku. Itu adalah mimpi paling buruk, aku bahkan hampir merasa tidak bisa bangun. Aku mohon, biarkan aku menebus kesalahanku."

"Setidaknya yang kau lalui hanya sebuah mimpi, tapi semua yang kudapat adalah kenyataan, sebuah kenyataan yang benar-benar buruk. Kau tidak akan pernah bisa menemui Jihoon,

...Ya kau tidak akan bisa menemuinya lagi,...

..KARENA KAU TELAH MEMBUNUHNYA, SEMUA INI SALAHMU, KALAU SAJA KAU TIDAK MENYAKITINYA, KALAU SAJA KAU TERUS MENYAYANGINYA SEPERTI DAHULU, SEKARANG DIA MASIH AKAN DISINI BERSAMAKU. KAULAH PEMBUNUHNYA, INI SEMUA SALAHMU...

..Asal kau tau, seumur hidup aku tidak akan pernah memaafkanmu, bahkan sampai aku mati pun. aku tidak sudi melihatmu."

Ayah Jihoon harus menahan rasa sakit dari pukulan keras mama Jihoon di sekujur tubuhnya, itu tidak terlalu sakit bila dibandingkan kenyataan yang baru saja didengarnya. Apa yang dimaksud dengan dia sudah tidak bisa menemuinya lagi dan Jihoon sudah tidak berada disisinya, Mungkinkah...

"PERGI DARI SINI SEKARANG JUGA, ATAU AKU JUGA AKAN MELAKUKAN HAL BURUK PADAMU. SAMA SEPERTI YANG KAU LAKUKAN PADA JIHOON.."

Mama Jihoon langsung mencari vas bunga di sekitarnya, ingin dia memukulkan di kepala orang ini, supaya dia sadar bahwa ada dosa yang tidak akan bisa ditebus dengan permintaan maaf atau apapun.

Sebelum dia benar-benar melakukannya, tiba-tiba ada tangan lembut yang memegangnya dan kembali menurunkan vas yang sudah sempat diangkatnya tinggi-tinggi.

Itu adalah tangan Soonyoung, dia memang sengaja lewat di depan rumah Jihoon tapi secara tidak sengaja dia menjumpai pertengkaran ini, dia kaget saat melihat anak kecil mencoba turun dari mobil dan mencoba menghentikan seseorang yang ingin menyakiti ayahnya, tapi Soonyoung mendahuluinya.

"Eomonim, lebih baik anda banyak istirahat dulu. keadaan anda masih belum stabil.." saran Soonyoung dan segera mengantarnya kembali ke dalam rumah. Semenjak Jihoon tidak ada, Soonyounglah yang terkadang terasa seperti pengganti Jihoon, walaupun itu tidak berlaku setiap saat.

Begitupun bagi Soonyoug yang selama ini selalu merindukan sosok ibu. mereka berdua sama-sama kehilangan sosok paling penting di kehidupan mereka. jadi terkadang keberadaan satu sama lain bisa mengobatinya.

Diluar rumah, ayah Jihoon masih terus menunggu. Saat Soonyoung keluar rumah langsung saja mendekatinya. apalagi anaknya bilang kalau dia mengenal kakak itu.

'..Kakak sipit itu dan kakak pucat dulu pernah memberi Hina coklat, ahh Appa juga pernah menawarinya istirahat di rumah kita, tapi kakak pucat itu menolak.'

Kalau yang diakatakan anak perempuannya adalah benar, maka anak yang waktu itu bersama Soonyoung dipastikan adalah Jihoon.

Soonyoung hanya menjawab pertanyaan, dan sisanya dia terus mendengarkan tentang pengakuan dosanya juga penyesalan terdalamnya. Kalau sudah seperti ini mau menyalahkan siapapun toh hasilnya tetap sama.

.

.

.

Soonyoung menuju ke suatu tempat, sesampainya disana dia langsung meletakkan bunga yang sedari tadi dibawanya,

"Jihoon, maaf mungkin kau bosan karena hari ini aku berkunjung lagi, tapi bunga ini kuambil dari kelas. ini untukmu dari kami semua. Seungkwan merindukanmu, begitupun Seokmin dan Junhui. Kau tahu seokmin ingin menjadi trainee, kau boleh menertawakannya atau kau boleh mengungkapkan aibnya pada media. asal itu kau, dia bilang tidak apa."

Soonyoung mengusap batu nisan itu, bahkan bunga disana masih banyak bertebaran, karena memang Soonyoung selalu datang kesini seminggu sekali untuk mengganti bunganya.

"Aku bahkan masih penasaran tentang jawabanmu, aku masih menunggu sampai hari ini dan seterusnya. Aku harap kau tidak melupakan itu."

Setelah selesai berdo'a dia berdiri dan kembali mengusap batu nisan sekali lagi.

"Aku akan kesini lagi, setelah ujian masuk perguruan berakhir. doakan aku ya."

.

Omake

.

.

.

3 Tahun Kemudian.

Di sebuah gang kecil, dekat dengan sekolahan SMP.

Jun sedang menghadapi anak-anak berandalan yang umurnya masih terlalu muda untuk mengenal dunia yang dulu pernah dilaluinya. Karena dia tahu bagaimana rasanya. dia tidak ingin orang lain pun merasakannya.

Mengganggu teman yang lebih lemah dari mereka. Jun tahu bagaimana rasa menyesalnya tidak akan pernah terbayarkan. apalagi Jun sendiri memiliki kenangan buruk dan sampai sekarang, dia belum sempat meminta maaf pada anak itu. tapi dia sudah pergi dan tidak akan bisa kembali.

Saat melewati gang, dia melihat empat orang memakai seragam yang sama, yang berbeda hanya cara mereka memakainya. tiga orang dengan gaya yang lusuh dan satu orang yang memakai seragam paling rapi sedang mereka himpit.

Seperti melihat dirinya sendiri dan teman-temannya di masa lalu.

Anak-anak itu, melihat kedatangan Jun yang kearah mereka. Salah seorang diantara mereka langsung membisiki yang lainnya, dan memutuskan segera pergi sebelum mereka terkena lebih banyak masalah.

"Terimakasih,..." Anak yang berbaju rapi itu kini menunduk dan hendak pergi, tapi Jun menariknya.

"Kau terluka, apa mereka yang melukaimu?"

"Bukan."

"Katakan saja, sebelum semuanya menjadi lebih buruk dari ini. Aku bisa membuat mereka membayarnya."

"Tidak usah, karena luka ini bukan dari mereka.."

Jun yang sempat melihat nama anak dan kelas itu lalu tersenyum, dia merasa akan segera bertemu dengannya sebentar lagi.

.

.

.

Jun sedang berdiri dengan santai seperti biasa saat Soonyoung menatapnya dengan intens, bukan karena dia berpakaian sangat rapi dari biasanya.

Pasalnya Jun yang selalu ditanya oleh guru konseling tentang rencana setelah lulus sekolah selalu menjawab dengan 'tidak tahu' dan 'akan ku pikirkan nanti', kini sudah menjadi mahasiswa yang paling aktif di kelas yang sama dengan Soonyoung.

"Kalau kau ada disini, kenapa aku memberi banyak wejangan padamu, bahkan kita ditugaskan di sekolah yang sama."

Sekarang mereka bertiga ditugaskan menjadi guru pengajar di sebuah SMP yang ada di daerah mereka.

"Aku tidak tahu, aku tiba-tiba ingin melakukannya." jawab Jun dengan santainya. Soonyoung menghela nafasnya dan memukulnya pelan, Seenaknya saja dia bilang seperti itu. seandainya ada Jihoon dan Seokmin berada di dekatnya juga, ini akan menjadi surga kecil baginya.

Dan tiba-tiba seorang yang mereka kenal mendekat ke arah mereka berdua. Dia adalah orang ketiga bagi mereka, pengganti Seokmin.

"Haruskah aku bertanya, Kenapa aku harus berakhir dengan kalian?."

"Jisoo Hong, tidak kusangka kau anak pemilik sekolah ini ya?"

Itu adalah Hong Jisoo, sang perfeksionis sekolah yang kini harus menghabiskan waktunya dengan sosok berandal sekolah mereka. Mereka tidak akan cocok secepat itu.

Tiba-tiba ada beberapa calon siswa mereka lewat.

Pandangan Jun langsung tertuju pada seseorang disana. Seseorang yang ditemuinya pagi tadi dan langsung menarik perhatiannya.

"Kau sedang melihat apa Jun?" tanya Soonyoung yang tertarik dengan pandangan Jun, dia tahu kalau pandangan itu sangat jarang Jun perlihatkan, biasanya dia hanya akan memandang segala hal apapun situasinya dengan wajah datar dan kalemnya.

Apalagi Jun itu orang yang sebenarnya bisa populer tanpa melakukan apapun, maksudnya dengan wajah rupawannya saja semua orang bisa terhipnotis, tapi dia tidak pernah mau mengakuinya. Dan dia tidak pernah mau menceritakan kehidupan asmaranya.

"Jangan bilang kau menyukai salah satu muridmu? mereka masih SMP kau belum bisa merusak mereka." sahut Jisoo yang bisa langsung menyadarinya.

"Aku tidak merusaknya."

"Hehhh, aku jadi penasaran anak yang bisa memikat Junhui kita. selama ini kupikir kau hanya orang yang apatis soal cinta." gumam Soonyoung.

Sang anak yang dibicarakan melewati tepat di depan mereka bertiga.

Menurut pandangan dua orang selain Jun, anak itu seperti terlalu polos untuk anak berandalan seperti Jun.

Tetapi tidak disangka, anak itu terus saja melihat Soonyoung dengan tatapan yang sangat tajam yang seperti bisa menembus setiap pori-pori kulit. Sampai Jun yang juga memperhatikannya tidak pernah dianggap.

Soonyoung memanggilnya sebentar dan menepuk-nepuk pelan puncak kepala anak itu sekedar menahannya untuk mencari tahu siapa namanya dan berada di kelas mana, ternyata nama anak itu Xu Minghao, masih kelas 2 disini.

Jisoo hanya terus menatapnya, dengan tatapan tertarik, awalnya dia memandangnya tidak percaya tapi semua yang dilihatnya memang benar. tetapi tertariknya sangat berbeda alasan dengan Jun dan Soonyoung.

Jun sendiri, dia hanya berdiri dan tidak pernah berani untuk mendekatinya. Sepertinya anak itu lebih menyukai Soonyoung dibanding dirinya. lihatlah tatapan mengagumi kepada Soonyoung yang sungguh dalam itu. Berbeda sekali dengan tatapan yang ditujukan untuk Jun saat bertemu pertama kali tadi.

"Aku menyukainya, tapi yang dia lihat cuma Soonyoung. Padahal yang pertama menemukannya adalah aku."gumam Jun.

"Aku mengerti kenapa itu bisa terjadi."

Setelah itu, kini giliran Jisoo yang mendekatinya, Soonyoung sudah kembali ke sisi Jun dan sesekali menggodanya. Tatapan Jisoo tidak fokus ke wajah Minghao tapi lebih kearah sesuatu yang ada di belakang punggungnya.

"Apa yang sedang kau lakukan disini, Lee Jihoon?."

Pertanyaan itu tidak pernah mendapat jawaban dari Minghao.

Minghao segera kembali menjadi dirinya sendiri dan segera pamit karena dia tidak mengerti, kenapa tiba-tiba tiga guru barunya terus saja melihat kearahnya.

Minghao terus berjalan lurus meninggalkan mereka, sementara Jihoon yang berada di punggung Minghao, berbalik sebentar lalu tersenyum pada Jisoo.

.

.

.

.

.

END

.

..

...

Maaf sekali lagi, bilangnya kemarin chap ini nggak akan panjang. tapi kenapa jadi sepanjang ini?/ masih misteri/. dan kalau tidak sesuai ekspetasi juga mohon dimaafkan. ff ini menjadi happy ending dengan caranya sendiri.

Terima kasih kepada semuanya, Terima kasih sudah mau membimbing saya sampai seperti ini. sejujurnya saya tidak menyangka juga bisa sampai sejauh ini berkembang. sebenarnya saya spesialis ff 'slengekan' atau yah yang penting lucu. jadi soal tata bahasa tidak pernah di bahas bener-bener. dan ff ini tidak ada humornya jadi satu-satunya yang bisa dibuat patokan adalah tata bahasa dan cara penjelasannya. Terima kasih juga sudah memberi kesempatan meluangkan waktu untuk ff ini.

Kayaknya sampe akhir ini terima kasih terus, habis saya tidak tahu harus bicara seperti apa.

Ini bukan ff horror, tapi entah kenapa pas saya ketik malem-malem berasa ada yang ngikut. jadi merinding aja.

Dan saya ketawa ngakak saat kalian begitu pengen nyelametin jihoon dan bodo amat ama mingyu, #gyutem_terus_terbully. #Save_Gyutem #Save_Badak_Jawa.

Yang masih tidak jelas soal alurnya, boleh tanya lewat Review ntar saya bales PM.

Mohon dukungannya juga, saya memutuskan untuk membuat lanjutannya, alias SEQUEL yah sebutannya?. saya buat sendiri sebelum diminta/Ge-er/. tapi tidak saya satukan di ff-ini, silahkan masuk ke akun saya dan sudah saya siapkan barengan dengan ending dari ff-ini dengan judul yang hampir sama, biar sekalian feel-nya. tapi sequelnya berpusat pada Minghao, dengan sedikit kelanjutan dari Jihoon.

Tapi saya tidak memaksa, mau berhenti sampai disini juga tidak masalah, tidak akan mengganggu cerita. khusus yang ingin jam tayang*?* Minghao lebih banyak saja. #Minghao_Forever_Bias_List_Breaker, #What_Is_Bias_List_?

And Last

Review Please.