Joker Game © Koji Yanagi

This Place Called D-House © AliceShotacon4Ever

.

Warning(!): OOC, Typo(s), Dorm AU, Sakuma keponakan Yuuki, Kumpulan Drabble, Sakuma disini OOC banget deh, sumvah, jadii oon-oon-idiot gitu XD

tapi percayalah, aku itu paling suka sama chara dedek/plak/Sakuma

anyway, happy reading~

.

.

[1]

Sakuma menatap bangunan lama itu. Sebuah tempat kos-kosan berharga murah, yang memiliki halaman belakang, dan memperbolehkan hewan peliharaan untuk tinggal juga. Sakuma pernah berkunjung ke tempat itu sewaktu kecil.

"Oh, kau sudah datang, Sakuma?" tanya seseorang di pintu.

Sakuma mengalihkan pandangannya ke arah pintu, lebih tepatnya ke seorang pria paruh baya dengan tangan kanan bersarung putih yang memegang tongkat berjalan.

"Selamat siang, Yuuki-san," sapa Sakuma menghampiri orang itu.

Pria itu―Yuuki―sebenarnya paman Sakuma dari pihak ibunya. Pamannya yang satu ini lebih suka menutup diri dan terkesan misterius. Tempat kos-kosan ini sebenarnya punya kakeknya yang diwariskan ke Yuuki. Hubungan Sakuma dengan Yuuki sebenarnya tidak terlalu dekat. Alasan dia pergi ke tempat ini karena sekolahnya.

"Bagaimana kabarmu?"

"Lumayan. Bagaimana dengan kabarmu, Yuuki-san?"

"Yah…seperti biasa, kurasa baik-baik saja sejauh ini," Yuuki memutar badannya, "ayo, kutunjukkan kamarmu."

Sakuma mengikuti Yuuki. Dari pintu masuk, Sakuma bisa melihat ruang tengah di samping kanannya, dimana ada sofa berwarna hijau tua agak pucat, meja kaca, dan TV 80 inch. Melihat lebih ke ujung, ada dapur yang sepertinya lengkap sekali peralatannya. Dari sana juga, bisa terlihat lantai dua dan beberapa pintu yang menandakan masing-masing kamar penghuni. Di sebelah kiri, terdapat ruangan yang lebih luas―Sakuma tak tahu apa itu.

"TV-mu besar juga ya, Yuuki-san," komentar Sakuma.

"Yah…yang membeli itu mereka, jadi aku tidak masalah," jawab Yuuki memandang TV itu.

"Mereka? Penghuni yang lain?"

"Apa aku sudah bilang bahwa ada delapan penghuni lainnya?"

"Sepertinya belum."

"Baiklah, sebelum itu, ayo kita ke kamarmu," Yuuki berjalan dengan tongkatnya dan menuju tangga yang berada tak jauh dari sisi kanan sofa, yang tertutup oleh dinding. Di dekat tangga terdapat dua pintu.

Sakuma ingat pintu paling ujung dari tangga itu berisi koleksi milik istri Yuuki, tantenya. Sakuma memandangi Yuuki yang sudah menghilang di dinding ternyata. Dia masih bingung bagaimana bisa pamannya menikah, karena dia terlihat tidak tertarik dengan percintaan. Kalau misalkan dia memang punya anak, dia tidak mengenal mereka berarti.

Sakuma pun mengikuti Yuuki menaiki tangga sambil mengangkat barang-barangnya. Yuuki berhenti di depan pintu ketiga paling ujung dekat tembok, sebelum berliku dan menuju ruang baru. Dia menoleh ke arah Sakuma yang baru selesai menaiki tangga, "Lama sekali kau berjalan, Sakuma."

"Barang-barangku lumayan berat," jawab Sakuma menghampiri Yuuki, "dan tadi aku sempat melamun."

Yuuki menatapnya datar, lalu memandang pintu di depannya, "Ini kamarmu," Yuuki melirik Sakuma sambil memasukkan kunci kamar ke lubang kunci, membuka kunci dan pintunya, lalu masuk. Sakuma mengikutinya.

Kamar itu lumayan luas, dengan single bed menghadap ke pintu, di dekatnya ada pintu menuju balkon. Di sampingnya terdapat meja belajar, dan di depannya terdapat meja kecil berbentuk persegi. Sakuma menoleh ke kiri, di pojokan terdapat lemari di sebelah sebuah pintu.

"Itu pintu apa?" tanya Sakuma.

"Kamar mandi. Setiap kamar memiliki kamar mandi pribadi," jawab Yuuki.

Sakuma manggut-manggut mengerti, meletakkan barang-barangnya di dekat kasur. "Baiklah Sakuma," kata Yuuki, Sakuma menoleh, "hari ini kita akan makan malam di rumah. Jika kau mencariku, aku berada di tempat biasa. Kau tahu, 'kan?"

Sakuma mengangguk. Yuuki pun pergi dan menutup pintu kamar. Sakuma mengamati kamarnya sekali lagi, dia baru menyadari bahwa ada AC di atas kasurnya. Dia mencari-cari remote AC yang ternyata berada di atas meja belajar, menyalakan AC dan mengatur suhunya. Setelah itu, Sakuma membereskan barang-barangnya.

Dibutuhkan waktu sekitar tiga jam untuk membereskan barang-barangnya. "Hah," Sakuma merebahkan diri di atas kasur, memejamkan mata. Ia mengingat jam berapa sekarang, "Jam lima ya…? Makan malam biasanya jam…tujuh? Hmm…atau jam delapan, ya?"

Sakuma membungkus dirinya dengan selimut, "Tidur sebentar gak masalah, 'kan?" gumamnya sebelum kesadarannya menghilang.

[2]

Waktu menunjukkan pukul tujuh lebih lima belas menit. Yuuki berjalan menuju ruang tengah dan menemukan ke-8 penghuni rumahnya tengah bercengkrama sambil menonton dan makan. Tunggu…hanya delapan? batinnya mengernyitkan dahi.

"Oh, malam Yuuki-san!" sapa pria berambut coklat muda kemerahan―Miyoshi.

"Selamat malam…" jawab Yuuki, "apa Sakuma belum turun?"

"Sakuma?" tanya pria berambut coklat lebih tua dengan poni belah―Hatano, "siapa?"

"Apakah dia orang yang Yuuki-san sebut? Yang akan tinggal bersama kita mulai hari ini?" sambung pria disebelahnya―Kaminaga.

"Ya, dia," Yuuki mengangguk, "sepertinya dia ketiduran. Ada yang ingin membangunkannya?"

"Ah, biar aku saja," Amari―pria yang duduk di samping Miyoshi―berdiri, "kamarnya di sebelah kamar Miyoshi, 'kan?"

"Ya," Yuuki mengangguk. Amari pun pergi ke lantai atas. "Fukumoto, boleh kuminta makan malamku?" pinta Yuuki menoleh ke arah pria yang berada di dapur.

"Tentu," Fukumoto menoleh ke belakang dan mengangguk.

Sementara itu, Amari pergi ke kamar Sakuma, mengetuk pintu tiga kali. "Sakuma-san, sudah waktunya makan malam," panggilnya.

Namun, tak ada sahutan dari dalam. Amari membuka pintu, tidak terkunci. Ia memasuki kamar yang bernuansa hijau muda itu dan menemukan seorang pria berbalut selimut di atas kasur. "Oh, itu Sakuma-san?" gumamnya berjalan mendekat.

Amari mengguncang tubuh Sakuma pelan, "Sakuma-san, Sakuma-san, sudah waktunya makan malam."

"Hmm…" Sakuma menggeliat lalu bangun, menyesuaikan cahaya dengan iris-nya lalu mengernyitkan dahi menatap Amari, "maaf tuan, tapi aku tidak tertarik dengan pria tua."

Hah? pelipis Amari berkedut, "Sakuma-san, aku tidak tahu apa yang kau pikirkan, tapi aku adalah salah satu penghuni rumah ini. Kamarku ada di bagian Barat sana. Namaku Amari dan umurku baru 26 tahun."

"Hmmm? Rumah? Rumah siapa―oh, jadi, kau salah satu dari delapan penghuni rumah paman ya? Ya, ya, aku mengerti, maafkan aku, kukira kau om-om mesum tadi," Sakuma mengibaskan tangannya dengan tidak minat dan manggut-manggut.

"Sebaiknya kau enyahkan pikiran itu secepatnya Sakuma-san," tangan kanan Amari mengepal, berkedut ingin menonjok pria di depannya.

Sakuma menatap pria di sampingnya, "Ah…maafkan aku, aku masih setengah sadar, jadi kata-kata meluncur saja dari mulutku. Aku tak memikirkan apa yang kukatakan. Maafkan aku, ng…Amari-san?"

"Ya, namaku Amari."

"Baiklah, senang berkenalan denganmu, oyasumi," Sakuma kembali tidur.

"SAKUMA-SAN, BANGUN!" Amari melempar selimut jauh-jauh.

"Uhh…ini masih malam," Sakuma kembali bangkit, menatap Amari, "ada perlu apa ya, tuan?"

Mata Amari berkedut kesal, "Kau makan malam dulu, Sakuma-san. Yuuki-san juga memanggilmu. Tidak sopan tidur di makan malam pertama, 'kan?"

Sakuma masih diam, menatap Amari. Setelah lima menit berlalu, dia bersuara, "Makan…malam?"

"Ya, makan malam."

"Emangnya malam bisa dimakan?"

Tangan Amari geregetan, ingin mencabik-cabik kepala Sakuma. "Aku masih setengah sadar, Amari-san, tampar aku," kata Sakuma.

"Oh, dengan senang hati," Amari tersenyum, tapi terkesan seram, dan menampar pipi kanan Sakuma dengan keras.

"Aw," Sakuma meringis sambil mengusap pipinya yang merah, lalu mengacungkan jempol ke Amari, "Makasih, sepertinya aku sudah bangun."

"Kalo gitu cepatlah bangkit dari kasur dan pergi ke bawah, Sakuma-san," perintah Amari.

Sakuma kali ini menurut, dan dengan gontai berjalan ke bawah. Amari menghela napas dan menutup pintu kamar. Lalu, memerhatikan Sakuma yang keliatannya masih setengah sadar dan memiliki kemungkinan untuk jatuh di tangga.

"Sakuma-san itu…idiot ya…? Atau gimana…?"

[3]

Sakuma kini telah duduk di sofa dan memegang piring dari Fukumoto, memuji makan malam yang enak. Dia duduk di samping Amari, yang masih kesal dengannya. Sebelumnya, dia kena pukul tongkat Yuuki untuk membuatnya benar-benar sadar. Kepalanya masih nyut-nyutan.

"Maafkan aku, Amari-san, ibuku biasanya menumpahkan air es se-baskom ke wajahku untuk menyadarkanku ketika tidur," kata Sakuma merasa bersalah.

"O-oh..begitu, lain kali akan kulakukan seperti itu," Amari manggut-manggut.

"Jadi, dia adalah penghuni baru rumah ini, keponakanku, Sakuma," jelas Yuuki.

"Yoroshiku onegaishimasu," ucap Sakuma sedikit berbungkuk.

"Walaupun kau sudah tahu namaku, biar kuulang," kata Amari, "namaku Amari, aku bekerja sebagai pelayan di sebuah restoran." Sakuma mengangguk sambil makan.

"Namaku Odagiri, mahasiswa semester tiga jurusan hukum," ujar pria di samping Yuuki―Odagiri.

"Oh, hukum, aku nanti juga akan masuk jurusan itu," kata Sakuma, lalu berbisik ke Amari, "tadi siapa, Onigiri?"

"Odagiri," desis Amari.

"Lalu, namaku Miyoshi, kelas tiga SMA Minami," kata Miyoshi.

"Apa? Mayonnaise?" Sakuma mengernyitkan dahi. Keheningan melanda ruang tengah seketika, lalu dipecahkan oleh tawa Hatano yang menggelegar.

"HAHAHAHAHAHHAAAA! Ya ampun, ya ampun, hahahahahahahaa!" Hatano tertawa sambil memegang perutnya. Yang lain ikutan tertawa, kecuali Miyoshi, tentu saja―bahkan Yuuki juga tertawa, kecil.

Mata Miyoshi berkedut, senyum mengembang di wajahnya, terlihat seram. Sakuma merasakan tanda-tanda bahaya, tapi entah kenapa tubuhnya malah santai dan memakan makan malam. "Namaku Miyoshi, Sakuma-san, bukan Mayonnaise. Jangan samakan aku dengan saos tidak elit itu," kata Miyoshi.

"Ya, maafkan aku, kamu cakep kok, perfect, perfect," Sakuma memuji Miyoshi, mencoba mencari jalan aman, kenapa aku tadi harus bilang mayo sih?

"Yah…kurasa aku akan mempertimbangkan apa yang ingin kulakukan terhadapmu nanti," Miyoshi melipat kedua tangan di depan dadanya, mengangguk-angguk sambil menyeringai. Sakuma menelan ludah kasar.

"Aku Tazaki, semester terakhir jurusan sastra," kata pria di samping Miyoshi, yang dihinggapi banyak merpati.

"Merpati…?" tanya Sakuma bingung.

"Oh, mereka ini merpati-merpatiku yang cantik. Biar kukenalkan kau dengan mereka. Yang satu ini favorite-ku namanya Gab―"

"Stop disana, Tazaki!" Kaminaga melempar bantal sofa ke Tazaki, lalu menoleh ke arah Sakuma, "maafkan kami soal dia, abaikan saja si pigeonxual itu. Namaku Kaminaga, seumuran dengan Amari dan bekerja di toko hewan di ujung jalan."

"Ohh…toko hewan yang itu," Sakuma manggut-manggut, lalu berbisik ke Amari, "apa itu pigeonxual?"

"Kau akan tahu nantinya," jawab Amari.

"Heh, penghuni baru ini lumayan menarik sebenarnya," Hatano melipat kedua tangannya di belakang kepala dan menyeringai, "namaku Hatano, sekelas dengan Miyoshi."

"Dan aku Jitsui," kata pria di sebelahnya, tersenyum manis pada Sakuma, "seangkatan dengan Hatano dan Miyoshi."

"Ohh…jadi kalian bertiga masih SMA ya…" Sakuma manggut-manggut mengerti.

"Dan aku Fukumoto. Aku bekerja di tempat yang sama dengan Amari, dan sedang dalam masa pelatihan untuk menjadi seorang chef," kata Fukumoto datang dari arah dapur.

"Chef," Sakuma manggut-manggut, "makananmu enak. Kau cocok jadi chef."

"Terima kasih Sakuma-san," Fukumoto mengangguk pelan.

Selesai makan, Sakuma berdiri ke dapur untuk meletakkan piring kotor di wastafel dan mencucinya, lalu mengambil minum dan kembali ke ruang tengah, "Hei, apa aku boleh tidur sekarang?"

"Kau baru makan, Sakuma-san. Tidak baik langsung tidur setelah makan," ucap Miyoshi.

"Lalu, aku harus ngapain?" tanya Sakuma.

"Duduklah, nonton bersama kami," kata Kaminaga.

"Aku akan kembali ke kamarku," Yuuki berdiri dan berjalan menuju kamarnya.

Sakuma tersenyum kecut, tapi menerima ajakan Kaminaga dan duduk di samping Miyoshi karena tempat duduknya tadi sudah diduduki oleh Fukumoto. Mereka menonton sebuah film action yang bagi Sakuma lumayan sadis. Tapi, kayaknya dia setengah sadar, entah dari tadi atau karena kenyang, akhirnya ia menguap, "Hoaaammm…aku yang kekenyangan atau film-nya yang bikin ngantuk?"

Beberapa pasang mata melotot ke arahnya. "Kau yang kekenyangan kali, Sakuma-san," jawab Miyoshi menatapnya datar.

"Oh, mungkin kau benar…" Sakuma mencoba mengingat nama pria di sampingnya, "Mayoshi."

"Miyoshi, Sakuma-san," seru Miyoshi kesal. Hatano dan Kaminaga menahan tawa.

"Oh, ya, ya, maafkan aku Miyoshi," kata Sakuma memberi senyum meminta maaf. Miyoshi menatap tajam pria di sampingnya sebelum kembali fokus ke film. Dan, Sakuma sudah tidak tahan lagi, akhirnya tertidur di sofa.

Dan untungnya tidak bersender di tubuh Miyoshi atau pria kecil―ralat, pria tampan itu akan menghukumnya habis-habisan.

[4. Sakuma POV]

Aku membuka mataku, mendapati wajah seseorang yang berjarak dekat denganku. "Oh, kau sudah bangun, Sakuma-san," ucap orang itu.

Aku diam, tidak bergerak, bahkan menahan napas. Ingatanku tentang makan malam kemarin mengabur. Tapi, aku yakin mengenal pria ini, dan sudah mengetahui setidaknya sedikit asal-usulnya. Tapi…siapa ya? Yang ada dipikiranku hanyalah kata 'Mayo' mulu. Masa' iya cowok cakep kayak dia dipanggil Mayo? Gak elit.

"Ngg…bisa kau ulang siapa namamu?" tanyaku setengah berbisik.

Pria itu menjauhkan wajahnya dari wajahku dan menatapku dengan wajah sengak, senyum kemenangan, dan kedua tangan di pinggang, "Namaku Miyoshi, cowok paling cakep seantero galaksi."

Ya ampun, nih anak narsis banget.

"Oh ya, Miyoshi, benar…" aku manggut-manggut sambil memandangi Miyoshi dari ujung rambut hingga kaki. Walaupun gak tinggi-tinggi amet, cowok ini emang cakep sih.

"Emangnya kau memikirkan apa tadi?"

"Ngg…" aku melirik dinding di sampingnya, lalu melirik Miyoshi, dinding, dan Miyoshi lagi, "cowok cakep yang jatuh dari Surga."

"Hmp," Miyoshi tersenyum bangga, "kau pandai menggombal juga ya, Sakuma-san," lalu berjalan keluar kamar, "ayo, sarapan sudah siap."

Aku mengamati Miyoshi yang berjalan menjauh, Jangan sampe aku bilang kalo kepikiran Mayo. Dan, aku baru sadar ternyata berada di kamarku. Seingatku, kemarin aku ketiduran di sofa. Siapa yang mengangkatku ke kamar ya?

Aku berjalan keluar dan menutup pintu, lalu melihat Amari dan Kaminaga yang berjalan dari arah depanku, "Ohayou."

"Ohayou, Sakuma-san," sapa keduanya tersenyum.

Aku mendekati mereka, "Kok aku bisa sampai di kamar? Setahuku, aku ketiduran di sofa."

"Oh itu, Odagiri menggendongmu ke kamar," kata Kaminaga.

"Odagiri?" Aku mengernyitkan dahi, nih orang baik banget deh, si Onigiri ini. Eh…Onigiri?

"Iya," Amari mengangguk, "ayo, kita ke bawah, sarapan sudah siap."

Aku berjalan di samping Kaminaga, sedangkan Amari duluan. Aku melirik Kaminaga, "Hei, maksudnya pigeonxual yang kemarin itu apa?"

"Yang itu," muka Kaminaga langsung masam, "Tazaki itu punya orientasi khusus, yaitu ketertarikan dengan merpati. Aneh 'kan? Cinta sama merpati. Kalo misalnya nyimpang jadi homo aku gak masalah sih, tapi nyimpang jadi pigeonxual? Itu super sekali."

Aku mengamati Kaminaga selagi turun dari tangga dan berhenti sebentar setelah sampai di bawah, "Kaminaga-san, kau kedengaran seperti cemburu kepada merpati-merpati itu."

Kaminaga menatap tajam diriku, walaupun kelihatan sedikit warna pink di pipinya, "Aku tidak cemburu. Untuk apa aku cemburu kepada merpati-merpati bodoh itu? Si bodoh Tazaki itu benar-benar nyebelin."

Aku manggut-manggut, Positif cemburu.

Aku dan Kaminaga pergi ke dapur, dimana sudah ada Jitsui, Amari, dan Fukumoto. Aku memerhatikan tadi kalau Miyoshi, Hatano, dan Tazaki sudah berada di sofa. Aku tidak melihat Onigiri―eh, Odagiri ataupun Yuuki-san.

Jitsui menyapa kami, lalu meninggalkan kami ke ruang tengah bersama Amari. Aku dan Kaminaga menyapa Fukumoto, yang menyapa balik. Setelah mendapat jatah, Kaminaga pergi ke ruang tengah duluan, sementara aku masih menetap disana.

"Mamamoto-san―"

"Fukumoto."

"―Fukumoto-san, Odagiri-san dan Yuuki-san belum turun?"

"Mereka sudah pergi duluan sebenarnya, Sakuma-san."

"Oh…" aku mengangguk-angguk mengerti.

"Ada apa emangnya?"

"Kaminaga-san bilang tadi kalau Odagiri-san yang mengangkatku ke kamar. Aku ingin berterima kasih."

Fukumoto tersenyum, "Kau bisa mengatakannya nanti setelah dia pulang."

"Omong-omong, terima kasih untuk makanannya, Fukumoto-san."

"Ya, sama-sama."

Aku mengikuti jejak Kaminaga dan yang lain ke ruang tengah, yang ternyata sedang menikmati acara pagi, gosip-gosip selebriti. Aku cuman bisa sweatdrop dan duduk di samping Kaminaga, menikmati sarapanku dan sesekali mendengar gosip.

"Kaminaga-san, apa hari ini kau bekerja?"

"Yeah, emangnya kenapa Sakuma-san?" tanya Kaminaga memasukkan makanannya ke mulut.

"Aku boleh ikut?"

"Tentu saja! Sekalian aku tunjukan betapa hebatnya hewan-hewan yang kurawat disana! Dan, seberapa jelek merpati-merpati milik si Tazaki itu," dan matanya menyipit ke arah Tazaki yang sedang dihinggapi banyak merpati.

"Hei! Merpati-merpati-ku cantik ya!" seru Tazaki. Dan keduanya mulai adu mulut. Jitsui mulai mengeluarkan aura mengancam, membuat Hatano, Miyoshi, dan Amari yang berada di dekatnya bergidik. Aku speechless dan melanjutkan memakan sarapanku.

Demi masakan super lezat Mamamoto, jealous sama merpati itu super sekali, Kaminaga-san.

[End dengan absurdnya XD]


A/N: oke, um, jadi kita mulai darimana? Oh, fic ini aku post juga di AO3, mungkin ada yang udah baca? Dan, aku tau Sakuma disini OOC, banget, tapi bodo ah, anggaplah itu efek samping kurang tidur XD/plak/dan dibawah cuman pengen ngebacot doang, abaikan saja XD

Anyway, aku hanya ingin memberi tahu kalian, kalo Miyoshi mati itu MITOS! YA, ITU MITOS! Itu cuman fake death, dia cuman iseng tidur di peti biar kesannya kek vampir gitu, jadi intinya Miyoshi mati itu MITOS!/org yang tidak menerima realita

Untuk simple-nya, anggaplah eps 11 itu tak pernah ada, gaib, dan puff, dia hilang dari deretan list episode :v/plak

Untuk pairing, yep, MiyoSaku~ and, Sakuma jadi uke :v kenapa? karena aku tipe yang abnormal :v aku suka banget ngebolak-balik pairing, dari seme jadi uke, uke jadi seme. Contoh gampangnya kita ambil dari fendem basket sebelah, Kagami sama Kuroko. Aku demen Kagami jadi uke, dan Kuroko jadi seme XD super ga sih otakku? :v

Aku tau abs-nya Sakuma itu...demi kuah rendang, menggoda iman XD tapi, Miyoshi yang harga dirinya setinggi gunung Everest mana mau jadi bottom, jadilah Sakuma uke :v

Terus, ada hint-kan Kaminaga/Tazaki? Eh, Tazaki/Kaminaga, karena Kaminaga mukanya uke, dan aku ga nyangka Tazaki yang mukanya seme tulen ternyata lebih muda dari Kaminaga XD

Dan ada rencana Hatano/Jitsui atau Gamou/Jitsui, biar greget, threesome aja kali ya? Jitsui punya dua budak :v/plak

Mamamoto dengan PapaOda itu fiks, ntar2an tapi~

Amari? Forever alone :v/dibantai/ga, ga, aku gak tau dia mau sama sipa :""v Emma kali ya? Eh, tapi ntar 'pedo'-nya canon, bodo ah, dia forever alone aja dengan anak haram :"v/plak

Udah deh aku ngecabotnya. Sampai jumpa lagi. Semoga/plak