DENIED

Akashi galau. Galau seberat-beratnya dia pernah galau. Pikirannya seperti memikul beban berat yang dia bingung untuk memutuskan apa yang harus dia lakukan. Dia gay, kan?

Pantat montok, dada yang tidak terlalu besar, juga- ehm, 'belalai gajah' yang mungil. Itu kan yang biasanya jadi buruan atau incaran?

Lalu kenapa hanya wajah Tetsuya yang terbayang?!

Biasanya, Akashi tidak pernah tertarik dengan seorang wanita. Sama sekali tidak. Bahkan jika wanita itu telanjang didepannya, Akashi akan biasa saja. Tidak minat untuk meraba. Lalu kenapa dengan Tetsuya dia bisa tidak mampu mengenyahkan perempuan itu dari kepalanya?

Semakin dia menghindar, semakin pula rasa rindunya menguar. Ya Tuhan, bahkan mereka belum menjalin hubungan!

Dia sudah lama tidak menemui Tetsuya, meski diam-diam dan nyaris setiap hari mengikuti Tetsuya dari belakang. Dia tak mengerti apa yang telah dia rasakan. Apakah itu rasa penasaran? Rasa sayang? Suka ataukah.. cinta?

"Sei-san, makan ini," Sebuah sendok kini berada didepan mulutnya, membawa sepotong kue yang Akashi pesan.

Dia menyeringai, kemudian memasukkan sendok itu dalam mulutnya, yang kemudian disambut pekikan pelan.

"Ah, aku berciuman tidak langsung dengan Sei-san!"

"Curang, aku juga mau!" Sahut yang lainnya.

"Kalian akan mendapat giliran."

Seorang pemuda manis kini bersender manja pada bahu Akashi, "Bagaimana jika aku nanti malam?"

"Apa kau bisa memuaskanku?"

"Tenang. Aku tahu apa yang Sei-san suka." Ucapnya dengan nada seduktif untuk menggoda iman.

Ya, jadi yang Akashi coba lakukan adalah berkencan dengan uke-uke sekaligus untuk meyakinkan hatinya, meyakinkan pikirannya apa yang akan menjadi pilihan. Dia tidak peduli pendapat orangtuanya sekalipun mereka akan menentang apa yang Akashi lakukan.

Akashi hanya butuh kejelasan tentang apa yang tengah dia rasakan.

Disclaimer :

Kuroko No Basuke by Fujimaki Tadatoshi

Original Story by Gigi

Warning :

AkaFemKuro

T; Shoujo – little shounen ai, Romance Out of character

Tetsuya menatap semuanya dengan sakit hati. Setelah sekian lama tidak bertemu, yah sebenarnya hanya dua minggu, dia mendapati Akashi tengah berkencan dengan sejumlah laki-laki. Dia tahu, dirinya bukan orientasi Akashi. Tapi tetap saja, si kepala merah itu tahu apa yang Tetsuya rasakan! Apakah lucu dengan melihat orang yang menyukaimu terluka sejelas itu dihadapan?

Yah, bukan salah Akashi sih sebenarnya. Tetsuya saja yang masih terbawa perasaan.

Sudah-sudah. Lupakan-lupakan. Tetsuya disini bukan untuk meratapi sebuah patah hati yang cukup kejam.

Namun tetap saja, meski sudah berusaha tidak peduli, dia beberapa kali tetap menengok Akashi yang kini berkencan dengan beberapa pemuda manis sekaligus di meja pojokan.

KURANG AJAR SI MATA BELANG!

Tidak cukupkah dia belok saja tanpa harus menjadi fakboi? Sudahnya belok, harem pula. Tetsuya gedeg melihatnya!

Tetsuya menghembuskan nafas. Fokus. Dia disini juga akan bertemu dengan teman kencannya sendiri. Jadi jangan memikirkan atau mengingat Akashi lagi.

"Ogiwara-kun sudah lama?" Tanya Tetsuya pada teman kencannya. Momoi memberikan kontak Tetsuya pada laki-laki itu. Mereka berkomunikasi beberapa kali dan memutuskan untuk bertemu hari ini.

"Belum. Tetsuya mau pesan apa? Biar sekalian."

"Aku vanilla milkshake jumbo, dan red velvet."

"Baiklah," Lelaki itu memanggil pelayan, dan melakukan pemesanan. Setelahnya mereka kembali dalam obrolan.

"Aku menyukai olahraga sejak SD, bahkan mulai mengikuti klub basket saat SMP." Ujar Ogiwara saat Tetsuya bertanya mengapa mengambil pendidikan olahraga saat kuliah.

"Wah, aku juga punya teman basket yang main sejak SMP, mungkin kalian pernah bertemu."

"Siapa?"

"Aomine."

"Aomine Daiki?"

"Kau kenal?" Tanya Tetsuya, tak menyangka Ogiwara kenal Aomine juga.

"Tentu saja! Aku satu klub basket saat SMP dengannya."

"Apa? Jadi kau lulusan SMP Touo?"

"Wah, Tetsuya juga?"

Mereka tertawa. Kemudian lanjut mengobrol mengenang masa-masa SMP mereka. Guru, pelajaran juga suasana atau peristiwa saat mereka belajar disana. Sungguh, obrolan yang menyenangkan.

Tetsuya tidak menyangka jika kencannya kali ini sungguh berjalan begitu lancar.

Sebuah suara yang beberapa bulan ini Akashi cukup akrab, kini kembali dia mendengar. Suara tertawa yang tidak terlalu keras, datar namun lembut menyapa telinga. Suara tertawa Tetsuya.

Dengan siapa perempuan itu tertawa?

Dan mengapa harus tertawa?

Apa yang tengah dibicarakan sampai mereka tertawa dengan asyiknya?

Akashi menatap tajam ke sumber suara. Melihat bagaimana Tetsuya berbicara, sesekali tersenyum, kemudian tertawa dengan seorang pria didepannya. Mengapa Tetsuya tersenyum padanya?!

Akashi bisa merasakan emosinya mulai naik perlahan. Apalagi saat melihat Tetsuya kembali tersenyum, dan mengekspos betapa cantik mata aquamarine itu saat berbinar.

APA YANG MEREKA BICARAKAN? DAN JANGAN TERSENYUM SEMBARANGAN!

"Sei-san," Sebuah panggilan merayu kembali terdengar. Namun tidak seperti tadi dimana dia menanggapinya dengan seringaian, kini Akashi hanya menatap tajam sehingga membuat pemuda-pemuda manis itu langsung terdiam. Tidak berani sedikitpun kembali membuat sebuah suara.

"Sungguh, aku tidak menyangka-"

Samar-samar, Akashi mendengar pembicaraan Tetsuya meski tak jelas sepenuhnya. Batinnya menggeram, dan merutuki Tetsuya yang masih tersenyum yang membuat Akashi merasa muak. Apa sebegitu senangnya berbicara dengan pria didepannya? Apa sebegitu menariknya pembicaraan mereka?

Dia tidak tahan.

Akashi tidak tahan melihat bagaimana Tetsuya tersenyum dan tertawa bukan padanya!

Bukankah perempuan itu sadar bahwa dia menyukai Akashi, jadi kenapa harus tebar pesona pada pria lainnya?!

Tak tahan lagi, Akashi berdiri.

"Sei-san?"

"Kita kan belum selesai kencan."

"Sei-san mau kemana?"

"Menjemput calon nyonya Akashi." Seolah tak sadar apa yang Akashi katakan, dia segera meninggalkan rombongan kencannya dan berjalan mendekati Tetsuya yang masih tidak tahu ditatap sedemikian tajam oleh Akashi .

Tetsuya menatap dengan penuh perhatian laki-laki didepannya. Dia berusaha untuk tidak menatap Akashi dan teman-teman kencannya yang sedari tadi sungguh mengusik hatinya.

Fokus, Tetsuya. Fokus.

Biarkan si mata belang itu kencan dengan harem-nya. Toh, kalian bukan siapa-siapa. Dan laki-laki didepan ini harus diprioritaskan.

Begitulah kira-kira isi otak Tetsuya untuk memperingatkan bahwa Tetsuya dan Akashi tidak punya hubungan apa-apa hingga dia bisa cemburu atau apalah itu sebutannya.

"Kau tahu, benar-benar sungguh aku tidak menyangka bahwa kita satu SMP dulunya." Ucap Tetsuya menanggapi cerita Ogiwara, laki-laki jurusan pendidikan olahraga yang ternyata dulu teman sekolahnya.

"Aku juga tidak menyangka, Tetsuya. Kenapa kita tidak ketemu dari dulu-dulu saja." Timpalnya.

Kemudian mereka kembali mengenang masa-masa SMP dulunya, "Aomine juga disini? Dan dia masuk jurusan hukum?" Tanya Ogiwara tidak percaya, "Padahal olahraganya bagus sekali."

"Dia ingin menjadi seorang polisi."

"Jadi kenapa tidak masuk akademi kepolisian?"

"Katanya harus tahu hukum dulu." Tetsuya mengedikkan bahu, "Aku tidak tahu apakah itu benar-benar dedikasinya atau memang alasan karena dia ingin mencari wanita-wanita cantik kuliahan dulu." Cibirnya pada sang sahabat.

Ogiwara tertawa, paham sekali sepertinya dengan apa yang diceritakan Tetsuya. Karena meski bukan sahabat, dia cukup mengenal Aomine karena sama-sama satu klub basket dulunya.

"Wah, tak terasa sudah satu jam lebih. Asyik sekali berbincang denganmu, Tetsuya."

Tetsuya tersipu. Sungguh, baru kali ini ada seorang laki-laki yang berbincang nyambung dengannya tanpa ada pertanyaan-pertanyaan menyebalkan. Akhirnya, Tetsuya sukses berkencan.

"Ogiwara-kun masih ada kelas?"

"Tidak. Dosenku katanya hari ini tidak mengajar. Tetsuya?"

"Aku juga sama. Tadi pagi adalah satu-satunya kelas hari ini."

Ogiwara tersenyum, "Mau lanjut kencan? Atau aku antar pulang."

Wajah Tetsuya merona, terlepas otak dan hatinya yang belum lepas dari Akashi sepenuhnya, bukankah ini langkah pasti untuk move on dan jatuh cinta pada sosok yang tepat?

"Boleh juga-"

"Tidak ada kencan ataupun antar pulang." Sebuah suara yang cukup dingin nan tajam kini memotong ucapan Tetsuya. Dan dirinya terkaget begitu mendapati Akashi menghampiri meja mereka.

"Akashi-kun?" Tanya Tetsuya yang masih sedikit bingung karena mendapati Akashi tiba-tiba berada di mejanya. Kapan laki-laki itu disana?

"Akashi?"

"Oh, kau tahu namaku juga. Jadi aku tidak perlu memperkenalkan diri,"

Demi Tuhan, siapa memang yang tidak kenal nama Akashi di kampusnya? Jangankan kampus, seluruh Jepang juga tahu Akashi beserta keluarganya.

"Akashi-kun, ada apa?" Tanya Tetsuya yang masih tidak mengerti mengapa laki-laki itu tiba-tiba disini? Dia mencoba melirik kearah pojokan, dan teman-teman kencan Akashi masih disana, melihat mereka.

Akashi tidak menjawab pertanyaannya, namun segera menggandeng erat pergelangan tangan Tetsuya, "Ikut aku."

"Tunggu-"

"Hei, kau tidak boleh seperti itu." Ogiwara kini berdiri tepat dihadapan Akashi, menghalangi akses jalan keluar keduanya, "Kau tidak boleh memaksanya."

"Kau siapa?" Tanya Akashi dengan nada yang tajam. Pertanyaan ini bukan untuk bertanya nama Ogiwara, namun lebih menanyakan posisinya.

"Bagaimanapun aku teman kencan Tetsuya."

"Ogiwara-kun,"

"Tidak apa Tetsuya. Dia tidak bisa membawamu begitu saja."

Tetsuya nyaris tersenyum namun Akashi menatapnya tajam, "Apa yang kau senyumi?!" Kemudian Akashi kembali menatap Ogiwara, "Aku tidak peduli apa hubunganmu dengannya, tapi satu yang pasti. Jangan melangkah lebih dari ini."

Dan dengan demikian, Akashi sukses menyeret Tetsuya keluar. Membawanya pergi dari Ogiwara yang masih terdiam seakan masih belum paham dengan apa yang Akashi ancam.

Sesampainya diluar, Tetsuya melepaskan pegangan Akashi dengan paksa hingga akhirnya terlepas.

"Maksud Akashi-kun apa?!" Tanya Tetsuya kesal. Siapa coba yang tidak kesal saat sedang kencan tiba-tiba diseret keluar, tak peduli bahwa yang menyeret adalah sosok penghuni perasaan.

"Kau yang apa-apaan!"

Tetsuya semakin tidak mengerti, apa mau laki-laki ini, "Akashi-kun sudah mengganggu kencanku, kenapa aku yang disalahkan?"

"Kencan? Oh, kau berkencan?" Pertanyaan bernada satir terdengar, "Kau menyukaiku dan kau berkencan dengan orang lain? Oh, lelucon macam apa ini?"

Muka Tetsuya memerah. Antara malu dan marah. Dia memang mengakui bahwa dia mempunyai perasaan pada laki-laki ini, namun apa tidak boleh dia berkencan dengan orang lain saat dia tahu bahwa cintanya tidak terbalas dan membuat patah hati?

Apa manusia didepannya memang sekejam ini?

"Menyukai siapapun, berkencan dengan siapapun, itu bukan urusan Akashi-kun."

Biasanya, biasanya ya. Saat kalimat itu terlontar, dalam novel yang Tetsuya pernah baca, tokoh yang menerimannya akan pergi meninggalkan karena tersinggung.

Tapi..

Bukannya pergi, pipi gembil Tetsuya malah ditangkup menggunakan jempol dan telunjuk Akashi hingga bibirnya maju layaknya ikan kemudian dihadapkan keatas dan membuat aquamarine dengan heterokrom bertatapan, "Oh, coba ulangi." Dan wajah Akashi menunduk lalu mendekat hingga mereka hanya terpisah sepersekian senti, "Ayo ulangi lagi."

Tetsuya meringis menahan rasa yang sakit pada kedua pipi akibat tekanan jari-jari kokoh Akashi, mencoba menggeleng-gelengkan kepalanya agar cengkeraman itu terlepas, namun gagal. Sedikit mengendur memang, tapi tetap memberikan tekanan.

"Sakit!"

"Ayo katakan lagi! Kau bilang apa tadi?"

"Akashi-kun sendiri juga berkencan, mengapa aku tidak boleh?" Protes Tetsuya frontal. Tuhan, salah apa Tetsuya bisa mencintai laki-laki yang begini modelnya?!

"Kau bodoh atau apa?"

Kenapa Tetsuya jadi dikatai bodoh juga?!

"Apa maksudnya?"

"Kalau kau menyukaiku maka perjuangkan. Buat aku memandangmu, bukan berkencan dengan laki-laki lain didepanku!"

"Ha?! Aku tidak mau!"

Enak saja! Dipikir gampang berjuang mengejar gebetan apalagi yang beda orientasi seksual? Dipikir hati Tetsuya terbuat dari apa sampai kuat menahan?

"Kenapa kau tidak mau?" Wajah Akashi menggelap, "Apa kau tidak lagi menyukaiku?" Tuntutnya.

Sungguh deh, Tetsuya lelah. Rasanya ingin menangis tapi dia tidak mau dianggap lemah, "Terserah." Tetsuya kembali mencoba melepaskan cengkeraman Akashi, dan kali ini berhasil.

Dia segera pergi meninggalkan laki-laki itu yang masih terdiam, namun hanya dalam beberapa langkah, Tetsuya kembali terkejar.

"Aku belum selesai, Tetsuya!"

"Apalagi?" Tetsuya bertanya nyaris frustasi, "Iya, aku menyukaimu. Iya, aku punya perasaan padamu! Lalu kenapa? Akashi-kun tidak berhak mendikteku. Aku menyerah padamu!" Suara Tetsuya melemah, "Tolong lepas."

"…"

"…"

"Aku tidak mau!"

Benar saja, pegangan itu tidak melemas, bahkan semakin menguat.

"Lalu apa yang Akashi-kun mau?" Tanya Tetsuya masih frustasi. Dia sungguh tidak mengerti dengan laki-laki ini.

"Janganmenyerahpadaku."

"…"

"…"

"Apa?" Tetsuya tidak mendengar dengan jelas. Dengar sih tapi takut jika itu tidak sesuai dengan apa yang dia pikirkan.

"Jangan menyerah padaku!"

Benarkan? Tidak seperti- eh? Apa yang diucap laki-laki itu?

"Apa maksudmu?'

Tidak terlalu kentara, namun jika diperhatikan telinga Akashi memerah, "Kau ini bodoh sekali!"

"Kenapa kau mengataiku bodoh lagi?!"

Akashi memandang Tetsuya tajam, Seperti kesal, namun menyimpan rasa gemas yang sudah tidak tertahankan. Lalu pada detik berikutnya, dia membawa Tetsuya dalam pelukan.

"Jangan menyerah padaku," Bulu kuduk Tetsuya meremang saat ucapan itu begitu dekat dengan pendengaran, "Kau sudah membuatku seperti ini, aku butuh tanggung jawabmu."

Ini terlalu tiba-tiba dan Tetsuya tahu arti perkataan Akashi juga.

"Apa mak-"

"Jangan tanya maksudku lagi. Kau jelas sudah tahu, Tetsuya."

"…"

"…"

Tetsuya menyerah memberontak, dia menyenderkan diri, "Tapi melelahkan berjuang sendiri." Balas Tetsuya pelan. Karena memang sejujurnya itu melelahkan berjuang sendirian.

Pelukan Akashi mengerat, "Kau tidak berjuang sendiri. Aku juga memperjuangkan ini."

"Memperjuangkan apa jika kau berkencan seperti tadi." Cibir Tetsuya menyerupai bisikan.

Sedikit jeda, sampai Akashi menjawabnya, "Apa Tetsuya mau membahas itu disini? Kita sudah menjadi bahan tontonan orang sedari tadi."

Benar saja, begitu Tetsuya melepas pelukan Akashi, sudah banyak orang yang mengelilingi mereka dengan beragam ekspresi. Juga sahutan 'cie-cie' yang mengaung sedari tadi. Tetsuya malu sekali!

Namun, begitu menatap Akashi, laki-laki itu balas melihatnya dengan tatapan geli, kemudian menggandeng tangan Tetsuya lagi, kali ini dengan menautkan jemari-jemari mereka untuk saling mengisi, "Ayo pergi."

Tetsuya menunduk, menatap jemari-jemari tangannya yang kini digenggam erat Akashi. Wajahnya memerah malu, namun mengikuti kemana arah langkah kaki. Hingga akhirnya Tetsuya tahu, mereka masuk didalam mobil Akashi kini.

"Akashi-"

"Panggil namaku, Tetsuya."

Nama Akashi? Oh. Pipi Tetsuya merona lagi.

"Sei-kun."

"Itu bagus. Aku suka mendengar itu dari bibirmu."

"…" KENAPA- KENAPA TETSUYA JADI KIKUK BEGINI?!

"Mengenai pertanyaanmu tadi," Tetsuya akhirnya sudah mendapatkan fokusnya lagi saat Akashi membuka obrolan ini, "Aku hanya mencoba meyakinkan diriku lagi."

"Maksud Aka-Sei-kun?"

"Meyakinkan orientasiku."

Mendengar ini, Tetsuya kembali mengingatnya lagi. Duh, kitati.

"Lalu?"

"Aku gay, tentu saja." Tetsuya nyaris menumpahkan kekesalannya, namun tertunda saat Akashi melanjutkan ucapannya, "Tapi aku tidak tahu kenapa di otakku hanya ada Tetsuya. Para laki-laki tadi, otakku sama sekali tidak disana. Aku tahu aku masih berminat pada mereka, tapi tidak lagi ingin menyentuhnya. Aku hanya ingin Tetsuya."

"…"

"Terlepas apapun orientasiku, aku hanya ingin Tetsuya." Akashi mengemudikan mobilnya, "Pria atau wanita, tidak masalah selama itu Tetsuya,"

Tetsuya terdiam sebentar, "Jadi maksudnya?"

"Duh, kau ingin mengetes kesabaranku atau bagaimana?"

"Sei-kun sendiri ngomongnya muter-muter dan tidak jelas."

"Mananya yang tidak jelas, baka?"

"Kau- Kau memanggilku bodoh lagi?" Tetsuya tidak terima, lalu menjambak rambut merah Akashi sekuat tenaga.

"Sakiit- sakit- Iya aku berhenti."

"Jelaskan!"

Akashi menepikan mobilnya, kali ini berhenti di sebuah taman yang sepi, dan mengubah posisi duduknya menghadap Tetsuya.

"Aku juga punya perasaan pada Tetsuya."

Pipi Tetsuya merona. Entah sudah keberapa kali hingga Tetsuya takut jika wajahnya akan memerah selamanya, "Perasaan?"

Kedua tangan Akashi menangkup penuh wajah Tetsuya. Memandang satu demi satu yang tertera disana.

Mata biru langit indahnya.

Hidungnya yang mancung.

Pipinya yang gembil menggemaskan.

Wajahnya yang putih memesona.

Juga bibir berwarna peach yang menggoda.

Cantik. Cantik sekali ketika Akashi melihatnya dari jarak yang begitu dekat. Semakin lama dia menatap, semakin pesona Tetsuya mengurung Akashi telak.

Tentu saja Tetsuya bukanlah wanita tercantik atau termanis yang Akashi lihat. Diluar tentu lebih banyak wanita-wanita cantik atau pria-pria manis. Tapi hanya Tetsuya yang membuat Akashi tak berdaya.

Semua peraturan dan standar, bahkan orientasi yang Akashi buat, seakan tidak berlaku padanya. Dan Akashi tak kuasa menolak, hanya bisa menerima.

"Aku mencintaimu," Suara Akashi begitu dalam ditelinga Tetsuya yang kini beradu pandang, "Baka."

Harusnya Tetsuya marah saat Akashi mengatainya bodoh lagi.

Harusnya Tetsuya memukul kepala merah itu saat dia dikatai kembali.

Namun suara Akashi, juga ungkapan perasaan itu menghanyutkan kesadaran Tetsuya sendiri. Batin dan otaknya seolah tidak percaya bahwa Akashi mengonfirmasi perasaan mereka, setelah sekian banyak peristiwa atau hal yang membuatnya tak percaya diri.

Dan otak Tetsuya semakin blank begitu bibirnya dijemput oleh belah bibir lain, kemudian melumatnya lembut, berulang kali.

End.

AN:

Hyaaah, akhirnya kelaaaar setelah menyatukan beberapa chapter supaya tidak menunggu lebih lama, dan harus diedit agar tidak kepanjangan.

Jika ada yang masih membaca, terimakasih sudah menunggu. Jika lupa, bisa baca ulang :P

Apakah kalian puas dengan endingnya?

Terimakasih atas semua dukungannya, ditunggu kembali jejak sarannya, dan sampai jumpa pada fanfiction selanjutnya!

H-7 ulang tahun Tetsuya!

Sign,

Gigi.

Omake :

"Sei-kun, kita mau kemana?" Tanya Tetsuya setelah ciuman mereka selesai dan melanjutkan perjalanan.

"Menemui orangtuaku, tentu saja."

"Ha?"

"Aku tahu Tetsuya khawatir tidak ada yang menikahimu di masa depan. Jadi aku akan menikahimu sekarang."

"APA?"

"Oh, dan satu lagi. Jangan khawatir jika dadamu kurang besar. Aku bisa membuatnya lebih besar setelah kita melangsungkan pernikahan."

"…"

"…"

"TURUNKAN AKU SEKARANG!"

End, realy.

Tolong, saya jangan dihujat :*