Sweet First Love © AliceShotacon4Ever
Humor | Romance | Friendship
MinYoon | Taegi | KookGa
uke!Yoongi
.
|Prolog|
[Italic/bicara dalam hati]
.
Jimin bosan.
Sebenarnya sudah cukup lama dia merasa bosan, tetapi kini dia telah mencapai puncaknya. Tanpa bilang apa-apa kepada orang tuanya, atau pembantu, atau siapapun di rumahnya, dia langsung pergi saja mengenakan mantel dan syal hitam, dan jangan lupakan beanie merahnya.
Tentu saja dia membawa dompetnya. Jimin bisa mati tanpa dompetnya.
Jimin kini berjalan tanpa arah di pinggir jalan yang mengarah ke laut. Jalanan sedang sepi. Dia hanya berjalan-jalan ringan sambil memandangi kerikil di jalan, bertanya-tanya apakah kerikil itu merasakan sakit jika dia menginjaknya.
Jimin menginjak kerikil itu.
.
.
.
Bodoh, lo ngapain, Jimin bantet? batin Jimin tersenyum miris, memikirkan betapa bodohnya dia mengharapkan suara teriakan dari kerikil itu. Kerikil itu emang sudah mati sejak dia diciptakan, mana bisa berteriak. Kenapa otaknya bego banget?
Jimin melanjutkan acara jalan-jalannya. Dia tak berniat menghubungi teman-temannya. Jimin sedang tidak mood untuk bertemu alien atau bocah sok nge-bos yang-entah-bagaimana menjadi sahabatnya. Dia ingin mencari hiburan dengan sendirinya.
Lalu, pandangannya menangkap sosok mungil berbalut jaket hitam, skinny jeans berwarna hitam, syal biru dongker, dan beanie berwarna hitam. Sosok mungil itu berkulit pucat, dengan rambut hitamnya, dan tangan kecilnya yang memegang kamera.
Jimin terkena serangan jantung sebentar―dia kira ada penampakan siang-siang!
Jimin mengamati sosok mungil itu yang asyik dengan kameranya―memotret beberapa gambar. Dia mengikuti arah pandang sosok mungil itu, penasaran dengan apa yang dia potret. Jimin tersenyum masam, yang dia lihat hanyalah hamparan laut yang tak berujung.
Apa yang indah dari itu, coba?
Jimin kembali mengamati sosok mungil itu yang masih asyik dengan kameranya. Jimin berpikir, apa sosok itu tidak bosan dengan pemandangan laut-tanpa-ujung itu? Ya, kecuali kalo sekarang sunset atau sunrise. Sekarang masih siang masalahnya.
Sosok mungil itu sedikit menurunkan kameranya dari arah pandangnya. Dia mengotak-atik kamera itu, entah ngapain, Jimin juga gak tahu. Dan, tiba-tiba aja, dia melempar kamera itu ke laut.
Jimin cengo. The hell?!
Jimin 100% yakin kalo kamera yang dipakai oleh sosok mungil itu adalah kamera mahal―Canon dan antek-anteknya. Dan tiba-tiba dia membuang kamera itu layaknya bungkus permen?! Jimin cengo.
Walaupun Jimin anak holang kaya, Jimin tetep sayang barang, gak asal buang aja, apalagi kamera mahal kayak tadi.
"HEI, KENAPA MEMBUANGNYA KE LAUT?!" Jimin berteriak sambil berlari ke arah sosok mungil itu―yang ternyata seorang pemuda.
Pemuda itu menoleh ke arah Jimin sambil menatapnya datar, menunjukkan raut wajah bingung. "Emangnya kenapa?" tanyanya bingung.
"ITU 'KAN KAMERA MAHAL!" seru Jimin menunjuk ke arah kamera yang sudah hanyut.
"Udah gak guna, mending dibuang ke laut," jawab pemuda itu, tetap dengan wajah datarnya.
Jimin jadi gemes sendiri. Udah gayanya yang sok gak peduli, wajahnya manis lagi. Inikah hiburan yang dimaksud Tuhan untuk mengusir kebosanan Jimin? Demi apa, Jimin bisa diabetes lama-lama.
"Ya, tapi, gak dibuang ke laut. 'Kan bisa diperbaikin juga," Jimin masih keuh-keuh dengan pendapatnya.
Pemuda itu mengerutkan kening, seperti menyiratkan nih-orang-rese'-banget-kenal-juga-kagak, "Tapi, kata Appa, kalo udah gak guna, buang aja ke laut."
Jimin facepalm, "Demi apa Tuhan…" bapak mana yang mengajarkan hal sesat macam itu ke bocah SMP sih…?
Eh, emangnya pemuda ini masih SMP, ya? Jangan-jangan, masih SD?
"Tapi, 'kan itu kamera mahal! Mending diperbaikin daripada beli baru," kata Jimin mencari alasan lagi.
"Itu namanya pengorbanan untuk mendapatkan kamera yang lebih mahal dan canggih. Lo udah gede masa' gak ngerti siasat anak remaja sih? Lo hidup di zaman apa? Pas dinosaurus makan batu?" cecar pemuda itu, memandang Jimin tak suka.
"Ya…tapi…" Jimin mengusap kasar wajahnya, gemes banget sama tingkah pemuda di depannya.
"Lagian lo siapa? Kenal 'ma gue juga kagak," lalu, mata pemuda itu melebar, "lo orang asing! Kata Appa, gak boleh ngomong sama orang asing!"
Jimin pengen nyedotin kepalanya ke dinding. Gak, gue siluman seksi dari dunia antah-berantah, batin Jimin gemes pangkat tiga.
"Ah, tapi bodoh ah. Appa juga pelit 'ma gue akhir-akhir ini," pemuda itu bergumam sendiri, "btw, lo siapa?"
"Gue?" Jimin menunjuk dirinya sendiri, "Jimin."
"Marga lo apaan?"
"Err…" Jimin jadi males nyebutin nama marganya, tapi entah kenapa dia malah gak mau ngucapin kebohongan ke pemuda ini, "…Park."
Pemuda itu terdiam. Ekspresinya datar, tak berubah sama sekali.
"Oh, cuman Park." Itu setelah tiga menit berlalu.
Jimin kembali cengo. Cuman Park? CUMAN?! Setahu dia, orang-orang pasti langsung gini-gitu-gini-gitu…ya gitu-gitu kalo ngedenger nama 'Park' dan reaksi pemuda di depannya ini 'cuman Park?'.
Heol.
"Cuman…Park..?" tanya Jimin masih kaget.
"Ya, emangnya napa? Gue juga orang kaya, napa gue musti kaget denger marga lo? Lagian, gue lebih kaya dari lo," pemuda itu menyeringai.
Demi apa…Jimin kesel sendiri sama pemuda ini. Napa juga dia ngomong sama pemuda ini di awal?
"Sialnya uang gue disita semua sama Appabo itu. Maksudnya apa coba? Dikira uang haram, apa? Hasil kerja keras gue kok," walaupun pemuda itu menggerutu kecil, Jimin masih bisa mendengarnya.
Baru denger Jimin orang tua nyita uang anaknya sendiri. Setahu Jimin, yang ada menyita HP, atau gadget. Yah, kalo kartu kredit sih iya.
"Kartu kredit?" tanya Jimin.
"Bukan, uang, UANG, Park Jimin! Gue mana boleh punya kartu kredit, jadi semua uang gue itu cash dan semuanya disita ama orang tua sinting itu! Apa maksudnya coba? Tiba-tiba, pas gue lagi makan es krim sambil nonton TV, dia ngalangin TV dan bilang 'semua uang kamu Appa sita. Kalo mau, cari mantu sana'…bisa bayangin gak sih gilanya hidup gue?!" pemuda itu mencak-mencak, yang bagi Jimin terlihat lucu sekali.
Pemuda ini malah curhat sama Jimin. Jimin bersyukur dia hidup di keluarga yang masih tergolong normal, dibandingkan dengan pemuda di depannya ini. Apaan itu? Kartu kredit dilarang, uang cash disita karena belum punya mantu.
Kalo Jimin jadi pemuda itu, dapat dipastikan Jimin langsung lapor ke Komisi Perlindungan Anak.
"Oh ya, nama lo siapa?" Jimin baru ingat bahwa dia belum punya nama pemuda manis di depannya.
Pemuda itu sedang sibuk dengan HP-nya. Setelah itu, dia mengantongi HP itu dan menatap Jimin, tersenyum.
Seketika, oksigen menjadi langka bagi Jimin.
"Kau kenal Park Chanyeol?" tanya pemuda itu.
"Yeah…dia…kakak sepupuku, kenapa?" tanya Jimin balik.
Pemuda itu tetap tersenyum, "Tanya saja dia. Karena dia bego, kasih ada clue 'Sugar', dia pasti tahu siapa aku. Aku harus pergi, Appa sinting itu memaksaku pulang. Senang berkenalan denganmu, Park Jimin."
Pemuda itu melambai pada Jimin dan berlari meninggalkan Jimin yang masih terbengong-bengong. Setelah pemuda itu menghilang dari jarak pandang Jimin, dia sadar dan senyum-senyum sendiri, seperti orang gila.
"Senang berkenalan denganmu juga, Sugar."
…
"Demi Tuhan, Park Jimin, lo ada dimana?!" Jungkook mengerang kesal karena teleponnya tidak diangkat-angkat oleh sahabatnya yang bantet itu. Dia menghentakkan kakinya sambil mengumpat dalam berbagai bahasa hingga menyangkut-pautkan hewan-hewan di kebun binatang.
"Wow, slow dude! Palingan si Jimin kagak bawa ponselnya lagi. Lo tahu 'kan dia gak suka bawa HP kalo dia mau ngilang? Kalo emang dia bawa HP, gue yakin Interpol udah nemuin dia," kata Taehyung menenangkan pemuda yang lebih muda setahun darinya itu.
"Mereka menyewa Interpol, eoh?!" seru Jungkook kaget, "terus ngapain nyuruh kita nyari Jimin?! Aish, bego banget sih!" Jungkook mengacak rambutnya, frustasi.
"Iya ya…gue baru nyadar…" gumam Taehyung memandangi jalan. Mereka sekarang berada di plaza besar yang biasa dia, Jungkook, dan Jimin datangi untuk sekedar jalan-jalan. Ada kemungkinan Jimin berada di sini.
Ada kemungkinan Jimin berada di mana-mana.
"Ada kemungkinan dia kabur ke Jepang atau Cina," Jungkook mendengus kesal, menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
Taehyung tertawa masam. "Ya, ada kemungkinan itu juga."
"Aish…" Jungkook mengacak rambutnya kesal, "entar kalo ketemu, gue tagih biaya pencarian lima ribu poundsterling!"
"Wanjir, gede amet Kook! Lo hobi banget ngumpulin uang! Lo 'kan yang paling kaya diantara kita bertiga," seru Taehyung kaget mendengar ucapan sahabatnya. Udah kaya, masih aja malak temen, emang deh, anak semata wayang Jeon.
"Bomat!" seru Jungkook jutek, "salah sendiri ngilang gak bilang-bilang."
"Dimana-mana ngilang gak bilang-bilang, Jeon Jungkook."
"Jadi, lo mau bilang kalo gue bego, gitu?"
"Aish, lo lagi PMS apa? Daritadi mencak-mencak mulu."
"Lo tahu gak sih? Gue, di sini, nyariin Jimin Bantet-hyung itu, gak guna sama sekali kalo nyokapnya udah hubungin Interpol!" seru Jungkook berteriak, hingga menarik perhatian beberapa orang di sana.
"Ya, ya, ya, daripada lo ngomel mulu, kita jajan aja. Entar kalo ketemu Jimin, kita bacokin tuh anak," Taehyung beranjak dari tempat dia duduk dan berjalan tak tentu arah, mencari hal yang menarik di plaza itu.
"Woi, Tae-hyung, tungguin!" Jungkook mendesah kesal sambil berlari menghampiri Taehyung.
…
Taehyung sebenarnya lagi mager banget buat keluar rumah―apalagi hal yang gak berguna kayak nyariin Park Bantet Jimin. Tapi, yah, mau gimana lagi? Nyonya Park langsung histeris pas anak kesayangannya ngilang tanpa kabar dan nelpon sana-sini ampe ngehubungin Intepol.
Biasa, holang kaya.
Walaupun sebenarnya Taehyung khawatir juga, tapi firasatnya mengatakan kalo Jimin sedang baik-baik saja, jadi dia santai aja sama hilangnya Jimin. Lagian, ini bukan pertama kalinya Jimin ngilang tanpa kabar.
Punya nyokap rempong kayak Nyonya Park itu susah, bro. Jimin perlu udara segar pastinya.
Ketika Taehyung sedang melihat-lihat hal yang menarik, dia melihat sosok mungil bermantel hitam yang gerak-geriknya terasa familiar baginya.
"Ada apa, hyung?" tanya Jungkook mengintip dari balik bahunya.
"Aku melihat seseorang," jawab Taehyung tanpa melepaskan pandangannya.
"Siapa? Jimin-hyung?"
Taehyung menggeleng, "Lebih baik. Aku menemukan manisan." Dia melangkah mendekati orang yang menjadi objek observasinya.
Jungkook mengerutkan kening sebelum mengikuti hyung-nya itu.
Taehyung mempercepat langkahnya, takut kehilangan orang itu. Ketika berada tepat di belakangnya, dia menepuk pundak orang itu hingga berjengit kaget dan menoleh ke belakang. Dia mendapati seorang pemuda berparas cantik dengan kulit pucat dan rambut hitam. Senyum Taehyung mengembang, itu benar-benar yang dia kira.
"Taehyung?" panggil orang itu, terlihat kaget.
"Yoongi-hyung!" Taehyung memeluk erat pemuda di depannya hingga sesak napas. Dia melonggarkan pelukannya, "Hai hyung, aku kangen hyung~" menggesekkan hidungnya dengan hidung Yoongi.
"Ugh, Tae, berhenti!" seru Yoongi, yang entah mengapa merasa merinding.
Taehyung menghentikan kegiatannya dan tersenyum kotak khasnya. Dia tak melepaskan tangannya dari pinggang Yoongi.
"Tae-hyung~" Jungkook memanggilnya dari kejauhan. Taehyung dan Yoongi menoleh. Jungkook memperlambat langkahnya dan berhenti di samping Taehyung. Dia mengamati Yoongi dari ujung kepala hingga ujung kaki. Yoongi merasa lebih merinding.
"Siapa, hyung?" tanya Jungkook penasaran.
Taehyung tersenyum makin lebar, "Kenalkan Jeon Jungkook, ini Min Yoongi, calon biniku di―UGH!" Taehyung meringis kesakitan, memegangi perutnya, ketika tiba-tiba Yoongi memukul perutnya dengan keras. Dia berjongkok menahan rasa sakit pemberian hyung tercintanya itu.
"Kau bilang apa, Alien Sinting?" tanya Yoongi dengan nada dingin, memandangi Taehyung dengan horor.
"He…hehe…" Taehyung hanya terkekeh melihat Yoongi. Dia dapat melihat wajah hyung tercintanya itu bersemu merah. Dasar tsundere sadis. "Calon bini-ku, tentu saja."
Wajah Yoongi lebih merah lagi. Dengan sigap, dia menendang kepala Taehyung, melipat tangannya di depan dada, dan menoleh ke arah lain sambil mengerucutkan bibirnya.
Taehyung yang melihat pemandangan manis itu terkekeh lagi, "Aigoo~ hyung manis sekali~"
…
Jungkook gak tahu harus bersikap apa melihat hyung-nya di-bully oleh seorang pemuda manis berkulit pucat―yang dipanggil Yoongi oleh Taehyung.
Jungkook tidak percaya pemuda mungil di depannya ini lebih tua darinya―karena Tae memanggilnya 'hyung'―karena, ya ampun, wajah pemuda itu manis banget! Kayak bocah SD-SMP tahu!
Yoongi menatap ke arah Jungkook, membuat jantung Jungkook berdetak lebih kencang. Jungkook berusaha play cool di depan pemuda berparas cantik dan manis itu. Jungkook harus terlihat manly di saat-saat seperti ini.
"Jeon Jungkook, Jungkook," Jungkook mengulurkan tangannya sambil memandangi Yoongi.
Yoongi menatap Jungkook, lalu uluran tangan itu, lalu Jungkook lagi. Setelah itu, dia menoleh ke arah Taehyung yang masih berjongkok di bawah. "Kenapa dia mengulurkan tangannya?" tanya Yoongi.
Eh? Jungkook bingung.
"Dia ingin berkenalan denganmu hyung, begitu 'kan cara berkenalan?" jawab Taehyung masih berjongkok, efek pukulan Yoongi emang gak main-main.
"Hah? Tapi, bukannya itu cara untuk berbisnis?" tanya Yoongi lagi.
"Dia anak holang kaya, biasa," jawab Taehyung yang dihadiahi death glare dari Jungkook. Kadang, Jungkook sebal dengan gelar 'anak orang paling kaya'-nya.
"Kau juga anak orang kaya Tae, dan aku mengenalmu dengan cara yang lebih elit," kata Yoongi dengan tatapan datarnya.
"Cara yang lebih elit?" tanya Jungkook penasaran. Apa seperti membuat pesta perkenalan atau makan malam di restoran mahal? Atau jangan-jangan tour keliling Eropa, Amerika, dan Asia?
Jungkook berpikir lagi. Taehyung itu 'kan alien. Emangnya cara elit dia seperti apa? Jangan-jangan malah cara yang sinting seperti nyemprotin selang ke muka Yoongi seperti di MV Fire Truck boyband terkenal itu.
Siapa tahu. Kau berteman dengan alien, masalahnya.
"Yeah," Yoongi mengangguk kecil, "saat aku berkunjung ke rumah Baek-hyung, tiba-tiba dia nge-dj pake kompor dan teriak-teriak 'FIRE' terus tersenyum sok-sok-inosen ke arahku ketika aku mau ambil minum, 'INFIRES HYUNG, INFIRES'. Gitu."
Demi kolor Ado di Colorado, itu sinting, batin Jungkook.
"Well, kau berkenalan dengan Baek-hyung ketika dia sedang hunting eyeliner dan tidak ada yang menemaninya, jadi dia menyeret kau untuk belanja eyeliner-nya karena kau sendirian," kata Taehyung berdiri sambil terkekeh.
"Yeah, aku berkenalan dengan sahabat-sahabatku dengan cara sinting," Yoongi mendengus kesal.
"Jadi, untuk menjadi sahabatmu, harus ada perkenalan sinting?" tanya Jungkook.
"Sebenarnya, aku gak tahu," jawab Yoongi, "tapi, kalo semakin sinting orang, semakin aku ingat dia, jadilah gitu."
"Yoongi-hyung seperti magnet orang-orang sinting aja," Taehyung memeluk Yoongi dari belakang.
"Kau itu termasuk sinting, Kim Tae," dengus Yoongi, yang dibalas dengan cengiran Taehyung.
"Hmm…perkenalan dengan cara sinting bukan spesialis gue, tapi sebagai Golden Maknae, gue pasti bisa mencaritahunya," gumam Jungkook, mengusap dagunya.
"Golden Maknae?" bisik Yoongi mendongak ke belakang.
"Dia maknae yang serba bisa, hyung, makanya dijuluki Golden Maknae," bisik Taehyung di dekat telinga Yoongi, membuat Yoongi geli.
"Kau tak perlu menggunakan cara absurd untuk berkenalan denganku," kata Yoongi. Jungkook-pun melihat ke arah pemuda manis itu. "Oke, jadi, tadi, siapa namamu?"
"Jeon Jungkook," jawab Jungkook, yang entah kenapa gugup.
"Jeon…" Yoongi bergumam, dahinya berkerut, "aku merasa familiar dengan keluarga Jeon."
"Tentu saja, hyung, keluarga Jeon itu salah satu keluarga terkaya di KorSel―mungkin aja di Asia, atau dunia, aku gak tahu," tutur Taehyung.
"Bukan…" Yoongi menggeleng pelan, tidak yakin, "aku merasa…pernah mengenal Jeon…secara personal, tapi aku tidak ingat."
"Benarkah? Jangan-jangan kita pernah dijodohkan sewaktu kecil?" kata Jungkook menyuarakan pemikirannya.
"Mana mungkin, Appa sinting-ku saja menyuruhku mencari mantu sendiri," Yoongi menatap datar Jungkook.
"Ngapain nyari lagi, hyung? 'Kan ada aku," goda Taehyung.
"Yak, Alien Sinting, minggir!" Yoongi melepaskan pelukan Taehyung, "aku harus segera kembali sebelum Appa sinting itu melakukan hal macam-macam sama barang-barang pribadiku. Sampai jumpa!"
Yoongi melesat begitu saja, meninggalkan Taehyung dan Jungkook yang memerhatikan pemuda manis itu berlari dengan lucunya.
Jungkook tertawa kecil melihat gaya lari pemuda manis itu. "Dia manis sekali," gumam Jungkook.
"Kau tertarik dengannya?" tanya Taehyung melirik dongsaeng-nya itu.
"Yeah, begitulah," jawab Jungkook tanpa menoleh.
"Sori aja, dia udah punya gue."
"Oh ya, kata siapa? Dia masih nyari mantu, kok."
"Ya kata gue, lah. Kami tuh udah solid!" seru Taehyung menepuk dadanya, bangga.
"Heleh, lihat aja nanti, gue rebut dia dari lo," Jungkook tersenyum meremehkan.
"Emangnya lo bisa apa, bocah?" Taehyung balas mengejek.
"Gue bisa ngelakuin apapun, Tae-hyung," seringai Jungkook melebar. "Karena gue Jeon Jungkook."
.
.
.
END
.
.
.
.
.
.
.
or TBC?
.
.
A/N: First fic aku di BTS fandom dan di K-POP fandom. Aku baru jadi K-POPers September lalu tapi udah kenal BTS dari setahun yang lalu XD
Akhir-akhir ini aku menjelajahi fanfic2 K-POP fandom dan aku gatel pengen nulis fanfic tapi gak tahu apa, dan aku takutnya entar kena WB :"
Btw, aku terus kepikiran AU dimana Yoongi dan Jihoon ini anak orang kaya (si Appa Sinting XD) yang tidak diperlakukan seperti anak orang kaya pada umumnya. Dan Appa-nya ini labil. Kadang (lebih banyak) keras kayak ngedidik militer gitu, kadang dimanjain anaknya, kadang dinistain anaknya kayak nyita uangnya XD terus kalo mau dibalikin uangnya, mereka harus punya mantu dulu :v
Appa ini orang yang sangat sangat sangat kaya jadi dia suka menghambur-hamburkan uang XD
Walopun Appa-nya kencan sama orang random, Yoongi dan Jihoon tetep sayang Appa-nya (salah satu faktornya karena bank mereka XD)
Anyway, aku gak tahu di sini Yoongi, Jimin, Taehyung, dan Jungkook tingkat sekolahnya apa. Ada yang bisa kasih saran?
Terima kasih yang sudah membaca :)