"Kamu masih mau jadi Auror di MACUSA, Goldstein?"

Porpentina Goldstein terpaku, tak percaya mendengar kata-kata Seraphina Picquery barusan. Dalam kantor Seraphina yang bernuansa glamor namun minimalis memang hanya ada mereka berdua, jadi, ya, Seraphina benar-benar mengatakannya.

"Ya, Madame President." jawab Tina singkat, mata cokelatnya menatap Seraphina lekat-lekat. Seraphina mengangguk, kemudian tersenyum tipis.

"Namun sebelum kamu kembali ke kantor, saya punya tugas istimewa dan kamu harus menyanggupinya, Porpentina."

Menyadari nama depannya disebut, Tina tahu sang presiden akan memberikannya misi khusus yang dapat mengembalikan karir impiannya.

"Apapun, Madame President. Insya Allah saya sanggup!" ujar Tina berapi-api. Apapun itu tugasnya: mulai dari menangkap mata-mata musuh, menyingkap kasus kriminal, Tina bersedia melakukannya demi meraih impiannya menjadi Auror MACUSA sekali lagi. Iapun bertekad tidak akan mengacaukannya seperti kemarin.

"Kapan terakhir kali kamu ditanya kapan menikah?"

Jantung Tina mendadak terasa merosot hingga ke lutut. Mulutnya menganga, sama sekali tidak menyangka pertanyaan itu keluar pertama kalinya dari mulut bos besarnya yang, well, nyaris tak pernah bersentuhan dengan tetek bengek berkeluarga atau hubungan cinta.

"Ngg...seingat saya sih, nggak pernah ada yang menanyakan, Bu." Jawab Tina sekenanya, berusaha mengendalikan diri. Wong bapak ibu udah meninggal,sanak saudara udah entah di mana, batin Tina.

Seraphina tersenyum getir. Tuh kan, Goldstein aja yang lebih muda 10 tahun nggak pernah ditanyain, nasiib nasib.. batinnya dalam hati. "Kamu beruntung. Dua puluh lebaran berturut-turut saya ditanyain terus sama sanak saudara, sejak lulus dari Ilvermorny! Kalau sampai lebaran tahun depan saya ditanyain lagi, turban saya bisa melorot." kata Seraphina sambil membetulkan posisi turbannya yang mulai miring saat menggelengkan kepalanya.

"Hmmm...jadi Anda minta tolong saya carikan kandidat suami, begitu?" tebak Tina sembari menopang dagu.

"Tepat."

"Tapi Bu...saya kan belom pernah dekat sama cowok sampai pacaran."

"Jadi kisah kasih di MACUSA bersama Scamander nggak termasuk, dong? Please, Tina, sebagai perempuan kita satu tipe, namun tentu saja dengan selera lelaki kita berbeda. Saya penasaran seperti apa rasanya tertarik dengan seorang pria. Kalau sampai ke pelaminan tahun depan ya syukur, artinya saya nggak perlu pusing-pusing menghadapi kebawelan ibu, tante-tante, keponakan, sepupu, nenek dan nenek buyut saya saat lebaran."

Makdirorot, Tina makin salah tingkah di skak-mat oleh Seraphina. Pipinya jadi kalah merah dengan coat kesayangan Queenie karena malu isi hatinya diketahui sang presiden. Sialnya, surat terakhir dari Newt belum kunjung tiba dari sebulan yang lalu, alhasil kerinduannya terhadap sang Magizoologist kian memuncak. Tina belum pernah merasakan ini sebelumnya, namun ia terlalu malu untuk mengaku, sehingga lamunannya selalu terbaca oleh Queenie.

"Nggg..anu...Kami hanya teman biasa, kok. Beneran. Saran saya, kalau urusan percintaan adik saya lebih jago, Bu." jawab Tina, sepinter teringat kisah cinta sang adik dengan Jacob Kowalski, yang menurut kabar terakhir Queenie sudah membuka toko roti terlaris di sudut kota New York. Bahkan roti berbentuk Niffler selalu laris manis tanjung kimpul sehingga ia dan Queenie selalu terbayang aroma, rasa dan tekstur rotinya. Nah kan...Tina jadi lapar. Padahal sebelum berangkat ke MACUSA baru saja menyantap seporsi makaroni panggang.

"Kalau begitu, saya juga minta bantuan Queenie juga, Tina. Kemampuan Legilimensnya perlu diasah lagi, sayang kalau disia-siakan. Jadi...kalian mau membantu saya mencari..ehm...apa sih istilahnya...pendamping hidup?" tanya Seraphina lagi, kini memandang Tina lekat-lekat.

Untuk pertama kalinya, Tina menyunggingkan senyumnya kepada sang presiden. "Pria seperti apa yang Anda cari, Madame President?"

"Kalau begitu, mari kita bicarakan bersama Queenie. The Blind Pig, jam lima sore?"

"Setuju, Madame President."