Beberapa tetes ekstrak vanilla Yuuri masukkan ke dalam adonan kue, cukup untuk memberi aroma nikmat yang menggugah selera yang pastinya menggoda indra penciuman siapapun yang menghirup wanginya. Ia lalu menyalakan kembali mixer pada kecepatan medium untuk beberapa saat sebelum menuangkan adonan ke loyang alumunium bundar.

Vanilla cake, resep sederhana yang menjadi favoritnya dikala libur tiba dan yang pastinya menjadi teman yang pas untuk minum teh hangat. Teksturnya yang lembut serta ringan, ditambah dengan krim browned-butter glaze sebagai sentuhan terakhir, memberinya rasa kacang yang gurih nan nikmat.

Senyuman simpul terlukis pada bibir mungilnya ketika ia memasukkan adonan ke dalam oven yang sudah dipanaskan terlebih dahulu, dirinya sudah tidak sabar untuk mencicipi kuenya ini. Ia juga berpikir untuk memberikan tetangganya satu atau dua slice sebagai tanda terimakasih atas bantuan mereka selama ini, mengingat ia juga baru-baru ini pindah ke apartemen di daerah sini.

"Mungkin dengan tambahan hidangan kecil lainnya mereka tidak keberatan." pikirnya dalam hati.

Ia memutuskan untuk membuat chocolate cookiesebagai tambahannya, selain bahan-bahannya yang selalu siap sedia dalam pantry, proses pembuatannya juga tidak rumit. Rasa bahagianya kembali membuncah ketika ia mempersiapkan alat dan bahan yang diperlulan, bisa dibilang membuat kua adalah adiksi Shimura Yuuri.

"Yosh!" ujar Yuuri kepada diri sendiri, dengan tangan berbalur tepung terigu ia memulai proses yang paling disukainya.

-/-

"Permisi!" bunyi gemelatuk ketukan pintu beriringan dengan panggilan Yuuri, tangan kirinya penuh memegang tas kertas besar berisi kue-kue yang ingin ia beri sedangkan tangan kanannya tetap sibuk bertemu dengan permukaan pintu. Beberapa detik setelahnya baru terdengar seruan dari dalam, suaranya halus namun terdengar sedikit serak.

Yuuri tidak berhasil menyembunyikan kekagetannya ketika seorang pria bersurai biru dengan masker mulut toska seperti yang dipakai di RS di keluar dari balik pintu. Ia sempat berpikir kalau dirinya mengetuk rumah yang salah, karena setahunya keluarga yang tinggal di sini tidak ada yang berambut baby blue seperti yang ia lihat di depannya. Tetapi setelah memastikan dua kali kalau pintu yang ia ketuk memang benar kediaman Kuroko, ekspresinya kembali menjadi normal, helaan nafas panjang keluar dari mulutnya.

"Anooo..." suara lembut kembali terdengar, membuat Yuuri keluar dari lamunannya.

"I-iya?" pekik Yuuri terbata, wajahnya merah padam seketika saat menyadari suaranya menukik seperti tikus kejepit.

"Ada perlu apa ya?" lanjut pria tadi, masih dengan ekspresi datar sarat emosi, mata birunya menatap lurus iris almond Yuuri.

Mata Yuuri membulat, mulutnya terbuka membentuk huruf 'o' saking kagumnya. Ini pertama kalinya ia melihat orang dengan rambut dan mata biru seperti orang di depannya ini. ''Biru sekali...''

"A...ah! Maaf..." tangannya kanannya merogoh makanan di kantong kertas, "Nama saya Shimura Yuuri dari apartemen 5/50, salam kenal!" ia menyodorkan makanan kecil yang ia buat kepadanya, senyuman simpul tertanam pada bibirnya. "Mungkin ini tidak seberapa, semoga anda menyukainya..."

"Nama saya Kuroko Tetsuya, salam kenal juga Shimura-san. Terimakasih atas kuenya." Kuroko meraih kue tersebut, secara tidak sengaja tangan mereka bersentuhan dan membuat rona merah kembali bermekaran di pipi Yuuri.

"Eto...yang di boks plastik putih isinya vanilla cake-" alis Kuroko terangkat untuk sepersekian detik sebelum kembali datar seperti semula, "-kalau yang di plastik pita ungu chocolate cookie." Jelas Yuuri dengan semangat.

"a... Terimakasih banyak ya, Shimura-san." Kuroko membungkukkan badannya sedikit, tangan kanannya langsung mengepal di depan mulutnya ketika batuk kembali keluar.

"Tidak, seharusnya saya yang berterimakasih!" balas Yuuri membungkukkan badan. "Semoga cepat sembuh, Kuroko-san." ekspresi Yuuri melembut, "Saya ke sebelah ya, selamat tinggal.."

"mmn Sayonara,"

-/-

Kedua kalinya Yuuri bertemu dengan Tetsuya, terjadi beberapa bulan setelahnya. Yuuri yang baru saja pulang dari kegiatan ekskul memasaknya di SMA SAKURA - SMA swasta khusus putri - memutuskan untuk membeli bahan untuk makan malamnya di convenience store terdekat.

"kare... Miso... Karaage... Oyakodon... " gumam Yuuri sambil melihat-lihat bahan masakan di bagian kulkas. Daging ayam, sapi, dan babi yang segar berjajar rapi dalam rak, label diskon tertera pada beberapa daging di sana. Matanya kini tertuju pada sayuran segar yang berjarak tidak jauh dari tempatnya berada.

"Nabe? " ucapnya kepada diri sendiri, memang pada malam itu suhu udara terasa lebih dingin dibandingkan biasanya, musim dingin sebentar lagi tiba. Yuuri sangat menyukai musim dingin, memikirkannya membuat Yuuri senang seperti anak kecil yang diberikan hadiah natal. Dengan anggukan kecil Yuuri membeli bahan-bahan yang diperlukan, dalam hitungan menit tas belanjanya penuh.

Ketika Yuuri ingin membayar belanjaannya, ia melihat sesosok pria dengan rambut tidak asing sedang berdiri di depan display case kue. Ia memegang dua bungkus slice kue vanila dengan ekspresi datar, membolak-balikkan bungkus yang ia pegang tanpa berkata apa-apa.

Menarik nafas, Yuuri menghampiri Tetsuya. "Konbawa, Kuroko-san. " sapa Yuuri, mata almondnya bersinar dengan rasa penasaran yang tinggi akan kue yang membuat tetangganya terpikat seperti itu.

"Konbawa, Shimura-san." balas Tetsuya sedikit terkejut, kini perhatiannya beralih ke gadis dengan rambut hitam sebahu di sampingnya. Ia masih mengenakan seragam SMA, tangannya penuh memegang barang belanjaan.

Yuuri tersenyum simpul, menunjukkan lesung pipi kecil yang menghiasi, "Sedang belanja apa?" ia memiringkan kepalanya sedikit, kebiasannya dari kecil setiap kali ia penasaran akan sesuatu.

Tetsuya menaruh kembali kue di tangannya ke display case, "Vanilla cake..." gumamnya pelan. "Kue vanila yang waktu itu diberi oleh Shimura-san sangat enak, aku berpikiran untuk membelinya."

"A...a... Terimakasih" kini wajah Yuuri merah padam, "Aku membuatnya sendiri, mungkin kalau Kuroko-san menginginkannya aku bisa membuatnya kembali." tawarnya sambil terkekeh pelan, uap panas keluar dari telinganya.

Tetsuya mengedipkan matanya beberapa kali. Pikirannya kembali pada kue manis dengan tekstur lembut, bagaimana kue itu seolah-olah meleleh dalam lidahnya, menghembuskan jutaan rasa yang membuatnya ketagihan. Tapi semuanya ia sembunyikan dalam-dalam, ia tidak mungkin merepotkan tetangganya akan keinginan egoisnya seorang. "Tidak usah Shimura-san, takutnya merepotkan."

"Tidak merepotkan kok, Kuroko-san!" balas Yuuri masih tersipu malu, "Justru aku senang karena anda menyukainya." Ia menundukkan kepalanya, berusaha menutupi wajahnya yang lebih mirip kepiting rebus ketimbang manusia normal pada saat ini.

Yuuri teringat dengan madeleine yang ia buat saat ekskul tadi, ia menaruh belanjaannya di lantai dan membuka tasnya, mengambil plastik berwarna biru pastel dengan tulisan 'Klub Memasak' di pojok plastik, lengkap demgan logo SMA Sakura. "Madeleine buat Kuroko-san, ini mungkin bukan kue vanila, tapi dijamin enak!"

"arigatou, Shimura-san..."

"Un! Douitashimasu. Kue ini sangat cocok kalau disajikan bersamah teh hangat, aroma citrus yang diperoleh dari lemon tidak membuat kue ini asam, melainkan menambah kenikmatan yang diperoleh saat memakannya-" Tetsuya hanya mengangguk-angguk mendengar penjelasan Yuuri.

"-kue ini juga sangat lezat saat dimakan selagi hangat, jadi saya sarankan dimakan secepatnya. Oh iya, mungkin banyak yang mengira kalau madeliene sejenis cookie, namun sebenarnya madeleine merupakan butter cake kecil! " Yuuri mengucapkannya dengan semangat, gestur tangannya yang bergerak-gerak menunjukkan antusiasmenya yang tinggi. Melupakan kalau dirinya sedang berada di tempat umum.l

Ekspresi Tetsuya melembut, baru pertama kalinya ia bertemu dengan seseorang yang sangat menyukai memasak seperti dirinya. Mata Yuuri bersinar tanpa beban, tanpa sadar membuat ujung bibir Tetsuya menukik ke atas, walaupun hanya sedikit.

Tetsuya seperti melihat sahabatnya dalam diri Yuuri, kecintaan tanpa batas yang meluap-luap, seperti api membara yang bersinar terang benderang dalam gelapnya malam, tanpa disadari menarik orang-orang di sekitarnya dengan kharisma tersendiri. Setidaknya itulah diri sahabatnya yang dulu, sebelum semuanya berubah dan menghancurkan segalanya.

Yuuri-mulai menyadari tatapan pengunjung convenience store di sekitarnya-diam kaku di tempat ia berdiri, semua rasa percaya dirinya hilang seketika. Dengan tatapan meminta maaf ia beralih ke Tetsuya, "Maaf kalau aku menyebalkan, Kuroko-san." Yuuri membungkukkan badan, "Saya... Selalu bersemangat setiap kali berbicara tentang kue..." lanjutnya.

Tetsuya menggelengkan kepalanya, surai biru ikut bergerak layaknya iklan shampoo ternama, dalam hati Yuuri ingin mengusap-usap surainya itu. Mungkin akan terasa seperti mengusap donba atauvalpaca yang berbulu lembut, "Tidak apa, saya terhibur."

"Uhhh..." Yuuri mengambil barang belanjaannya di lantai, "Kalau begitu, saya ke kasir dulu ya, Kuroko-san..." Tapi belum sempat ia memutarkan badan, tangan besar nan hangat menyentuh bahu Yuuri, membuatnya menghentikan langkahnya segera.

"Chotto mate kudasai, Shimura-san. Biarkan saya membawa barang belanjaan Shimura-san ke apartemen, setidaknya dengan begini saya dapat membalas kebaikan Shimura-san."

"Tidak usah repot-repot, Kuroko-san! Saya bisa kok, walaupun saya bertubuh kecil saya dapat mengocok adonan kue dengan manual." balasnya dengan bangga, Yuuri menunjukkan otot bicep dan tricepsny yang hampir tidak ada. Hal ini membuat Tetsuya menahan tawanya.

"Saya memaksa, Shimura-san. " Tanpa menunggu balasan Yuuri, Tetsuya mengambil barang belanjaan dari tangan Yuuri dan membawanya ke kasir. Memang benar kata Yuuri, walaupun badannya kecil ia dapat membawa belanjaan berat tanpa mengedipkan mata.

Selama perjalanan pulang mereka habiskan dalam diam, Yuuri yang terlalu sibuk mengatur dentuman di dadanya dan Tetsuya yang sedari tadi hanya berjalan dengan wajah datar.

Ini kali pertamanya Yuuri berjalan pulang malam-malam sendirian dengan seorang lelaki yang bukan anggota keluarganya, menghabiskan SD hingga SMA di sekolah khusus putri membuatnya jarang berinteraksi dengan lawan jenis yang seumuruan dengannya. Bahkan ia dapat menghitung menggunakan jari berapa teman lelakinya.

Tetsuya, merasakan rasa canggung yang keluar dari Yuuri, berusaha untuk menghilangkannya. Ia menengok ke arah Yuuri, kulit putih gading Yuuri terlihat semakin indah dibawah lampu jalan, membuatnya terlihat seperti boneka Jepang. "Shimura-san"

"ha-hai!"

Tapi Tetsuya juga bisa dibilang bukan ahlinya dalam urusan bercakap-cakap, ia tidak tahu topik apa yang pas untuk dibicarakan ke gadis seumurannya. Menghabiskan masa hidupnya dengan monster basket - baik pria maupun wanita- membuatnya 'buta' akan trend anak muda yang terjadi di sekitarnya. Oleh karena itulah Tetsuya memutuskan untuk membicarakan mengenai bidang yang paling dikuasainya-

"Minggu depan tim kami akan mengikuti lomba Basket di 'Winter Cup'."

-yakni tentang basket.

"Wah, semangat Kuroko-san!" Yuuri mengepalkan tangannya di depan dada, dia kagum dengan semua orang yang jago berolahraga. "Saya tidak bisa bermain basket, terakhir kali saya berusaha shooting, bolanya mental ke tempat penonton." curhat Yuuri.

"Ah... Saya ingin menonton kalian bermain basket, pasti keren sekali..." lanjut Yuuri.

"Kalau Shimura-san ingin nonton datang saja, GORnya terbuka untuk umum kok." tawar Tetsuya, "Saya tidak terlalu mahir dalam bermain basket, namun teman saya yang bernama Kagami ahlinya."

"hontou?! Yaay!" kali ini ia mengangkat kedua tangannya ke atas, berpose 'banzai' dengan keceriannya yang meluap-luap, melupakan rasa canggungnya dalam sekejap.

Ternyata berteman dengan cowok tidak semengerikan yang ia kira, drama serta novel yang ia baca selalu menceritakan kisah cowo remaja yang penuh dengan peetumpahan darah dan kegiatan ekstrim. Mungkin ini saatnya ia beralih genre bacaan.

Yuuri menggeleng-gelengkan kepalanya, "Saya yakin Kuroko-san dapat mengalahkan pemain NBA sekalipun!" ucap Yuuri, "Oh iya, berarti kita harus bertukar ID Lein."

"Yu-ri-shi-ma" eja Yuuri, mendekatkan smartphone dengan casing anak ayamnya ke smartphone hitam polos milik Tetsuya. Smartphonenya berdering sekali dan menampilkan nama 'Kuroko Tetsuya' dengn foto anjing Husky di bagian rekomendasi teman.

"Terimkasih Kuroko-san!"

"Sama-sama, Shimura-san."

"Yuuri, teman-temanku memanggilku Yuuri."

Tetsuya hanya memandang Yuuri dengan polosnya, mata melebar beberapa centi "A..aa..Shimura-san"

"Setidaknya hilangkan suffix nya, Shimura-san itu bapakku." protes Yuuri.

"..."

"Yu-u-ri, ne?"

Tetsuya menghembuskan nafas, "Baiklah, Yuuri-chan."

Untuk kesekian kalinya dalam malam itu wajah Yuuri merah padam, "Ch-cha-chan?!" ucapnya terbata. Sungguh, berbicara dengan pemuda ini tidak baik bagi jantungnya.

..

A/N

Pada chapter ini mereka menggunakan keigo (bahasa Jepang formal) dalam percakapan mereka. Tapi, karena Deeranya bingung cara mengaplikasikannya dalam Bahasa Indonesia, akhirnya memutuskan untuk menggunakan 'saya-anda' dalan percakapan mereka.

Belum lagi Tetsuya yang terlalu formal, sepertinya butuh waktu lama sebelum dia merubah cara berbicara mereka menjadi lebih santai, mereka butuh bantuan Taiga-isme dalam dosis tinggi.

Deeranya juga berpikiran untuk merubah kata 'aku' dalam percakapan Taiga menjadi 'Gue', selain sesuai dengan karakter seorang Kagami Taiga, hal ini juga dilakukan agar pembaca dapat membedakan setiap individu dalan ff ini menggunakan pembetulan kecil kayak tadi.

Bagaimana menurut kalian?

Xoxo