Namaku Byun Baekhyun. Aku single dan tak berniat menjalin hubungan konyol semacam pacaran. Aku sebatang kara dan hidup di sebuah flat kecil 3 km dari kampusku. Aku miskin dan aku pede. Setidaknya aku mandiri. Aku tidak terlalu pintar jadi aku tidak bisa mendapatkan beasiswa di tahun pertamaku kuliah. Tapi aku sudah bertekad untuk memburu beasiswa di semester 3 nanti. Kampusku sangat besar, aku bahkan tak percaya bisa masuk ke sana. Exodus University. Itu kampus terbaik di kota ini.
Aku hidup tenang di kampusku. Aku punya seorang teman dekat, Kim Jongdae kau bisa memanggilnya Chen, wajahnya jelek -Oh, betapa frontalnya aku- dan aku sering menyebutnya 'ducky' kapanpun saat aku marah. Waktu luangku kuhabiskan untuk kerja part time di sebuah restauran Italia. Aku sudah kerja hampir setahun dan aku merasa nyaman di sana. Aku tak pernah bertemu pemilik restauran itu, dia orang yang sibuk kurasa.
Hari ini hari rabu wage, harusnya kucatat dan kujadikan pengingat betapa rabu wage adalah hari sial dalam hidupku. Aku membacanya dari primbon, awalnya aku tak percaya saat si Ducky Chen menunjukkannya padaku, tapi saat aku membuktikannya sendiri. Aku mulai percaya. Rabu wage hari sialku. Why? Karena hari ini aku bertemu seorang pemuda nyentrik. Dia anak komisaris kampusku, dia tampan, kaya, dan sombong. Alasan sempurna bagiku untuk menjauh darinya. Tapi si Nyentrik dari Jerman itu mulai memburuku.
Dan dari sinilah awal perubahan hidupku.
.
.
.
RAMSHACKLE FLAT
StoryIvyluppin
Pair : ChanBaek
Warning: Yaoi, BL, AU, OOC, and many kinda
Summary: Baekhyun pemuda miskin dan mandiri terpaksa menampung Chanyeol, pemuda sombong dan manipulative di apartemen bobroknya karena sesuatu. Mampukah ia bertahan di bawah jajahan Chanyeol?/"Tapi dari semua itu mengapa ia selalu dan selalu menggangguku?"/"Baekhyun, I woof you..."/CHANBAEK/BL.
.
.
Chapter 1
.
.
.
Baekhyun Pov.
Hari ini kegiatan kampus dimulai pukul delapan pagi dan hebatnya aku terlambat dua jam. Sejujurnya amat memalukan karena harus diusir oleh dosen saat aku akan memasuki kelas bahasa Inggris. Semua orang menatap padaku, sial, memang mereka kira aku tontonan gratis? Aku mengumpat menuju perpustakaan dan membaca koran hari ini dalam bahasa inggris. Daily News. Tak banyak yang bisa kumengerti, astaga sedikit sekali kosa kataku. Jadi di samping koran yang kubaca aku sudah menyiapkan sebuah kamus bahasa inggris super tebal. Dan selama satu jam aku hanya menghabiskan 5-6 paragraf. Lebih banyak waktu yang terbuang untuk membuka kamus. Kukatakan pada diriku sendiri bahwa setidaknya aku telah berusaha. Setidaknya beginilah caraku untuk menebus kesalahanku jika aku telat masuk kelas. Aku akan belajar sendiri di perpustakaan, aku sungguh tak ingin menyia-nyiakan uang yang kucari sendiri untuk membiayai kuliahku.
Semester depan aku berencana mengambil cuti. Aku tak punya cukup uang untuk membiayai 2 semester sekaligus. Ingat, aku miskin. Tapi jangan lupa jika aku pede. Bukankah dahsyat jika aku mahasiswa tahun pertama yang berani mengambil cuti satu semester sekaligus? Mau bagaimana lagi? Aku janji setelah aku menyelesaikan semester 2 aku akan cari beasiswa sehingga aku tak perlu ambil cuti sepanjang itu.
Aku mengambil jurusan tataboga, entah apa yang membuatku akhirnya mengambil jurusan ini. Tapi jujur saja jika aku tertarik dengan masak memasak terlebih ketika aku bekerja di sebuah restauran Italia. Mungkin suatu saat aku akan mendirikan restauranku sendiri. Kalian, doakan aku ya!#Shiners langsung gelar pengajian…
"Bacon, kau disini?" seseorang dengan suaranya yang angkuh terdengar dari balik punggungku.
"Mau apa kau?" tanyaku sinis.
"Mengganggumu pastinya. Hari ini kau tampak lusuh, well, aku tahu kau miskin, tapi kau tak perlu memperlihatkannya sampai seperti itu." Cengir Chanyeol.
"KAU! Berhentilah menghinaku telinga Dobi." Emosiku mulai tersulut dan itu justru membuat Chanyeol tersenyum senang. Melihat pemuda di depannya marah sungguh sebuah hiburan.
"Mustahil, kau punya banyak hal yang bisa ku ejek, sayang." Chanyeol mendekat dan duduk tepat di samping ku yang memandangnya kesal.
Cepat-cepat aku berdiri dan menyingkir sejauh mungkin dari si Evil stalker yang hampir selalu membayang-bayangi hidupku di kampus sejak pemuda itu datang kemari. Sebenarnya ada banyak hal yang mungkin bisa pemuda itu lakukan selain menggangguku. Dengan kekayaannya dan ketenarannya ia bisa saja berkencan dengan semua wanita cantik di kampusku secara bergilir. Ia bisa saja bersenang-senang dan menghabiskan uang jajannya untuk melakukan hal-hal gila. Tapi dari semua itu mengapa ia selalu dan selalu menggangguku?
.
.
Flashback.
Aku sedang berjalan menuju Cafetaria dengan Chen saat beberapa orang berlari di sekitar terotoar depan Gedung Rektorat nan megah dan menabrak kami. Mereka –yang lebih banyak kaum hawa- memacu kencang langkah kakinya. Aku bersumpah wajah mereka terlihat seperti singa-singa betina yang kesetanan, memang ada apa hari ini? Kesurupan massal? Seingatku tukang kebun tidak menebang pohon apapun di kampus.
"Kenapa mereka?" tanyaku pada Chen.
Chen tak menjawab, ia hanya memandangku dan mengendikkan bahu dengan kedua alisnya yang terangkat.
Kami melangkah kembali menuju Cafetaria sambil berbincang mengenai praktikum tadi. Sepanjang jalan Chen terus saja berkicau tentang bagaimana kesalnya ia mendapatkan nilai 'b-' dalam membuat white saus dan aku diam-diam menggumamkan kata 'idiot' untuknya.
Cafetaria lebih sepi dari biasanya, lebih banyak orang yang duduk disini adalah laki-laki, mereka menikmati santap siangnya dengan berbicara satu sama lain, memainkan gadget atau merokok sambil memandang beberapa gadis yang berlalu-lalang menuju gazebo atau tempat santai lainnya dengan setumpuk buku yang mereka dekap di dadanya.
Aku dan Chen mengambil tempat di deretan paling belakang pojok dan kami segera menyamankan diri di sana.
"Kau pesan apa Baek?" tanyanya padaku.
"Ramen." Jawabku singkat.
"Aa, aku juga akan memesan ramen...tunggu di sini, akanku pesankan untuk kita." Ujar Chen saat ia bangkit dan berjalan ke arah kios ramen.
Belum lama Chen pergi memesan makanan, aku melihat pintu dengan wajah terkejut. Para wanita yang kulihat seperti orang kesetanan di depan jalan menuju rektorat tadi tiba-tiba bergerombol masuk ke dalam kantin dengan teriakan histeris mereka. Kali ini aku sudah tidak mengira mereka seperti orang kesurupan, aku lebih mengira jika para gadis-gadis itu sedang berorasi.
Dalam waktu kurang dari 5 menit, keadaan kantin berubah 180 derajat menjadi ramai dan sesak. Semua bangku yang tadi kulihat kosong tiba-tiba penuh dengan tatapan berbinar para gadis yang tenggah duduk di sana. Sebenarnya ada apa ini?
Aku masih terus bertanya-tanya hingga beberapa pria terlihat di tenggah gerombolan gadis yang seperti hewan gembala di padang rumput Afrika. Pria-pria itu menampakkan wajah super datar, tapi ada dari mereka yang menebar senyum. Oh, betapa murah senyumnya hingga ditebar-tebarkan kepada khalayak. Mereka terlihat berjalan menuju sebuah bangku yang terlihat sudah di persiapkan oleh gadis-gadis untuk mereka duduki, tunggu sebentar...sebenarnya mereka itu siapa? Meski Mahasiswa di Universitas ini jumlahnya ribuan tapi aku tidak pernah melihat orang-orang macam mereka berkeliaran di kampus. Apa ini siklus 50 tahunan dimana akan datang pemuda-pemuda 'meteor garden' yang akan membuat para gadis seperti gila karena hujaman pesonanya?. Entahlah, aku tak acuh pada mereka setelah melihat Chen membawa nampan berisi dua mangkuk ramen di tangannya, aku tersenyum cerah ke arahnya, tepatnya ke arah ramennya meski Chen mengira aku tersenyum padanya. Kulihat dari tempat dudukku Chen kesulitan melangkah, beberapa orang menyenggol bahunya dan beberapa kali ia hampir kehilangan pegangannya pada nampan. Aku melihatnya sambil berharap-harap cemas akan keadaan ramenku.
Ya amplop, kecemasanku menjadi kenyataan. Chen benar-benar kehilangan pegangannya pada nampan dan ramennya jatuh.
PRAAANK...
Suasana kantin tiba-tiba menyerupai kuburan, sunyi sepi mencekam. Kulihat Chen memandang horror ke depan, mangkuk ramennya pecah dan kuahnya membasahi baju salah seorang pria di tengah gerombolan gadis-gadis gila tadi.
Pria itu memandang -dengan tatapan yang tidak bisa kuartikan- ke arah Chen. 'Mati kau ducky' batinku cemas.
"Suho, hari pertamamu di sini disambut dengan tumpahan kuah murah oleh junior ingusan...lihat wajahmu Tuan Kim, kau pasti sangat kesal...baiklah silahkan habisi bocah ini." Seorang pria lain berambut merah menepuk pundak pemuda yang dipanggil Suho sebelum ia dan 2 orang teman di belakangnya melangkah ke sebuah bangku dan duduk.
Chen masih berdiri dengan wajah menunduk sedangkan pria di depannya masih diam sambil memperhatikan betapa kotor pakaiannya kini. Astaga, apa yang sebenarnya telah dilakukan Chen, dia bisa celaka. Sebelum pria itu berbicara pada Chen, aku bangkit dari tempat dudukku dan melangkah tergesa menuju ke arah dua orang laki-laki yang masih sama-sama diam. Aku mengeluarkan sapu tangan dan mengelap pakaian pria tersebut dengan tergesa.
"Maafkan temanku, sunbaenim, ia memang ceroboh. Maafkan dia, tolong maafkan dia." Aku melirik ke arah Chen yang menatapku dengan wajah terkejut, aku memberinya isyarat untuk melakukan hal yang sama. Chen cepat-cepat meminta maaf dan membantu membersihkan pakaian pria yang masih diam seperti patung.
"Hentikan."
"Eh?" aku mendongak dan menatapnya.
"Sudah hentikan, lupakan saja. Kau tidak sengaja kan? Aku memaafkanmu kali ini." Ujarnya datar sembari memegang pergelangan tangan Chen yang tengah mengelap pakaiannya dengan tangan gemetar. Kami berdua menoleh satu sama lain dan memandang sunbaenim di depan kami dengan wajah tak percaya.
"Sunbaenim." Ujar Chen.
"Pergilah!" ujar sunbae bernama Kim Suho tersebut.
Kami mengangguk dan aku melihat beberapa orang di Cafetaria yang nampak kecewa dengan keputusan Suho sunbae. Saat kami hendak pergi, tiba-tiba seseorang berujar dengan lantang dan menghentikan langkah kami.
"Yah! Suho, kau gila melepaskan mereka?" seseorang melangkah mendekati kami. Ia pria berambut merah tadi. Wajahnya terlihat kesal.
"Aku tidak suka memperpanjang masalah dan panggil aku hyung, Park Chanyeol, aku lebih tua darimu." Ujar Suho.
"Ada apa denganmu?" tanya pria bernama Chanyeol.
"Sudahlah Park, ini urusanku dan bagiku ini sudah selesai." Chanyeol sunbaenim nampak tidak terima, ia memicingkan matanya.
Chen dan aku menatap mereka sebelum melangkah hendak meninggalkan area laga err maksudku tempat kejadian perkara. Sebelum...
"Mau kemana kau bocah?" ia menghentikan langkahku dengan menarik kerah bajuku.
"Pergi, bukankah sunbae ini berkata masalahnya sudah selesai?" jawabku.
Chanyeol menyeringai "Masalahnya dengan temanmu memang sudah selesai...tapi masalahmu denganku belum."
"Heeh? Aku salah apa sunbae? Aku hanya membantu temanku yang terkena masalah." Ujarku bingung.
"Aku juga sedang membantu temanku yang terkena masalah. Dan sebagai temannya, aku tidak terima." Ia kembali menyeringai.
Aku mengedipkan mataku berkali-kali, menyadari ada firasat buruk, aku lantas memandangnya dengan wajah pucat seperti penderita muntaber. Aku tidak percaya jika orang ini bersifat friendship, yang kulihat dimatanya bukan karena ia ingin membela temannya, tapi lebih karena orang semacam dirinya menyukai perkara.
.
.
Flashback end
Dan sejak saat itu ia terus menganggangguku, entah dengan cara menghinaku, mengikutiku, mengejekku, mempermalukanku, menggangguku, menghinaku, mengikutiku, mengejekku, mempermalukanku, menggangguku, menghinaku, mengikutiku, mengejekku, mempermalukanku, menggangguku, Oh sudah berapa kali aku menyebutkan hal yang sama tadi? Aaa~, yang jelas Tuan telinga Dobi itu mengusik ketenangan hidupku dengan melakukan hal-hal serabutan yang intinya akan membuatku kesal. Apa ini yang disebut 'dibully' oleh senior? Saat ospek saja para seniorku di fakultas tidak pernah memperlakukan junior macam diriku begini buruk.
Pada bulan pertama aku dibully oleh Park Chanyeol, saat itu aku berharap bisa melaporkan masalah yang menimpaku ini ke pihak kesiswaan di gedung rektorat atau pada Jajaran dewan eksekutif mahasiswa, tapi sayangnya sebuah kenyataan bengis menimpaku. Meskipun aku lapor ke Bapak Rektor sekali pun, tidak akan berdampak, kalian tahu kenapa? Karena dia –Park Chanyeol- adalah anak tunggal dari komisaris Kampus. Matilah aku. Umma appa, kenapa kalian meninggalkanku di muka bumi ini sendirian, ajaklah aku ke surga bersama kalian...atau setidaknya memohonlah pada Tuhan untuk mengirimkanku malaikat dari surga bukannya setan dari neraka seperti Park Chanyeol.
.
.
.
End of Baekhyun POV.
Mansion Park.
"Tuang muda, Tuan besar berpesan pada saya agar setelah kuliah selesai anda diharapkan cepat pulang. Tuan besar tidak suka jika anda keluyuran." Ujar ketua pelayan Kim.
"Jadi pria tua itu lebih suka jika aku menjadi mahasiswa kupu-kupu? Apa dia tidak pernah muda? Cih, dimana dia sekarang?" ujar Park Chanyeol menghentikan acara makan siangnya.
"Tuan besar saat ini sedang berada di New York, ada beberapa hal yang harus beliau tangani di sana."
"Dia bahkan tidak pernah berada di rumah 24 jam dan sekarang ia menyuruhku untuk cepat pulang? Enak saja. Aku datang dari Jerman kemari bukan untuk menjadi penjaga Mansion kosong ini, aku kemari hanya karena wasiat ibuku."
"Tuan muda, tapi..."
"Aku selesai, sampai jumpa Pak Kim, aku tidak akan pulang hari ini." Ujar Chanyeol dengan santainya sambil melambaikan tangan.
Kepala pelayan Kim menggelengkan kepala lalu mendesah. Banyak hal berubah di rumah ini sejak nyonya besar meninggal. Mansion ini hanya seperti tempat singgah, pemiliknya jarang berada di tempat. Pada awalnya ketika kepala pelayan Kim tahu bahwa tuan mudanya –Park Chanyeol- akan melanjutkan kuliah di Korea ia merasa senang, setidaknya rumah ini akan ceria seperti saat mendiang Nyonya Park masih hidup, tapi nyatanya baik Chanyeol dan Tuang Park Minho sama-sama menyibukkan dirinya masing-masing. Hubungan ayah dan anak di antara mereka menjadi renggang dan dingin.
"Nyonya...saya harus bagaimana?" bisik kepala pelayan Kim sambil melihat meja makan dengan wajah merenung.
.
.
:: Ramshakle Flat ::
.
.
Chanyeol memacu spidometer mobilnya dengan kecepatan sinting. Para pengemudi di jalan raya lainnya memberinya umpatan karena cara menyetirnya yang ugal-ugalan. Yah! Park Chanyeol, memang dirimu saja yang membayar pajak hingga kau bisa memakai jalan raya seenak jidadmu.
Siang itu Park Chanyeol menemui teman-temannya di sebuah caffe tempat markas mereka. Genk-genk anak tajir.
"Chanyeol, kudengar sepupumu menjadi Presiden eksekutif mahasiswa dan ketua dewan kongres fakultas. Dia lumayan juga." Ujar Kyungsoo setelah meletakkan secangkir kopinya dengan gerakan anggun.
"Apa peduliku padanya." Ujar Chanyeol malas.
"Aku heran kenapa tiba-tiba kau memutuskan untuk melanjutkan kuliah di sini, apa hidup di Jerman kurang memuaskanmu?" tanya Kyungsoo.
"..." tak ada tanggapan dari Chanyeol. Wajahnya merenung melihat ke luar jendela besar meski alisnya bergerak menandakan ia terganggu.
"Apa kau masih mengerjai bocah miskin itu, aaa...siapa namanya?...Baek..Baekhyun? ya Baekhyun, Byun Baekhyun." Tanya Kyungsoo kembali.
"Apa kau tidak bosan mengerjainya? Ia terlihat frustasi." Tambah Kyungsoo cepat-cepat.
"SHUT THE HELL UP OR I GONNA STITCH YER FUCKIN' MOUTH, DO KYUNGSOO." Hardik Chanyeol.
Kyungsoo bergidik ngeri, ia meletakkan cangkir kopinya dengan suara 'tak' keras lalu mencari perlindungan pada Kai.
"Yah! Jaga mulutmu Park, kau menakuti kekasihku." Bentak Kai.
"Cih, berhenti bersikap lovely dokky, dasar kalian gay sialan." Cemooh Chanyeol.
"Apa kau bilang?" emosi Kai mulai tersulut.
"Bagus, sekarang kau jadi tuli heh? Kim Jongin." Chanyeol masih duduk dengan santai sambil melihat Kai yang berdiri menatapnya dengan wajah gusar.
"PARK CHANYEOL, KAU-" Kai berteriak dan hendak maju memberikan beberapa tonjokkan untuk Chanyeol sebelum sebuah tangan menghadang langkahnya.
"Tahan emosimu, si Brengsek ini tidak akan mempan dengan teriakan atau pukulan." Ujar Suho, Kai memandang Suho lalu sedetik kemudian ia menampakkan wajah kesal meski emosinya terlihat mereda.
"Hyung, aku hampir gila menghadapinya." Kai kembali duduk dengan memegang pangkal hidungnya sedangkan Kyungsoo membisikkan kata-kata penenang di telingannya.
Chanyeol memandang risih ke arah mereka. Hal ini sering terjadi dan hebatnya Suho selalu menjadi pawang dari kemarahan orang-orang kecuali kemarahan Chanyeol, tak ada orang yang mampu mengendalikan sikap liarnya.
Suho menghela nafas berat sebelum ia berujar "Jadi malam ini kau akan menginap di mana? Di hotel? Kau bisa menginap di rumahku." Ujar Chanyeol.
"Aku belum memikirkannya." Ujar Chanyeol sambil melirik pada Suho.
"Kabur dari rumah? Jangan kekanakan Chanyeol." Timpal Kyungsoo.
"Aku bukan kau yang selalu menempel pada ibumu." Jawab Chanyeol ringan dibalas dengan dengusan Kyungsoo.
Chanyeol kembali tenggelam dalam secangkir americano miliknya serta pemandangan luar jendela. Namun ketika sepasang mata dusky miliknya menatap sosok seseorang di seberang jalan. Ia nampak berfikir sejenak, tak lama kemudian Chanyeol menyeringai senang.
"Aa, kurasa aku telah menemukan dimana aku harus menginap malam ini. Ah tidak, bukan hanya malam ini, tapi untuk beberapa waktu ke depan, kurasa." Ujar Chanyeol sambil mengetik beberapa nomer dalam smarthphone miliknya lantas berbicara pada seseorang di seberang sana. Baik Suho, Kyungsoo, dan Kai memandang bingung ke arah Chanyeol. Dalam pikiran mereka bertiga setidaknya tercetus pemikiran semacam ini 'apa lagi yang direncanakan si Evil ini, sebenarnya apa saja yang ada dalam otak besarnya itu?'.
.
.
.
Baekhyun menuntun sepedanya melintasi jejeran toko yang padat, sesekali ia akan melihat-lihat beberapa barang bagus yang dipajang di etalase-etalase toko. Hari ini ia pulang lebih awal dari kerja part timenya di restauran Italia. Ini baik karena Baekhyun sudah merasa terlalu lelah hari ini. Semalam ia mengerjakan laporan praktikum hingga jam 2 malam lalu tidur dan bangun jam 6 untuk persiapan bekerja, syukurlah hari ini tidak ada jadwal kuliah.
Baekhyun mengeratkan jaketnya dan menuntun sepedanya di antara lalu lalang orang-orang hingga ia mendengar teriakan beberapa orang yang di depan sana. Baekhyun merasa penasaran jadi ia menuntun sepedanya lebih dekat pada sumber teriakan. Matanya mendelik saat melihat beberapa orang pria bergerombol dan terlihat memukuli seseorang. Ya, astaga! Ada apa ini sebenarnya?
Beberapa wanita yang berteriak histeris menimbulkan suasana yang semakin rumit. Baekhyun melompat-lompat diantara kerumunan orang-orang untuk melihat siapa aktor utama yang tengah dipukul habis-habisan. Ia menerobos melalui celah sempit. Dan ketika matanya menangkap siluet seseorang yang familiar, Baekhyun membekap mulutnya. Astaga! Park Chanyeol.
Entah sadar atau tidak, Baekhyun mendorong sekuat tenaga gerombolan orang-orang dan masuk ke arena laga. Ia lantas berteriak.
"Yah! Preman brengsek. Apa yang kalian lakukan pada namja ini, heh? Lima lawan satu? Apa kalian tidak pernah sekolah? Itu tidak adil bodoh." Suara lantang milik Baekhyun membuat lima namja yang ia teriaki berhenti. Baekhyun masih merentangkan tangannya di depan Chanyeol seakan-akan hendak melindungi namja itu.
"Anak perempuan sepertimu lebih baik menyingkir, ini urusan kami dengan dia." Ujar salah satu dari mereka.
"Tidak bisa! Dan apa kalian buta? Aku namja bukan yeoja, dasar amatir." ujar Baekhyun.
"Cih, kau mau mati ya nona?" hardik mereka.
Pluk..
Baekhyun merasakan sebuah tangan yang besar hinggap di kepalanya lalu menggeser tubuhnya ke samping.
"Kau tidak dengar kata mereka? Menyingkirlah kau dasar lemah." Ujar Chanyeol sambil memandangnya bosan.
"Yah! Seharusnya kau berterima kasih padaku dasar Park brengsek."
Chanyeol tidak menjawab, ia maju dan mulai melawan mereka semua satu per satu dengan gerakan tangkas. Baekhyun tidak bisa menutupi wajah terpukaunya saat melihat betapa hebatnya Chanyeol dalam berkelahi. Di depannya Chanyeol terlihat meliar dengan semua pukulan-pukulan menyakitkan miliknya. Dan tak lama kemudian para preman itu kabur dengan mengumpat ke arahnya.
Baekhyun masih terpaku bahkan saat Chanyeol membalikkan punggungnya dan memandang ke arahnya.
"Kau tak apa Sunbaenim?" tanya Baekhyun ragu. Ia melihat ada yang tidak beres dengan Chanyeol.
Chanyeol tersenyum sambil melangkah terhuyung mendekati Baekhyun.
"Semua ini benar-benar merepotkan...aku lelah sekali." Ujar Chanyeol.
Bruk...
Baekhyun melotot tak percaya saat Chanyeol tiba-tiba ambruk di bahunya. Aigoo! Si Telinga Dobi Chanyeol tidak tahu diri sekali, apa dia tidak berpikir jika badannya berat?
"Yah! Sunbae, jangan tidur di sini?" teriaknya.
Orang-orang yang bergerombol mulai berhamburan satu persatu menjauhi dirinya hingga keadaan kembali normal seperti semula. Baekhyun di dera rasa bingung setengah mati. Apa yang harus ia lakukan pada mayat Chanyeol? Ah tidak Chanyeol masih hidup, bahkan Baekhyun bersumpah ia bisa mendengar dengkuran halus namja itu.
"Telinga Dobi, jangan tidur di sini? Tidur di kasurmu sana." Ujar Baekhyun sambil menepuk punggung Chanyeol. Di lihat dari jauh mereka nampak sepeti berpelukan.
"Cih, menyebalkan. Sial sekali aku hari ini." Baekhyun lantas menuntun Chanyeol ke arah sepedanya. Entah bagaimana sekarang Baekhyun telah menaiki sepedanya dengan Chanyeol yang tertidur di tempat duduk belakang sambil merangkul pinggang Baekhyun dengan erat.
"Si Brengsek ini benar-benar berat." Umpat Baekhyun.
Dan tanpa diketahui oleh Baekhyun. Ternyata Tuan Muda Park kita yang tampan ini tidak benar-benar tidur. Kini ia menyeringai senang, rencananya telah berhasil sukses. Dua hal yang ia dapatkan, pertama tumpangan tidur dan yang kedua ia berhasil mengerjai Baekhyun lagi seperti biasa. Hidup terasa indah bagi Park Chanyeol sekarang.
'Sial, ini perasaanku saja atau memang si Miskin ini punya pinggang yang langsing?' ujar Chanyeol dengan memandang tubuh Baekhyun yang tengah bersusah payah menggoes sepedanya menuju flat miliknya.
.
.
Dari kejauhan tepatnya masih di dalam Caffe. Tiga orang namja –Suho, Kai, dan Kyungsoo- menggeleng-gelengkan kepala melihat kejadian yang baru saja terjadi di seberang jalan depan Caffe tempat mereka berada. Mereka tidak habis pikir pada Chanyeol, otaknya selalu berputar cepat untuk ide-ide gila semacam tadi.
Jadi ini yang dimaksud Chanyeol dengan 'tumpangan tempat tinggal yang telah ia pikirkan'. Park Chanyeol menolak -secara tidak langsung- tawaran Suho untuk menginap di tempatnya dan sekarang dirinya lebih memilih memainkan drama action murah dengan membiarkan dirinya dihajar oleh orang-orang suruhannya di depan namja miskin bernama Byun Baekhyun demi tempat tinggal.
"Hyung, apa dia benar-benar berencana tinggal dengan namja Byun itu?" tanya Kai pada Suho.
"Entahlah, Baekhyun pasti akan mengusirnya. Bukankah namja Byun itu menganggap Chanyeol musuhnya?" ujar Suho.
Suasana hening sejenak sebelum Kyungsoo berujar dengan suara bergetar.
"Ingat sesuatu tentang Park Chanyeol? Apa yang ia inginkan pasti ia dapatkan...sial, bocah Byun itu dalam bahaya hyung." Ujar Kyungsoo sambil memandang horror dua orang namja di depannya.
Lalu serentak mereka menatap mantel Chanyeol yang ia tinggalkan di kursinya dengan meneguk ludah.
.
.
.
tbc
Aku sangat ingin mem-remake fanfic yang pernah kubuat sebelumnya (sebelumnya Kyumin) ini disela stress-nya skripsi. Semoga kalian suka.
Akan kulanjutkan jika fanfic ini mendapat tanggapan baik, oleh karena itu dengan kerendahan hati, tolong tinggalkan review kalian agar aku tahu apa yang bisa kulakukan ke depan nanti.
*Klo ada typo, maafin gue*
See you
-with love Ivyluppin-