STALK

Ingin tes kewarasan?

Maka berkenalanlah dengan dia yang membuatmu seperti orang gila, menghempas logika.

Dia yang kau sebut cinta.

Hari ini, Tetsuya mengikutinya lagi. Lagi dan lagi setiap hari. Parahnya, hal ini dimulai saat mereka baru bertemu untuk pertama kali. Awalnya Tetsuya tak tahu dengan apa yang tengah dia rasa. Dari yang kagum, menjadi rasa yang berdentum dalam dada. Lalu tangannya gemetar hanya karena mereka tak sengaja berbicara.

Dulunya, Tetsuya merasa aneh dan membuatnya mengadu pada sang kakak. Namun, yang didapat Tetsuya malah ceramah tentang dirinya harus mengutamakan sekolah daripada berpikir tentang nikah.

Dan boro-boro paham, Tetsuya malah sama sekali tak mengerti dengan apa yang dibicarakan.

Lalu, dengan merelakan sehari tanpa vanilla milkshake kesayangan, Tetsuya membeli buku yang berkaitan dengan apa yang tengah dia rasakan.

Hasilnya, Kuroko Tetsuya fiks mengalami penyakit yang menjangkit pada setiap relung jaman. Yang membuat orang kadang kehilangan kewarasan. Yang membuat orang blingsatan layaknya kena ayan saat melihat target incaran. Nama kerennya, kasmaran.

Disclaimer :

Kuroko No Basuke by Fujimaki Tadatoshi

Original Story by Gigi

Main Character :

Kuroko Tetsuya

Akashi Seijuro

Warning :

T

AKAKURO

Shounen Ai

Romance&Fluff

Out of character

Belokan sebelum ruangan OSIS berada, dan disanalah Tetsuya sekarang. Memandang sang pujaan, lewat dua kacamata bundarnya. Tak terlihat cupu, namun malah membuat Tetsuya terlihat menggemaskan saja.

Hari ini dia datang, dengan muka yang datar, namun mengeluarkan aura ketampanan. Di sekolahnya, banyak pria tampan. Bahkan, Kise Ryota yang kadang memeluknya tiba-tiba, adalah seorang model terkenal dimana-mana.

Namun Akashi, laki-laki yang dikaguminya, berbeda. Dia tampan, namun lebih dari itu, ada aura yang menarik bagi Tetsuya. Yang membuatnya ingin terus berada dekat meski tak mampu memilikinya.

"Apa kau ada keperluan?"

Dan entah mengapa Tetsuya bisa melihat wajah Akashi semakin terasa dekat. Eh?

Tersadar akan lamunan, Tetsuya melihat sekitar. Lalu melihat Akashi yang kini tengah memandangnya dengan pandangan yang tak mampu Tetsuya artikan. Ya Tuhan, Tetsuya ingin sekali sembunyi dalam lubang. Ternyata tanpa sadar, dirinya kini tengah berdiri didepan ruangan.

Tetsuya menggeleng, "Tidak."

"Lalu kenapa kemari?"

"Bukan apa-apa, Akashi-kun."

"Kau tahu namaku?"

"A-Akashi-kun ketua OSIS disini, semua mengenalmu."

"Benarkah? Jadi tentu kau tahu kalau ini ruang OSIS."

"Aku kira ini kamar mandi."

Jawaban macam apa itu! Tetsuya ingin sekali memukul kepalanya sendiri.

"Kau anak baru?"

"Tidak. Permisi, maaf mengganggu."

Dan ditengah pelarian, Tetsuya bisa merasakan dadanya yang seolah akan meledak dan berantakan. Detakannya mengguncang. Bibir bawah digigit kuat, seraya merutuk sebuah penyesalan.

Kenapa? Kenapa dirinya bahkan tak sanggup bicara?

Sore itu, Tetsuya baru saja pulang dari latihan. Matahari tengah berarak tenggelam, lalu menarik bulan menerangi warna langit menjadi malam. Sekolahnya sudah sepi. Tentu saja, lagipula siapa yang mau berada disini sendiri ditemani sunyi?

'Akashi-kun pasti sudah pulang.'

Padahal hari ini adalah akhir pecan, besok, sekolah diliburkan. Kepala biru mengadah, tak dipungkiri ada sepercik rasa lelah. Kalau tak ingat punya rumah, Tetsuya pasti memilih langsung rebah.

"Kenapa kau ada disini malam-malam?"

"Baru saja selesai lat-"

Ya Tuhan, apa yang tengah Tetsuya lakukan hingga Kau ganjar dengan kebaikan?

"Lat?"

"Latihan. Akashi-kun sendiri?"

"Patroli." Mata heterokrom melihat keatas bawah, "Dan cepatlah pulang sebelum kau pingsan,"

Kalau telinga normal yang mendengar, tentu saja akan tertangkap nada penuh kesinisan. Namun, bagi Tetsuya, rasanya sudah seperti nada kekhawatiran.

"Terimakasih-"

"-dan menyusahkan."

Tetsuya manyun, mencoba bersikap unyu bagai shoujo manga yang pernah dia baca, meski hasilnya pasti mengerikan.

Besoknya, entah apa kebaikan yang Tetsuya tebar, kini sang pujaan ada didepan kelasnya. Lalu dengan sekuat pesona, Tetsuya seolah-olah lewat, tapi sama sekali tak ditatap.

Tetsuya kuat. Tetsuya kuat.

"Apa kau kurang kerjaan?"

"Eh?"

"Kau lewat berkali-kali didepanku tanpa tujuan."

"Apa aku mengganggu Akashi-kun?"

"Mengganggu pemandangan."

"Ma-maaf."

Tetsuya mencoba tersenyum dalam kikuk. Tentu saja mengganggu.

"Kau longgar?"

"Apa?"

"Tetsuya, kau luang?"

"Akashi-kun tahu namaku?"

"Aku masih bisa membaca, Tetsuya." Ujar Akashi sambil menunjuk badge depan seragam yang tertulis nama siswa.

"A-ah, tentu saja."

"Kalau kau luang, aku ingin kau membantuku."

Mimpi apa Tetsuya semalam!

"Bantu apa?"

"Kau suka membaca?"

Tetsuya mengangguk, "Akashi-kun tahu?"

"Aku hanya menebak," Tetsuya tersenyum kikuk mendengar jawaban Akashi, "Kemarilah,"

Tetsuya mendekat, seraya menekan dadanya agar tak meledak, "Apa yang bisa aku bantu?"

"Aku ingin kau mengecek…"

Ah, Tetsuya tak mendengar suara itu lagi. Melihat Akashi dari dekat membuat indera pendengarnya mendadak tuli. Otaknya sibuk merekam pemandangan indah yang entah kapan bisa dia dapatkan nanti.

Hubungan Akashi dan Tetsuya memang tak bisa dikatakan dekat. Namun, kalau dibanding 2 tahun menjadi stalker Akashi, Tetsuya mengalami peningkatan pesat. Mereka bisa dibilang teman.

Yah, teman.

Hanya teman.

Dan hari ini, Tetsuya berniat mengungkapkan rasa yang terpendam. Yang terdalam.

Langkah kaki dipacu, antara pelan dan ingin lari menuju kesayangan. Antara ragu dan keyakinan. Kalau tidak sekarang, kapan lagi bisa diucapkan. Setangkup doa diucap, Tetsuya hanya ingin rasanya sampai. Meski bukan memiliki, tapi disimpan begini lebih menyakiti.

Hanya satu tempat yang Tetsuya tuju, tempat dimana dia tahu sang pujaan menghabiskan waktu dari bertahun-tahun menjadi penguntit kelas satu.

Dan..

Tetsuya ingin menangis, disaat semua bahagia tentang kelulusan yang akhirnya datang, tapi dirinya malah berakhir menyedihkan. Cinta pertamanya lepas. Tetsuya tak berharap lebih. Dia tahu bahwa dirinya hanyalah debu bagi seorang Akashi. Melihatnya saja tak apa, Tetsuya sudah bahagia.

Oke, ini memang terdengar munafik. Tentu saja, Tetsuya berharap mereka bisa dekat, atau harapan yang paling tinggi, Akashi membalas perasaannya. Namun semua kandas saat matanya melihat bagaimana tangan Akashi bertautan, lalu bagaimana mereka membagi senyuman, dan semuanya terasa jelas.

"Tetsuya, kau-"

Bahkan, nada suara yang biasanya membuat Tetsuya bahagia hanya dengan mendengarnya, tak mampu menghilangkan sakit atas patah hatinya. Bibirnya kelu, tak mampu bicara.

"Tetsuya!"

Dan Tetsuya memilih balik badan. Dirinya tak punya kesempatan. Akashi akan pindah keluar negeri untuk melanjutkan pendidikan dan sudah punya seseorang.

Punya seseorang.

Tetsuya menghela nafas yang entah keberapa, 3 Tahun menanggung rasa, namun hanya bertepuk sebelah tangan. Menyedihkan. Padahal, ketika mereka sudah saling bicara, meski belum terlalu banyak, tapi Tetsuya berharap, ini akan menjadi awalan.

Namun..

Ah, dirinya terlalu banyak berkhayal.

Kalau kadar tingkat kehidupan bisa diukur, mungkin milik Tetsuya hanya mencapai angka 45. Tadi malam, layaknya orang yang terkena masalah berat, Tetsuya ingin mencoba meneguk minuman penghilang beban. Namun, ketika ingat bahwa minum sake dilarang orangtuanya, apalagi Tetsuya belum cukup umur juga, dirinya banting arah menuju majiba. Memesan Vanilla Milkshake sebanyak yang dia bisa. Tetsuya ingin mabuk melupakan segalanya. Tapi Vanilla Milkshake hanya membuatnya naik ke angka 63. Jika saja, cintanya terbalaskan, akankah semua menjadi sempurna?

Akashi yang brilian. Lupakan.

Akashi yang tampan. Lupakan.

Akashi yang mengaggumkan. Lupakan.

Semua tentang Akashi- Semua? Jangan bercanda, bahkan interaksi mereka terlampau biasa saja.

Tetsuya tak tahu. Tak mau mengerti tentang itu. Lalu dengan seiring datangnya uapan, Tetsuya tenggelam dalam dekapan malam, diiringi sebuah butiran air mata lolos dari kelopak kanan.

Saat kesadaran kembali, Tetsuya tahu kalau ini sudah pagi. Tapi matanya enggan membuka kembali. Tak mau teringat berbagai potongan gambar tentang ingatan yang menyayat hati. Lagipula, entah mengapa, kasurnya terasa empuk sekali.

Uapan pertama datang. Tetsuya mengucek matanya pelan-pelan. Namun menolak datangnya kesadaran.

Uapan kedua, kali ini dengan mengulet merenggangkan kedua tangan. Untuk orang yang sedang mengalami patah hati tingkat tinggi, tidur Tetsuya terasa nyenyak sekali.

Uapan ketiga, dan Tetsuya tak lagi menolak kesadarannya. Mata terbuka, lalu meneliti keadaan.

Mengapa kamarnya terlihat besar sekali? Apa tidur nyenyak mengecilkan badan?

Bau ini, aneh, tapi nyaman.

Lalu kasurnya. Setahu Tetsuya, kasurnya bukan beludru mewah.

Selimutnya bukan juga terbuat dari lembaran kain paling mahal.

Ini dimana?

Segera saja, Tetsuya merenggut paksa kesadarannya. Tak peduli pusing yang menyerang kepala. Ini bukan kamarnya. Lalu siapa yang membawa Tetsuya?

Dan saat panik mendera, Tetsuya menemukan sebuah note yang berada di atas meja.

Tetsuya,

Kau sudah bangun? Bagaimana tidurmu? Nyenyak? Lalu kenapa kau menangis? Kau hampir membuatku panik saat menghilang tiba-tiba ketika acara kelulusan usai.

Tetsuya,

Mungkin saat kau bangun, aku sudah tidak berada di Jepang. Tapi ketahuilah, hatiku tak pernah pergi dari mu. Masih bertahan disana. Dan aku berharap kau juga memiliki rasa yang sama.

Tetsuya,

Kau tahu, ini terdengar lucu. Aku mengikutimu, dan kau mengikutiku. Rasanya aku ingin berbalik memelukmu, tapi aku belum cukup pantas menjadi pendampingmu.

Tetsuya,

Aku suka sekali memanggil namamu, dan aku berharap kau tak memanggilku 'Akashi-kun' saja, karena aku ingin mengganti marga mu menjadi Akashi juga.

Tetsuya,

Aku harap, kau tak menolak lamaranku, dan menungguku pulang untuk secara resmi melakukan pinangan.

Seijuro A.

Ps : Ini adalah rumah kita kelak. Apa kau suka?

Pss : Hubungi aku kalau kau sudah membaca suratku. Kau jelas tahu nomor ponsel-ku, little stalker.

Plak! Tetsuya menampar pipinya, sakit.

Gyut! Lalu cubitan pada lengannya, sakit.

Dak! Kemudian menendang meja dengan kakinya, sakit.

Apakah ini sebuah penipuan? Mungkinkah ini sebuah penculikan? Ini bukan mimpi, kan?

Dan Tetsuya hampir saja mengira ini kebohongan ataupun permainan, kalau saja tak melihat berbagai pigura yang tertempel pada tiap sudut dindingnya.

Itu dirinya, dalam berbagai ekspresi, dalam berbagai posisi. Bahkan, saat dirinya sembunyi di semak-semak depan rumah Akashi.

Ya Tuhan, Tetsuya benar-benar mendapat sebuah kejutan. Tangan kanannya mengambil note, ingin memeluknya kalau saja tak melihat ada sebuah cincin dan note lagi dibawahnya. Tetsuya mengambil cincin tersebut, sebuah cincin sederhana dengan permata merah dan biru, lalu lambang keluarga Akashi terukir kokoh disana. Dan yang paling membuat Tetsuya meleleh adalah ukiran namanya.

Akashi Tetsuya.

Tangisnya runtuh sekarang. Kemudian dengan gemetar, Tetsuya membaca note yang berada di bawah cincinnya.

Tetsuya,

Bibirmu manis sekali. Lebih dari ekspektasi. Aku sudah sangat ingin melumatnya sejak lama. Awalnya, aku hanya ingin mengecupnya tapi tak bisa. Jadi aku melumatnya berkali-kali tanpa jeda. Tak apa kan?

Lain kali, coba yang lebih ya, aku tak sabar bersamamu untuk membuat anak kita.

Seijuro A.

Berbeda dengan note yang satunya, yang kini tengah dia dekap rapat tanpa celah. Note yang baru dibaca Tetsuya kini berakhir mengenaskan ditempat sampah.

TBC or END?

AN :

Holaa ketemu saya again :)

Tenang, ini nggak multichapter kok, 2 shoot aja.

Kalo ada yang suka dan belum paham, saya akan update untuk versi Akashi's side-nya.

Ada yang suka? Saya tunggu jejaknya.

Terimakasih sudah membaca!

Sign,

Gigi.