OUTRAGED

Perlu waktu cukup lama untuk membuat Tetsuya setuju berbicara. Akashi dengan sabar, sambil menahan cemburu tentu saja, menunggu saat melihat Midorima membujuknya. Awalnya Tetsuya menolak keras, sampai meminta alasan jika tidak sekarang dan entah kapan. Namun sampai akhirnya, entah apa yang mereka bicarakan, Tetsuya menganggukan kepala. Setuju jika ini saatnya mereka bicara. Dengan Kei yang kini dalam gendongan Midorima.

Meninggalkan mereka berdua, dalam keheningan yang meraja.

"Tetsuya," Ucap Akashi memecah keheningan. Dia tahu bahwa Tetsuya akan tetap diam jika tak diajak bicara duluan.

Pun, Tetsuya masih tak bergeming saat namanya dipanggil oleh suami yang dia anggap sudah jadi mantan meski sebenarnya masih sah dalam ikatan pernikahan. Sampai matanya melihat Akashi bersimpuh, Tetsuya tak bisa berpaling mata. Rasa kaget yang luar biasa, sambil merutuk hatinya yang bisa-bisanya tersentuh akan tindakan mantan suaminya.

Sebenarnya, Tetsuya sudah tahu apa yang akan dia dengar mengingat dia menguping saat Akashi bercerita pada anaknya. Jadi untuk sekarang, dia butuh untuk yakin dengan ini semua.

Apakah 4 tahun mimpi buruk pernikahan mereka memang hanya akibat kesalahpahaman mereka berdua?

Sejak pertemuan mereka yang pertama, Tetsuya sudah menduga bahwa hal semacam ini akan tiba. Hanya saja.. tetap saja begitu ini datang, Tetsuya seperti belum siap untuk mendengar alasannya. Terlalu takut, terlalu trauma.

Dan lagi, akankah dia bisa percaya?

"Maafkan aku." Ujar Akashi dalam simpuhnya, "Salahku tak bisa mengontrol rasa cemburuku. Salahku tak mampu menahan amarahku. Salahku tak percaya padamu."

"…" Lidah Tetsuya kelu. Tak mampu membalas satupun.

"Malam itu. Tidak seperti yang kau pikir. Aku tak berhubungan apapun dengan mantanku. Dia ada disana tanpa sepengetahuanku. Pun, aku tak dirumah kala itu. Aku pergi menyendiri, untuk menenangkan pikiranku.

Aku marah, aku kecewa, tapi aku tak bisa tak mencintaimu. Bahkan, kemungkinan terburuk, jika Kei bukan anakku, aku ingin berkata padamu bahwa tak apa. Aku bisa mencintaimu dan mencintai Kei seperti anakku sendiri."

"Kau meragukanku?" Mata Tetsuya menyorot kecewa. Tak menyangka, Akashi bisa berpikir begitu tentang dirinya. Padahal, meski pernikahan itu awalnya hanya perjodohan saja, dia sudah bersumpah setia. Lalu kenapa Akashi tega meragukan sumpahnya dikala mereka sudah bersumpah kembali atas nama cinta?!

"Aku murah sekali ya, dimatamu?" Tanya Tetsuya pahit.

"Aku bilang, jika itu kemungkinan terburuk. Apapun, jika itu dirimu aku akan menerimanya. Tentu saja aku marah, tentu saja aku kecewa jika memang itu terjadi. Tapi aku bisa apa, Tetsuya?" Akashi mendongakkan wajah, dan kini mata mereka bertemu, "Tapi kau pergi. Meninggalkan aku dalam sejuta penyesalan yang tak mampu aku tahan. Tak ada kabar, tak ada yang memberitahuku kemana kalian."

"…" Lidah Tetsuya kelu. Tak mampu menjawab satupun pertanyaan maupun pernyataan yang keluar dari mulut Akashi secara bergantian menyerang. Sejujurnya, wajah Akashi sekarang begitu miris untuk dipandang. Dari mata heterokrom itu, Tetsuya masih bisa merasakan adanya banyak rasa yang terukir didalam. Rindu, marah, dan sebuah perasaan yang masih enggan Tetsuya sebutkan.

"Apa aku tak bisa diberi kesempatan?"

...

Disclamer :

Kuroko No Basuke by Fujimaki Tadatoshi

Original story by Gigi

Warning :

T; Akakuro; OC Kei;

Shounen ai ;Male pregnant; Family Out of character.

Hening agak lama, "Luka ini terlalu dalam."

Akashi mendekat, memegang kedua tangan Tetsuya erat, "Maka izinkan aku mengobatinya, Tetsuya. Beri aku kesempatan. Aku mohon, sayang."

Ah, panggilan itu lama sekali tidak Tetsuya dapatkan. Dia pikir, sudah tak akan merasakan apapun saat mendengar panggilan itu lagi, tapi Tetsuya salah. Efeknya masih begitu besar bagi jantungnya yang kini bertalu hanya karena sebuah panggilan. Munafik memang.

"Hentikan-"

"Aku tidak mau!" Potong Akashi tegas, "Aku tak mau melepaskan kalian! Kau istriku, Kei anakku. Tak ada alasan mengapa aku harus melepas kalian!"

"Akashi-san, ini-"

"Kau tahu ini hanya kesalahpahaman kita, Tetsuya. Apa tak terlalu kejam jika kau memutus tali pernikahan kita untuk sesuatu yang berasal dari kesalahpahaman?"

Tetsuya menggigit bibirnya, "Kesalahan ini membuatku harus berjuang sendirian pada luka yang terlalu dalam." Sakit sekali rasanya mengingat dirinya berjuang sendiri, menimbun luka yang menganga, "Lalu bagaimana.. bagaimana jika di masa depan, kau kembali salah paham? Adilkah untuk kembali mengulang?"

"Maka itu, beri aku kesempatan. Beri aku jalan untuk menebus segalanya padamu dan Kei, Tetsuya. Aku mohon."

"…"

"Tak ada sedikitpun niatku untuk berada disituasi yang menyakiti keluarga kita begini." Kedua tangan Tetsuya ditangkup, "Beri aku kesempatan."

Tetsuya ingin berpaling, tapi mata heterokrom itu menjeratnya, "Tak bisa."

"Kenapa?" Tanya Akashi dengan nada kecewa.

"Tak mudah."

"Maka biarkan aku yang melakukannya. Kau dan Kei cukup menungguku melakukannya, Tetsuya. Cukup menungguku saja. Tak ada apapun yang harus kau lakukan."

Otak Tetsuya mendadak beku. Munafik jika perkataan Akashi sama sekali tak membuat hatinya tergiur, "Beri aku waktu-"

"Tidak mau." Putus Akashi tegas, "Aku tak mau kau tiba-tiba pergi lagi entah kemana untuk menghindari ini."

"…"

"Lihat aku," Satu tangan kokoh Akashi menangkup wajah Tetsuya, untuk kemudian mempertemukan kedua mata mereka, "Kau pasti bisa melihat, kan? Aku masih sangat mencintaimu, sayang. Bagaimanapun bentuk hubungan ini, kau dan Kei bukan masa laluku. Kalian selalu menjadi masa depanku. Tak bisa lepas dari itu."

Apakah ini hanya rayuan? Apakah ini hanya ilusi harapan? Tuhan, mana yang harus dia yakini untuk keputusan yang akan dia lakukan?

"Pandai sekali merayu." Cibir Tetsuya yang sekuat tenaga memikirkan segala hal untuk menolak Akashi, meski ada jeritan di hati yang meminta untuk memberi.

"Aku tidak merayumu. Hal sepenting ini tidak aku lalui dengan rayuan, Tetsuya."

"Aku tidak bisa percaya."

"Kau hanya mencoba. Tunggu, dan cobalah. Aku yang akan mengejar kalian, aku yang akan berjuang. Untukmu dan Kei, segalanya akan aku lakukan. Jadi tolong.. tolong beri aku kesempatan."

"Jaminannya? Apa jaminan untuk ini semua?"

"Apapun. Apapun yang kau minta, aku bersedia." Ujar Akashi dengan nada dan sinar mata penuh harapan saat mengatakannya, yang membuat silau Tetsuya.

Tautan tangan dilepas, "Kalau begitu," Tetsuya memalingkan wajah, "Terserah." Tak mau melihat wajah Akashi yang begitu sumringah.

"Tapi bukan berarti aku menerima kembali." Ingat Tetsuya.

"Ya. Aku tahu. Asalkan kau memberi kesempatan, ini sudah cukup bagiku." Tukas Akashi yang masih tak bisa menghilangkan aura kebahagiaannya karena sebuah harapan baru.

To be continue.

AN :

Kemarin tuh mau saya update 2 chapter sekalian, tapi temen-temen cowok saya 'menculik' saya mentang saya nggak ada yang ngapelin T.T

Tapi nggapapa sih, saya jadi malmingan dengan 3 cowok sekaligus. Berasa ratu wkwk

Dan saya main teka-teki didalamnya tapi sampai sekarang belum ada yang bisa menebak. Tapi nggapapa, itu berarti kalian wajib baca cerita ini sampai selesai ehehe (Nggak ding, bercanda)

Terimakasih (masih) mau membaca!

Sign,

Gigi.

.

.

.

Omake:

"Untuk yang pertama, putuskan kekasih-kekasihmu, Tetsuya."

"APA?!"

PS : Doakan ide saya lancar dan bisa ikut meramaikan 4-11 aka Akakuro's day besok^^