Dugh!
"Kau memang sialan!"
Lavender Hinata membulat. Ia bisa mendengar suara tonjokan disebrang sana. Juga, suara tubuh yang beradu dengan tembok.
"Hallo?"
Tidak ada suara, ataupun apa.
"Apa-apaan kau ini?"
"Naruto-kun?"
Klik. Telepon dimatikan, jantung Hinata berdetak lebih cepat.
.
.
.
Naruto © Masashi Kishimoto
Like An Illusion © RiuDarkBlue
Warning: AU, OOC, typo sana-sini, asem, garing, maaf jika ide pasaran, alur kecepetan, yang nggak suka harap tekan back. Saya tekankan kembali! Bahwa ini adalah inspirasi saya! Nggak ngejiplak siapapun kecuali karakternya!
"Percakapan."
'Bicara dalam hati.'
Naruto Namikaze x Hinata Hyuuga
DLDR
.
.
.
Disebrang sana, Naruto menyeka sudut bibirnya. Darah sedikit mengalir dan Naruto pastikan bahwa sudut bibirnya robek bahkan lebam.
Belum lagi punggungnya yang terasa ngilu akibat menabrak tembok gedung di belakang sekolah. Naruto akui, dorongan tersebut tidak main-main.
Sapphire Naruto menajam, ia memandang mata yang tak kalah tajam memandangnya. Naruto mengepalkan tangannya, bisa saja ia menonjok balik namun akal sehatnya masih berfungsi.
"Hallo?" Suara Hinata membuat Naruto merogoh ponselnya, namun belum sempat–
"Apa-apaan kau ini?"
Klik.
Naruto berhasil mematikan teleponnya. Ia takut membuat Hinata khawatir. Sapphire Naruto menajam, ia merasakan kerahnya dicengkram.
"Sasuke?!"
Sasuke tuli, onyxnya menggelap. Ia kuatkan cengkramannya. "Sialan!"
"Apa? Kau ini kenapa? Aku tidak menyakiti Sakura. Dia yang mengejarku dan berakhir menyakiti dirinya sendiri."
Sesaat cengkraman Sasuke mengendur. Tak lama kemudian mengerat, ia tersenyum miring. "Kau tahu perasaanku selama ini?"
Naruto mengangguk. Ia memegang lengan Sasuke lalu menghempaskannya hingga kerahnya bebas dan meninggalkan bekas kusut. "Ya, aku tahu." Naruto terkekeh. "Kukira kau akan menghentikan Sakura, membuat dia berhenti mengejarku. Namun yang kulihat kau malah membiarkannya."
"Aku ingin dia bahagia."
"Kau tahu Sasuke, aku juga bingung bagaimana menolaknya. Dia terus berada disekitarku."
Sasuke menjambak rambutnya frustasi. "Naruto, di mobil pun dia terus membicarakanmu."
Sapphire Naruto membulat. Ia tertawa. "Tidak Sasuke. Kita sepakat untuk berteman."
"Ya aku harap begitu."
Naruto menoleh. Ia menatap Sasuke yang tampak berantakan. "Mau kubantu dekat dengan dia?"
"Tidak, wajahku sangat tampan untuk memikatnya."
Naruto tertawa, membuat sudut bibirnya terasa nyeri. "Hm, kau tampan. Sangat tampan."
Naruto tidak marah, ia tahu perasaan Sasuke. Pasti ada hal lain selain itu. "Kau hanya memukulku untuk kejadian ini?"
"Tentu. Kau menyebalkan Dobe, padahal kulitmu hitam tapi banyak yang suka."
"Teme!"
Sasuke terkekeh. Rasa marahnya perlahan menguap. Ia kesal pada Naruto. Ia kesal pada Sakura, dan ia kesal pada dirinya... Yang tidak bisa menghapuskan Naruto dari ingatan Sakura.
.
.
.
"Terimakasih..." Hinata tersenyum, ia membawa bungkusan kantung plastik putih dengan tangan kanannya. Perlahan ia menuruni tangga dan belok kanan menuju taman.
Ia menghela napas, niatnya ingin ke restoran beli pizza dan berakhir nangkring di apotek. Sungguh menyebalkan.
Hinata duduk di sebelah Naruto dikursi taman. Membuat pemuda yang semula terfokus pada ponselnya mengalihkan pandangannya.
Naruto mendongak, ia melihat wajah cemberut Hinata. "Apa?"
Dan Hinata hanya bersabar supaya tidak menjambak surai pirangnya. Ia tidak bicara, Hinata memilih mengambil kapas dan alkohol. "Kemarikan wajahnya."
"Maksudmu wajahku harus dilepas?"
Hinata cemberut, Naruto tertawa.
"Aku serius."
Bahu Naruto terangkat, ia menggeser duduknya dan mendekatkan wajahnya hingga berjarak sejengkal. "Bagaimana? Aku tampan, kan?"
"Iya. Mirip Lee."
Naruto melotot berbanding terbalik dengan Hinata yang tertawa. Mata biru Naruto begitu menarik saat akan keluar, apa lagi jika dilihat dari dekat.
"Heh? Enak saja! Rambutku tidak bergaya bob ya."
"Iya... Iya..." Dengan telaten Hinata menyapukan alkohol pada kapas ke luka Naruto. Ternyata sudut bibirnya benar robek dan darahnya sudah mengering. "Kenapa tidak diobati dari tadi?"
"Ck, hanya luka seperti ini gampang. Tida sak–aw! Hinata!"
Hinata berkedip polos. "Lho, katanya tidak sakit."
"Ya jangan menekannya."
"Ya salah Naruto-kun katanya tidak sakit."
Jadi, sekarang Naruto harus percaya. Bahwa wanita selalu benar?
"Terserahlah."
Kembali Hinata membersihkan darah kering disudut bibir Naruto, setelahnya ia meletakan kapas. "Selesai!" Hinata tersenyum manis.
Dan berefek pada Naruto yang ikut menarik sudut bibirnya. "Terimakasih."
Mereka diam. Hinata yang sibuk dengan kapasnya dan Naruto dengan pikirannya. Ia... Memikirkan kejadian tadi.
"Naruto-kun?"
Naruto bergumam.
"I-itu, sebenarnya kenapa terluka?"
Naruto tidak kaget. Ia tahu lambat laun Hinata akan menanyakan ini. Tadi saja pas ia menunggu Hinata di halte, gadis itu terlihat kaget dengan mata bulatnya yang melotot. "Sasuke, dia memukulku."
"Kenapa bis–"
"–Sakura menyatakan perasaannya padaku."
Tenggorokan Hinata terasa kering, ia takut. Entah kenapa.
Naruto yang menyadari itu mengusap kepala Hinata. "Jangan berpikiran buruk dulu, tentu saja aku menolaknya secara baik-baik. Salahmu sih."
"Lho–" Alis Hinata mengernyit, ia tidak terima disalahkan. "–kok aku?"
"Iya kau yang membuatku berpaling hingga menjadikanmu prioritasku."
Panas, wajah Hinata benar-benar merona. Astaga! Sejak kapan Naruto jadi keju begini?
"A-apaan sih?" Hinata memalingkan wajahnya, ia menggigit bibirnya malu.
Naruto yang melihat itu jadi gemas sendiri. "Cie yang salah tingkah."
"Siapa?!"
"Lho kok kamu sewot?"
Pipi Hinata menggembung. "Ti-tidak, siapa yang sewot?" Lavendernya melirik kesana-kemari menghindari sapphire Naruto.
Naruto hanya mengangguk. Ia mengambil ponselnya yang diletakan begitu saja dikursi, memasukkannya kesaku celananya dan kembali menatap Hinata. "Jadi beli pizza?"
"Tentu saja."
"Oke, ayo beli pizza, tapi minumnya kau yang trak–"
Hinata dengan cepat menoleh. Ia cemberut. "Ih! Pelit."
Naruto tertawa. Ia mengambil tangan Hinata dengan lembut, dan yang membuat Hinata menahan napas. Naruto mencium tangannya. "Jangan marah, Sayang."
Ya Tuhan! Dari mana Naruto belajar menggombal?!
.
.
.
.
Kiba merinding, ini lebih seram dari pada melihat Valak saat film The Conjuring. Rasanya... Auranya lebih seram. Selama 18 tahun hidup, dan 11 tahun mereka menjalin persahabatan, tidak pernah ia melihat Sasuke dan Naruto yang terlihat canggung.
Kiba yang penasaran menyenggol lengan Sai. Otomatis Sai yang akan menyuapkan ramen mendelik dengan mulut terbuka.
"Apa?"
"Naruto dan Sasuke, mereka kenapa?"
Sai mengangkat bahunya. "Baku hantam mungkin."
"Apa?! Bagaimana kau tahu?!"
"Lihat saja sudut bibir Naruto."
Kiba memicingkan matanya, benar. Ada luka disana. "Mereka seperti canggung."
"Aku yakin masalah Sakura."
Kiba melirik Shikamaru yang merebahkan kepalanya dimeja kantin. Pemuda itu memang selalu mengantuk dimanapun dan kapanpun.
"Dari mana kau tahu?"
"Feeling." Kiba mengangguk, ia melihat Naruto yang tadinya memesan ramen kembali begitupun Sasuke yang membawa segelas jus tomat.
Naruto duduk, dihadapannya tepat Sai yang tengah memakan ramennya. "Pesananmu."
"Terimakasih." Sai tersenyum aneh, ia mengambil jus jeruk dinampan Naruto.
"Kalian marahan?"
Sasuke menatap Shikamaru, pemuda itu tengah menyilangkan tangannya.
Sasuke menggeleng. "Kekanak-kanakan."
"Lalu? Siapa yang pertama main tonjok-tonjokan?"
"Sasuke." Dengan santainya Naruto menyahut. Ia bukan anak kecil lagi yang akan marah jika disinggung, Naruto mengerti Sasuke.
Sasuke juga mengangguk.
Kiba menganga, ia melotot memandang Sasuke dan Naruto. "Astaga! Jadi benar kalian bertengkar?"
"Iya." Dengan kompaknya mereka menjawab.
"Kapan?"
"Sebentar." Naruto merogoh ponselnya. "Emh... 23 jam 57– ah, sehari yang lalu."
Ya ampun! Ya ampun!
Rasanya Kiba akan mengeluarkan bola matanya saat ini juga, mereka bertengkar... Dan kelewat santai?
"Kenapa kalian baik-baik saja?"
Naruto menatap datar Kiba. "Kau mau aku mati?"
"Buk–"
"–nanti orang tampan berkurang, kan tidak etis." Sasuke mengunyah burgernya.
Sepertinya mereka memang melupakan masalah kemarin. Naruto pikir, Sasuke hanya panik dan tidak tahu harus berbuat apa. Sebagai sahabat yang baik Naruto menasehati Sasuke, ia mendengarkan curhatan sahabat Temenya itu yang nyatanya bagaikan mendengarkan dongeng pengantar tidur.
Naruto hampir mengantuk jika saja Sasuke tidak menarik rambutnya, mereka bolos kemarin demi mendengarkan curhatan Sasuke.
Naruto merasa bodoh saat tahu Sasuke menyukai Sakura dimulai saat kelas VIII, bukankah saat itu Naruto belum menembak Sakura? Kenapa Sasuke tidak mengatakannya dari dulu?
Jika ingat itu rasanya Naruto ingin menumpahkan kuah ramen dikepala ayam Sasuke.
Ingat, Naruto sudah dewasa, 18 tahun... Adalah umur yang cukup untuk mengubah pola pikir. Lagi pula kemarin mereka sudah melakukan sesi memaafkan.
Kiba hampir muntah, jika tidak ingat didepannya burger kesayangannya. "Jijik."
"Lalu? Semuannya sudah selesai?" Shikamaru buka suara, ia agak kepo sebenarnya.
"Tentu saja."
Shikamaru mengangguk, ia tidak akan bertanya lebih lanjut sebelum sahabatnya bercerita terlebih dahulu, Sai pun begitu, ia tidak akan memaksa biarlah Naruto dan Sasuke mengatakannya mereka menghargai privasi.
"Eh, besok remedial matematika."
"Hah?!" Kiba menatap Sai tidak percaya, baru saja kemarin ulangan sudah main remedial. Memang benar-benar! "Aku tidak mau!"
"Ya nilaimu jelek."
"Kau–" Kiba menunjuk Naruto dengan sumpit Sai. "–jika saja kemarin tidak berteriak aku sudah dapat jawaban 9 soal. Ih! Aku ingin membunuhmu!"
"Bunuh saja, asal istriku tidak jadi janda."
Kiba misuh-misuh sendiri. Bicara dengan Naruto bisa stroke ia, kan tidak lucu baru SMA sudah tidak berdaya.
"Pokoknya jika aku remedial kau tanggung jawab!"
"Tidak mau."
Kiba berdecak, ia menyeringai. Tanpa diduga tangannya melambai pada arah pintu kantin. "Hinata-san, Naruto tid–"
Sebelum Kiba menyelesaikan ucapannya, Naruto menyumpal mulut besar kawannya dengan selada diburger Kiba.
Naruto segera menoleh kerah pintu, disana tidak ada Hinata.
Dengan mata melotot Kiba mengunyah seladanya. "Naruto, kubunuh kau malam ini!"
.
.
.
.
Layar televisi 42 inchi itu menampilkan acara kartun yang sebenarnya cocok ditonton anak Sekolah Dasar, namun Naruto tidak peduli, ia ingin menikmati Minggu paginya tanpa cela.
Bahkan kini dipelukan Naruto terdapat satu bungkus keripik kentang, Naruto juga kini tengah tiduran disofa dengan posisi menyamping.
Lalu? Dimana Hinata?
"Hinata?"
"Iya sebentar."
Hinata muncul dari kamar Naruto, wajahnya ditekuk sebal. "Tidak ketemu." Ia menghempaskan tubuhnya dikarpet, sedangkan Naruto yang berada diatas sofa mengangkat alisnya.
"Serius?"
Hinata mengangguk. "Naruto-kun taruh dimana? Katanya ingin ganti seprai."
Benar, pagi tadi Naruto merengek tidak mau seprai warna abu-abu. Dan Hinata bertugas menggantinya.
"Dilemari, aku yakin ada." Sapphire Naruto masih menatap channel kartun yang menurutnya sangat menarik.
"Tidak ada. Dimana seprainya?" Hinata berbalik, ia menghadap Naruto, Naruto yang melihatnya menyuapkan satu keripik kentang yang langsung diterima senang hati oleh Hinata.
"Ada kok, cari saja nanti juga ketemu."
Hinata kesal, ia mencubit kaki Naruto berakhir dengan pekikan si empunya.
"Galak sekali."
"Ya sudah cari sendiri."
"Ya sudah." Naruto beranjak, ia menggenggam tangan Hinata menuju kamarnya, setelahnya Naruto menuju lemari sedangkan Hinata duduk dipinggir ranjang.
"Ada?"
Naruto berdecak. "Ada. Kau cari seprai apa pembuatnya?"
Hinata tertawa. "Oke aku ganti sekarang." Dengan semangat Hinata mengambil bantal untuk dilepaskan sarungnya. Lavendernya seketika membulat. "Naruto-kun?"
Naruto hanya bergumam. Ia sedang berbaring di sofa hitam kamarnya sambil bermain game.
"Ini apa?"
"Tidak tahu."
Bagaimana tidak tahu, Naruto tidak melihatnya sama sekali sapphire biru pemuda itu hanya terfokus pada ponselnya.
"Jadi Naruto-kun yang mengambil kotak bekalku?"
Sontak Naruto bangun dengan mata melotot, ia memutar bola matanya. "Habisnya, kau pasti akan membuatkan si Panda makan siang."
Hinata mendekat, ia masih memegang kotak bekalnya. Jika diingat-ingat kotak bekalnya hilang sudah lumayan lama. Ia duduk disamping Naruto, pemuda itu kembali anteng dengan game di ponselnya. "Tunggu, jadi Naruto-kun cemburu. Wah, berarti sudah menyukaiku sejak lama ya?"
Dengan cepat Naruto menoleh, ia melihat Hinata tersenyum geli. "Heh?! Percaya diri sekali. Aku menyukaimu baru kemarin."
Hinata cemberut, kata wanita selalu benar pada Naruto memang tidak berguna!
Naruto tertawa, ia melingkarkan tangan kanannya kebahu Hinata dan mencubit pipinya hingga melar. "Jelek sekali. Aku jadi tambah suka, pipimu juga makin tembam. Kau pasti bahagia sekali jadi istriku."
"Enak saja!" Hinata menurunkan lengan Naruto, ia makin cemberut. "Aku malah banyak pikiran."
"Hati-hati hipertensi."
"Naruto-kun!"
Naruto tertawa, ia suka Hinata yang seperti ini. Kesalnya gadis itu malah tamba menggemaskan.
...
Setelah tragedi kotak bekal di kamar, mereka memutuskan ke ruang tengah dan mengisi formulir yang dikhususkan untuk kelas 12. Datanya cukup banyak seperti biodata, cita-cita, orang tua, bahkan pendapatan. Sudah tahu siswa Konoha Gakuen kaya, malah ditanya.
Duduk di karpet abu-abu berbulu lembut menjadi pilihan keduanya, Naruto dan Hinata duduk berhadapan. Dengan meja rendah sebagai pembatas, banyak bungkus snack maupun susu kotak dan kopi kalengan di meja.
Naruto salah satu penikmat keripik kentang sambil memandang Hinata. Gadis itu benar-benar serius, tulisannya rapi dan hati-hati.
Hinata mendongak. "Naruto-kun sudah?"
Naruto mengangguk, ia masih menatap Hinata dengan mengunyah. "Iya."
"Sejak kapan?"
"Lima menit yang lalu mungkin."
Hinata mengangguk, ia melihat kertas Naruto dan membacanya, matanya tampak memicing setelah melihat barisan cita-cita. "Lho? Tidak jadi produser musik? Malah jadi CEO?"
Naruto mengangguk, ia melihat kertasnya. "Kukira, pilihan orang tua yang terbaik. Aku masih bisa menjadikannya sampingan. Lagi pula, aku sudah menemukan cita-citaku."
"Apa?
"Kamu."
Wajah Hinata memerah, ia jadi... Geli sendiri. "A-apa sih?"
Naruto hanya mengangguk dengan senyum jahil. "Apa, kau baper?"
Hinata cemberut. "Aku belum tahu cita-citaku."
Naruto mengerutkan keningnya, usia 18 tahun begini bukannya harus cari cita-cita, namun harus menentukan target kehidupan. "Bagaimana jika dokter?"
"Aku tidak berani operasi orang."
Naruto mengangguk. Ia tahu Hinata tidak tegaan.
"Aku ingin jadi penegak hukum."
"Nah itu saj–"
"Tapi aku tidak tegas."
Gadis itu kembali cemberut dan membuat Naruto menghela napas.
"Aku tidak mau jadi polisi maupun tentara, takut mati."
Jika saja didepannya Kiba, Naruto sudah menjejalkan keripik kentang ditangannya. "Jika begitu, apa cita-citamu waktu kecil?"
Hinata menaruh telunjuknya didagu, lavendernya menerawang jauh. Dan Naruto sangat menantikan itu, sampai pemuda dihadapannya menatap dengan mata memicing tanpa berkedip.
Satu menit, dan Naruto kesal.
"Aku–"
"Iya."
"Tidak punya cita-cita."
"Hinata." Naruto merengek sedikit frustasi.
Hinata tertawa kecil. "Ma-maaf memang begitu kenyataannya."
"Sudah, cepat isi kolom cita-cita."
"Um... Bagaimana jika memiliki cafe, aku selalu ingin membuat kopi, es krim, dan kue kecil untuk para remaja. Konsep cafenya juga klasik, cocok untuk spot foto."
"Aku setuju, sepuluh tahun kemudian cita-citamu terwujud." Naruto menyelesaikan perkataannya dengan cubitan dipipi Hinata.
.
.
.
.
"Belajar yang benar. Jangan genit, apa lagi menggoda Gaara. Awas jika nakal!"
Padahal Hinata belum turun dari motor, tapi Naruto sudah memberikan wejangan panjang. "Iy–"
"Jangan lupa formulirnya, kau'kan pelupa. Nanti jangan lupa makan siang, jangan minum cappucino."
"Iy–"
"Jangan lup–"
"Naruto-kun."
"Hm?" Naruto yang masih mengenakan helmnya melirik pada Hinata. Gadis itu tengah membuka helmnya dengan wajah ditekuk. "Apa?"
"Iya aku tahu aturannya."
"Bagus, jangan nakal. Jangan dekat-dekat Gaara."
"Akukan duduk dengannya bagaimana tidak dekat-dekat?" Alis Hinata menukik, bibirnya juga sedikit maju dengan tangan yang menyerahkan helmnya.
"Hah?" Di balik helmnya Naruto melotot tajam, ia mengambil helm Hinata. "Jika begitu pindah tempat du–"
Tawa Hinata meledak. Ia sampai memegang lengan Naruto agar tidak lemas. "A-aku be-bercanda."
Naruto menatapnya datar. Hinata yang menyadari itu memasang wajah memelas.
"Ja-jangan marah..."
Dengan pelan Naruto menurunkan tangan Hinata yang masih bertengger pada lengannya yang kini tetap memegang stang. Naruto memang tidak turun, sengaja. Orang mana yang mau turun di halte saat berangkat sekolah kecuali Hinata?
"Aku mau berang–"
Mendengar Naruto akan menarik gas, Hinata makin panik. "Jangan marah."
Naruto melirik, ia menurunkan kaca full facenya.
"Eh... Kenapa Naruto-kun marah? Jangan seperti wanita."
"Hinata?"
Mata Hinata berbinar, setidaknya Naruto tidak diam. "Aku tidak marah, makanya, jika bercanda jangan keterlaluan."
"Keterlaluan mana dengan ingin menceburkan ke kolam ikan?"
Skakmat.
Naruto diam. "Iya. Iya. Aku jahat." Ia menyodorkan tangan kanannya.
"Apa? Naruto-kun minta uang? Kan yang atur uang belanja Naruto-kun sendiri."
"Bukan, cium tanganku, sebagai istri yang baik kemana-mana harus cium tangan sebelum pergi."
Hinata berdecak.
"Lakukan dengan ikhlas!" Di balik helmnya Naruto melotot.
Hinata mengambil tangan Naruto dan mendekatkannya pada bibirnya, dikecuplah tangan yang lebih besar itu. Naruto sendiri menyempatkan mencubit pipi Hinata.
"Bye, aku berangkat ya?"
"Ummm."
Naruto menarik gas, ia berangkat meninggalkan Hinata di halte yang tidak terlalu sepi.
"Lagi pula aku duduk dengan Ino-chan." Bahu Hinata terangkat, ia memutar tubuhnya untuk berjalan lurus ke arah gerbang. Halte kini makin ramai, maklum sebentar lagi masuk dan bel berbunyi, Hinata sendiri masih di luar.
"Hinata?"
Hinata menoleh, Gaara dengan motor besarnya membuatnya kaget.
"Kenapa jalan?"
Hinata masih diam. Ia takut Gaara melihatnya turun dari motor Naruto. "I-itu–"
"Ya sudah, ayo naik."
.
.
"Aku malas masuk kelas. Pelajaran pertama Kurenai Sensei membuat mengantuk."
Kiba memukul helmnya yang diletakkan dispion. Ia juga sedikit menggeram. Bukan apa-apa, suara Kurenai itu membuat mengantuk, bukannya semangat belajar malah serasa mendengar lullaby.
Sai mengangguk setuju. "Bagian yang paling menyenangkan hanya bagian reproduksi."
Ck, dasar pria.
"Aku setuju, jika para siswi wajahnya memerah, lain halnya dengan siswa yang berfantasi."
Shikamaru berdecak, ia jadi jijik, kenapa Sasuke jorok?
"Pagi." Naruto mematikan mesin motornya, ia parkir tepat di dekat motor Kiba.
Mereka berempat mengangguk menyambut Naruto. Sai melirik, ia merasakan aura aneh dari Naruto. "Kau bahagia ya?"
"Apa terlihat?" Naruto melepaskan helmnya, ia turun dari motor dan berdiri di samping Kiba dengan alis terangkat.
"Bibirmu berkedut seperti selalu ingin tersenyum."
Bahu Naruto terangkat. "Dari pada mati rasa."
"Terserah." Shikamaru melirik jam tangannya, sudah hampir masuk. "Ayo masuk kelas."
"Hm."
Mereka berlima jalan dari parkiran menuju gedung utama, Naruto sendiri malah mengacak rambutnya yang tadi pagi disisir Hinata, katanya biar rapi bahkan gadis itu juga mengoleskan gel rambut.
"Naruto?"
Naruto yang merasakan perutnya disikut mendelik sebal pada Kiba. "Apa?"
"Sepertinya ini karmamu."
"Enak saja! Memangnya kenapa?"
"Istrimu selingkuh."
Naruto melotot, ia menoleh kearah kiri tepat saat motor merah Gaara lewat dengan Hinata diboncengnya. Sapphire Naruto menatap tajam lavender Hinata yang memelas.
"Padahal baru tadi Vio kumarahi."
Mata Kiba membulat. "Serius?"
"Tentu bahkan tadi aku sudah bilang jangan bermain dengan anak berbaju merah. Eh, sekarang melanggar peraturan."
"Jangan terlalu keras pada Vio." Sai menimpali dengan senyum palsu.
"Tadinya mau kubonceng sampai parkiran." Naruto berdecak, tangannya juga mengepal menahan kesal.
Kiba menepuk bahu Naruto, ia menatap prihatin kawannya. Tanpa tahu Naruto melakukan itu untuk perumpamaan rasa kesalnya pada Hinata dan Gaara. "Binatang itu harusnya disayang."
"Sudah kusayang, eh. Malah anak berbaju merah itu yang menikung duluan."
.
.
.
.
To Be Continued
A/N
Minal aidzin yaaaa maaf telat:(, saya banyak salah pastinya:(, tolong dimaafkan:( masih bulan Syawal, kan?
Hallo hallo, ada yang masih nunggu kah hehehe maaf ngilang ya:(, saya baru lulus jadi banyak pikiran harus gimana hidup saya ke depannya:') sedih rasanya bukan lagi seorang siswa yang minta uang jajan sama mamah, dikasih bekel buat beli jajanan:( posisiku sekarang serba salahT_T, saya juga kira fanfic saya ini nggak seru, responnya menurun jadi saya agak sungkan update, so bisakah kalian menyemangatiku?
Maaf pendek supaya nggak disangka discontinue. Ini nggak akan discontinued, meski saya pernah niat! Tapi nggak akan saya lakukan. Malahan setelah ini selesai saya akan up fanfic baru gimana?
Oh, ya. Baca juga fanfic saya yang lain. Love Is Feeling, Math No! event RomanceFI, Winter Date event NHFD 2019, A Beautiful Morning event NHFD 2017, yuk berbaperia sama NaruHina karya RiuDarkBlue. Satu lagi, saya nggak tahu ya ada budaya cium tangan nggak di Jepang, tapi kayanya lucu aja:v
Makasih sama yang review, fav, sama follow. For silent readers please give me a support.
Saatnya balas review:
AoYuzu: iya up juga:v, mereka emang gemesin:v sama-sama~ iya ntar buat yang lebih gemes makasih...
Hrsstja: iya a saya jarang muncul:v, serius daun pisang di Jepang mahal?
Yus-chan: aduh saya ngakak:v iya Naruto butuh jampi-jampi:v yey! Selamat tebakannya bener:v, makasih do'anya:)
Me Yuki Hina: iya nggak papa:) bisa aja deh:v semangat!
Hinahime: dia bonyok:(
Borutouzumaki10: iya dia Sasuke:(
Sherlockian: sukur kalo suka sampai riang gembira:v oke saya lanjutin sampai tamat:)
uzunami28: iya mereka jadian:) iya tapi saya nggak janji:(
Nawaha: peluk cium juga kak:D bisa aja kakak mah:v iya kak makasih udah nunggu:))) cinta kakak juga:v
antiy3629: iya Sakura sadar posisinya:), dan Naruto juga melindungi perasaan Hinata:) iya saya nggak bisa romantis-romantisan:( saya nggak janji nih, makasih do'anya...
Guest: sayangnya si ganteng di pukul Sasuke:v
TeoniMio: makasih reviewmu panjang dan membuatku tertawa:v, makasih do'anya:), sama-sama terimakasih juga rasa senangnya:v ihhh tebakannya bener kok:(, aminnn makasih do'anya ya saya bahagia:), saya nyumbang cerita kok yok di baca:) ganbatte!
Yulianatahime: semangat! Semoga menebus rasa penasarannya:)
Hinari chan: seneng juga kalo kamu baper:) iya ntar saya manisin pake gula:v iya kita lihat nanti, semangat!
Nana: bisa aja kak:v, Sasuke sama Naruto kak yang berantem:( makasih udah nunggu kak, sama-sama kak~
guest58946324: wooo udah
Nalula zurachan: makasih:) iya kita liat kedepannya gimana:)
Kazusaku: udah
csalsabiil: iya sayangnya saya mau kerja dulu padahal mau langsung kuliah:') iya yang mukul Sasuke:( tamat? Belum tahu nih hehe:v seriusan masih salah? Aduh gimana dong? Iya emang nyebelin kalo ada kata bukan robot_–, kalo saya lupa kata sandi suka masukin e-mail terus pencet forget pasword, nanti masuk e-mail kata sandi barunya
Salsal Hime: iya akhirnya, dia di tonjok:(
salsabiilwati: sekarang saya up:), iya, kamu bikin akun baru lagi ya? Yang Itu gimana?
AnthemAzazel: sekarang update maaf ya, Naruto gigit hidung Hinata:v
Ashura-Ootsuki: sekarang update:))
Sampai jumpa di chapter depan... 👋
Mind to RnR?
Arigatou minna-san.
~Peluk cium RiuDarkBlue~
.
.
.
25 Juni 2019