BREAK
Tetsuya menatap Akashi yang berdiri didepannya. Kali ini entah penolakan yang keberapa. Dan parahnya, Tetsuya sudah paham alasan mengapa dia ditolak.
"Maaf, aku tidak bisa, Tetsuya."
"Kenapa?"
Pertanyaan yang selalu sama, dan dijawab pula dengan alasan yang tak pernah berbeda.
"Kouki sedang patah hati, dan aku harus menemaninya."
Lalu bagaimana dengan hati Tetsuya yang kini juga terluka?
"Apa dia tidak punya sahabat yang lain?"
"Kau ini kenapa? Kau tahukan, jika Kouki sahabatku sejak lama."
Iya, tapi bukan berarti dia selalu menjadi prioritas pertama.
"…" Tetsuya tertunduk, ya.. dirinyalah yang hanya prioritas kedua.
"Aku pergi dulu ya, hati-hati." Ujar Akashi sambil mengecup kening Tetsuya yang masih menunduk.
Tanpa tahu, kedua tangan Tetsuya gemetar, menggenggam dua tiket taman hiburan yang susah payah dia dapatkan dengan upah pertama hasil pekerjaan.
Untuk apa mereka berhubungan atas nama cinta, namun Tetsuya selalu mengalah saja. Apa sahabat memang harus selalu menjadi prioritas? Apa sahabat memang selalu menjadi dominan?
Kalau iya, sebaiknya Tetsuya menjalin hubungan sebagai sahabat, bukan kekasih tapi tak pernah dilihat.
Lalu, Tetsuya berpikir sejenak. Ini pertaruhan. Dengan cekatan dirinya menulis pesan kepada seseorang. Dan sekarang yang bisa dia lakukan adalah menunggu jawaban.
…
Disclaimer :
Kuroko No Basuke by Fujimaki Tadatoshi
Original Story by Gigi
Warning :
T
Akakuro
Shounen ai
Romance Hurt Angst
Out of character
…
Di scene ini hingga selesai nanti, saya merekomendasikan untuk mendengarkan lagu 'Sungguh Ku Mencintaimu – Dadali' untuk menambah feel pada story.
…
Akashi tidak paham, mengapa akhir-akhir ini Tetsuya terkesan menghindar. Sudah tiga hari pesannya tak terbalas, teleponnya tidak diangkat. Sejak pertemuan terakhir mereka, Tetsuya tak merespon apapun yang dilakukannya.
"Apa kau melihat Tetsuya?" Tanya Akashi pada teman sekelas Tetsuya.
"Dia tidak masuk. Sakit sejak kemarin."
Hati Akashi nyeri, dan sedikitnya marah tapi dengan dominasi kekhawatiran yang lebih besar. Mengapa Tetsuya tak memberi kabar? Setidaknya dirinya bisa merawat. Apalagi seingatnya Tetsuya tidak bisa memasak. Dengan pemikiran itulah, dirinya segera bergegas menuju apartment Tetsuya, yang memang tidak terlalu jauh dari sana.
"Tetsuya?"
"…"
Pintu diketuk berulang, tapi tak ada jawaban. Bel kembali ditekan, namun sama saja hanya terdengar keheningan.
"Tetsuya?"
"…"
Ponsel kembali ditekan dengan nomor yang sudah dia hafal.
'Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada diluar jangkauan. Cobalah beberapa saat lagi. The numbe-'
'Nomor yang anda tuju sedang tidak ak-'
Dimana Tetsuya sekarang? Hingga nomor teleponnya tidak diaktifkan. Alternatif berikutnya, Akashi menghubungi Aomine, yang merupakan sahabat Tetsuya.
"Daiki, kau tahu dimana Tetsuya? Ya, aku mencarinya. Jawab saja dia dimana. Apa maksudmu? Jangan pernah-"
Sambungan dimatikan, dan mengakibatkan amarah pada Akashi kemudian. Apa maksudnya dia yang mengabaikan? Apa maksudnya dirinya yang membuat permasalahan?
…
Besoknya lagi, Akashi tetap mencari Tetsuya. Di akun sosial media pun tak terdapat apa-apa. Dan teleponnya belum bisa dihubungi juga. Padahal rasa rindu sudah begitu mengaum di dada.
"Sei,"
"Kouki,"
"Mau kemana?"
"Mencari Tetsuya."
"Memangnya dia kemana? Jangan-jangan dia selingkuh."
"Jangan macam-macam, Tetsuya tak mungkin melakukannya."
"Siapa tahu, dia bosan kepadamu."
"Tidak mungkin, Tetsuya tak mungkin memutuskanku." Kemudian keduanya tertawa, tanpa sadar, ada sepasang mata aquamarine yang kini terluka karena itu.
"Tetsuya?" Sekilas, Akashi melihat bayangan kekasihnya, namun ketika dilihat lagi, sudah tidak ada.
"Sei?"
"Aneh, aku yakin tadi melihat Tetsuya, tapi sudah tidak ada."
"Apa dia sudah masuk?"
"Tidak tahu, tapi aku akan mencarinya dulu. Jaa."
Akashi yakin, itu tadi Tetsuya. Lalu kenapa kekasihnya malah menghindar begitu saja? Ada apa?
Mengikuti intuisinya, dia berjalan menuju perpustakaan. Tempat dimana yang dia tahu merupakan tempat Tetsuya bila ada suatu keresahan. Dan benar saja, disana kekasihnya tengah belajar bersama Midorima, salah satu sahabat Tetsuya sejak SMA. Tanpa menunggu lama, Akashi segera menyeret Tetsuya, menuju tempat yang lebih sepi untuk interaksi berdua.
"Lepas!"
Akashi mengabaikan keinginan Tetsuya untuk melepas tautan. Dirinya butuh kejelasan.
"Lepas!"
Sesampainya disana, tautan baru Akashi lepaskan. Tentu saja dengan memastikan Tetsuya tidak kabur duluan.
"Apa maksudmu tidak mengabariku sama sekali, Tetsuya?"
"…"
"Semua pesan dan telepon dariku tidak kau jawab. Bisa kau jelaskan?"
"…"
Emosi Akashi mulai naik mendapati Tetsuya hanya diam, "Jawab?! Apa kau bisu sekarang?"
"…" Akashi tak mendapati jawaban, namun mata Tetsuya yang nanar sudah berbicara bahwa telah terjadi kesalahan yang fatal.
Suara Akashi melembut, sambil dalam hatinya merutuk karena telah berbicara kasar dan menusuk, "Jangan diam saja. Jawab aku, Tetsuya."
"Kita selesai."
Hanya dua kata, namun menghancurkan hati Akashi dan seisinya.
"Apa maksudmu?" Akashi bisa merasa dirinya panik, "Kau bercanda, kan?"
Lengan Akashi yang sedari menempel di pergelangan Tetsuya, kini dengan pelan dilepaskan, "Semoga kau bahagia, Akashi-kun."
Kenapa kau tak mau memanggil namaku lagi?
Kenapa mata itu tak hangat untukku?
"Tetsuya?! Apa maksudnya ini?"
"Dimana bagian 'kita selesai' yang kau bingung kan?"
"Aku tidak tahu salahku apa! Apa gara-gara kemarin kau sakit dan aku tidak datang? Kau tahu, aku ke tempatmu tapi kau-"
"Cukup." Tetsuya berujar dengan nada yang sama sekali tidak Akashi harapkan, "Aku hanya tidak sanggup."
"Kalau kau tak sanggup, ceritakan padaku, bukan pada temanmu!"
"Kau bilang tempat berbagi terbaik adalah sahabat. Seperti kau dan Furihata-kun."
"Kenapa membawa Kouki? Kau tahu, Tetsuya. Dia sahabatku."
"Apa dengan dia menjadi sahabatmu, aku harus berbagi?"
"Kita sudah pernah membahas ini. Kouki sedang patah hati jadi aku-"
"Lalu bagaimana dengan hatiku yang terluka karena sikapmu?!" Akashi merasa jika kesabaran Tetsuya mulai habis dan terkikis.
"Tetsuya-"
"Apa dengan menjadi sahabatmu, dia menjadi prioritas?" Aquamarine yang Akashi sukai kini mulai membias.
"Kau salah paham, sayang." Akashi mencoba menyentuh, tapi ditepis, membuat hati Akashi kian berantakan.
"Ya, aku yang salah. Maka lepaskanlah."
"Tetsuya-"
"Kita selesai saja. Itu lebih baik daripada seperti ini."
"Aku tidak mau!"
Demi apapun, berpisah dengan Tetsuya merupakan hal yang sama sekali tidak Akashi inginkan.
"Tapi kau yang memilih ini."
"Aku tak pernah memilih kita selesai!"
"Kau memilihnya." Tetsuya berbalik, tangan Akashi yang ingin menarik, kembali mengepal saat melihat mata Tetsuya yang seperti tercabik.
Sedalam itukah luka yang dia goreskan hingga hati Tetsuya terkoyak dalam?
End or to be continue?
AN:
Mau lanjut atau bagaimana? Ini sebenernya udah ada lanjutannya, cuman sengaja saya potong karena ngga tega lihat OTP saya saling menebar luka wkwk
Tapi kalo banyak yang minat lanjut, yaudah, saya up lagi^^
Oh, dan jika ada yang ingin tahu POV Tetsuya, silahkan buka akun drabble IG saya di gigidsftr dengan judul 'Late'.
Selamat Natal bagi yang merayakannya^^
Terimakasih sudah membaca!
Sign,
Gigi.