Disclaimer: yang kupunya hanyalah plot. Twins!au ini terinspirasi lovely Sweetwines dari I'll Give You The Sun - Jandy Nelson

Character(s): Min Yoongi, Min Seulgi, Min Yerim, Park Jimin

Pairing(s): Platonic!Yoongi/Seulgi, Jimin/Seulgi, Seunghoon/Seulgi


The Love is There

oleh kaorinin


chapter 2—

Yoongi masih saja tidak bisa mengenyahkan pikirannya hingga makan malam tiba. Saat ia akhirnya bertemu dengan Seulgi, Seulgi masih tampak seperti biasanya, rambut panjangnya ia cepol ke atas. Ia menikmati makan malam dalam diam, seperti biasanya. Ibunya memasakkan udang saus asam manis favorit Yoongi dan Seulgi, yang biasanya tidak sampai 10 menit sudah ia habiskan semua.

"Kok baru sedikit dimakannya?" Ibunya menyadari tingkah aneh Yoongi.

"Lagi diet," jawab Yoongi seadanya.

"Badan udah ceking, gitu… mau diet apa lagi, sih?" gerutu Ibunya sambil berlalu pergi. Dari sudut matanya, Yoongi bisa melihat ibunya bolak-balik menatap jam dan pintu rumah.

"Yerim kok belum pulang, ya?"

Yoongi langsung teringat dengan adiknya tersebut. Biasanya ia tidak pernah telat ikut makan malam, kecuali memang sedang ada pelajaran tambahan di sekolahnya.

"Yerim ngga kasih kabar apa-apa, Ma?" Yoongi bertanya ketika ibunya menghampirinya lagi, duduk di sebelah Yoongi.

"Ya kalau udah, Mama ngga akan khawatir nyariin kayak gini juga, sih."

Yoongi segera mengeluarkan ponsel dari saku celananya, menghubungi nomor Yerim. Tapi panggilannya malah disambungkan ke mbak-mbak bersuara monoton yang bilang bahwa ponsel adiknya sedang tidak aktif.

"Ngga aktif, ya?" Seulgi membaca raut wajah Yoongi. Yoongi mengangguk sekilas, sebelum ia kembali mencoba menghubungi nomor adiknya tersebut. Berharap mungkin saja dalam selang waktu kurang dari lima detik suara monoton mbak-mbak itu akan digantikan dengan suara cempreng milik adiknya.

Namun hasilnya tetap sama, dan Yoongi mulai tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya.

"Masih ngga aktif?" ibunya bertanya. Yoongi menatap wajah ibunya yang sudah sama pucatnya dengannya. Ia dan ibunya memiliki beberapa sifat yang sama persis, tumplek-blek. Dan sialnya, sifat-sifaat seperti inilah yang mengalir langsung ke dalam darahnya. Ia tidak bisa menenangkan ibunya jika mereka dilanda kepanikan.

"Baterenya abis, mungkin. Terus Yerim lagi di perjalanan pulang, udah nanggung kalau mau nge-charge hapenya sebentar."

Dalam keadaan seperti ini, Yoongi membuang jauh-jauh pikiran mengapa ia dan Seulgi sangat berbeda. Karena dalam keadaan ini pula, Yoongi sangat bersyukur Seulgi tidak kebagian warisan mudah panik dari ibunya. Alih-alih, ia yang selalu menenangkan keduanya. Ibunya selalu bilang sifat itu berasal dari ayah mereka.

Ibunya menghela napas panjang, berusaha mengatur ritme pernapasan agar paniknya menghilang. Matanya masih sesekali melirik khawatir ke arah pintu depan. Seulgi bangkit dan membereskan piring-piring kotor di meja. "Ini kamu udah selesai makan?" tanyanya sambil menunjuk piring Yoongi.

Bersamaan dengan anggukan dari Yoongi, pintu depan terbuka. Semua mata langsung menoleh dan bertubrukan dengan pandangan polos tanpa rasa bersalah dari Yerim.

"Ma, Kak! Yerim pulang!"

"Duh kamu, nih! Kalo mau pulang telat kabarin Mama atau kakakmu dulu, dong. Biar kita ngga panik. Mana hape kamu ngga bisa dihubungin!" Ibunya menghampiri Yerim dan menepuk pelan bahu anak bungsunya tersebut. Yang diomeli hanya bisa terkekeh.

"Iya, tadi tuh mau kabarin Mama atau Kakak tapi kelupaan, terus pas inget, hape Yerim udah keburu lowbet. Maaf ya, Ma." Yerim mengecup pipi Ibunya.

"Yaudah, sana. Kamu makan dulu," ujar Ibunya, meski tanpa disuruh, Yerim sudah menghambur duluan ke meja makan.

"Aww!" Yerim mengaduh kesakitan ketika tiba-tiba Yoongi menjitak kepalanya. "Kak, kenapa sih?"

"Hukuman buat kamu yang suka bikin panik orang!"

"Kan Yerim udah minta maaf, janji deh ngga bakal ulangin lagi," adiknya memasang tampang memelas—yang kalau boleh jujur, Yoongi tidak pernah bisa mengatakan tidak jika sudah melihatnya.

"Kamu ngga liat sih, tampang kakak kamu sama Mama. Paniknya ngalahin waktu Yoongi ketinggalan paspor di rumah pas kita lagi mau pergi liburan dulu," ujar Seulgi sambil menatap Yoongi dengan pandangan meledek.

"Oh, ya? Lebih bikin ngakak, dong?"

Yoongi melotot ketika mendengar adiknya malah menimpali candaan Seulgi. Ia jadi teringat kejadian itu. Kejadian penuh dengan chaos karena perjalanan balik dari bandara ke rumah membutuhkan waktu kurang lebih 45 menit, sedangkan pesawat mereka akan segera berangkat satu jam lagi.

Ia menghela napas kesal mengingat betapa paniknya ia dulu. Ia paling benci dikejar waktu.

Tapi ia juga ingat bagaimana Seulgi tidak melepaskan genggamannya selama perjalanan balik itu. Ketika Mama yang sudah pasti ikut panik, mengomelinya tanpa henti di mobil. Kenapa bisa ketinggalan? Kenapa bisa kamu kelupaan? Gimana kalau kita ketinggalan pesawat?—dan lain sebagainya. Yoongi bukan tipe yang ceroboh dan selalu memikirkan matang-matang mengenai suatu hal. Namun ia tetap saja manusia yang tidak bisa mencegah faktor x dalam setiap rencananya.

Semua pikiran itu kembali mengingatkan ia akan percakapannya dengan Jimin tadi siang. Mengenai ia dan Seulgi.

"Gi," panggilnya pelan.

Saudara kembarnya menoleh ketika nama kecil itu keluar dari mulut Yoongi. Yoongi tahu Seulgi pasti kaget mendengarnya mengingat sudah berapa lama Yoongi tidak pernah memanggilnya dengan nama panggilan tersebut.

"Ya?"

Yoongi terdiam. Bibirnya kelu. Pertanyaan yang sudah siap ia lontarkan menguar begitu saja. Hilang tanpa bekas. Yang tersisa hanyalah pikiran-pikiran yang bergumul di tiap sisi bagian otaknya. Memaksa ingin dikeluarkan, dibicarakan, tapi lagi-lagi, bibir Yoongi kelu.

Mulutnya sudah membuka setengah, berusaha memaksa pertanyaan itu untuk keluar. Tapi yang keluar sedetik kemudian hanyalah hembusan napasnya sendiri. Tidak ada kata. Tidak ada pembicaraan.

"Cuciin piring gue sekalian, ya." Yoongi menaruh piring kotor bekas ia makan tadi di tumpukan piring kotor dalam pegangan Seulgi. Seulgi mendengus pelan, "Ngga usah diminta juga biasanya emang gue terus yang cuciin."

Yoongi terkekeh mendengarnya, sebelum ia kembali menatap Seulgi yang juga sedang menatapnya. Berusaha menyampaikan pikirannya lewat telepati seperti anak-anak kembar pada umumnya.

"Kak Yoongi, ini sisa udangnya aku aja yang abisin, ya?" Yerim memecah kesunyian sedetik sebelum Seulgi sempat membuka mulut. Pandangan Seulgi mengikuti Yoongi yang kini kembali duduk di sebelah Yerim, mengganggu adiknya yang sedang makan. Untuk sesaat, ingin rasanya Seulgi memanggil Yoongi, mengembalikan fokus pandangan Yoongi kepadanya, sebentar pun tidak apa-apa.

Ia menghela napas sebelum akhirnya memutuskan untuk beranjak pergi.

.

.

.

'Hyung, udah nanya belum sama Seulgi?'

20.45

'Belum'

20.46

'Yah, kok belum sih?'

20.46

'Lo nanya sendiri aja lah sama orangnya'

20.47

'Gimana caranya…..'

20.48

'Ya, tinggal ngomong doang, apa susahnya?'

20.48

'Belom pernah ngomong sama Seulgi, sejujurnya….'

20.48

'…..gila.'

20.49

'Bantuin dong, hyung.'

20.53

(Yoongi is typing…)

(Yoongi is typing…)

(Yoongi is typing…)

'Hyuuuuuuung…'

20.57

(Yoongi is typing…)

'Berisik ah'

20.59

'Ga janji'

20.59

.

.

.

"Yerim," ujar Yoongi sambil mengetuk pintu kamar adiknya. Sebelum Yerim menjawab panggilannya, ia sempat mendengar adiknya sedang berbicara dengan seseorang. Mungkin adiknya sedang menelepon temannya.

"Kenapa kak?" tanya Yerim begitu membuka pintu.

"Kamu lagi nelfon temen?"

"Hah? Ngga kok, kak. Lagi beres-beresin buku pelajaran buat besok," jawab Yerim buru-buru. Raut wajahnya seperti panik menyembunyikan sesuatu. Yoongi sebenarnya heran, tapi ia kembali teringat dengan tujuannya datang ke kamar adiknya malam ini.

"Ngga lagi sibuk, kan?" tanya Yoongi lagi.

Adiknya mengerutkan alis melihat tingkah aneh kakaknya tersebut. Tidak biasanya Yoongi kalau masuk ke kamarnya bertanya dulu apakah ia sedang sibuk atau tidak.

"Ngga, kok. Kenapa sih kak?"

Yoongi tersenyum simpul sebelum ia menutup pintu kamar adiknya dan menyuruh adiknya tersebut untuk duduk di tempat tidur, sementara ia sendiri duduk di kursi belajar Yerim.

"Mau nanya sesuatu tentang Seulgi, tapi kamu jangan bilang-bilang dia, ya?"

Yerim mengerutkan kembali kedua alisnya sebelum akhirnya ia mengangguk pelan.

"Kakak kamu punya pacar, ya?"

Yerim kembali mengerutkan alisnya ketika mendengar pertanyaan Yoongi tersebut. Ini sudah yang ketiga kali dan Yoongi tidak tahu ia akan membuat adiknya akan mengerutkan alis berapa kali malam ini.

"Kakak ngga tahu?"

Dang!

Mendengar pertanyaan yang menjadi jawaban itu, hati Yoongi serasa ditinju keras. Berbagai perasaan berkecamuk. Ia merasa sedih, kesal, kecewa, dan yang terutama, ia merasa bersalah karena terlihat seperti tidak tahu apa-apa mengenai saudara kembarnya sendiri. Ia seharusnya menjadi orang yang paling dekat, menjadi yang pertama kali tahu mengenai setiap cerita masing-masing. Tapi ia menelan kembali semua harapan palsu itu karena memang sedari dulu hubungannya dengan Seulgi tidak pernah seharmonis itu.

"Kamu udah tahu dari kapan?" Yoongi berusaha menyembunyikan nada kecewa dari bicaranya.

"Hm… kayaknya sejak dua bulan yang lalu. Kak Seulgi ketemu sama Kak Seunghoon pertama kali di acara charity dua bulan yang lalu."

"Kamu tahu juga mengenai acara charity itu?" kali ini Yoongi tidak bisa lagi menghilangkan nada kecewanya. Ia menatap Yerim yang tengah menatapnya juga.

Yerim terlihat ingin mengatakan sesuatu namun kembali menutup mulutnya. Ia tahu kini Yerim merasa bersalah telah menceritakannya, dan ia tidak suka melihat adiknya bersedih.

"Gapapa, ngomong aja," ujar Yoongi akhirnya sambil mengelus pelan kepala adiknya.

Yerim masih ragu-ragu. Ia terlihat tidak ingin menambahkan rasa kecewa lagi pada kakaknya. Namun Yoongi tersenyum, seperti ingin menguatkan. Ingin mengatakan ia akan baik-baik saja.

"Itu acara charity yang Kak Seulgi buat sendiri, Kak."

Detik Yoongi mendengarnya, ia langsung menyesal saat itu juga.

.

.

.

Yoongi menutup pintu kamar Yerim dengan hati gelisah. Setelah berkali-kali ia meyakinkan adiknya bahwa ia baik-baik saja dan berjanji tidak akan marah dengan Seulgi, ia berhasil meninggalkan adiknya tersebut.

Kini ia bingung. Ia ingin sekali membicarakan hal ini pada Seulgi. Kenapa ia tidak bilang kalau ia membuat acara charity? Ia bisa saja membantunya, 'kan? Kenapa juga ia tidak bilang kalau ia punya pacar? Memangnya Seulgi berpikir kalau ia tidak akan menyetujui pacarnya? Yah, meski kalau mengingat kejadian ketika smp dan sma kembali, Yoongi sudah pasti akan memastikan terlebih dulu apakah pria itu pantas menjadi kekasih saudara kembarnya.

'Tapi itu kan, dulu. Sekarang juga gue udah ngerti kok Seulgi itu udah dewasa dan bisa milih pacar yang baik,' ujar Yoongi dalam hati membantah semua tuduhan-tuduhan yang muncul dalam pikirannya.

Ia memikirkan apakah ibunya tahu mengenai hal ini. Mungkin saja ibunya juga tidak tahu. Mungkin saja ia sendirian. Ia tahu Seulgi sering menyembunyikan sesuatu dari ibu mereka. Hal-hal yang tidak ada gunanya ku beritahu Mama, begitu kata Seulgi.

Iya, pasti begitu.

Namun harapan Yoongi sirna ketika besok pagi ia menanyakan hal tersebut pada ibunya, ibunya dengan datar menjawab, "Ya, tahulah. Mama kan juga ikut andil dalam acara charity itu,"

Yoongi menatap ibunya tidak percaya, "Kok semuanya pada tahu masalah charity ini, sih? Kok cuma aku yang ngga tahu apa-apa?"

"Dua bulan yang lalu kan bertepatan sama turnamen basket kampus kamu. Seulgi bilang dia ngga mau ganggu konsentrasi kamu latihan. Jadinya dia cuma minta tolong sama Mama dan Yerim aja,"

Perasaan kecewa Yoongi sedikit terangkat ketika ia mendengar penjelasan dari ibunya. Ia ingat, dua bulan yang lalu, rumah selalu kosong ketika ia pulang sebentar untuk ambil baju ganti sebelum latihan. Tapi ia tidak begitu ambil pusing karena saat itu, stamina dan pikirannya sudah sepenuhnya ia curahkan untuk pertandingan basket akhir tahun pelajaran.

Ia masih merengut ketika tiba-tiba Seulgi datang dan bertanya, "Ma, masak apa?"

Yoongi menoleh melihat saudara kembarnya tersebut. Ia terlihat seperti habis pulang jogging. Rambut cepol andalannya sudah tidak teratur bentuknya dan mencuat ke sana-sini. Seulgi menyeka keringatnya dengan handuk kecil yang ia tenteng.

"Kenapa? Kok ngeliatinnya gitu?" tanya Seulgi pelan. Yoongi tidak sadar jika sedari tadi Seulgi juga sedang menatap dirinya. Ia ingin saat itu juga bertanya mengenai masalah charity, pacarnya Seulgi, dan segala hal yang sudah bergumul dalam pikirannya. Namun melihat wajah polos tanpa rasa bersalah Seulgi, malah semakim membuat Yoongi uring-uringan.

"Gapapa," jawab Yoongi ketus. Ia tak mengacuhkan pandangan Seulgi yang nampak heran dengan jawaban ketusnya. Masih kesal, Yoongi mencomot telur dadar yang baru saja selesai digoreng ibunya sebelum mengaduh kesakitan karena tentu saja telurnya masih panas, dasar bodoh!

Sebelum Yoongi melakukan hal bodoh dan kekanakkan lainnya, ia sadar diri dan segera beranjak kembali ke kamarnya. Sebelum berbalik ia masih melihat Seulgi menoleh pada ibunya seakan minta dijelaskan mengapa saudara kembarnya tiba-tiba bertingkah seperti itu. ibunya tentu saja hanya bisa geleng-geleng kepala sambil berujar pendek, "Ngambek,"

Yoongi mengutuk dirinya sendiri yang tidak bisa bersikap lebih dewasa, sekali saja, di hadapan Seulgi.

.

.

.


Author's note:

crossposted on my wordpress.