Chanbaek Story by Yasaenghwa
WARNING !
Chanbaek, YAOI, Boyslove, Angst/lil bite actions, romance and humor, rate-M, Typo(es), GS untuk beberapa karakter, M-preg
Disclaimer:
this fic is mine,
I hate Siders, Segala macam Bash/Flame and Fans war.
Dilarang Keras memplagiat tanpa ijin!
Forbidden to children, fanfic ini menimbulkan efek samping pusing, mual dan muntah jadi sediakan kantong kresek sama antimo. 😂
.
.
.
Don't like, just click close (X)
Sekali lagi saya peringatkan gak suka gak usah baca
Happy reading and enjoy..
Main cast:
Park Chanyeol
Byun Baekhyun
Support cast:
Kim Jong In aka Kai
Oh Sehun
Do Kyungsoo
Xi Luhan
All of exo members
Moon Ga Young
Dan akan bertambah sesuai kebutuhan cerita
Summary:
Tuhan tidak memiliki secuilpun kesulitan untuk mempertemukan bahkan mengikat seorang berandal bernama Byun Baekhyun dengan pemuda SMA periang bernama Park Chanyeol jika memang Ia menghendaki. Namun bagaimana jadinya jika kebaikan Tuhan ini mereka anggap sebagai takdir yang konyol? Tidak masuk akal dan terlalu drama? Hey, mungkin saat pembagian jodoh mereka tertukar? Ayolah.. Tuhan tidak pernah salah kawan.
Opposite polar
.
.
Chapther 1
"Chanyeol-ah..! Park Chanyeol..!"
Seorang gadis manis melambaikan tangan kearah pemuda tinggi dengan wajah cukup tampan jika saja ia mau mengganti gaya rambut mangkok berponi yang membuatnya tampak begitu bodoh itu dengan gaya rambut bintang kpop sekarang ini.
"Gayeong-ah.. Anyeong." Pemuda bermarga park itu melambai ria dengan senyum tertarik lebar hingga menampakkan gigi putih rapi bak seorang model iklan pasta gigi.
Ia sedikit berlari girang kearah gadis manis yang kini tengah menunggunya didepan gerbang sekolah.
"Hey.. Chanyeol-ah dimana kacamatamu? Kau tak memakainya?" Tanya Gayeong yang tak mendapati pemuda tinggi di depannya mengenakan kaca mata tebal kesayangannya.
Pemuda tinggi itu hanya menampakkan kembali deretan gigi putihnya seraya mencondongkan wajahnya, "lihat.. " dia beberapa kali mengedipkan mata dan meletakkan kedua telapak tangannya di bawah dagu seperti pose beraegyo?
Gayeong sedikit terpaku untuk menatap intens kedua manik mata itu sebelum beberapa detik ia menyadari akan sesuatu disana. Kedua bola matanya membulat lucu dengan mulut sedikit terbuka.
"Bagaimana? Kau bisa melihatnya? Warnanya cocok dengan mataku bukan? Yoora nonna yang membelikannya untukku." Masih dengan cengiran dan senyum yang sama Chanyeol begitu bersemangat seperti biasa.
"Wuaahh... Daebakk.. Itu terlihat keren Chanyeol-ah." Kedua jembol tangannya Gayeong acungkan keudara.
"Lalu, bagaimana dengan kacamatamu?"
"Hmm.. Sepertinya aku tidak membutuhkannya lagi, lagipula kurasa modelnya sudah terlalu kuno..hehehe.."
"Oh tuhan, terimakasih karena telah menyadarkan sahabatku ini.. Aku sungguh terharu. " Gayeong seolah ingin mendramatisir keadaan dengan pura-pura menangis dan menepuk beberapa kali bahu tegap itu. Membuat Chanyeol memutar bola mata malas.
"Kau tahu Chanyeol-ah, bahkan kacamatamu terlihat lebih kuno dari pada kacamata baca Harabojiku. Hahahaha" Gayeong terkikik geli dengan reaksi chanyeol yang membelalakkan matanya atas ucapannya itu.
"Yak.. Apa-apaan kau ini, menghinaku eoh?! Kacamataku tidak sekuno itu,, Awas saja kau, aku tidak akan meminjamimu tugas-tugasku."
Chanyeol mencebilkan bibir dan melenggang kesal kepada sahabat yang sempat menertawainya namun kini berteriak menyuarakan protes sembari mengikuti pemuda tiang itu memasuki pelataran sekolah.
"Yaakk.. Chanyeol-ah! Haish, kau ini sensitif sekali seperti pantat bayi, bagaimana nasibku jika kau tidak meminjami buku tugasmu? Aku akan tamat yeolie-ah~" rengekan manja dikeluarkan sang gadis saat ia bisa mengimbangi langkah besar Chanyeol.
Chanyeol hanya mengedikkan bahu, "Bukan urusanku Moon, minta saja pada Kyungsoo, hahaha.." Tawa dengan suara bass itu sungguh sedikit menyebalkan untuk di dengar walaupun sang pemilik mempercepat langkahnya sedikit menjauh.
"Aa~ Chanyeol-ah, tunggu,,, kau tidak bisa seperti ini.. Kyungsoo akan terus mengomel saat aku meminta tugasnya, Yaak.. Haish..! Tunggu aku tiang..!" Gayeong menghentak kesal dan segera menyusul si tiang masuk kedalam koridor sekolah.
"Yaak jangan memanggilku tiang, kau saja yang kurcaci!"
"Aishh.. Aku tidak sekecil itu, Park telinga dobby!"
"Mwo?! Hey, telingaku tidak selebar itu asal kau tau!"
"Tapi, telinganmu memang lebar!"
"Yaakkk...!"
"A-arraso,, arraso, mian,, maafkan aku okey? Chanyeol-ah~ " Gayeong mencoba beragyeo mengedipkan kedua matanya semanis mungkin, sementara kedua tangannya merangkul lengan Chanyeol.
Chanyeol bergeming melihat itu.
"Ayolah Channie.. Kau akan meminjamiku tugasmu bukan? Hmm~"
Okey, selesai.. Chanyeol mengalah. Dia tidak akan tahan jika gadis didepannya sudah bersikap manis seperti ini, ia menyerah.
Diusapnya rambut bergelombang si gadis dengan lembut dan tersenyum begitu lebar.
"Baiklah,, baiklah, kau menang. Lagipula kapan aku pernah menolak keinginanmimu, hmm? Dasar manja." Chanyeol reflek mencubit pipi sedikit cubi milik Gayeong, menyumbang rengekan kesal sang gadis.
"Uugh.. Sakit, jangan mencubit pipiku." Bibir itu sedikit ia kerucutkan.
"Aigoo~ imut sekali.. Jika begitu kau terlihat seperti puppy, Ahh seperti Tobenie~ kyeopta~ hahaha" Chanyeol tertawa cukup keras, disambut geplakan cantik di kepalanya.
Pletaak..
"Awww.. Yaakkk..!"
"Dasar, aku bukan anjing, bodoh! Park menyebalkan!" Gayeong menghentak kesal dan melenggang pergi.
"Aishh.. Kepalaku- " Chanyeol meringis tertahan mengusap kepalanya, "Yaakk, tunggu aku Gayeong-ah, Moon Gayeongii~!"
Begitulah obrolan ringan yang mengawali aktivitas pagi seorang Park Chanyeol. Terlihat wajar untuk seorang pelajar. Bangun pagi, pergi kesekolah, bertemu dengan teman dan sahabat, bercengkrama, bermain, saling melempar candaan dan saling berteriak membully secara main-main.
Park Chanyeol, jika kau bertanya pada siswa maupun siswi di Param High School siapa pemilik nama itu, maka mereka akan menjawab, 'Ah, si park cupu itu?', atau 'Ahh, si park kacamata tebal?' Atau lain lagi, 'Oh si Chanyeol si telinga lebar yang kuno?' Yeah begitulah ia dikenal.
Chanyeol terkenal populer namun bukan definisi populer sesungguhnya seperti Lee Jung sook si ketua basket dari kelas 3-B atau Park Bogeum sang model mading sekolah dari kelas 3-D. Chanyeol hanyalah salah satu pelajar terbaik yang populer diantara jajaran guru-guru di sekolahnya saja. Yeah, begitulah ketenaran seorang kutu buku yang hanya mengandalkan otak bukan dari fisik. Secara harfiah sebenarnya Chanyeol akan sedikit lebih keren jika ia merubah dandanannya menjadi lebih kekinian. Itu yang sering sahabatnya Gayeong dan Kyungsoo katakan padanya. Namun ia tidak memiliki waktu untuk repot-repot dengan penampilannya itu, waktunya akan lebih beguna untuk belajar, lagipula ia merasa baik-baik saja dengan penampilannya selama ini. Walaupun ia tampak bodoh dan nerdy namun dia cukup bersyukur tidak menjadi bahan bullyan di sekolah yang menjunjung tinggi hak asasi kesiswaan ini. Ditambah, ajaran keluarga yang konservatif membuat ia lebih banyak terdikte untuk patuh dan terkesan kuno. Lagipula, ia berasal dari keluarga sederhana yang menuntutnya harus unggul di bidang akademik jika ia ingin bertahan di sekolah dan menjadi sukses. Park Yoora, adalah salah satu role model Chanyeol untuk tujuan hidupnya. Kakak perempuannya itu berhasil dari segi akademik, ia mengikuti akselerasi dan mendapatkan gelar sarjananya diusia 21 tahun. Kesuksesannya mengikuti begitu ia menjadi seorang anchor, hidupnya sempurna karena kini ia sedang mempersiapkan pernikahan. Bukankah semuanya berjalan dengan mudah ketika kau menjadi anak penurut, baik dan berbakti pada orang tua? Begitulah pemikiran polos seorang Park Chanyeol. Dia memang terlalu lugu dan naif menghadapi dunianya yang terkadang sangat membosankan serta monoton untuk remaja yang notabene adalah seorang lelaki.
.
.
.
.
"Pastikan kau menghabisi bajingan tua itu dalam sekali tembak Vega, kuharap tidak ada kesalahan sedikitpun." Seseorang berbadan tegap dengan jaket kulit berwarna hitam kembali berujar kepada pemuda mungil yang sedari tadi hanya diam menilik kesiapan senjata laras pendek miliknya.
"Ck,, kau tidak perlu khawatir bung, percayakan saja tugas itu padanya, dia ahlinya, bukan begitu Vega?" Lontaran pertanyaan dan seringaian pemuda tan itu membuat sang pemilik nama meletakkan sejenak senjatanya dan berbalik menyeringai sinis.
"Jangan sebut namaku Vega, jika urusan sekecil ini tidak bisa kuatasi."
"Bagus, aku selalu menyukaimu yang seperti ini, licik dan arogan." Si pria berjaket hitam itu melayangkan tepukan di bahu sebelah kiri dan berbisik sembari menatap tato berukiran burung phoenix di belakang telinga putih berpiercing pemuda mungil berstatus Vega tersebut, menahan diri untuk tidak mengecup serta menjilatnya.
"Jangan kecewakan aku dan Lord, kau harus membuatku puas seperti biasanya."
Seringaian itu kembali tercetak pada bibir yang di pasangkan piercing rantai yang menggantung pada kerah bajunya.
Pandangan mata kecil itu begitu tajam, datar dan menusuk, "Harus kuingatkan jika dalam kamusku tidak ada sebuah kegagalan. Yeah.. Kecuali itu dari kecerobohanmu sendiri membiarkan tikus-tikus busuk itu berkhianat!" Walaupun mendesis, suara itu tegas dan menusuk.
"Hahaha.. Ayolah sayang, kau masih ingin membahasnya? Baiklah, hal itu mungkin kesalahanku tapi kejadian itu sudah berlangsung cukup lama."
"Cih.. Pastikan jika tidak ada pengkhianat diantara orang-orangmu dalam transaksi malam ini Altair."
"As you wish my princess."
"Hentikan memanggilku dengan panggilan menjijikan itu, atau mulutmu akan berakhir mencium senjata ini." senjata itu begitu tegas mengacung lurus kearah mulut si pria pembual berjaket hitam.
"Okey-okey.. Take easy.. Jangan bermain-main dengan senjatamu itu sayang, okay?"
"Ayolah, sampai kapan kalian akan berlove dovey dan menelantarkan aku disini? Pasangan Sialan." Si pria tan sedikit merajuk karena merasa diasingkan sejak kedua rekannya saling berinteraksi bak sepasang kekasih?
"Hey, aku tidak merasa berlove dovey di sini, Dan kami bukan pasangan jika kau lupa." Si pemuda paling pendek diantara mereka merespon.
"Kau iya.."
"Aku tidak.."
"Kau masih menyangkal itu?"
"Aku tidak menyangkal apapun, nyatanya aku memang tidak."
"Hey.. Sudahlah, berhentilah bermain-main, Ya! Ya! jangan menggodanya lagi Deneb, kami belum seintim itu."
"Belum? Jadi kalian akan?" Si tan semakin menggoda dengan menaik turunkan alisnya.
"Aku bilang hentikan Kai- " pria berjaket hitam mendesis tajam, "Sebaiknya kita persiapkan pertunjukan kita malam ini. Siapkan peralatan kalian dan let's make showtime!." Lanjutnya dengan seringaian.
Begitu pula dengan bibir kedua namja lainnya yang menampakkan seringaian yang sama. Tugas tengah dimulai, beberapa perlengkapan telah terpasang pada tubuh mereka, sebuah aerphone, beberapa senjata, sebuah koper berisi uang dan tak lupa sebuah alat pelacak. Semuanya telah siap untuk pesta malam ini.
.
.
.
.
"Ibu,,! Ibu..!" Terdengar teriakan bass seseorang dari arah lantai atas, diiringi gemuruh telapak kaki menuruni tangga.
"Bu, dimana kaos coklatku?!"
Sang ibu yang tengah sibuk memasak dikagetkan dengan anak lelakinya yang muncul dari balik pantry dengan masih bertelanjang dada hanya ada handuk yang tersampir pada pundaknya.
"Ommona! Pakai bajumu Chanyeol.."
"Ibu,, aku bertanya dimana kaos coklatku?"
Si ibu yang masih tampak cantik itu sedikit berdecak.
"Ck.. Kaos coklat yang mana? "
"Kaos coklat bu, yang sering aku pakai, aku meletakkannya di gantungan baju semalam. Ibu melihatnya?"
Ibu cantik itu mencoba mengingat ketika tadi pagi ia membereskan kamar sang anak.
"Aahh.. Kaos itu ya?" Chanyeol mengangguk dan menunggu antusias jawaban dari kalimat menggantung sang ibu.
"Ibu buang." Kalimat pendek itu di ucapkan dengan ringan dan tanpa dosa oleh sang ibu.
"MWO?! Kenapa ibu membuangannya?! Arrghhh waee~!"
Pletakkk.. Satu jitakan mendarat manis di kepala sang putra.
"Awww, kepalaku..sstt.."
"Berhentilah berteriak, aku tidak pernah mengajarimu berteriak di depan orang yang lebih tua."
Setelah memberi hadiah jitakan manis pada kepala sang putra si ibu cantik kembali berkutat dengan masakannya yang hampir tersaji sempurna.
Si putra, Chanyeol mencebil kesal melihat tindakan ibunya yang dengan tanpa berdosa membuang kaos kesayangannya itu. Sang ibu melirik putranya itu sekilas.
"Berhenti merajuk dan segera pakai kaosmu yang lain, bukankah ibu menyuruhmu membeli beberapa bahan tambahan di supermarket?"
"Aa~ wae? Kenapa ibu membuangnya? Ibu tega sekali.." Terlihat kedua sudut bibir itu melengkung kebawah dengan mata yang berkaca-kaca.
"Y-yaakk.. Hentikan ekspresi sedih itu, kau bilang aku tega? Ibu mana yang tidak miris melihat putranya hanya memakai kaos yang itu-itu saja chanyeol-ah, seperti kau tidak punya baju lain saja, Nak, kaos itu sudah tidak layak untuk di pakai, bahkan warnanya saja sudah pudar dan kau masih memakainya? Ya Tuhan, Lalu kau kemanakan baju lain yang ibu belikan untukmu, eoh?" Omelan sang ibu agaknya membuat Chanyeol sedikit mengkerut takut.
"Tapi, itu baju kesayanganku bu." Cicit chanyeol.
"Ibu, Chanyeol, ada apa ini?" Seorang gadis cantik tiba-tiba hadir mengalihkan atensi keduanya, dialah anak perempuan satu-satunya di rumah ini, Park Yoora.
Yoora, yang baru membuka pintu depan sepulang kerja mendengar suara ribut dari arah dapur. Ia kemudian melangkahkan kakinya menuju asal suara dan mendapati ibu serta saudara laki-lakinya tengah beradu argumen.
"Noona,, ibu membuang bajuku~" adu Chanyeol dengan manja, berharap mendapat pembelaan. Yoora sedikit membolakan matanya. Ia mengalihkan tatapannya dari Chanyeol ke arah ibunya yang sedang menata hidangan makan malam.
"Benarkah itu bu?"
"Haih.. Ibu hanya membuang benda yang tidak perlu."
"Tidak perlu? Aku masih memerlukannya bu, bahkan aku masih memakainya." Chanyeol meratap begitu dramatis.
"Apa harus sampai membuangnya bu?" Yoora menyela.
"Yoora-ya,, coba kau pikir bagaimana perasaan seorang ibu yang melihat putranya hanya memakai baju yang tampak begitu lusuh, bahkan warnanya saja sudah pudar, bagaimana jika kau menjadi ibu, eoh?" Si ibu tak kalah mendramatisir keadaan.
Yoora hanya memandang iba sang ibu, dia tidak menyalahkan ibunya jika keadaannya seperti itu. Memang adiknya saja yang maniak.
"T-tapi itu baju kesayanganku noona~ lagi pula itu barangku, kenapa ibu seenaknya!" yoora melihat lucu adiknya yang merajuk, dengan sura bass itu dia tidak cocok mengerucutkan bibir seperti itu.
"Sudahlah, kau bisa memakai baju yang lainnya Chanyeol-ah" yoora dengan lembut memberikan pengertian.
"Shirro..!"
"Yaakk..- ctaak.. Suara sumpit yang di banting keras membuat kakak beradik itu menengok kaku sembari meneguk kasar saliva, oh tidak, sepertinya Ny. Park sedang mode marahnya.
"Park Chanyeol,,,jika kau terus menyalahkan ibu hanya karena kaos lusuh itu, jangan harap ibu memberikanmu uang jajan selama seminggu! Kau dengar?! Sekarang pergilah ke supermarket dan pakailah baju yang layak!"
"Sudah sana, jangan membuat ibu lebih marah,, lagi pula ayah sebentar lagi akan pulang.. Ppali.. Ppali.." Yoora berbisik dan berusaha mendorong bahu tegap Chanyeol saat adiknya itu hanya bergeming dan akan melontarkan kalimat pemberontakan lagi pada ibu mereka.
"Aishhh..." Chanyeol mengacak rambutnya kesal dan menghentakkan kaki kemudian beranjak pergi.
Yoora Dan Ny. Park hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Chanyeol yang kekanakan hanya karena sepotong baju lusuh kesayangan. Sebenarnya Ny. Park sudah menduga putranya itu akan kesal seperti ini namun harus bagaimana lagi, dia sudah terlalu sering meminta putranya itu untuk tidak hanya memakai pakain itu saja, tapi sayangnya putranya itu sudah bebal dan tidak ada pilihan lain kecuali menyingkirkan baju lusuh itu selama-lamanya. Ny. Park sudah hafal dengan benar sifat putranya yang tidak akan mau mengganti barang kesayangannya dengan yang lain sampai barang itu benar-benar tidak bisa di pakai lagi. Tipe setia, eoh? 'Ck, tapi tidak seperti ini juga..' Ratap Ny Park dalam hati.
"Haah..anak itu benar-benar..."
"Sudahlah Bu, ibu tahu sendiri kan jika Chanyeol itu masih kekanakan..Jadi ibu tidak perlu marah lagi." Yoora menenangkan dan memeluk ibunya yang sepertinya lelah itu dari samping. Membuat ibunya tersenyum manis.
"Mandilah, kau pasti lelah bekerja dan juga menyiapkan pernikahanmu. Sebentar lagi ayahmu akan pulang, kita akan makan malam bersama, Ibu sudah menyiapkan makan malam."
"Baiklah Bu, aku mandi dulu.."-cup, anak perempuan itu mencium ibunya dengan sayang sebelum melenggang pergi menuju kamarnya.
Ny. Park menatap punggung putrinya dengan sendu, ia akan melepas putri kecilnya yang kini menjadi sosok wanita cantik, lembut dan penyayang itu untuk orang lain setelah putrinya menikah. Ia merasa bersyukur dengan mendapatkan kedua putra putri penurut, baik, dan membanggakan. Kedua putra putrinya saling menyayangi dan melindungi satu sama lain. Sedari mereka kecil tidak pernah Ny. Park melihat kedua anak-anaknya bersiteru, Yoora akan menjadi kakak yang baik, penyayang dan mengalah sementara itu Chanyeol akan menjadi adik yang manis dan penurut. Kadang ia berfikir bagaimana kehidupannya kini jika anaknya yang lain dapat berkumpul bersamanya saat ini? Mungkin saja kebahagiaannya dengan Park Kyuhyun sang suami akan lebih sempurna. Tapi.. Sudahlah semua hanya masa lalu.
.
.
.
.
Malam beranjak semakin larut, jalanan tampak semakin lenggang, hanya ada beberapa kendaraan pekerja lemburan yang masih berlalu lalang. Tidak jauh berbeda dengan jalan pada gang-gang sempit yang tampak sepi dan gelap, dan disinilah Chanyeol berada. Menyusuri jalan setapak menuju arah rumahnya yang berjarak beberapa blok dari tempatnya berada saat ini.
Sial..! Ia beberapa kali menendang batu kerikil. Salahkan saja ibunya yang dengan tanpa bersalah membuang baju miliknya, membuat Chanyeol kesal dan lebih memilih ke game center setelah membeli barang pesanan ibunya dari pada segera pulang ke rumah. Chanyeol dengan game, perpaduan yang sempurna. Aku bertaruh dia akan lupa waktu dan Taraa, Terbuktikan dengan dirinya yang masih berkeliaran di malam saat waktu menunjukkan angka 23.13 waktu setempat. Hey.. Jangan salahkan Chanyeol jika dia sedang menyuarakan protes atas ketidak adilan ini. Persetan dengan orang tuanya yang akan mencarinya karena ia pulang begitu terlambat, omong-omong dia tidak pernah pulang selarut ini, bahkan dia mengabaikan makan malamnya. Ayolah, dia sedang kesal, oke! Lagipula dia lelaki, tidak ada yang terjadi pada lelaki yang berkeliarani di -
Sreekk..
Malam hari?
Suara aneh terdengar dari arah pertigaan jalan yang gelap. Chanyeol otomatis menghentikan langkahnya dan mengedarkan pandangan. Ia menajamkan penglihatan dan pendengaran, takut-takut ada perampok atau penjahat yang mengintai dirinya. Entah mengapa hawa dingin semakin menusuk dan angin malam serasa berhembus aneh menggelitik tengkuk Chanyeol. Ia merasa merinding.
Srakk srak-
Siapa disana?! hening tidak ada jawaban. Merasa ketakutan menghampirinya Chanyeol mempercepat langkah, sungguh ia segera ingin sampai di rumah saat ini. Beberapa kali ia mengumpat atas kebodohannya sendiri karena memilih berjalan kaki dari pada membawa sepeda miliknya. Namun baru beberapa meter Chanyeol melangkah -
Wush
Chanyeol bersumpah ada sekelebat bayangan yang terlihat dari pancaran lampu jalan dibelakang tubuhnya.
Deg... Jantung Chanyeol berdetak kencang, Ia berdiri di tempat dan berkomat-kamit merapalkan doa sebisanya sembari perlahan menolehkan pandangannya kebelakang.
Sret ia mengedarkan mata kesekitar, namun ia tidak menemukan siapapun. Hah.. benar- benar memicu adrenalin. Chanyeol menghela nafas lega.
Ia kemudian membalikkan tubuh untuk meneruskan perjalanan. Namun baru saja ia akan melangkah.
Grep..
Mulutnya di bekap oleh seseorang dari belakang dan tubuh bongsornya di seret ke balik dinding yang gelap. Melupan belanjaan ibunya yang terjatuh berserakan ia tidak memikirkan apapun karena terlalu terkejut.
"Emmptt... Eummmpp.." Chanyeol berusaha meronta dan melepaskan tangan yang mendekap mulutnya. Demi tuhan, Chanyeol benar-benar ketakutan saat ini.
"Diamlah, atau aku akan membunuhmu disini." Desisan disertai ringisan tenor yang mengalun di dekat telinganya membuat Chanyeol menegang ketakutan dan menghentikan rontaannya.
Jangtungnya berdetak begitu cepat karena takut, keringat sebesar biji jagung keluar membanjiri dahi Chanyeol, ia menelan ludah dengan susah payah. Apakah ia akan mati malam ini? Di tangan seorang penjahat? Oh tuhan dosanya masih banyak, ia belum meminta maaf kepada ayah, ibu dan kakaknya. Ayolah, ia masih begitu muda, ia juga belum memiliki kekasih jika kalian ingin tahu, dan Chanyeol akan mati dengan menyedihkan di tangan penjahat.. 'Huhuhu... Ayah,,, ibu aku belum siap!'
Saat sedang meratapi nasibnya suara gemuruh langkah kaki beberapa orang terdengar tidak terlalu jauh dari tempat Chanyeol di sekap.
Tap.. Tap.. Tap...
"Sial.. Kemana larinya si keparat kecil itu?!."
Chanyeol yang mendengar suara seseorang tidak jauh dari tempatnya berusaha memberi tanda, berharap orang tersebut bisa menolongnya.
"Eummppp... Eummppp.."
"Diamlah brengsek, atau kita akan mati berdua disini jika mereka menemukan kita" Lagi-lagi suara desisan penuh amarah itu membuat ia terbelalak.
"Ketua.. Sebaiknya kita tinggalkan tempat ini, ada beberapa polisi yang sedang berpatroli, lagipula bajingan itu terluka, dia tidak mungkin bertahan."
"Cih.. Bajingan licik.. Kau tidak akan ku lepaskan setelah ini setan kecil, Akan aku buktikan jika Lord mempercayai orang yang salah, ayo kita pergi."
"Baik ketua.."
.
.
Sementara itu hening menyelimuti antara Chanyeol dengan entah siapapun gerangan orang yang mendekap mulutnya saat ini.
Chanyeol hanya mampu mendengar deru nafas berat memburu dari arah belakang tubuhnya diantara ketakutannya sendiri. Ia merasakan tangan dengan jari lentik yang mendekap mulutnya semakin terasa dingin dan mengendur.
Tanpa membuang kesempatan Chanyeol menarik tangan itu menjauh dari mulutnya berbalik dan mendorong tubuh yang terbilang kecil itu hingga terjungkal menabrak tong sampah.
Bruukk..
"Urrghh.." Pemuda mungil itu meringis dan meringkuk diatas tanah. Chanyeol melangkah mundur satu langkah. Ia mencoba meneliti wajah si pelaku pembekapan, namun percuma karena penerangan yang redup membuat dirinya tidak bisa melihat wajah itu.
Hey.. Apa pedulinya saat ini, ia harus segera berlari sebelum penjahat didepannya menangkapnya lagi dan membunuhnya.
"Tunggu.. !" Baru saja ia akan berbalik suara tenor bernada rendah itu menahan langkahnya. Pemuda mungil itu tertatih untuk berdiri, sesekali meringis dan melindungi area perut kanannya.
'Kenapa dengannya? Apa aku terlalu keras mendorongnya?' Pikir Chanyeol. Hey, harusnya kau yang harus mempertanyakan kepada dirimu sendiri Park Chanyeol-ssi, Ada apa denganmu? Seharusnya kau pergi dan berlari sekarang, bukan hanya mematung di tempat dan bertampang bodoh seperti itu.
"Ku h-harap.. Urghh..sstt.. K-kau t-tidak membuka m-mulutmu.. Arhht.. Kepada p-polisi jika.. Sstt..sial..arghh."
Brugh..
Pemuda itu berlutut di depan Chanyeol. Sekatika itu Chanyeol baru menyadari saat terdapat cairan pekat berwarna merah menggenang menyentuh sandal rumahnya, bahwa pemuda penjahat ini terluka? Oh tuhan.. Chanyeol melotot horror.
" H-hey.. K-kau tak apa-apa? K-kau berdarah.." Bodoh. Harusnya kau pergi saja Chanyeol, bukan malah bertindak sebaliknya, berjongkok dengan menepuk pundak pemuda itu dengan ragu dan menanyakan keadaannya? What the hell..
Pemuda mungil di depannya mendongakan kepala dan seketika itu -
Deg ..
Chanyeol terpaku sesaat, ia melihat dengan begitu jelas paras pemuda mungil yang tadi sempat mendekapnya. Sungguh ia tidak percaya jika paras di depannya ini adalah seorang penjahat. Bagaimana bisa?
Seringaian itu tampak dari mulut yang merah dengan sedikit luka di ujung bibirnya, " Pergilah.. D-dan jangan b-beri tahu urrghh.. P-polisi..hh..sstt.." Suara tenor itu semakin memburu tampak menahan nyeri yang teramat sangat. Pemuda mungil itu sedikit mendorong dada Chanyeol dengan tangan lainnya yang bebas. Berniat meminta agar Chanyeol segera pergi.
Pikiran Chanyeol berkecamuk antara sisi baik dan jahatnya. Apa yang harus ia lakukan? Ia memang bepikir jika pemuda di depannya adalah seorang penjahat yang mungkin saja berbahaya, tapi ia juga masih memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi kawan.
"K-kau terluka.." Alih-alih bingung apa yang harus ia lakukan, Chanyeol justru bertanya dengan pertanyaan yang jelas-jelas tidak memerlukan jawaban.
Pemuda mungil itu masih sempat berdecak kesal, "Ck.. Menurutmu?!" Diantara ringisannya ia masih meminta Chanyeol pergi, "Pergilah.. Aku tidak memiliki urusan lagi denganmu.. Urghh.."
Chanyeol sempat terbelalak dan mendengus, apa-apaan pemuda ini? Bukankah dia yang membekap mulutnya, menyeretnya kemari dan melihat keadaan mengerikan pemuda itu? Dan pemuda itu mengusirnya pergi setelah ia tau kondisi pemuda itu yang sekarat? Hey, Chanyeol masih memiliki hati untuk tidak membiarkan seseorang mati begitu saja.
Brukk.. Pemuda itu tersungkur kembali dan menggigil.
Chanyeol membelalak.
"Hei-hei.. Ada apa denganmu? Oh, Ya Tuhan darahnya.." Chanyeol kalang kabut melihat darah yang tidak berhenti mengalir dari luka berlubang di perut pemuda itu.
"Hei.. Tuan,, aduh, bagaimana ini? Tuan bangunlah..!" Chanyeol menepuk beberapa kali pipi lembut itu dan menempelkan telinganya keatas dada sang pemuda, nafas pemuda itu begitu berat hampir tak terdengar.
Oh tidak..
"Tuan bangunlah, hei,, kau tidak mati bukan? Hei kau tidak boleh mati disini, Aishh,,, bagaimana ini, ibu... Apa yang harus kulakukan?" Chanyeol menggiti kukunya panik, namun seketika berpikir sejenak dan ia menjentikkan jari. Kenapa ia melupakan benda itu? Telephone genggamnya. Ahh.. Dimana telphone genggamnya? Chanyeol mencari diantara saku jaketnya namun sepertinya ia melupakan jika telephone genggamnya tertinggal di meja belajar tadi.
"Aishh.. Bodoh, kenapa harus tertinggal?! Arghh bagaimana ini?" Chanyeol kembali menggoyangkan tubuh si pemuda.
"Tuan, oh tidak, apa kau sudah mati?" Chanyeol menusuk-nusukan jarinya kesalah satu pipi sang pemuda dan mendekatkan wajahnya guna memastikan apakah pemuda itu masih bernafas.
"A-aku belum m-mati, b-bodoh."
"Hyaaa... " Chanyeol terjengkang ke belakang saat dengan tiba-tiba pemuda itu membuka mata tepat di depan wajahnya.
"Kenapa kau mengagetkanku?" Chanyeol mengusap pantatnya yang berdenyut nyeri dan mendengus kesal sembari beranjak dari posisi duduknya yang tidak elit.
"K-kau berisik." Hey, dalam keadaan sekaratpun pemuda itu masih bisa mengatai. Oh jinjja..
"Ayolah, aku berusaha menolongmu disini." Chanyeol benar-benar sudah jengah.
"Sudah kukatakan untuk pergi."
"Yak.. Kau pikir aku tidak memiliki hati dengan membiarkan orang yang hampir mati begitu saja? Tidak, terimakasih." Lagi-lagi Chanyeol tidak mengerti mengapa manusia didepannya ini tidak menginginkan pertolongannya.
Hening beberapa saat.
"Aku pinjam ponselmu." Chanyeol mengulurkan tangannya, sebelum ia memukul kepalanya sendiri, ayolah Park, manusia didepanmu ini sedang terluka dan untuk menggerakkan tubuhnya saja ia tidak mampu, bagaimana mungkin dia bisa memberikan telephonenya untukmu? 'Pabboya Chanyeol', Hahh.. Baiklah, tidak ada cara lain.
Chanyeol mulai merogoh saku jaket kulit si pemuda, mengundang tatapan mengintimidasi dari si pemuda yang masih terkapar di tanah.
"Apa yang kau lakukan?" Mendesis, ia mulai bersiaga dengan apa yang di lakukan pemuda tinggi di depannya.
"Tentu saja mencari ponselmu,, ahh dapat."
Chanyeol menggenggam smarphone berwarna hitam, ia menyentuh layar itu dan beruntung smartphone itu tidak membutuhkan kata Sandi untuk membukanya.
Manik mata pemuda terluka itu menatap chanyeol gelisah. 'Apa yang akan di lakukan anak ini?'
Chanyeol melirik sekilas, " Aku tidak akan menelfon polisi, tenang saja."
Seperti mendapatkan jawaban yang melegakan pemuda itu menutup kembali matanya, ia begitu lelah dan kehilangan banyak darah.
"Hei, tuan bangunlah, ayoo.. Naiklah kepunggungku, aku akan menggendongmu sampai ke jalan raya."
Belum sempat pemuda mungil itu menjawab, Chanyeol mengembalikan smartphone hitam di tangannaya ke jacket kulit pemuda itu setelah ia menggunakannya entah untuk apa, ia kemudian membantu si pemuda menaiki punggungnya. Berulang kali si pemuda menolak, namun mereka berdua sama-sama sekeras batu. Jika saja luka tembak sialan itu tidak menembus perutnya pemuda mungil itu mungkin sudah menang untuk mendebat bocah tinggi yang kini menggendongnya di punggung.
Hangat..
Itulah yang ia rasakan saat tubuh lemahnya berada di gendongan punggung tegap bocah tinggi ini. Ia berfikir bocah ini begitu keras kepala dan lugu. Mirip dengan seseorang, bahkan kehangatan punggunyapun sama.
Semilir angin malam semakin berhembus menerpa kedua sosok yang melewati jalan setapak yang cukup sempit.
"Hei bocah,, k-kenapa kau menolongku?"
Chanyeol sedikit memelankan jalannya dan membenahi gendongan di punggungnya.
"Itu.. Karena kau bernyawa.. - jeda sesaat- " bagiku apapun itu yang bernyawa adalah berharga dan ia berhak untuk hidup, bahkan nyawa dari binatang menjijikan sekalipun mereka tetaplah berharga, mereka juga berhak untuk hidup."
Kalimat polos itu begitu terdengar konyol di telinga seseorang seperti dirinya yang begitu mudah melenyapkan berpuluh-puluh nyawa seseorang. Sepertinya kau merasa tertampar, eoh?
Pemuda mungil itu tersenyum diantara kesadarannya yang menipis, ia tampak mengambil sesuatu di balik jaket kulitnya dan secara diam-diam memasukkan benda itu kedalam saku jaket si bocah yang kini menggendongnya. Tanpa pemuda tinggi itu sadari si pria mungil menyurukkan kepalanya mencari kenyamanan dalam punggung tegap si pemuda dan ia semakin mengeratkan pegangannya pada leher jenjang si bocah tinggi, sungguh, ia merasa begitu nyaman. Sudah lama sekali ia tidak merasakan rasa nyaman dan hangat ini.
'Siapa sebenarnya dirimu, bocah?'
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
TBC.
.
.
Arrghhhh... APA ini? Tell me, What is it? Oke guys,, jangan timpuk gue soalnya sempet menghilang lama dan menelantarkan TDS.. Sungguh, jinjja, jeongmal, really bukan maksud gue, tapi keadaan real life yang memaksa buat hiatus guys.
Okey, kalian pasti agak kezel soalnya gue malah bikin fic baru bukannya ngelanjutin TDS, but wait, TDS masih aku lanjut guys tenang aja, tapi memang harus sabar, aku harus nyari ilham dulu sebelum nulis TDS.
Karena jiwa CBHS gue lagi bergejolak dan berkobar dengan momment mereka yang bertebaran, maka jadilah..
Yeah.. Beginilah..
Ya sudahlah, iyain ajalah ya..
Okey.. Mana nih yang kyumin sekaligus CBHS?! Atau yang CBHS aja juga gak papa...
ThanKyu for all readers yang udah support.. Kalian luar biasa.. Daebaakk..
Ohyaa hampir lupa, fic ini gue persembahin buat ultah mami dan juga gue sendiri walaupun udah telat, gapapalah ya baru 2 hari ini. Kekeke...
Happy birthday mami Baek, istrinya bapak negara kita Park Chanyeol tertjintaa... 🎂🎂 Yeeyy.. Selamat ulang tahun juga buat author kita.. *yes gue.. Gak ada yang mau ngucapin neh? Hahaha.. *maksa banget lu thor.. Oke skip -
Selamat menjadi tua uri Baekhyuniee dan aku juga (kita samaan umurnya).. Semoga kita semakin sukses serta sehat selalu yaa, mami tambah bohay dan tambah tjintahh sama bapak negara *read Pak Chanyeol..
Okelah, yang terakhir... Gue mau minta pendapat kalian terutama yang para penikmat TDS, gimana menurut kalian kalo TDS gue remake jadi Chanbaek vers? Aku butuh pendapat guys.. Please don't be silence reader oke? Okelah..
The last, Happy reading and enjoy..
Kecupp.. Manjahh untuk kalian semuaa.. Ummuuahhh...😘
Review juseyoo~
Setidaknya review kalian membuat hatiku berbunga-bunga..
Salam 137 & 614...