Chanbaek Story by Yasaenghwa

WARNING !

Chanbaek, YAOI, Boyslove, Angst/lil bite actions, romance and humor, rate-M, Typo(es), GS untuk beberapa karakter, M-preg

Disclaimer:

this fic is mine,

I hate Siders, Segala macam Bash/Flame and Fans war.

Dilarang Keras memplagiat tanpa ijin!

Forbidden to children, fanfic ini menimbulkan efek samping pusing, mual dan muntah jadi sediakan kantong kresek sama antimo. 😂

.

.

.

Don't like, just click close (X)

Sekali lagi saya peringatkan gak suka gak usah baca

Happy reading and enjoy..

Main cast:

Park Chanyeol

Byun Baekhyun

Support cast:

Kim Jong In aka Kim Kai

Oh Sehun

Do Kyungsoo

Xi Luhan

All of exo members

Moon Ga Young

Cho Kyuhyun

Max Changmin

Dan akan bertambah sesuai kebutuhan cerita

Summary:

Tuhan tidak memiliki secuilpun kesulitan untuk mempertemukan bahkan mengikat seorang kriminal bernama Byun Baekhyun dengan pemuda SMA periang bernama Park Chanyeol jika memang Ia menghendaki. Namun bagaimana jadinya jika kebaikan Tuhan ini mereka anggap sebagai takdir yang konyol? Tidak masuk akal dan terlalu drama? Hey, mungkin saat pembagian jodoh mereka tertukar? Ayolah.. Tuhan tidak pernah salah kawan.


Chapter 3

.

.

"Pria ini, dia merupakan tangan kanan Lord yang baru selain Kim Suro. Kabarnya dia adalah pembunuh bayaran, namun akses data kejahatannya sudah di hapus entah bagaimana caranya. Aku terkejut dia bersih dari tuduhan criminal saat melihat data dari kepolisian pusat. Bahkan saat ini namanya tercatat menjadi salah satu pebisnis sukses dalam masalah game developer. Bisnis gamenya ini merambah pasar Asia dan Eropa. Namanya Choikang Changmin, lebih dikenal dengan nama Max, Kodenya adalah Alteir."

seorang yeoja berkacamata yang diketahui sebagai Park Minyeong sang cyber police mulai menjelaskan satu per satu profil bergambar yang dicurigai terlibat dalam traksaksi misi penangkapan mereka 10 hari yang lalu.

"Lalu, yang ini adalah Kim Jongin alias Kim Kai, kodenya adalah Deneb. Dia ahli dalam persenjataan." Sambungnya lagi dengan menunjuk layar proyektor yang kini berganti dengan wajah seseorang yang diketahui bernama asli Kim Jongin tersebut.

"Sama sepertiku?" Tanya pemuda mungil berparas cantik menyela, dialah Luhan.

"Yeah, Kurasa kalian akan cocok. Hahaha…"

"Sial kau Hyung!" Luhan melempar bola kerta yang ia remat dan hampir saja mengumpat pada Jay jika saja tidak mendapatkan pelototan cuma-cuma dari Minyeong yang merasa terganggu atas aksi menyelanya.

"Bisa kita lanjutkan?"

'Awas saja kau Hyung!' Sungut Luhan dalam hati sembari mempoutkan bibir melihat Jay dengan sengaja menjulurkan lidah untuk meledek dirinya.

Sementara Miyeong berdehem untuk menyambung penjelasannya kembali.

"Kai merupakan orang kepercayaan Max. dia diduga menyelundupkan senjata dari Rusia dan Canada secara illegal, tapi sialnya lagi-lagi aku tidak bisa menemukan apapun setiap kali aku mencoba untuk meretas system mereka." Keluhnya merana.

"Mereka pasti memiliki Hacker yang handal sepertimu Minyeong-ah."

"That's it, seperti yang kau ucapkan Jay. Mereka memilikinya." Minyeong mengganti slide untuk menunjukkan foto baru.

"Namanya Lee Hyunwoo kodenya adalah Rigel. Dia menerima predikat Hacker underground dari terakhir yang aku dengar. Dia merupakan satu-satunya pembuat game di bawah perusahaan besar Max dan tidak memiliki catatan criminal apapun untuk setingkat pelajar SMA."

"SMA?" Nada terkejut disertai pelototan dari Jay dan Luhan membuat Minyeong terkekeh geli.

"Tidak usah terkejut, ia memiliki bakat alami."

"Ya nonna, kau dikalahkan oleh seorang bocah?" ledek Luhan tak percaya, sementara Jay menimpali dengan kata─

"Daebaakk!" dengan nyaring, membuat Minyeong merengut dan berdecak kesal.

"Ck.. kalian benar-benar─"

"Jangan hiraukan mereka, lanjutkan saja." Suara tenang milik sang Kapten berhasil membuat keributan yang hampir saja terjadi berhenti.

"Aku sudah selesai, Pak." Minyeong mematikan layar proyektor dan kembali ketempatnya.

"Tunggu, bagaimana dengan pemuda berambut merah yang aku temui saat itu?" sang Kapten, Kyuhyun bertanya penasaran karena Minyeong tidak menyinggung satu halpun mengenai pemuda yang menjadi otak keributan.

"Ah! Maaf kapten, aku hampir saja melupakannya. Ini.." Minyeong menyodorkan tablet miliknya dan menampilkan sosok berambut merah dengan Masker menutupi sebagian wajahnya.

"Namanya V, kodenya adalah Vega. Dia sniper seperti halnya Jay, tapi kurasa akurasinya jauh lebih sempurna jika harus dibandingkan dengan Jay." Minyeong melirik sekilas kearah pemuda disampingnya yang tampak melongo, bermaksud mengejek. Hal ini tidak luput dari perhatian luhan yang terkikik puas mendengar kata-kata tajam Minyeong.

'Kena kau Hyung, rasakan!' soraknya dalam hati.

"Hanya itu?" Kyuhyun bertanya seolah tidak puas dengan data yang diberikan. Ia kemudian menatap lekat dan membayangkan wajah seperti apa yang tersembunyi di balik penutup hitam itu.

Sementara Park Minyeong hanya mampu menggeleng pasrah, menandakan bahwa dia tidak bisa menemukan apapun lebih dari informasi yang ia laporkan saat ini.

"Sepertinya Lord mengetahui jika Yoo Youngmin dalam kendali kita sehingga dia membunuh bajingan itu. Kita tahu jika dia tidak segan membunuh partnernya yang berkhianat, bahkan akan menghabisi musuh yang dianggapnya berbahaya sampai ke akar. Ku rasa dia adalah tipe orang yang tidak mudah percaya sekalipun itu bawahan setianya."

"Ya kau benar Jay, misi kita semakin berat dengan bergabungnya orang-orang baru pada pihak Lord." Kyuhyun memijat kepalanya yang terasa berdenyut. Ini bahkan lebih sulit dari 20 tahun yang lalu saat dirinya memenjarakan Lord.

"Satu-satunya harapan kita untuk menemukan persembunyian Lord telah mati. Kita tidak bisa menangkap mereka sekalipun kita mengetahui identitas siapapun mereka yang bekerja untuk Lord karena kita tidak memiliki cukup bukti. Lalu harus bagaimana lagi?" Luhan tertunduk lemas mendengar ucapannya sendiri.

"Sudah ku katakan para mafia ini sangat pintar dan licik, mereka pasti sudah menghapus semua barang bukti. Bahkan system dari kamera pengawaspun tidak berguna. Membuat kesal saja."—kreg— suara pena yang patah mengakhiri ucapan berang Jay.

"Tidak, kita masih memiliki harapan. Miyeong-ah selain ketua Kim, awasi orang-orang ini. Laporkan kepadaku apapun yang kau dapat. Pembahasan hari ini ku rasa cukup. Kita akan melakukan pertemuan ulang setelah aku mendapatkan laporan dari Song Qian." Kyuhyun mengakhiri rapat mereka dengan ucapan terimakasih dan pujian akan kerja keras yang diberikan.

Semua yang berada disana akhirnya bisa mengendurkan bahu dan melepaskan penat mereka setelah berkutan dengan kasus-kasus kejahatan yang memusingkan. Tentu saja! Mereka tidak menangani satu kasus ini saja kawan. Banyak kasus yang harus mereka tangani.

•

~ Opposite Polar ~

•

Cklek─

"Ayah pulang!" suara pintu yang kembali tertutup disertai teriakan seseorang dari arah ruang tamu menarik perhatian Chanyeol yang sedang memainkan game Counsolnya di depan televisi. Dia hanya menengok sebentar kebelakang untuk memastikan dan justru berteriak memberitahu sang ibu tanpa menghentikan aktivitasnya.

"Bu, Ayah sudah pulang!"

Sang ibu yang masih mengenakan apron bermarna merah muda menghampiri dengan tergopoh dari arah dapur untuk menyambut sang suami.

Ny Park hanya mampu menggelengkan kepala saat melewati Chanyeol yang tampak tak terusik sama sekali dengan permainan gamenya.

.

"Selamat datang sayang, kau sudah─ Luhan!" istri dari Park Kyuhyun itu terkejut bukan main saat mengetahui di belakang suaminya berdiri seorang pemuda yang amat ia rindukan.

"Bibi!" Luhan melambai riang dan tak lama pelukan hangat dari Ny Park ia dapatkan secara cuma-cuma.

"Bibi merindukanmu. Kapan kau kembali, Luhannie?"

"D-Dua minggu yang lalu Bi. .." Luhan menjawab takut-takut dan tertawa canggung diakhir saat mengatakannya. Bibinya ini pasti akan mengomel jika─

"Dua minggu?! YAK! Bagaimana bisa kau pulang dua minggu yang lalu dan baru menemui bibimu ini sekarang, eoh? Jahat sekali."

'Nah kan, sudah ku katakan Bibi Ming pasti akan mengomel.' Luhan tak mampu berbuat apapun untuk menghentikan ceramah panjang lebar dari sang bibi. Bahkan pamannya Kyuhyun, tidak dapat membatu sama sekali saat tatapan memohon itu ia berikan. Luhan hanya bisa meringis menanggapi omelan Ny park dengan sesekali mengucapkan kata 'Maaf'.

Sebenarnya Ny Park tidak benar-benar marah, ia hanya kesal sekaligus gembira saat pemuda cantik di hadapannya berkunjung setelah sekian lama. Ia bahkan secara tidak manusiawi menyeret Luhan kedalam mengabaikan sang suami yang masih berdiri mematung tertinggal sendirian di ruang tamu. 'Aish, bahkan dia tidak menciumku seperti biasa. Menyebalkan sekali!'Kyuhyun berdecak kesal dan setelahnya menyusul kedalam.

.

.

"YA! Kau mengabaikan kedatanganku dengan game menyebalkan itu." Park Chanyeol mendengar suara yang tidak asing menyambangi telinganya. Ia segera mempause dan menengok kearah pintu tepat dimana suara itu berasal.

Tampaklah disana seorang pemuda cantik bersurai caramel dengan mengenakan setelan kasual, riped jeans warna hitam dipadukan dengan kaos dilapisi dengan jaket kulit berwarna Maroon tengah bersedekap menyender pada daun pintu.

Seketika kedua mata Chanyeol yang bulat menjadi semakin bulat saat menyadari pemuda tersebuat─

"LUHAN HYUNG!" Chanyeol membuang stik gamenya asal dan melompat dari atas sofa untuk menerjang tubuh mungil luhan didepan pintu.

"WOW! Santai Brother!" Luhan sempat terdorong kebelakang saat tubuh bongsor milik Chanyeol dengan tidak tahu diri menerjang tubuh kecilnya. Mereka hampir saja terjungkal jika saja Luhan tidak memiliki reflek menahan yang bagus.

"Hyung..Hyung..Hyung.. Ini benar kau?" Chanyeol melompat-lompat seperti anak kecil mendapatkan coklat saat pemuda didepannya benar adalah Luhan, Hyung tersayangnya.

Ia bahkan berteriak heboh dengan suara bassnya itu ketika Luhan mengangguk dan membalas pelukannya. Bisa kau bayangkan itu?

"Ini aku, Park dobby…"

"AAA─ Hyung, aku merindukanmu! Jinjja..!" Chanyeol kembali terlonjak senang mengguncang tubuh luhan kekiri dan kekanan seraya memeluk Luhan semakin erat. Membuat tubuh yang lebih mungil memprotes cukup kesal.

"Y-yak! P-pelukanmu ter-Urg-lalu e-rat Chan-yeol-ah! A-aku se-sak."

Chanyeol segera melepas pelukannya saat dilihat tubuh sang Hyung hampir saja membiru kehabisan nafas karena pelukan eratnya.

"Hehe.. maaf Hyung, aku terlalu senang." Chanyeol dengan tampang idiot tersenyum lebar dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Luhan cukup dibuat gemas dengan tingkah konyol anak itu dan tanpa pikir panjang mengusak rambut hitam sedikit ikal milik Chanyeol menjadi sedikit berantakan. Dirinya pun tak memungkiri jika ia sangat senang dapat bertemu kembali dengan dongsaengnya itu setelah bertahun-tahun ia harus mengikuti pendidikan kepolisian di China. Sebuah keharusan setelah ia kehilangan saudara sekaligus sahabat kecil paling berharga.

'Hey Mochi, bagaimana dirimu saat ini? Apakah kau tumbuh dengan baik? Apakah kau masih cengeng seperti saat kita kecil dulu? Ah, aku begitu merindukanmu.'

Kerinduan itu sangat menumpuk didasar hati Luhan. Ia hampir saja meneteskan air mata saat kedua mata berkaca miliknya sedetik mengerjap jika saja panggilan keras Chanyeol mengalihkan perhatiannya dari pikiran akan masa lalu.

"Hyung!"

"A-Ah?"

"Kau ini kenapa? Kau tidak dengar ibu menyuruh kita untuk makan malam? ayo!" chanyeol merasa heran dengan sikap Luhan yang tiba-tiba diam dengan tatapan kosong. Sementara ibu mereka beberapa kali berteriak dari arah dapur memanggil mereka untuk makan malam.

Tanpa berkata apapun Luhan dengan cepat melangkah didepan Chanyeol untuk menghapus kasar air matanya sebelum ia berhenti dan berbalik mengajak Chanyeol yang tetap berdiri kebingungan akan sikapnya.

"Hey Park, ayo makan! Aku sudah lapar! Apa kau akan tetap berdiri disitu? Jika iya, aku duluan yang akan mendapatkan semua dagingnya! Hahaha.." Luhan terbirit denga diiringi tawa meninggalkan Chanyeol yang kini membola mendengar ucapannya.

"YAK! Tunggu aku! Hyung, sisakan untukku dagingnya! Aish.."

.

.

.

.

Suara dentuman music didalam sebuah diskotik terdengar cukup keras menyambangi telinga seorang pemuda bersurai merah yang baru saja masuk kedalamnya. Ia dengan pembawaan dominan melenggang kearah bar tender, mengacuhkan beberapa wanita penjajah kelamin yang sesekali menggoda dengan meliukkan tubuh sintal mereka.

"Hey V.. Kau sendiri? Dimana Max?" seorang pelayan bar yang sedang menuangkan Vodca kedalam dua buah gelas menyapa pemuda mungil yang baru saja mendudukkan diri didepan counter miliknya.

"Dia terlalu sibuk untuk bersenang-senang. Berikan aku segelas Martini Jen."

Jenny, dengan gaya nakalnya mengedip setelah mengatakan 'Oke'. Ia dengan cekatan meracik pesanan yang diminta oleh pemuda bernama V didepannya.

Sementara mata kucing berbubuh eyeliner warna hitam milik pemuda itu ia sapukan untuk menyaksikan pemandangan bar yang sering ia temui setiap malam. Pemandangan yang tak jauh dari seorang Dics Jokey dengan beberapa penari striptis dan beberapa pengunjung yang meliukkan tubuh mereka. Beberapa dari mereka bahkan tidak memperdulikan rasa malu dengan bercumbu dan bercinta didepan umum. Hey, apa itu rasa malu? Jangan tanyakan itu karena meraka sama sekali tidak mengenalnya. Meraka hanya mengenal akan kesenangan dan kepuasan dunia. Jadi, cukup membuat pemuda bersurai merah itu mendecih muak sekaligus jijik.

"Satu gelas Martini, spesial untukmu!"

Jenny, si bar tender meletakkan segelas Martini kehadapan sang pemuda. Tanpa ucapan terimakasih pemuda itu menenggak habis minuman dihadapannya tanpa sisa. Ia tampak sedikit mendesis merasakan rasa panas sekaligus pahit di dalam tenggorokan. Namun tidak dengan sensasi nikmat yang ia rasakan setelahnya. Berapa kalipun ia meminum Martini rasanya akan tetap sama.

"Kau sudah melakukan sesuai permintaanku?" pemuda V itu bertanya kepada Jenny setelah meletakkan gelas kosong miliknya. Jenny berpaling dari pekerjaannya meracik beberapa minuman dan mendekat untuk berbisik.

"Tentu, namanya Irene. Dia jalang yang sering di bawa oleh ketua Kim saat mengunjungi Bar. Ku rasa kau akan mendapatkan sesuatu darinya."

"Dimana aku bisa menemui jalang itu?" V bertanya menuntut.

Jenny tersenyum licik dengan pandangan lurus di balik punggung V saat mengatakan, "Berterimaksihlah padaku karena orang yang kau inginkan sedang menuju kemari."

"Hai Jen!" suara seorang wanita dari balik punggungnya membuat V tak bisa menahan seringaian. Terutama saat Jenny balas menyapa dan memanggil gadis itu untuk bergabung.

.

Pertemuan itu disambung dengan sebuah perkenalan yang sudah diatur oleh Jenny.

"Irene ini V temanku, dan V ini Irene."

V tersenyum dan mengulurkan sebelah tangan miliknya, "Aku V. Senang berkenalan dengan gadis secantik dirimu."

Irene membalas dengan senyum tersipu saat bibir tipis milik V mencium lembut tangannya.

"Terimakasih atas pujianmu. Aku Irene, Akupun senang berkenalan denganmu, V."

Irene cukup dibuat tertarik dengan sepenggal nama yang hanya terdiri dari sebuah huruf itu. Apalagi dengan tatapan jantan yang mendominasi dari pria didepannya. Ia menjadi semakin terpikat saat mereka terlibat beberapa obrolan ringan dengan ditemani dua gelas GIN.

"Apakah V adalah nama aslimu?" tak terduga, Irene menanyakan hal yang cukup privasi. Di dunia gelap, mereka semua harus memiliki nama panggilan bukan? Tidak terkecuali dirinya.

"Hahaha,, tentu saja tidak. Itu merupakan nama panggilan seperti milikmu. Irene, nama panggilanmu. Benar?"

"Hmm.. kau benar, ini adalah pertama kalinya orang lain mengatakan jika nama Irene bukan nama asliku karena pada kenyataannya semua orang mengganggap namaku adalah Irene. Aku terkesan denganmu V." Irene terkekeh malu-malu dan kembali menyesap Gin miliknya yang tinggal separuh.

"Aku memiliki nama lahirku sendiri ngomong-ngomong, tertarik ingin mengetahuinya?" V mulai melemparkan umpan, dan─

"Bolehkah?"

HAP─ Umpannya dimakan secara bulat-bulat. Huh, ternyata mudah sekali merayu jalang didepannya ini.

"Tentu, ingin bermain denganku?" V mencondongkan dirinya untuk berbisik seduktif disamping telinga sang gadis. Membuat si gadis semakin terbakar untuk bersenang-senang dengan pria didepannya.

"Dengan senang hati, aku milikmu malam ini."

V menyeringai bak iblis mendengar pernyataan persetujuan dari gadis yang menjadi targetnya.

.

.

V mengajak Irene ke sebuah hotel dengan mobil sport merah miliknya. Sesampainya dikamar yang mereka pesan, gadis itu dengan beringas menarik kerah jaket kulit sang pemuda untuk memagut bibir merekah itu secara kasar. Tak dapat mengelak lagi. V membalas ciuman tersebut dengan lebih menuntut dan mendominasi. Decakan nafsu diantara bibir keduanya amat terlihat saat kedua bibir itu saling menyesap satu sama lain. Suasana menjadi semakin panas dan menggairahkan.

V mendorong tubuh kecil mangsanya keatas ranjang setelah ia melepaskan tautan bibir mereka. Membuat sebuah erangan keluar dari bibir berlipstik berantakan tersebut. Irene mulai mengedip nakal dengan membuka dua kancing teratas miliknya yang menampakkan bra berwarna hitam di balik kemeja tipis tersebut. Ia berusaha untuk terlihat seseksi mungkin.

Seringaian ditampakkan oleh pemuda bersurai merah saat melihat usaha jalang didepannya untuk menggoda. 'Kau benar-benar seorang jalang!' pikirnya. Ia dengan senang hati menaiki ranjang dan menindih tubuh sintal Irene.

"Nghh~" suara desahan lolos begitu saja saat bibir kissable V menyesap dalam perpotongan lehernya, menimbulkan tanda keunguan tercetak jelas pada leher putih itu.

"Tidak perlu terburu-buru Irene, aku ingin mengajakmu minum dan mengenalmu lebih jauh."

V berbisik menggoda sebelum beranjak meninggalkan Irene yang tampak sedikit kecewa dengan sikap basa-basi pria dihadapannya. Namun, apa boleh buat. Disini pria sexy itu yang berkuasa.

Irene kemudian terduduk ditepi ranjang menunggu V yang tengah membelakanginya menyiapkan dua gelas anggur.

Tak lama V menghampirinya dengan dua gelas anggur dimasing-masing tangan dan menyodorkan salah satunya kepada Irene. V kemudian mendudukkan diri disamping gadis itu seraya menyesap anggur yang berada di tangannya.

"Kau mengenal Kim Suro?" pertanyaan V sukses membuat Irene hampir tersedak oleh wine yang mengisi mulutnya. Gadis itu terkejut tentu saja, dan hal ini tak luput dari perhatian V.

"Tenang saja, aku sama seperti ketua Kim, bisa di bilang kami rekan." Pengakuan V cukup membuat Irene bernafas lega.

"Ku kira kau polisi. Akhir-akhir ini banyak polisi mengintaiku dan itu cukup menyebalkan." Irene kembali menenggak wine di gelasnya hingga habis.

"Hahaha.. ingin tambah lagi?" Irene mengangguk mengiyakan. V kembali dengan botol wine ditangan. Ia kembali menuangkan wine kedalam gelas Irene yang kemudian ditenggak tanpa sisa oleh sang gadis.

"Apa kau cukup dekat dengan ketua kim?"

"Aku mengenalnya saat di bar. Dia menawariku banyak uang untuk menjadi pelacurnya." Irene lagi-lagi menenggak wine yang sengaja dituangkan oleh V. Wine tersebut cukup membuatnya tidak focus dan meracau tidak jelas.

"Apa kau mengetahui sesuatu tentang dirinya? Sesuatu yang ia rahasiakan?" V mulai bertanya dengan serius.

"Enghh~ dia bajingan yang kasar, hik─ aku tidak tahu apapun tentang dirinya, hik─ dia membutuhkanku hanya untuk sex─ urgh~ tambah lagi.." Irene kembali menyodorkan gelas winenya denga tubuh sempoyongan. Ia sepenuhnya mabuk dalam hitungan menit. Jangan heran karena ini adalah ulah V yang menambahkan sedikit obat kedalam botol wine yang ia minum.

"Kau tidak tahu apapun?" Irene tertawa dan menggeleng-gelengkan kepala seperti perempuan gila hingga tubuhnya terjengkang tidur diatas ranjang.

"Sial!" V mengumpat tertahan. Ia tidak mendapatkan apapun dari jalang yang kini meracau tidak jelas disampingnya.

Pemuda tersebut dengan perasaan kesal membanting botol wine ditangannya diatas meja. Ia akan meninggalkan kamar hotel tersebut sebelum racauan lain menghentikan langkahnya.

"Si Kim itu memiliki sebuah brangkas, dia pernah mengatakan itu kepadaku. Kapan ya? Hahaha aku pasti sudah mabuk. Hik─Ha-ha-ha.. Dasar bajingan! Dia membayarku, lalu pergi! Ku dengar si kim itu memiliki anak haram. Hik.. Ku doakan anaknya itu menjadi seorang pelacur! Ha..ha..ha.."

"Brangkas? Dimana?" V kembali duduk disamping Irene meringkuk.

"Kenapa kau tanya padaku?! Tentu saja dirumahnya!" Irene berteriak kesal. Kepalanya berdenyut dengan kesadaran menipis. Sementara V, pemuda itu menyeringai senang mendapat informasi ini.

'Wow, si tua bangka itu memiliki seorang anak ternyata. Tak ku sangka.'

V kemudian segera beranjak dari ranjang. Ia bergegas membersihkan sidik jarinya yang tertinggal dan setelahnya mengacaukan CCTV. Sebelum tangan bersarung tangan itu membuka pintu sebuah pertanyaan menahan langkahnya untuk yang kedua kali.

"Hey tampan! Siapa sebenarnya namamu?!"

Menyeringai, pemuda berambut merah itu menjawab walau pada kenyataannya Irene tidak akan mengingat apapun yang ia katakan setelah bangun nanti. "Baekhyun, Nama asliku adalah Byun Baekhyun."

BLAM─

.

.

.

.

.

Chanyeol membolak-balik saku jaket berlumuran darah yang ia sembunyikan dari sang ibu. Rencananya jaket itu akan ia buang jika saja pria brandalan yang ia tolong tidak menagih untuk mengembalikan benda miliknya.

Clink─ tuk

Suara nyaring sebuah benda yang menyentuh lantai menghentikan kegiatan Chanyeol pada jaketnya. Ia membuang asal jaket itu dan merunduk untuk menemukan sebuah cincin platina didekat kaki meja belajar.

Ia kemudian memungut cincin tersebut untuk mengamati lebih dekat.

'Apa cincin ini? Tapi bukankah pria itu mengatakan sebuah kalung? Lalu dimana rantai kalungnya?'

Chanyeol kembali mengambil jaket yang sempat ia telantarkan. Ia merogoh saku sebelah kanan dan menarik sesuatu yang berhasil ia temukan.

"Oho! Ini dia!" Chanyeol mendapati rantai kalung berwarna perak yang─

'Eoh?'

Patah pada jarak 2 cm dari pengaitnya.

'Pantas saja cincin ini bisa jatuh, rantai kalungnya saja patah.'

Chanyeol beranjak untuk menaiki tempat tidurnya. Ia membolak-balik sebuah cincin berukuran kecil yang bahkan tidak akan cukup dijari pria maupun wanita dewasa sekalipun.

'Ini terlihat seperti cincin ukuran jari anak kecil. Kenapa pria berandal seperti dia memilikinya? Lalu, mengapa harus diselipkan pada saku jaketku? Oh tidak! Apakah ini barang curian?'

Chanyeol terkejut dengan pemikirannya sendiri.

'Tidak, Tidak, cincin ini bahkan tampak terlalu sederhana untuk barang curian, tidak ada berlian maupun ruby. Pasti bukan, jika bukan lalu apa?'

Saat sedang berkutan dengan dugaan-dugaan konyolnya, Chanyeol menemukan adanya sesuatu didalam cincin tersebut.

'Eoh?'

Sebuah ukiran, bertuliskan─

MVSon605 yang tampak kurang jelas karena mungkin saja cincin ini adalah barang lama.

"M-V? S-O-N 605? Apa ini? S-O-N, Son? Son─s-son… eh, bukankah son itu anak?" Chanyeol lagi-lagi dibuat terkejut oleh dugaannya sendiri.

"Woah! Apa ini milik anak pria itu? Jadi dia seorang Ahjusshi? Kukira dia masih cukup muda sebaya dengan Luhan hyung. Ah terserahlah! Aku akan mengembalikannya dan tidak akan lagi berurusan dengan pria menakutkan itu."

Chanyeol kemudian menarik tas ranselnya untuk menyimpan cincin beserta kalung tersebut pada kantung kecil yang berada didalam ransel.

Oke! Masalah dengan lelaki aneh itu akan selesai. Semoga dia tidak mendapatkan masalah lagi setelah ini. Berdoa saja.

.

.

.

.

Chanyeol bingung bagaimana harus berekspresi. Apakah dia harus senang karena masalahnya akan terselesaikan saat ini juga ataukah ia harus mengumpat sejadinya ketika pemuda bersurai merah itu dengan santai melambai dari pintu gerbang sekolahnya.

Bel pulang sekolah baru saja lewat tepat 10 menit yang lalu saat dirinya dan Kyungsoo berjalan beriringan kearah pelataran sekolah untuk mengambil sepeda dan bersiap pulang. Sayangnya niatan itu tertahan saat sepasang mata Chanyeol menemukan pemuda berpenampilan mencolok dengan rambut berwarna terang melambai dari arah pintu gerbang. Chanyeol sampai dibuat ternganga dan mendapatkan serangan jantung mendadak untuk ini.

Pertanyaannya adalah darimana pemuda itu tahu tempat dimana Chanyeol menuntut ilmu? Oh ayolah bahkan sebelumnya pemuda itu tahu nama beserta marganya, jangan katakan orang didepan sana adalah sasaeng. Heol, ingatkan jika Chanyeol disini bukanlah seorang artis!

"Ada apa? Kau mengenal orang itu?" Kyungsoo bertanya kepada Chanyeol dengan menunjuk kepada orang yang ia maksud menggunakan dagunya.

"Iya, AH..T-tidak! Maksudku aku tidak sengaja mengenalnya." Chanyeol menjawab gugup saat pandangan Kyungsoo mulai menyelidik.

"Jadi, sejak kapan kau berteman dengan preman?" Kyungsoo bukan bermaksud untuk menghakimi, hanya saja ia kenal dengan baik siapa itu Park Chanyeol. Park Chanyeol adalah pemuda polos dengan segudang prestasi. Ia lebih terkesan manja dan jauh dari pergaulan semacam itu. Bahkan dengan seranggapun ia akan berteriak atau lebih buruknya pingsan. Bagaimana ceritanya ia bisa berteman dengan seorang preman yang berjarak beberapa meter didepan sana? Yang benar saja!

Chanyeol hanya bisa menampakkan deretan gigi depannya saat pertanyaan datar dari Kyungsoo ia terima. Ia juga bingung harus menjawab seperti apa. Ini di luar kuasanya.

"A-aku ada urusan lain, kau pulanglah dulu." Akhirnya jawaban itulah yang ia pilih untuk diberikan kepada Kyungsoo.

"Bukan jawaban itu yang aku minta Park, kau harus menjelaskan tentang teman premanmu itu atau aku dengan senang hati akan mengadukan kepada ibumu tentang ini."

Oke, inilah hal yang Chanyeol benci dari beberapa sikap menjengkelkan Kyungsoo. Dia itu pengadu ulung! Hah, Percuma saja jika kau ingin mengalihkan perhatian dari pemuda kecil ini karena kau tak akan bisa. Anak itu akan terus bertanya sampai jawabanmu memuaskan rasa penasarannya.

"Baiklah, baiklah, kau akan mendapatkan penjelasanku nanti malam saat kita mengerjakan tugas, okey? Jadi Soo-ya, Aku harus pergi sekarang. Sampai nanti! Bye!"

"Yak! Aish.." Kyungsoo hanya dapat menghela nafas saat Chanyeol dengan tergesa mengayuh sepeda dan meninggalkannya untuk menghampiri pemuda berambut merah didepan gerbang sana.

.

.

"Ini milikmu Ahjusshi, ambilah. Setelah ini kita tidak ada urusan lagi." Chanyeol menyodorkan kalung berliontin cincin kearah si pemuda berambut merah.

"Eeh, kenapa kalungnya ada dua?" pemuda mungil seukuran Kyungsoo itu mengernyit heran saat ditangannya terdapat kalung utuh berliontin cincin dengan kalung polos yang patah di bagian dekat pengait.

"A-Aku menemukan kalung itu patah di saku jaketku." Chanyeol melirik kepada pemuda didepannya yang kini melotot kearah Chanyeol.

"Tapi sungguh bukan aku yang mematahkannya, ka-kalung itu sudah patah saat aku menemukannya. Jadi, aku membelikan kalung yang baru untuk menandai cincinmu agar tidak hilang." Cicit Chanyeol berusaha menjelaskan dengan takut-takut. Tampak terkesan bodoh namun menggemaskan secara bersamaan.

Expresi chanyeol saat ini mengingatkan pemuda bersurai merah itu kepada anjing Siberian husky milik max yang minta untuk dikasihani. Tadinya ia tidak berniat untuk tertawa, namun ayolah wajah ketakutan pemuda berseragam SMA didepannya ini cukup menghibur.

"Pfftt.. Bwahahahaha… lihatlah tampangmu itu, lucu sekali. .ha.."

Chanyeol dibuat takjub dengan tawa pemuda didepannya. Mata kucing yang tampak garang itu kini tertarik lucu saat kedua ujung bibir tipis sang pemuda tertarik membentuk sebuah tawa.

"Wuahh.. yeppodda~"

Ups! Chanyeol reflek menutup mulut dengan kedua tangannya. 'Bodoh, apa yang baru saja ku katakan Park Chanyeol!' rutuknya.

Sementara itu, sang pemuda yang sempat mendengar pujian polos dari Chanyeol seketika menghentikan tawanya. Ia kemudian berdehem untuk kembali bersikap galak.

"Ekhemm.. setelah aku pikirkan, tidak ada ruginya untukku mengucapkan terimakasih. Terimakasih karena sudah menolong nyawaku dan terimakasih untuk mengembalikan benda berharga milikku, walaupun sebenarnya kau tidak perlu mengganti kalungnya. Kalung ini memang sudah patah, omong-omong."

"Y-ye?" muka terkejut milik Chanyeol sekali lagi membuat pemuda bersurai merah tergelak. Bagaimana bisa ada pemuda yang memiliki ekspresi konyol seperti itu saat terkejut? Lihat kedua mata itu yang membelalak lebar persis seperti mata kodok, lalu telinga lebar itu? Terlihat seperti yoda? Jangan lupakan postur tubuhnya yang jauh lebih tinggi dari anak SMA kebanyakan dan rambut licinnya yang tersisir dengan rapi menutupi dahi lebarnya. Gambaran anak polos.

"Well, tapi tidak masalah jika kau memberikan ini untukku. Aku anggap ini hadiah. AH satu lagi, sebagai tanda terimakasih bagaimana jika mulai saat ini aku menjadi eemm─ pengikutmu? Ah tidak, tidak,, bodyguard? Ya semacam itulah, jika kau ada kesulitan atau ada siapapun yang mengganggumu kau bisa menghubungiku. Bagaimana?

Chanyeol membelalak, "A-APA?! T-tidak! Terimakasih, maaf aku harus pulang, Ahjusshi. Kita sudah tidak memiliki urusan lagi."

Chanyeol menggeleng heboh dan membungkuk 90 derajat sebelum ia mengayuh sepedanya untuk pergi.

"HEY! Ya! Tunggu, kau tidak bisa seperti itu!" pemuda bersurai merah itu menyusul Chanyeol dengan sepada motor sport miliknya.

Ia berusaha mengsejajari kayuhan sepeda Chanyeol dengan mengendarai motor sportnya dengan kecepatan pelan.

"Kenapa kau mengikutiku? Kumohon, jangan mengikutiku, Ahjusshi" Chanyeol berusaha mengayuh sepedanya lebih cepat.

"Aku akan mengantarmu pulang!" jawab pemuda di balik helm sportnya.

"Aish, kau tidak perlu repot-repot Ahjusshi! Aku bisa pulang sendiri!" Chanyeol tetap keras kepala. Sebenarnya ia hanya tidak mau terlibat masalah dengan pemuda berpenampilan urakan disampingnya lagi.

"YAK! Kenapa kau terus memanggilku dengan Ahjusshi sedari tadi?!" pemuda bersurai itu sama sekali tidak percaya bocah disampingnya memanggilnya dengan panggilan setua itu.

"Karena memang kau seorang Ahjusshi." Chanyeol mempoutkan bibirnya lucu. 'Bukankah aku benar? Panggilan apa lagi yang pantas untuk pria yang sudah memiliki seorang anak?' monolognya dalam hati.

"Eyy! Jangan memanggilku dengan sebutan Ahjusshi! Apa kedua matamu itu tidak bisa melihat dengan benar?! Aku ini masih muda tahu!" Suara rajukan itu cukup membuat Chanyeol geli namun tidak cukup kuat untuk menurunkan sikap siaga Chanyeol.

"Maaf, tapi kita tidak dalam tahap mengenal satu sama lain dengan sebutan nama. Jadi, panggilan apalagi yang harus aku ucapkan selain memanggilmu dengan 'Ahjusshi'?"

"Panggil saja aku Baekhyun. Namaku adalah Byun Baekhyun."

Ckit!

Chanyeol menghentikan sepedanya mendadak. Sementara pemuda bernama Baekhyun tersebut dengan terkejut menginjak remnya.

"YAK! Kenapa kau berhenti mendadak?! Untung saja aku tidak terjungkal."

"Sebenarnya apa yang kau inginkan dariku, Ahjusshi?" Tanya Chanyeol kesal.

"Aku hanya ingin membalas budi." Jawab Baekhyun enteng.

"Tidak perlu, aku menolongmu tanpa menginginkan imbalan. Jadi aku mohon Ahjusshi tidak mengikutiku maupun mencari tahu tentang diriku lagi." Chanyeol meminta dengan iba,matanya berkaca-kaca. Dia bahkan menunduk dengan menangkup kedua tangan didepan dada, sama seperti anak TK yang sedang memohon kepada ibu mereka ketika mereka menginginkan sesuatu.

Pemuda bernama Baekhyun itu terdiam seketika saat Chanyeol memohon. Ia hanya menatap bocah itu dengan tatapan penuh arti. Bahkan ia tidak bergeming saat Chanyeol kembali mengayuh sepedanya meninggalkan dirinya yang kini menatap punggung lebar itu semakin menjauh.

Saat punggung itu tak terlihat Baekhyun mengeluarkan cincin dari saku celana jins miliknya. Ia menatap lekat cincin yang dikembalikan oleh Chanyeol tersebut. Cincin yang begitu berharga bahkan dari nyawanya sekalipun. Pandangannya menerawang keatas langit.

'Mengapa bocah Park itu selalu mengiatkanku kepadamu?'

.

.

.

"Kai, aku tahu kau dan V sedang menyembunyikan sesuatu dariku." Kalimat pria berpostur tinggi yang kini menatap datar kearah sebuah kolam renang didepan sana cukup membuat pemuda lain berkulit tan menegang.

"A-apa maksudmu Max?"

Badan tegap proporsional itu berbalik dan menatap tajam Kai yang berjarak beberapa jengkal dibelakangnya. Tatapan itu persi seperti tatapan Max saat menatap musuhnya. Menusuk dan mengintimidasi.

Kai sampai dibuat lemas hanya sekedar memandangnya.

"O-Oke, a-aku dan Baek- ah maksudku V, Kami─ Emm… sedang merencanakan sesuatu untuk─ u-untuk menghancurkan ketua Kim. Aku tidak bisa menolak Max, kau tau Baekhyun, dia─"

"Aku tahu. Aku lebih tahu tentang sakit yang ia rasakan dari pada siapapun Kai. Aku tahu! Aku hanya ingin dia bersabar dan tidak bertindak sendiri tanpa sepengetahuanku. Kau tahu ini berhaya. Apa kau mengerti?"

Kai semakin sulit untuk membela diri saat aura gelap milik Max semakin menguar dengan jelas, walaupun sikap Max kelewat tenang untuk dikategorikan orang yang sedang menahan marah. Ia tahu Max pasti akan melakukan apapun untuk Baekhyun, namun Baekhyun tetap keras kepala untuk memenuhi hasrat balas dendam miliknya.

"Maafkan aku Max." hanya kalimat itu yang dapat Kai ucapkan.

Max mengatup matanya untuk meredakan emosi yang sempat membumbung di kepala. Sebenarnya ini bukanlah salah Kai. Jadi dia tidak mungkin menghajar tangan kanannya itu saat ini. Jadi dengan berat hati ia memutuskan…

"Mulai saat ini laporkan apapun rencana V padaku, dan pastikan kau mengawasi serta menjaganya untukku. Aku tidak ingin mendengar ia terluka untuk kesekian kali."

Tanpa memiliki pilihan lain Kai hanya bisa mengangguk menyetujui, membiarkan Max menepuk sebelah bahunya untuk kemudian pergi meninggalkannya dengan masalah baru.

'Matilah aku! Bagaimana jika Baekhyun tahu aku memberitahukan semua ini kepada Max. AAARRGHH.. Kau benar-benar bodoh Kai!'

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

TBC

.

.

.

OKE! Ini cerita agak rumit… Banyak banget rahasia dan bikin pusing.. aku harap kalian bisa paham sama maksud yang pengen aku sampein di FF ini.

FF ini tantangan banget, soalnya aku harus bikin karakter Chanyeol yang bener-bener kebalikan dari FF biasanya. Aku butuh masukan, TOLONG! Tolong masukannya kayak gimana?

Terimaksih banyak yang udah Review..

Next aku update The Devil's Spawn : Birth of Demon chap 3 ^-^

Oh ya, HAPPY JOYdayy….

Review juseyo…

Sampai jumpa di Next Chapter...

Saranghae yeorobuuunnn!

Annyeong...!

Salam 614 & 137…