Waiting © Yue. Aoi
Rate : M
Pair : Natsu. D x Lucy. H
Disclaimer : All of characters in this fanfiction belongs to Hiro Mashima
Note : There might be some typo(s) in this fanfiction, AU, Rate M for Theme
Requested by Legs Hunter
.
.
Lucy menatap seorang lelaki berambut merah muda yang menjabat tangannya dengan erat sambil tersenyum lebar.
"Benar-benar mengejutkan. Aku baru saja kembali ke Jepang dan sudah disambut dengan kabar pernikahanmu," ucap lelaki berambut merah muda itu sambil tersenyum lebar. Ia terlihat sangat senang meski fakta nya bukan dia yang menikah, melainkan wanita berambut pirang dihadapannya.
Lucy hanya membalas dengan senyuman canggung. Ia merasa canggung hanya berdua saja dengan lelaki berambut merah muda itu dan menyesal telah mengiyakan tawaran lelaki itu yang mengajaknya bertemu di kafe sepulang kerja.
Sudah lebih dari lima tahun berlalu sejak kali terakhir mereka bertemu dan sejak itu mereka tak saling kontak. Ketika akhirnya lelaki itu menemukan profil Lucy di sosial media, lelaki itu langsung mengajaknya bertemu ketika ia kebetulan sedang berada di Jepang.
"Bukankah kau akan menyusulku juga, Natsu?" ucap Lucy dengan maksud berbasa-basi.
Natsu terdiam sejenak dan menatap Lucy lekat-lekat. Bagaimana ia bisa menemukan calon istri ketika hatinya masih tetap berlabuh pada wanita berambut pirang itu meski bertahun-tahun telah berlalu sejak kali terakhir mereka bertemu dan pada akhirnya ia memutuskan untuk pergi keluar negeri .
Namun senyum masih tetap terpatri di wajah Natsu seperti biasanya. Dan lelaki itu berkata, "Kalau saja calon istri dijual di toko, aku pasti akan langsung membelinya dan menikah sekarang juga."
Ucapan Natsu terdengar seperti lelaki yang putus asa, namun Lucy tak yakin lelaki itu memang bermaksud begitu. Bertahun-tahun yang lalu mungkin lelaki itu memang bermaksud begitu, namun kini mustahil lelaki itu masih tak bisa mendapatkan kekasih.
"Aku benar-benar tidak menyangka kau akan menikah dengan senior kita yang bertubuh besar dan berwajah sangar itu. Kuharap dia memperlakukanmu dengan baik."
Lucy hanya bisa menanggapi dengan senyuman meski hatinya menjerit. Jika ia bisa berteriak, ia akan meneriakkan kalau yang sebetulnya ia inginkan adalah lelaki dihadapannya saat ini.
Sebelum bertemu dengan Natsu, Lucy berpikir kalau ia sudah berhasil move on hingga berniat menikah dengan lelaki lain. Namun sore ini ia tersadar kalau hatinya masih tetap tertambat pada pemuda berambut merah muda itu. Laxus hanyalah pelarian semata baginya.
"Kau banyak berubah, Natsu. Aku tidak mengira akan melihatmu berpenampilan begini."
Natsu menatap pakaiannya sendiri. Ia mengenakan setelan jas berwarna abu-abu dengan sepatu pantofel dan jam tangan hitam yang terlihat elegan. Bertahun-tahun yang lalu ia tak akan mau mengenakan pakaian seperti ini, yang menurutnya adalah pakaian bapak-bapak yang sangat membosankan. Namun kini ia malah mengenakan pakaian seperti ini setiap hari, hal yang sama sekali tidak terbayangkan olehnya.
"Ini tuntutan pekerjaan, tahu," seru Natsu sambil menarik dasinya, menyadari kalau ia masih memakai dasi yang membuatnya merasa sesak.
Lucy tak pernah mengira kalau Natsu akan mendapatkan posisi tinggi di kantor hingga mengharuskannya berpakaian formal seperti ini. Hanya dengan melihatnya, Lucy langsung tahu kalau apapun yang dikenakan Natsu dari ujung kaki hingga ujung kepala adalah barang-barang berharga mahal yang hanya bisa dijangkau kalangan atas.
Terkadang hidup penuh misteri, begitu penuh dengan kejutan yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Siapapun yang mengenal Natsu lebih dari dua dekade yang lalu tak akan pernah mengira kalau seorang anak yang tinggal di panti asuhan tanpa asal usul yang jelas dan tak pernah mengetahui siapa orang tuanya akan berakhir dengan menjadi seorang CEO perusahaan aplikasi dengan total ribuan karyawan yang tersebar di berbagai negara.
Latar belakang Natsu yang tidak baik dan kemungkinan masa depan yang suram merupakan alasan Lucy terpaksa melepaskan perasaannya terhadap Natsu dan menuruti kedua orang tuanya. Kini ia merasa menyesal karena tak memperjuangkan perasaannya pada Natsu.
"Ah, begini lebih enak," ujar Natsu seraya melepaskan jasnya dan meletakkan di kursi kosong serta melepas dua kancing teratas, memperlihatkan sebagian kulit putihnya.
Natsu masih tak sepenuhnya berubah, setidaknya begitulah yang terlihat di mata Lucy. Natsu masih tetap merupakan seorang lelaki yang ceria dan agak serampagan meski Lucy yakin sudah banyak kesulitan yang dilalui lelaki itu. Lelaki itu masih merupakan orang yang agak polos dan baik hati tanpa sedikitpun kesombongan yang terlihat dari caranya berbicara ataupun bertindak.
"Ya ampun. Kau ini serampangan sekali, sih. Kalau begini bisa-bisa kau tidak mendapatkan istri nanti," keluh Lucy sambil meringis.
Natsu menatap Lucy lekat-lekat. Wajah Natsu masih terlihat ceria, namun sebetulnya hatinya terasa nyeri. Sore ini ia bahkan memaksakan diri menemui wanita itu karena ia ingin melihat wanita itu untuk kali yang terakhir sebelum wanita itu menjadi milik seseorang seutuhnya, baik jiwa maupun raga.
Perasaan Natsu terhadap Lucy masih tak berubah sejak bertahun-tahun lalu. Ketika ia masih lebih muda, iabelajar mati-matian demi mendapat beasiswa di luar negeri dan memperbaiki taraf hidupnya. Ketika ia lulus dan mengembangkan aplikasi, ia hampir menyerah di tahun-tahun awal karena kerasnya persaingan dan banyaknya rintangan. Ketika ia akhirnya meraih kesuksesan berkat aplikasi chatting miliknya yang memiliki ratusan juta pengguna, ia berpikir kalau pada akhirnya ia bisa menjadi seseorang yang cukup layak bagi wanita yang dicintainya. Namun ia malah mengetahui kalau wanita itu akan menikah sebentar lagi dan ia sudah terlambat.
"Tapi kan tubuhku bagus dan wajahku enak dilihat," ucap Natsu dengan penuh kepercayaan diri yang dibuat-buat.
Lucy tersenyum. Tubuh Natsu memang bagus dan wajah lelaki itu juga tidak jelek meski tidak terlalu tampan. Namun baginya, kepribadian lelaki itu lah yang membuatnya menarik.
"Itu kan menurutmu. Bagaimana menurut wanita lain?"
Natsu tak peduli bagaimana persepsi wanita lain terhadapnya. Ia hanya peduli dengan persepsi Lucy terhadapnya.
Lucy mengeluarkan sebuah kartu undangan dari tas nya dan berkata, "Ini undanganmu. Aku berharap kau datang ke pesta pernikahanku dua bulan lagi."
Natsu terdiam ketika menatap kartu undangan itu. Senyum yang semula merekah kini mendadak menghilang. Ia menatap tuisan 'Laxus & Lucy' pada kartu undangan itu dan ia berkhayal kalau namanya lah yang disandingkan dengan nama Lucy di kartu undangan itu.
"Akan kuusahakan untuk menghadiri acara pernikahanmu, Lucy."
Natsu memaksakan diri untuk tersenyum pada Lucy. Ia akan memastikan kalau ia menghadiri momen paling membahagiakan dalam hidup wanita yang dicintainya, meski ia bukanlah sang bintang utama dalam acara itu.
.
.
Sore ini Lucy berada di dalam mobil sang kekasih yang telah meluangkan waktu untuk menjemputnya dari kantor. Tak ada konversasi apapun di antara mereka, bahkan taka da musik yang diputar di dalam mobil, membuat suasana terasa hening dan canggung.
Kemarin malam Lucy berpisah dengan Natsu setelah bertukar nomor telepon. Katanya, Natsu akan berada di Jepang hingga besok lusa. Dan Lucy berpikir untuk menemui lelaki itu lagi besok karena baginya sudah tak ada lagi kesempatan untuk bertemu sebelum ia menjadi istri seseorang.
"Besok tidak usah menjemputku. Aku ingin bertemu dengan seseorang."
Laxus, kekasih Lucy, mengernyitkan dahi mendengar ucapan Lucy, "Siapa?"
"Teman lama."
"Siapa teman lamamu?"
Lucy menghela nafas dalam-dalam. Dulu sikap Laxus tidak begini. Namun setelah ia memutuskan untuk menerima lamaran lelaki itu, perlahan sifat asli lelaki itu mulai terlihat. Lelaki itu menunjukkan sikapnya yang temperamental dan cenderung mengekang Lucy hingga membuatnya tidak nyaman. Bahkan kemarin ia terpaksa berbohong saat menemui Natsu dengan mengatakan kalau ia akan bertemu dengan sahabatnya, Erza.
"Kau mungkin tidak kenal."
"Jawab saja pertanyaanku!" ucap Laxus dengan suara meninggi.
Dengan suara agak pelan, Lucy terpaksa menjawab, "Natsu. Aku ingin menyerahkan undangan padanya."
Laxus merasa kesal ketika Lucy menyebutkan nama lelaki asing. Ia mengenal seluruh teman laki-laki Lucy dan ia bisa tenang karena mereka semua sudah memiliki kekasih. Bahkan ada juga yang sudah menikah, sehingga kecil kemungkinan untuk merebut kekasihnya. Namun ia bahkan tidak tahu seperti apa lelaki bernama Natsu itu.
"Hanya sebentar, kan? Kalau begitu aku ikut."
"Jangan, tidak usah. Nanti tidak enak karena kalian tidak saling kenal."
"Apanya yang tidak enak? Kau ingin berselingkuh dengan lelaki itu, ya?"
Lucy merasa jengah. Ini bukan kali pertama Laxus bersikap seperti ini. Sebelumnya ia sempat curiga dengan Gray, Jellal dan beberapa teman lelaki lainnya hingga memaksa ikut ketika mereka pergi beramai-ramai. Padahal saat itu ada juga teman-teman wanita Lucy. Dan akhirnya, teman-teman wanita Lucy mengakui kalau kekasih mereka merasa agak canggung dengan keberadaan Laxus yang sebetulnya adalah senior dan kepribadiannya yang cenderung penyendiri.
Kini Lucy semakin ragu untuk melanjutkan hubungannya dengan Laxus. Ia tak bisa membayangkan bagaimana kehidupannya setelah menjadi milik lelaki itu seutuhnya. Pertemuannya dengan Natsu menyadarkannya kalau ia tak seharusnya bersama dengan Laxus.
"Natsu ini tidak tinggal di Jepang. Kalau kau mau tahu, dia adalah CEO aplikasi game 'Hit' dan aplikasi 'GoGram' yang sedang sangat populer. Apa menurutmu dia akan berselingkuh dengan orang sepertiku? Dia bisa saja berkencan dengan artis Hollywood kalau dia mau."
"Kenapa tidak mungkin? Kau tidak mengerti lelaki sama sekali. Bagi kami, mendapatkan 'lubang' yang masih belum pernah dipakai adaah kepuasan tersendiri."
Lucy sudah tak bisa menahan diri. Ia tak menyangka kekasihnya adalah orang yang seperti itu. Ia sendiri memang masih konservatif dan berpikir untuk menjaga keperawanan hingga malam pertama berkat didikan ibunya. Namun ia tak mengira kalau sebagai wanita, ia bukan dilihat dari kepribadiannya, melainkan dari 'lubang' nya.
"Kenapa kau terus mencurigaiku selingkuh? Tidakkah kau percaya padaku sedikitpun?"
Lucy tak pernah melawan seperti ini sebelumnya. Selama ini ia selalu mengiyakan kekasihnya, kecuali jika lelaki itu meminta hal yang aneh. Ia mengerti kalau Laxus sempat ditinggalkan tunangannya sehingga trauma dan dulu ia bersimpati pada lelaki itu. Namun setelah ia berada di posisi yang sama, ia baru sadar kalau lelaki itu lah yang bermasalah, bukan tunangannya.
"Kau mengharapkan aku percaya pada wanita setelah aku diselingkuhi oleh wanita? Bagaimana aku percaya padamu ketika kau memiliki begitu banyak teman laki-laki?"
Lucy meringis, "Hanya 'teman'. Aku bahkan bersahabat dengan kekasih dan bahkan istri mereka. Kau pikir aku akan merebut pasangan orang lain?"
"Mantan tunanganku berselingkuh dengan lelaki yang sudah punya pacar."
Lucy tak suka disamakan oleh orang lain yang bahkan tidak ia kenal. Satu-satunya kesamaan hanyalah ia dan mantan tunangan Laxus adalah sesama wanita, hanya itu saja.
Lucy tak ingin berdebat. Ia segera memberi penjelasan panjang lebar, "Ini pertemuan terakhirku dengan Natsu sebelum kami menikah. Dan temanku yang juga mengenal Natsu, Erza, dan Gray juga akan ikut. Jadi kau tidak usah khawatir, oke?"
Laxus hanya diam mendengarkan ucapan kekasihnya. Ia mengepalkan tangan erat-erat, merasa sangat kesal pada Lucy yang menolak kehadirannya.
-TBC-
Author's Note :
Udah lama bgt ga nulis pair yang satu ini. Aku juga udah lama ga ngikutin anime ini, jadi mungkin fict ini juga agak kaku.
Untuk fanfict ini, kemungkinan besar ga akan lebih dari 3 chapter.