Natsu melangkah menuju sebuah restoran yang menyediakan menu daging BBQ dan bir sepuasnya. Iris coklatnya menatap sekeliling, mencari sosok yang ditunggunya.

Ketika ia melihat seorang gadis berambut pirang sedang duduk sendirian sambil menatap ponselnya, ia segera menghampiri gadis itu meskipun ia merasa agak heran. Padahal ia sudah terlambat dua puluh menit dari waktu yang dijanjikan, dan dua orang lain nya yang biasanya tidak pernah telat malah tak terlihat sama sekali.

"Hey, Luce, kau sendirian saja? Dimana Erza dan si Tuan Es itu?"

Lucy mengangkat kepalanya dan menatap Natsu yang kini sudah duduk dihadapannya. Ia bahkan tak sadar kalau lelaki itu sudah duduk dihadapannya kalau ia tidak mendengar suara lelaki itu.

"Mereka tidak jadi datang."

Natsu terkejut. Malam ini seharusnya ia bertemu dengan Lucy, Gray dan Erza. Namun kedua temannya yang biasanya tidak pernah membatalkan janji malah mendadak membatalkan janji.

Natsu merasa kecewa karena malam ini dalah malam terakhirnya di Jepang dan ia ingin menghabiskannya bersama sahabat-sahabat terdekatnya. Dan kini ia merasa canggung karena ia hanya berdua saja dengan Lucy yang berstatus sebagai calon istri lelaki lain.

"Lho? Kenapa?"

"Katanya hari ini Erza terpaksa lembur dan menginap di kantornya. Sementara mobil Gray baru saja ditabrak orang dan terpaksa mengurusnya di kantor polisi."

Natsu menghela nafas dan menghembuskannya dalam-dalam. Mau bagaimana lagi? Ia tidak mungkin mendadak pulang dan meninggalkan Lucy sendirian. Ia merasa kasihan pada wanita itu kalau ia sampai meninggalkannya hanya karena tidak ada Erza dan Gray.

"Jadi kita berdua saja, nih? Atau kau mau menelpon kekasihmu dan memintanya datang kesini?"

"Jangan!" sergah Lucy tepat ketika Natsu selesai berbicara.

Natsu terkejut ketika mendengar suara Lucy yang meninggi. Ia mengernyitkan dahi karena bingung dan bertanya, "Memangnya kenapa? Kalau kita berdua saja, aku takut kalau dia salah paham. Aku mengerti perasaan lelaki yang cemburu."

Natsu mengakhiri kalimatnya dengan terkekeh. Ya, tentu saja Natsu sangat mengerti perasaan semacam itu. Ia merasa cemburu pada kekasih Lucy yang berhasil mendapatkan wanita itu, dan perasaan itu tak seharusnya ada.

"Aku-" Lucy terdiam sejenak sebelum melanjutkan ucapannya dengan suara pelan,. "-tak ingin bertemu dengannya untuk saat ini."

Natsu menyadari kalau tatapan Lucy berbeda dibanding biasanya. Ada kesedihan yang terpancar dari tatapan wanita itu sekaligus perasaan marah yang sulit dijelaskan.

"Kau baik-baik saja, Luce?"

Lucy hanya diam. Ia tak enak mengatakan kalau ia tak baik-baik saja dan terkesan seperti mencari perhatian dari lelaki lain. Namun di sisi lain ia tak ingin mengatakan kalau ia baik-baik saja meski fakta nya yang terjadi adalah sebaliknya.

"Apakah semua lelaki di dunia ini melihat seorang perempuan hanya dari organ kewanitaannya saja? Bukan dari kepribadiannya?"

Natsu terheran-heran dengan pertanyaan yang aneh dari Lucy. Ia tak mengerti apa yang sedang dipikirkan perempuan itu. Wanita adalah mahluk yang kompleks, dan ia tak mengerti pola pikir seorang perempuan.

"Tentu saja tidak, Luce. Setiap laki-laki berbeda. Ada yang menilai dari kecantikannya, ada juga yang menilai dari kepribadiannya, ada juga yang menilai dari faktor lain."

"Begitukah? Kurasa aku jadi semakin ragu."

Natsu kembali mengernyitkan dahinya. Ia meletakkan daging yang telah diberi saus ke atas pemanggang serta membalikkkan daging yang sudah matang di satu sisi.

"Kenapa?"

Lucy meminum bir dalam gelas yang berada dihadapannya hingga habis. Ini merupakan gelas bir keduanya dan ia berencana untuk minum cukup banyak malam ini. Ia sudah tak peduli kalau ia mabuk bersama laki-laki lain. Ia benar-benar sedang tertekan saat ini.

"Aku ragu apakah aku harus menikah dengan Laxus atau tidak. Kau tahu, dia-"

Lucy memutus ucapannya dan ia secara refleks menyentuh wajahnya sendiri. Ia masih ingat ketika tadi siang Laxus mengantarnya pulang dan lelaki itu mengancamnya sambil membentaknya kalau ia tidak boleh pergi berdua saja bersama Natsu. Lelaki itu bahkan menamparnya ketika lelaki itu mengomel-ngomel tidak karuan dan ia membalas ucapannya. Katanya, seorang perempuan harus mematuhi pria.

Air mata Lucy mengalir begitu saja. Perasaannya lebih ringan berkat meminum alkohol dan ia jadi lebih mudah mengekspresikan perasaannya.

Natsu merasa bingung apa yang harus ia lakukan saat ini. Rasanya ia ingin menyentuh wajah Lucy dan mengusap air mata wanita itu. Ia tak tahu apa yang membuat wanita itu menangis, namun yang jelas ia tak menyuka apapun itu.

Namun Natsu sadar kalau ia tak bisa seenaknya menyentuh wajah Lucy. Wanita itu telah menjadi kekasih orang dan ia menyadari adanya batas tak kasat mata antara dirinya dan wanita itu.

"Kalau saja aku bisa mengulang waktu. Aku akan mengulang waktu dan tak akan pernah mau menjadi kekasih orang itu. Sekarang aku tak memiliki pilihan lain selain melanjutkan hubunganku dengannya."

Air mata Lucy mengalir semakin deras sesudah ia mengakhiri kalimatnya. Ia bahkan menahan tangisnya dan sesekali bahunya berguncang pelan.

Natsu tak ingin ikut campur urusan orang lain, apalagi sampai memprovokasi. Namun ia tak bisa menahan diri lebih lama lagi. Ia segera bertanya, "Apa yang dilakukan kekasihmu itu?"

Lucy segera menenggak gelas bir ketiga untuk membuat dirinya lebih rileks. Persetan dengan anggapan orang lain yang menganggapnya sebagai perempuan genit karena menemui lelaki lain di malam hari dan menceritakan mengenai masalah dalam hubungannya. Kemungkinan besar ini adalah kali terakhirnya bertemu Natsu sebelum pesta pernikahannya.

Lucy membuka mulutnya. Otaknya yang semula kosong mendadak terisi penuh dengan kata-kata. Dan tanpa ragu ia menceritakan segala hal mengenai Laxus padanya, mulai dari sikapnya yang mengekang, pemarah, berpandangan kuno dengan menganggap perempuan harus menuruti segala hal yang diminta pria, hingga perbuatannya yang kasar dan memandang perempuan hanya dari 'lubangnya' saja.

"Aku benar-benar merasa ingin mati saja. Orang tuaku menyukainya dan kami bahkan sudah mencetak undangan. Aku yakin orang tuaku akan merasa marah dan malu kalau aku sampai membatalkan pernikahanku," ucap Lucy sambil terisak meratapi kehidupan bagaikan neraka yang akan dijalaninya sepanjang sisa hidupnya dimulai dari hari pernikahannya dengan Laxus.

Natsu sudah tak tahan lagi. Ia merasa marah pada kekasih Lucy, namun ia tak berhak untuk marah. Satu-satunya yang bisa ia lakukan adalah menenangkan wanita itu.

Natsu memutuskan untuk mengangkat daging-daging yang sudah matang dari pemanggang dan bangkit berdiri, Ia pindah ke samping Lucy dan memeluk wanita itu dengan sangat erat.

Ini adalah kali terakhirnya memeluk wanita itu. Selanjutnya tak akan ada lagi kesempatan baginya dan ia ingin memanfaatkan kesempatan itu dengan baik. Hatinya terasa nyeri melihat wanita yang dicintainya menderita dan tak ada apapun yang bisa ia lakukan.

Natsu memeluk Lucy dengan erat dan menepuk pundak wanita itu. Ia segera berbisik tepat di telinga wanita itu, "Menangislah kalau kau mau, Luce. Setidaknya aku masih bisa menemanimu sekarang."

Air mata Lucy membanjir tepat sesudah ia mendengar ucapan Natsu. Ia merasa nyaman dengan sikap Natsu yang lembut dan kehangatan tubuh lelaki itu. Ia menangis karena ia menginginkannya, namun tak akan bisa didapatnya.

Setelah malam ini, Lucy yakin kalau ia akan merindukan sentuhan hangat dari Natsu, terutama ketika Laxus memperlakukannya dengan kasar seperti tadi siang, atau bahkan lebih parah. Dan wanita lain yang sangat beruntung berkesempatan menggantikan posisi Lucy saat ini.

Isakan yang sejak tadi ditahan Lucy pada akhirnya meledak dan tubuhnya berguncang hebat karena isakan. Hatinya terasa sesak karena kelembutan yang ia terima dari Natsu.

Natsu mengeratkan pelukannya dan menepuk-nepuk bahu Lucy. Ia tak peduli beberapa pengunjung yang melihatnya dengan tatapan sinis karena tangisan Lucy. Ia merasa kasihan pada wanita itu yang kelak akan terbelenggu bersama lelaki brengsek sepanjang hidupnya.

Natsu tidak menganggap Laxus adalah lelaki brengsek karena lelaki itu adalah rival cintanya. Ia masih menghargai rival cintanya sebagai manusia dan tak akan menyebutnya sebagai lelaki brengsek. Namun tindakan lelaki itu benar-benar brengsek. Bahkan sepertinya kata 'brengsek' tak cukup untuk menggambarkan betapa parahnya kelakuan lelaki itu.

Sebetulnya Natsu sadar kalau ia tak pantas mengucapkan begini. Namun ia tak lagi menahan diri. Ia segera berkata, "Kau tahu, Luce. Kau selalu punya pilihan untuk meninggalkan lelaki brengsek seperti itu. Diluar sana masih banyak lelaki lain yang lebih baik. Siapa tahu kau menemukan salah satunya."

Lucy tak menjawab Natsu. Ia masih terisak di dalam pelukan Natsu. Ia bahkan merasakan kehangatan dada Natsu yang entah kenapa terasa olehnya. Sebetulnya ia telah menemukan salah satunya, yakni lelaki yang kini sedang dipeluknya.

"Kurasa semua orang tua akan mementingkan kebahagiaan anaknya, begitupun orang tuamu. Kalau kau menceritakan mengenai kekasihmu itu, siapa tahu mereka akan membiarkanmu membatalkan pernikahan. Bukankah lebih buruk kalau kau hidup menderita setelah menikah daripada menanggung malu karena batal menikah?"

Natsu tak berbohong mengenai apa yang baru saja ia ucapkan. Ia memang berpendapat begitu. Ia yakin orang tua yang telah mengirimnya ke panti asuhan, entah karena tak menginginkan keberadaannya karena ia adalah anak diluar nikah atau karena hal-hal lainnya, juga berpikir demikian. Mungkin saja memang lebih baik baginya untuk berada di panti asuhan ketimbang dibesarkan oleh orang tua atau orang lain yang tak sanggup membesarkannya secara emosional maupun finansial?

Lucy mengeratkan pelukannya pada Natsu, ingin merasakan lebih dalam kelembutan dan kehangatan lelaki itu. Natsu memang benar, ia selalu punya pilihan untuk melanjutkan atau memutuskan hubungannya dengan Laxus. Dan kali ini ia harus membuat sebuah pilihan.

.

.

Jam telah menunjukkan pukul sebelas malam ketika ia kembali ke rumah setelah Natsu megantarnya. Ia bahkan tidak mengecek ponselnya selama bersama Natsu dan ia baru mengecek ponselnya ketika ia tiba di rumah.

Terdapat belasan missed calls dan pesan dari Laxus. Belakangan ini lelaki itu semakin menyebalkan dengan kelakuannya. Lelaki itu akan marah ketika Lucy tak menghubunginya meskipun sebelumnya telah mengabari kemana, bersama siapa dan apa yang ia lakukan.

Lucy merasa sesak dengan sikap Laxus. Ia bagaikan terkurung dalam sebuah penjara dan tak bisa bebas sedikitpun.

Lucy segera meraih ponselnya dan ia segera menghubungi Laxus. Dan tak lama kemudian ia mendengar suara lelaki yang membentaknya di seberang telepon.

"KENAPA KAU TAK MENGABARIKU, HAH? KAU TAHU AKU CEMAS SETENGAH MATI DAN BERPIKIR LELAKI BEJAT BERNAMA NATSU ITU MELAKUKAN SESUATU YANG TAK PANTAS PADAMU! SIALAN!"

Lucy terkejut dengan teriakan itu. Kupingnya mendadak pengang dan ia bahkan sampai harus menjauhkan ponselnya sepuluh sentimeter dari telinganya, dan teriakan itu masih terdengar.

"Aku ingin mengakhiri hubungan kita," ucap Lucy dengan tenang.

"Kau bercanda, kan?" ucap Laxus dengan nada gusar di seberang telepon.

"Tidak, aku sangat serius. Ayo kita bertemu besok untuk mengembalikan semua barang yang telah kau berikan agar kau tidak rugi."

"KAU SELINGKUH DENGAN BAJINGAN NATSU ITU, KAN?! DASAR WANITA MURAHAN!"

Lucy merasa sangat marah dengan ucapan Laxus. Bagaimana bisa menuduhnya berselingkuh tanpa bukti.

"Hey! Jangan bicara sembarangan tanpa bukti. Aku bisa menuntutmu."

"Kau bisa menuntutku?" terdengar suara tawa sinis di seberang telepon. "Seorang putri pengusaha yang hampir bangkrut sepertimu bisa membayar berapa? Aku bisa membayar jauh lebih banyak dan melangkah bebas. Benar-benar tidak tahu diuntung, sudah bagus aku ingin menjadi kekasihmu dan kau bisa meningkatkan taraf hidupmu."

Lucy terkejut. Serendah itukah penilaian Laxus selama ini terhadapnya. Jadi lelaki itu hanya memandangnya sebagai perempuan yang ingin meningkatkan status sosial dengan mendekatinya? Padahal sebetulnya Laxus lah yang mulai mendekatinya lebih dulu.

Lucy tak menyesali keputusan yang baru saja ia ambil. Ia bersyukur karena telah mengakhiri hubungan dengan Laxus meski mungkin saja ia melakukannya karena terpengaruh oleh ucapan Natsu.

Meskipun hubungan mereka berakhir, masih ada beberapa hal yang harus diurus Lucy. Ia masih harus memberitahukan orang tuanya dan setiap teman yang telah menerima undangan darinya.

"Karena itu bukankah lebih bagus kalau hubungan kita berakhir? Kau tidak perlu menikahi perempuan yang tak tahu diri dan kita bisa mendapatkan pasangan lain yang sepadan?" ucap Lucy dengan tenang.

Laxus sangat terkejut di seberang telepon. Lucy tampak sangat serius dengan ucapannya.

"Kalau begitu kembalikan uang DP gedung, catering dan biaya cetak undangan yang telah kubayar. Kau pasti tidak mampu melakukannya, kan?"

Sebetulnya pernikahan mereka seharusnya akan digelar di hotel bintang lima. Laxus memang telah membayar DP catering dan gedung serta biaya cetak undangan yang tidak bisa dikembalikan. Namun bukan berarti keluarga Lucy tidak akan mengeluarkan uang sepeserpun untuk biaya pernikahan ini. Mereka berencana membayar setengah dari biaya gedung, catering, cetak undangan, jasa fotografer, suvenir dan akomodasi. Sedangkan Lucy membayar sendiri biaya tata rias dan gaun yang akan ia kenakan.

Lucy terdiam sejenak. Ia tak enak membebani orang tuanya untuk mengeluarkan biaya ketika ekonomi mereka sedang sulit. Namun Lucy tak memiliki uang cukup, maka satu-satunya pilihan hanyalah berutang.

Diantara semua kenalan Lucy, hanya Natsu yang memiliki palling banyak uang. Namun ia tak berani meminta lelaki itu untuk meminjamkan uang. Maka ia harus memikirkan cara lain, entah menebalkan muka dan meminjam uang pada beberapa sahabatnya atau dengan cara lain.

"Berikan aku waktu dua minggu. Akan kulunasi semuanya."

Lucy sudah tak tahan lagi. Ia tak mau mendengar penghinaan terhadap dirinya dan keluarganya jika ia terus mendengarkan Laxus.

Lucy memutuskan untuk langsung menutup telepon setelah ia selesai bicara. Setelahnya ia membenamkan wajahnya pada bantal. Ia merasa benar-benar menyesal telah berhubungan dengan orang seburuk Laxus.

-TBC-


Author's Note :


Diluar dugaan, fanfict ini bakal lebih panjang dari yang aku targetin.

Kemungkinan besar fanfict ini bakal lebih dari tiga chapter. Tapi kuusahakan nggak lebih dari 10 chapter.