selcouth

(adj.) unfamiliar, rare, strange, and yet marvelous

baestellation © 2020

All Harry Potter characters are owned by J.K.Rowling

warning; ada kejutan? siapkan saja hati kalian ya.

happy reading!


Bitter Surprise.

Draco mendengarkan dengan bosan perkataan Profesor di depan. Perkenalan sepele tentang asrama-asrama yang ada. Pengetahuan seperti itu sudah Draco dapatkan bahkan sebelum ia bisa berjalan, dan tentu saja asrama yang akan ia masuki sudah diketahui. Slytherin.

Ia memandang sekitarnya, beberapa anak berusaha untuk mengatur jubah mereka yang terlipat, rambut mereka yang berantakan, bahkan seorang anak memegangi kataknya. Menggelikan.

Sebagai seorang Malfoy, Draco selalu mempunyai persiapan yang sempurna. Ia menjaga ekspresinya supaya tetap datar saat anak-anak kelas satu mulai berjalan dalam barisan memasuki Aula Besar. Bukan hal yang sulit. Harus ia akui, Aula Besar itu memang mengagumkan. Atap yang disesuaikan dengan langit di luar, lilin yang melayang-layang, empat baris meja sesuai asrama masing-masing.

"Malfoy, Draco!"

Saat mendengar namanya akhirnya dipanggil, Draco berjalan menuju bangku yang disiapkan. Ia mengangkat sedikit kepalanya, senyum angkuh terpampang di wajahnya. Saat ia akhirnya duduk, ia mendengar Topi Seleksi bergumam, "Malfoy, eh?" lalu berteriak dengan lantang, "SLYTHERIN!"

Bukan kejutan bagi Draco. Ia langsung berjalan ke arah meja Slytherin dan duduk di dekat Crabbe dan Goyle, menyalami beberapa tangan yang terjulur untuk menjabatnya. Tangan-tangan orang yang berusaha untuk terlihat baik di matanya. Iya, harusnya seperti inilah reaksi orang-orang saat mendengar nama Malfoy.

Draco menatap dengan bosan pada acara seleksi itu dan memilih untuk menatap deretan pengajar. Matanya tertuju pada Severus Snape yang sedang menatapnya, menelitinya dengan seksama. Draco tersenyum mengejek. Snape pasti akan menjadi salah satu guru yang mudah didekati. Bagaimanapun juga, Lucius Malfoy dan Snape adalah rekan kerja, walaupun hal itu sudah lalu.

"Potter, Harry!"

Perhatian Draco langsung teralih menuju acara seleksi. Harry Potter. Bocah yang menolak ajakan pertemanannya. Bocah yang menyelamatkan dunia sihir dari Pangeran Kegelapan. Santo Potter yang Agung. Orang yang membuat Draco bersumpah pada dirinya sendiri, ia akan membuat Potter menyesal karena pilihannya yang salah.

"Menurutmu kenapa Topi Seleksi diam saja, Draco?"

Draco menoleh, menatap salah satu temannya. "Harry Potter yang Agung sedang diseleksi, Greg. Jelas kita harus menunggu lama supaya ia bisa mendapatkan efek dramatis, 'kan?"

Gregory Goyle memang bodoh, tetapi ia tidak sebodoh itu sampai tidak menyadari nada suara Draco. Ia langsung tutup mulut. Mencari ribut dengan pewaris tunggal keluarga Malfoy sama saja dengan bunuh diri.

Saat robekan di Topi itu melebar, Draco tanpa sadar mencondongkan tubuhnya.

"SLY―"

Tidak.

"THERIN!"

Draco menatap tidak percaya ke arah bangku dimana Harry Potter masih duduk terpaku, mata bocah berambut hitam itu melotot. Profesor McGonagall menunduk, membisikan sesuatu ke telinga Potter. Anak itu langsung duduk tegak dan melompat, berjalan dengan kaku ke arah meja Slytherin. Aula Besar hening sebelum terdengar bisik-bisik seru.

"Seorang Potter di Slytherin? Sesuatu yang baru, ya, Draco?" Gregory berbisik di sebelahnya.

Draco mengangguk. Rencananya mungkin akan berjalan lebih mulus dari yang ia kira.

*selcouth*

Selama makan malam berlangsung, Harry rasanya ingin kabur dari meja itu. Ia merasakan dengan jelas lirikan dari teman-teman seasramanya. Teman-teman. Kata itu membuatnya merinding. Ia kira ia akan masuk Gryffindor seperti teman barunya, Ron. Menyebalkan sekali Topi Seleksi itu. Jelas ia sudah mengatakan ia tidak mau masuk ke Slytherin, apa pun alasannya, Harry tidak ingin masuk ke sarang ular ini.

Dari cerita Ron, Slytherin adalah sarang Penyihir Gelap. Hell, bahkan Voldemort yang membunuh keluarganya adalah seorang Slytherin. Bagaimana mungkin ia masuk ke tempat ini, disamakan dengan Penyihir Gelap pembunuh yang membuat hidupnya sengsara di keluarga Dursley.

Harry teringat perkataan Ollivander, si pembuat tongkat.

"Sungguh aneh sekali kau ditakdirkan menjadi pemilik tongkat ini, sementara saudaranyawah, saudaranyalah yang memberimu bekas luka itu."

Harry menelan ludah.

Ollivander melanjutkan perkataannya, tidak menyadari rasa tidak nyaman Harry. "Ya, tiga puluh tiga setengah senti. Yew. Sungguh aneh hal-hal semacam ini terjadi. Tongkat yang memilih penyihir, ingat. Kurasa kami bisa mengharap adanya sesuatu yang luar biasa darimu, Mr. Potter," pria tua itu meneliti wajah Harry. "Lagipula, Dia yang Namanya Tak Boleh Disebut sudah melakukan hal-hal yang luar biasa―mengerikan, ya, tapi luar biasa."

Harry ingin sekali membenturkan kepalanya ke meja, tetapi dikerjai selama bertahun-tahun oleh geng Dudley membuatnya sadar, ia tidak boleh melakukan itu. Walaupun ia―Harry masih merasa aneh saat mengatakan ini, walaupun pada dirinya sendiri―terkenal, membenturkan kepala ke meja di tengah hidangan makan malam pasti akan membuatnya dijadikan bahan lelucon.

Ia menatap kue tar karamel di hadapannya, tiba-tiba nafsu makannya hilang. Sepertinya kehidupan baru yang ia tunggu-tunggu akan menjadi sangat menyebalkan.

*selcouth*


a/n.

Hai! Semoga kalian suka ya. Iya maaf Harry masuk Slytherin, but we need some surprise in our life! lol. Please don't hit me.

Let me know what you think! mind to review?