WARNING: OOC, YAOI (BOYS LOVE), CRACK SHIP

Chapter I

Dengarkan Suara Hatiku

Usami Akihiko's POV

"Aku tidak mencintaimu, Usagi-san…!"

Ucapan setajam pisau tersebut selalu menemani ingatanku akhir-akhir ini. Begitu juga dengan orang yang melontarkannya. Biasanya aku selalu menganggap setiap ucapan seperti angin lalu, namun kali ini berbeda. Ucapan tersebut dilontarkan oleh orang yang paling aku cintai, Takahashi Misaki. Ia adalah adik laki-laki dari Takahashi Takahiro, orang yang pernah aku taksir saat bangku sekolah. Laki-laki itu adalah anak yang baik, bahkan sempat mengobati duka laraku saat Takahiro mengumumkan bahwa ia akan menikah dengan Kajiwara Manami. Aku masih mengingat waktu itu, ketika Takahashi kedua itu meninju dinding rumahnya dan membawaku keluar. Ia adalah orang pertama yang melihatku mengeluarkan air mata kesedihan. Hal itulah membuatku jatuh hati pada Takahashi Misaki, walau dia seorang laki-laki. Aneh sekali bahwa seorang pria sepertiku bisa tertarik terhadap bangsa adam. Benar, aku pecinta sesama jenis. Aku berhasil menjalin hubungan percintaan dengannya selama beberapa waktu lamanya. Namun semua itu hanyalah tinggal kenangan.

Lantunan musik jazz yang melengking berhasil membuyarkan lamunanku barusan. Kedua mataku berkedip melihat sekeliling. Di ujung ada seorang pembuat minuman sedang meramu red sangria dengan raut wajah penuh ekstasi. Dari penuturan salah seorang pembawa minuman disini, ia dikabarkan menjadi calon ayah. Segerombol orang meliuk mengikuti irama musik yang terbilang sangat cepat tak manusiawi. Aku hanya bisa menggelengkan kepala, heran sekali melihat orang-orang sangat menikmati betapa ributnya tempat ini. Sedangkan tanganku hanya memutar malas gelas beling yang berisi setitik tequila. Entah sudah keberapa gelas aku memesan larutan pahit itu hingga enggan menghitungnya.

Sebuah bunyi sendawa lolos dari mulutku, mungkin karena efek dari tequila yang kuteguk sebelumnya. Tanpa pikir panjang, aku segera melangkahkan kaki untuk keluar dari tempat ribut itu. Kakiku melangkah tanpa arah yang jelas, sedangkan kedua mataku menangkap bayang kunang-kunang. Sesekali kedua tanganku berusaha meraih dinding agar keseimbangan tubuhku tetap terjaga. Terkadang aku harus membuka dan menutup kelopak mata lantaran pusing yang semakin mendominasi. Salah satu tanganku beralih mengelus perut seraya menahan mual. Gawat sekali, aku mulai merasakan kedua kaki berjalan dengan gontai karena kehilangan konsentrasi. Apalagi hasrat untuk memuntahkan semua yang ada di perutku semakin kuat dan tak tertahankan. Tiba-tiba salah satu kakiku mengenai sebuah guci raksasa yang ada di depan dan alhasil membuatku terpental ke belakang.

"Hati-hati, Usami sensei!"

Aku mendengar sebuah suara bariton nan datar memanggilku. Lalu aku menoleh ke arah suara tersebut dan mendapati bayang seorang pemuda menghampiriku. Seketika kesadaranku mulai terkumpul seiring kedua bokongku mendarat di lantai dengan sempurna. Aku hanya mampu mengelus bokongku dengan frustasi sambil meringis kesakitan, sekaligus hendak bersyukur padanya karena kesadaranku mulai terkumpul cepat.

"Sensei, bagaimana keadaanmu?"

Lagi-lagi suara yang sama memanggilku, hanya saja terdengar lebih lembut. Sekali lagi aku mencoba menelengkan kepala dan mendapati pemuda yang sama. Aku berulang kali membuka dan menutup kelopak mata, hendak menghilangkan buram ini agar dapat melihat dengan jelas entitas penolongku. Disana tampaklah pria dengan surai hitam pekat pendek menutupi kepalanya dan poni sedikit berantakan. Pria itu berbalutkan setelan jas berwarna langit gelap dan kemeja putih. Kerah kemeja pemuda tadi dilengkapi dengan dasi penunggang kuda motif polos berwarna coklat emas. Wajahnya sangat mempesona bak pangeran mahkota dari dunia lain.

"Sensei...?"

Untuk ke sekian kalinya ia memanggilku dengan suara baritonnya. Aku mengedarkan pandangan untuk menatapnya walau kepalaku merasakan nyeri yang hebat. Kedua tanganku bergerak merapikan surai abu yang berantakkan bagai raja rimba. Lalu aku segera menganggukkan kepala sambil tersenyum kecil mengisyaratkan bahwa diriku baik-baik saja. Walau demikian pria tadi masih mempertahankan air wajahnya, mengulurkan tangan kanannya kepadaku. Aku meresponnya dengan mengulurkan tanganku kepadanya. Tangan besar pria itu menggenggam erat pergelangan tanganku dengan hangat, lalu menarik badanku sekali ayunan yang membuatku bangkit dari lantai. Benar-benar kekuatan yang dahsyat, aku pun sempat terperanjat akan hal ini.

Ia mulai melangkahkan kakinya yang berbalut sepatu hitam berbahan kulit mahal dengan cepat, membuatku sedikit terseret mengikutinya. Entah entitas itu membawaku kemana, aku pun sudah tidak peduli akan hal itu. Yang aku pedulikan untuk saat ini adalah Misaki ku, hatiku masih tidak terima akan berakhirnya tali percintaan yang kami jalin selama tiga tahun.

[Bersambung]

PS:

Terima kasih telah bersedia meluangkan waktunya untuk membaca sepucuk fiksi yang 1000% murni berasal dari lubuk hati dan jiwa penulisnya. Sebelumnya penulis meminta maaf kepada Takahashi Misaki yang sengaja saya buat seakan seperti orang jahat yang berani sekali menghancurkan hati Usami-sensei. Saran dan kritik diterima, namun ampun jangan flames.

OMAKE

UA : Fiksi apa ini, nona penulis? Kau berani sekali memisahkanku dengan Misaki *melipat tangan di dada*
Me : Ampun, sensei... *menunduk berojigi ria*
UA : Aku akan mengampunimu kalau kau mengembalikan Misaki ke pelukanku *kesal*
Me : E-eh...? *keringat dingin*