Sabaku Sophia
Disclaimer: Naruto copyright Masashi Kishimoto, Sabaku Sophia copyright Sabaku No Maureen
Pair: always GaaHina. Sasuke x oc (ceritanya di sini Sakura udah meninggal)
Warning: au, ooc, oc
.
.
.
Chapter 1
"Pemenang penghargaan mahasiswa pascasarjana kategori prestasi non akademis jatuh kepada …."
Sepasang MC di atas panggung mengulur waktu. Sengaja betul mereka menaikkan detak jantung para nomine. Di tengah panggung, tampak gadis cantic berambut merah panjang dan bermata lavender berdiri berangkulan dengan dua nomine lainnya. Wajah ketiga kandidat penerima penghargaan itu pasrah. Kemenangan bukan lagi prioritas. Pemusik jahil menabuh drum keras-keras, menciptakan atmosfer ketegangan di penjuru ruangan berlangit-langit tinggi dengan tebaran lampu Kristal.
" … Sabaku Sophia!"
Malaikat berayun, menabur konfeti bahagia. Dara jelita berambut merah bata itu melompat girang sesuai reflex tubuhnya. Bibir tipis ranumnya merekahkan senyum. Gemuruh tepuk tangan seirama gemuruh hujan di luar sana yang mengguyur lebat sejak petang tadi.
Langkah demi langkah terayun oleh kaki panjang itu. Tubuh jangkung Sabaku Sophia kini berada persis di titik pusat ruangan yang memungkinkan seluruh audience dapat melihatnya. Bagai slogan sebuah kontes kecantikan, semua mata tertuju pada putri tunggal Gaara dan Hinata itu.
"Sabaku Sophia, silakan menyampaikan sepatah dua patah kata." MC bernama Tamaki memberi instruksi.
Hening. Applause yang semula riuh-rendah kini berhenti total. Mata amethyst yang amat persis Hinata menjelajahi bangku deretan depan. Pandangannya bertemu dengan sang bunda. Hinata tersenyum penuh bangga, melambai dari bangku VIP. Kursi-kursi beludru putih itu disediakan khusus untuk keluarga nomine.
"Selamat malam semuanya." Sophia memulai pidato singkatnya sebagai awardee mahasiswa berprestasi kategori prestasi nonakademis.
"Terima kasih telah mempercayakan saya untuk menerima penghargaan ini. Syukur tak terkira pada Tuhan. Tanpa campur tanganNya, momen mala mini tak'kan terjadi. Terima kasih untuk Ayah Gaara dan Bunda Hinata yang telah membuatku berada di titik ini. Terima kasih untuk teman-teman dan siapa pun yang telah memberikan suaranya untukku. Dan terakhir, terima kasih untuk …."
Sophia menggigit bibir. Haruskah ia mengucapkannya di sini? Seseorang yang tak kalah luar biasa dari ayah, bunda, dan kawan-kawannya. Seseorang yang amat menginspirasi.
"Dan terakhir, terima kasih untuk … Ayah Sasuke."
Ratusan kepala menoleh tergesa. Mungkinkah Hachi dan rekan-rekan lebahnya berpindah ke sini? Baik Sophia maupun Hinata jengah dengan dengung bisikan yang menyebar di ruangan bagai dengungan lebah.
"Sasuke? Sasuke siapa, ya?"
"Apa yang dia maksud Sasuke Uchiha pemilik Uchiha Healthcare itu?"
"Apa hubungannya putri Sabaku dengan Uchiha?"
Turun dari panggung, Sophia disambut hangat pelukan Hinata. Wanita akhir empat puluhan berparas sendu itu memeluknya penuh saying. Mendekap, erat, merapat. Lengan mulus Sophia terkalung di leher Hinata.
"Selamat, Sayang. Bunda bangga denganmu. Begitu pun Ayah," bisik Hinata dengan getar kebanggaan dalam suara sopranonya.
Bibir Sophia maju lima senti. "Sayang ya, Bunda. Ayah nggak bias dating."
"Oh, Dear …." Hinata melarikan jemarinya ke rambut merah Sophia lalu membelainya lembut.
"Ini kali pertama ayahmu absen dari momen pentingmu. Is it ok? Percayalah, ayahmu akan menggantinya di hari lain."
Kepala Sophia terangguk pelan. Benar, Gaara bukannya sengaja melewatkan malam penganugerahan penghargaan ini. Ia hanya terlalu sibuk. Sudah sepantasnya Sophia mafhum akan tanggung jawab besar yang diemban ayah kandungnya atas Sabaku Group. Korporat yang mesti diurus Gaara bukan hanya satu-dua, tetapi lima sekaligus.
"Shall we go now?" Hinata bertanya lembut.
Sebelum Sophia menyahuti, ia keburu dihampiri teman-temannya. Beberapa mahasiswa S2 berhamburan ke dekatnya.
"Sophiaaa, selamat! Bangga banget sama kamu!" teriak seorang gadis berambut coklat di dekat telinga Sophia.
"Ya, ampun, Ayame … suaramu berapa decibel? Thanks, ya."
Sesosok pemuda berambut putih menjabat erat tangan Sophia. Setelahnya ia beri pelukan sebelah tangan. Iris pucat Hinata memandangi teruna itu. Putra Orochimaru telah bertumbuh menjadi perjaka yang gagah dan dewasa.
"Nggak sia-sia aku vote kamu." Hanya itu yang dikatakan Mitsuki. Namun, bagi Sophia sudah cukup merepresentasikan ucapan selamat.
Teruni berambut hitam pendek merengkuh Sophia kencang-kencang. Diciumnya pipi putih tunggal Sabaku itu kanan dan kiri.
"Ah, Kurotsuchi. Aku senang kamu datang," ungkap Sophia hangat.
"Ditunggu makan-makannya." Kurotsuchi nyengir jail. Disambuti tawa lembut Sophia.
Sudut bibir Hinata terangkat menyaksikan interaksi para sahabat itu. Nuraninya mengenang masa mudanya. Dulu, dia pun sama dekatnya dengan sobat-sobatnya: Sakura, Naruto, Sasuke, Kiba, Shino, Shikamaru, dan Gaara. Dua yang terakhir disebut malah sudah jadi ipar dan suaminya. Namun, yang namanya jatah hidup sungguh niskala. Hanya maut yang niscaya. Salah satu besty Hinata berpulang dengan amat tetiba. Terkadang sanubari nyonya Sabaku itu masih pedih kala mengingatnya.
Puas bercengkerama dengan ketiga sohibnya, Sophia beranjak pulang. Ia duduk manis di samping bundanya yang sibuk menyetir. Keliru besar bila Hinata disamakan dengan para wanita sosialita yang manja. Ia tergolong wanita mandiri. Apa yang tak dapat dilakukan sulung Hyuuga? Menyetir ia bias. Jangankan dalam kota, luar kota pun ia layani. SIM internasional sudah tergenggam di tangan. Pekerjaan domestic mulai dari beberes hingga mengurus Sophia dikerjakannya tanpa banyak kesalahan. Walau terkesan santai dan banyak di rumah, penghasilan Hinata cukup besar. Ia punya beberapa toko. Tenang hati Gaara punya pendamping hidup seperti itu.
Mazda CX 5 hitam itu melaju lambat di sepanjang jalan yang tergenang. Musik instrumentalia mengalun lembut dari tape mobil. Jemari lentik Sophia merogoh iPhone dari dalam tas Hermes kesayangannya. Ia mencari daftar kontak teratas di Whatsapp. Dibukanya kontak berlabel 'Ayah 1'. Sebuah foto hasil acara tadi dikirimkannya ke pemilik nomor itu. Hal yang sama ia lakukan pada kontak berlabel 'Ayah 2'. Narsis dengan ayah sendiri boleh, 'kan?
Ayah 1: Wah, selamat Sayangku. I'm so sorry I can't attend to your special moment. Hari Minggu seperti biasa, ya.
Ayah 2: Congrates.
Kesekian kalinya mala mini, wajah Sophia mencetak senyum. Dadanya mau meledak setelah membaca respon Gaara dan Sasuke. Walaupun yang satu penuh kehangatan dan satunya lagi sedingin gumpalan es di Kutub Utara, Sophia tahu pasti rasa saying mereka berdua lebih besar dari Pulau Kalimantan atau Papua.
"Chat sama siapa, Sayang?" tegur Hinata halus saat mobil berhenti di lampu lalu lintas.
"Sama Ayah dan Ayah Sasuke," sahut Sophia apa adanya.
Lampu berganti warna menjadi hijau. Hinata melajukan mobil. Tak ingin diklaksoni pengguna kendaraan lainnya. Secangkir angan mengepul hangat di kepala berambut indigo itu. Angan tentang suami dan putrinya. Dapat dipastikan Gaara menyambut bangga tiap prestasi yang ditorehkan buah hati mereka. Sasuke? Yah, lelaki berambut aneh itu memang mendapat porsi tak wajar di hati putrinya. Hinata sendiri masih bingung dengan relasi Sophia dan Sasuke.
Setengah jam berselang, mereka tiba di rumah. Hunian berlantai dua dan bercat putih. Danau berada persis di sebelah kiri property itu. Dibandingkan kediaman utama Sabaku atau Hyuuga, rumah ini taka da apa-apanya. Gaara sekeluarga kurang suka menempati rumah yang terlalu besar. Griya mungil saja sudah cukup bagi mereka.
"Bunda, Ayah pulang jam berapa? Ini udah malam banget loh." Sophia sedikit gelisah, melirik jam merah-emas yang melingkar manis di pergelangan tangan kirinya.
Tanya gelisah yang meluncur dari lisan Sophia hanya disambuti gelengan kepala Hinata.
"Bunda juga kurang tau. Ayahmu sibuk sekali."
Sophia mendesah tak kentara. Ia pun pamit ke kamarnya. Tak lupa sebelumnya ia menidurkan bibir di pipi putih Hinata. Setelah Sophia menghilang ke lantai atas, Hinata mendaratkan tubuh di sofa hitam yang terkesan mahal. Entrepreneur itu mulai menyibukkan diri mengirimkan berita gembira tentang Sophia ke grup keluarga.
Tree Family
Sabaku Hinata: foto
Nara Temari: Wow, hebat keponakanku. Selamaaat, Princess.
Sabaku Gaara: Siapa dulu ayahnya.
Sabaku Kankuro: Siapa dulu om-nya.
Nara Temari: SabakuKankuro Idih, narsis. Aku aja yang tantenya nggak segitunya kok. Emangnya kamu punya kontribusi apa buat Sophia?
Sabaku Kankuro: Kalau misuh-misuh terus, ntar keriputnya saingan sama Itachi.
Nara Shikamaru: foto
Nara Shikamaru: Tangkapan layar siap terkirim ke Uchiha Itachi.
Sabaku Kankuro: Stooop! Jangan kirim, kalo nggak nama kamu dicopot dari KK Keluarga Sabaku!
Nara Shikamaru: Yeee, orang udah punya KK sendiri juga. Iya, 'kan, Sayang-Sayangkuuu? NaraTemari NaraShikadai
Nara Shikadai: Pa, besok mau kiamat ya? Sebelum kiamat, mau minta traktiran sepupu ah.
Hyuuga Neji: Apaan sih, malam-malam ngerusuh di grup. Tapi selamat ya, buat keponakanku yang cantic.
Hinata tersenyum geli membaca rentetan pesan di grup. Begitulah jika ada salah satu yang menghidupkan grup, niscaya ramailah WAG itu. Sekarang mengerti, 'kan, kenapa nama grupnya Tree Family? Ada empat keluarga yang kini telah bersatu. Family by marriage Bahasa Sundanya. Sabaku, Nara, dan Hyuuga disatukan oleh ikatan cinta bernama pernikahan. Eits, ini bukan lagi promo menyebut judul opera sabun yang belum tamat-tamat itu, ya.
Kalau Sabaku adalah keluarga syar'I, Hinata layak dinobatkan jadi istri salihah. Buktinya ia tak tidur sampai Gaara pulang. Si rambut merah baru kelihatan batang hidungnya lewat pukul dua belas malam. Ketika sejumlah stasiun radio 24 jam di Konoha memutarkan program-program curhat tengah malam langganan kaum jones.
"Ah, Gaara-kun, akhirnya kamu pulang juga," sambut Hinata. Tak lupa cipika-cipiki dengan anata tercinta.
Senyum mekar di wajah lelah Gaara. "Putri kita sudah tidur?"
"Unfortunately, sepertinya sudah. Mau kutemani makan malam? Atau …."
"Nope. Aku sudah makan saat ketemu klien tadi. Aku hanya ingin ditemani olehmu."
Jika ini terjadi di anime, sudah pasti Hinata akan dikelilingi bintang-bintang. Bahasa tubuh Hinata kalem saja walau inner-nya berbunga.
Hanya orang kurang waras yang membenci Hari Minggu. Hari ketujuh dalam sepekan itu berarti banyak hal: liburan, bermalas-malasan, bangun siang, dan tayangan kartun di televise. Tambahan bagi Sophia. Minggu sore artinya waktu berkualitas bersama Gaara.
"Sophia, Ayah tunggu di depan ya, Nak!" Gaara setengah berteriak dari teras.
"Iya, Ayah!" Sophia berseru. Jemarinya sibuk mengenakan sepatu.
Hinata muncul dari perpustakaan kecil di samping ruang tengah. Wajahnya ikut sumringah melihat putrinya bungah. Taka da lagi bimoli alias bibir monyong lima senti seperti yang ditunjukkan Sophia di malam awarding.
"Senang banget anak Bunda mau pergi sama Ayah." Hinata berkomentar, melirik penuh arti.
"Pasti, Bunda. Minggu ini Ayah nggak punya banyak waktu."
Penuh saying, Hinata mengacak poni Sophia. "Ok. Take your time with your daddy."
"Of course. Bye, Bunda."
Setelah tali sepatunya terikat erat, Sophia berlari pergi. Menghampiri Gaara yang telah menunggu di atas sepeda gunung keluaran terbaru. Yaps, benar. Kalian tak salah baca. Gaara akan membawa putrinya jalan-jalan bukan dengan Porche, Lamborgini, Ferrari, apa lagi Bugatti. Cukup bersepeda saja. Kalau naik mobil, mereka tak bias berpelukan layaknya Tingky Wingky, Dipsi, Lala, dan Po.
"Ready?" Tanya Gaara. Mata hijaunya bersirobok dengan iris pucat milik sang permata hati.
"Ready!"
Sophia naik ke boncengan. Sepeda meluncur menuruni bukit kecil yang melatari rumah mereka. Danau berair jernih seakan berlari ketika Gaara mengayuh sepedanya cukup kencang. Angin bersiul di telinga mereka, menampar-nampar ujung rambut dan lipatan baju. Langit sore sewarna lazuardi tampak begitu memesona.
"Ayaaah!" Sophia meneriakkan nama ayah kandungnya dengan hati riang tak terperi.
"Sophiaaa!" Suara bass Gaara bahkan lebih bahagia dari anak perempuannya. Persetan dengan martabak, ups martabat, wibawa, atau apa pun itu. Bersama Sophia, Gaara leluasa mengekspresikan perasaannya.
Sepeda meluncur semakin cepat. Desiran angina seolah diperkeras dua kali lipat di telinga Sophia. Pohon pinus, akasia, dan momiji melambai mengiringi laju sepeda yang ditumpangi anak beranak itu.
"Ayaaah, aku mencintaimu!" jerit Sophia mengalahkan deru angin yang melolong nyaring.
"I love you more!"
"Oh, I love you much much more!"
Nampaknya, Sophia kebanyakan nonton Bastian dan Bintang. Dipeluknya pinggang Gaara erat. Sabaku Gaara adalah pria yang paling dicintainya. Selain … selain Uchiha Sasuke.
.
.
.
TBC
.
.
.
A/n
Hai, semuaaa. Adakah teman-teman GaaHina yang masih aktif di FFN? Tanpa terasa, udah 2 tahun sejak terakhir kali aku nulis cerita di sini. Sebenernya aku udah aktif di FFN sejak tahun 2015. Tapi karena satu dan lain hal, cerita-ceritaku yang cukup banyak itu terpaksa kubumihanguskan (Apaan, udah kayak Bandung Lautan Api). Sekarang aku lagi kangeeeen banget sama Gaara dan Hinata. Dan karena satu kejadian, aku yang awalnya nggak suka sama Sasuke jadi suka.
Awalnya, cerita ini mau aku bikin one shoot. Tapi kayaknya kepanjangan, jadi multichapter aja. Maunya sih nggak banyak-banyak chapternya. Soalnya abis ini aku udah harus focus sama tesis, takut nggak kepegang ini cerita. Stay save and healthy, Minna-san.