Tugas Baru

Disclaimer: Naruto copyright Masashi Kishimoto, Tugas Baru copyright Sabaku No Maureen.

.

.

.

Sabakugaara

Sekarang aku jadi Grandpa.

#NewFamily

#BeeingAGrandpa

#FromPapaToGrandpa

Namikazenaruto, Temarisabaku, and 285 other likes.

Namikazenaruto: Udah lahir, ya? Siapa namanya?

Temarisabaku: Gileeee adik aku. Cepet banget naik level. Kemarin baru jadi Papa. Sekarang udah jadi Grandpa aja.

Sabakugaara: Naik level? Memangnya lagi main game The House? temarisabaku

Bagi warganet yang malas membaca dan memperhatikan postingan dengan benar, bisa-bisa mereka salah sangka. Mana mungkin pria tiga puluhan dan perjaka ting-ting seperti Gaara betulan sudah jadi Grandpa? Lihatlah foto yang diunggahnya di Instagram bersama caption bermakna taksa itu. Foto tersebut memperlihatkan sepasang bayi kelinci yang imut.

Postingan Gaara di Minggu pagi yang cerah itu menarik perhatian akun gosip. Sebut saja namanya Kembang Bibir. Akun tersebut melayangkan komentar.

kembang_bibir: Inilah kakek termuda sepanjang abad 21.

Si rambut merah mengabaikan saja komen dari Minbir, sebutan untuk admin Kembang Bibir. Mau menjelaskan juga percuma. Sebab para penggosip akan tetap berkeras meyakini apa yang digosipkannya. Ingat prinsip gosip. Gosip adalah fakta yang tertunda.

Matahari yang duduk sendirian dengan jumawa di bumantara naik perlahan. Gaara menyudahi aktivitasnya berselancar di sosial media. Dia melangkah tertatih meninggalkan kamar tidurnya yang bernuansa monokrom.

Pintu yang tertempel kaca bening dikuak. Selangkah demi selangkah Gaara menghampiri kandang kelinci berukuran ekstra besar di ruang tengah. Sudah tepat keputusannya mengganti kandang kelinci sebelumnya yang kelewat mungil. Dua bayi kelinci itu perlu dekat dengan Mami-Papinya.

"Snowy, Pikachu, Chesy, Penelope." Gaara memanggil kelinci-kelinci kesayangannya.

Dengan tangan kirinya yang sehat, ia membuka pintu kandang. Snowy melompat menyerbunya. Kelinci jenis Holland Lop itu memang paling dekat dengannya. Kalau didefinisikan dengan satu kata dalam Bahasa Spanyol, Snowy pada Gaara mungkin artinya begini: queridisima. Artinya yang tersayang.

Senyum tipis terkembang di bibir sang perewa tampan. Dielusnya bulu putih halus milik kelinci pertama yang dimilikinya. Snowy menjilati tangan Gaara. Kelakuannya lebih mirip kucing. Apakah dia mulai menyalahi kodratnya sebagai makhluk bernama latin Lepus?

"Haha sabar, sabar. Papa ambilin pellet dulu, ya?" kata Gaara menyabarkan. Snowy diperlakukannya layaknya anak kecil.

Eits, ini bukan pellet untuk mengirim santet atau guna-guna. Gaara menghilang sebentar ke pantry. Ia kembali lagi membawa pellet berisi rumput timothy, selada, dan wortel.

Bercengkerama dengan hewan piaraan sungguh menyenangkan. Sampai-sampai Gaara lupa waktu. Binatang peliharaannya sudah makan. Ia sendiri malah melewatkan sarapan.

"Hell no," desis Gaara refleks ketika didengarnya ponselnya meraung.

Kalau ada Temari di sini, pasti kakaknya itu akan berteriak "Hei, your language!". Persetan, ibu satu anak dengan tatanan rambut menyerupai daun semanggi itu pasti tengah sibuk berkutat dengan suami dan anaknya yang pemalas akut. Ogah-ogahan Gaara mengecek notifikasi. Ada Whatsapp dari nomor yang belum tersimpan.

From: 0813xxxxxx

Sabaku-san, mohon maaf lambat menjawab. Ini saya kirimkan tautan video kampanye sosialnya. Terima kasih telah bekerjasama dengan lembaga kami. Saya pribadi memohon maaf karena sangat lambat merespon.

Lanang rupawan yang masih berpiyama itu merutuk dalam hati. Saku ingatannya memungut kepingan kejadian kemarin sore. Gaara sudah bertanya pada PIC (personal in charge) yang mengajaknya berkolaborasi dalam kegiatan kampanye sosial di Instagram. Pertanyaannya tentang tautan video baru dibalas sekarang. Bukan Sabaku Gaara namanya kalau tidak brilian. Dia sudah mendapatkan video itu dari ratusan akun lain yang ikut berkampanye bersamanya.

Jujurly, arsitek itu kecewa dengan kelakuan pihak humas tak bermutu yang menghubunginya. Responnya sangat lambat dalam membalas pesan. Padahal ini berkaitan dengan pekerjaan. Kalau tak bisa merespon cepat, jangan menjadi humas. PIC itu melakukan kesalahan lain yang lebih fatal. Dia membuat Gaara meluputkan diri dari kegiatan tambahan berupa webinar yang temanya relevan dengan kampanye sosial. Gaara malah tahu kegiatan itu ketika sudah selesai. Itu pun dari seorang partisipan wanita yang jatuh hati padanya.

Apologi tiada guna. Kegiatan sudah usai. Tanpa membalas, Gaara langsung menghapus chat itu. Saatnya melupakan.

Iris jade-nya menerawang ketika ia kembali membuka video kampanye sosial yang dibuatnya. Sebuah kampanye sosial bertemakan Disability is Diversity. Penyelenggara memilih Gaara sebagai influencer sebab Gaara cukup berkompeten di bidang itu. Dari jauh, perewa itu terlihat sempurna: tampan, sukses, dan segepok kelebihan lainnya yang membuatnya cocok menjadi tokoh gary stue. Namun cobalah mendekat. Perhatikan kaki dan tangan kanannya. Perhatikan caranya berjalan serta berpindah tempat.

"Pintar." Gaara tersenyum lembut, menatap lega kelinci-kelincinya. Mereka baru saja menyikat habis isi pellet.

Dibawanya tempat makanan yang telah kosong itu ke dapur. Gaara membawanya dengan satu tangan. Tepatnya tangan kiri. Karena hanya tangan kirinya yang sehat dan cukup kuat menahan beban. Kaki kiri dan kanannya terayun tak seimbang di sepanjang lantai marmer mengilap.

Inilah yang membuat Gaara berbeda. Terlahir dengan aneurisma membuat pembuluh darahnya lebih tipis dibanding orang kebanyakan. Beberapa tahun lalu, Gaara mengalami pecah pembuluh darah di bagian syaraf. 20% otak kirinya terendam darah. Akibatnya, ia lumpuh separuh tubuh. Sabaku rupawan itu me-restart hidupnya. Enam bulan pertama sejak lumpuh, ia kembali belajar berbicara, membaca, dan menghitung. Awal-awal kelumpuhannya cukup berat untuk dijalani. Tenggorokan sebelah kanannya ikut terdampak kelumpuhan dan itu membuatnya sulit menelan.

Kini semua itu tinggal kenangan. Gaara bangkit dengan cepat. Ia fully mandiri. Tinggal sendirian di rumah besarnya. Mengurus pekerjaan kantor dan rumah dengan tangan kirinya yang sehat serta tangan kanannya yang kaku. Gaara sepenuhnya mengandalkan Tuhan. Eksistensi Snowy, Chesy, Pikachu, dan Penelope sedikit mengusir sepi di tempat tinggalnya. Partitur hidup sang Sabaku bungsu makin berwarna setelah ia mendedikasikan diri untuk inklusivitas bagi orang berkebutuhan khusus. Di sela kesibukannya sebagai arsitek, Gaara menulis sejumlah buku tentang inklusivisme. Ia juga sering membuat konten-konten tentang kesetaraan kaum difabel di Instagramnya. Seperti Konoha yang dijatuhi salju di bulan Desember, banyak lembaga pemerhati disabilitas berbondong-bondong mengguyurnya dengan tawaran proyek.

Adakah yang kurang dalam hidup Gaara? Ada. Sukmanya tercabik kesendirian. Hunian dua lantai yang ditinggalinya serasa kelewat besar. Kolam renang yang dibiarkan mengering seharusnya semarak oleh konversasi sepasang suami-istri, atau bahkan anak-anak. Belum ada yang menyambut Gaara dengan pelukan dan kecupan hangat setiap kali dia pulang kerja. Gaara memang mandiri dan sangat percaya bahwa Tuhan selalu menyertai langkahnya. Tapi ayolah, dia masih manusia biasa. Pria normal dan lurus tentunya. Sering kali muncul dorongan untuk menghapus kesendirian atau mengganti status belum menikah di kartu identitasnya. Kartu keluarga menuntut penambahan anggota. Temari sudah lengser dari kartu keluarga sejak ia diboyong suaminya yang pemalas itu. Lantas Gaara kapan menyusul?

Lumpuh separuh tubuh membuat Gaara underestimate dalam hal mencari pasangan hidup. Dia yakin tak banyak wanita yang mau menghabiskan sisa usia dengannya. Yah mungkin kecuali ….

Hinata menatap ke kedalaman cangkir kopinya. Kopi hitam tanpa gula ini menggugah batinnya. Jadilah sejujur secangkir kopi. Ia hitam, tidak berpura-pura putih atau memutihkan diri. Ia pahit, tidak berpura-pura manis.

Dukanya bekerja di sektor ritel adalah minim libur. Mana ada mall yang libur di Hari Minggu? Para kapitalis itu barangkali auto megap-megap kalau toko mereka terpaksa ditutup. Hari libur justru saatnya mengais ribuan ryo dari kumpulan penduduk urban yang lapar mata.

Sial bagi Hinata dan pegawai mall lainnya. Mereka harus bergantian kalau ingin sedikit menarik napas panjang. Libur adalah anomali di toko ritel. Mau bagaimana lagi?

Hyuuga Hinata, ups harusnya Uchiha Hinata terpaksa menghidupi diri sendiri sejak suaminya meninggal. Sasuke memang tampan, tapi ia sakit-sakitan. Sang kepala keluarga tumbang akibat virus jahanam bernama Corona. Wajah Hinata berkalung air mata kala ia mengantarkan jasad suaminya ke peristirahatan terakhir tiga musim panas yang lalu. Sasuke bukanlah crazy rich Konoha seperti Keluarga Sabaku atau Keluarga Namikaze. Tak banyak yang bisa ditinggalkannya untuk Hinata.

Tepat ketika tabungan hampir habis, wanita bersurai indigo itu mendapat pekerjaan di Konoha Square. Gajinya sedikit di atas UMR Konoha. Hati lembutnya selalu mensyukuri apa yang telah ia terima. Hanya saja, jam kerjanya bikin stress.

Maka di sinilah dia sekarang. Terduduk di kursi kantin berteman segelas kopi. Jemarinya berdansa di layar ponsel jadulnya. Mencoba mencari peneguhan dari konten-konten bermuatan pesan positif sambil menanti seseorang.

"Segala bentuk perbedaan di muka bumi ini adalah keragaman. Begitu pula dengan disabilitas. Penyandang disabilitas adalah bagian dari keragaman. Mereka perlu dipandang tanpa bully dan diskriminasi."

Wajah tampan Gaara menyapa layar. Lavandula Uchiha cantik mengelereng sempurna. Selalu, selalu saja begini. Ia seakan terhipnotis oleh suara dan tatapan teduh Gaara. Padahal orangnya saja belum datang.

Minyak penyesalan memerciki hati Hinata. Sesal lantaran ia tertinggal informasi seputar kampanye sosial. Tak sempat ia ikut memposting reels di Instagram berisi kampanye sosial itu lantaran jam kerja yang teramat menyita waktu. Andai saja ia bisa mencari pekerjaan lain.

"Ah, kau melihat video itu rupanya."

Vista Hinata kali ini dimanjakan oleh seraut wajah rupawan. Sebusur senyuman terbentuk di bibir Hinata. Wangi Cologne, rengekan roda-roda kursi yang belum diminyaki, dan detail kecil lainnya tentang Gaara sangat ia rindukan.

"Kadang aku penasaran," gumam Hinata seraya memainkan jarinya.

Gaara menyatukan alisnya. "Penasaran apa?"

"Penasaran bagaimana rasanya duduk di kursi roda ajaibmu. Apa seperti naik bom-bom-car?"

Tawa meluncur lepas dari bibir Gaara. Ia mengacak gemas rambut panjang Hinata.

"Maybe."

Seorang pelayan kantin berambut cokelat panjang menghampiri meja mereka. Ia meletakkan sepiring danggo. Beberapa potong danggo ekstra ditambahkan ke piring itu. Gratis tentunya. Gaara menggumamkan terima kasih sebelum kembali mencurahkan perhatian penuh pada Hinata.

"Apa kata karyawanmu melihat bos mereka ke kantin mall?" selisik Hinata.

Gaara tersenyum. "Kamu, kan, salah satu karyawanku juga. Bagaimana menurutmu?"

"Low profile, high quality," tandas Hinata mantap.

"Wow, aku tersanjung."

Konoha Square adalah mega proyek pertama dan terakhir Gaara sebelum ia lumpuh. Ia pemilik sekaligus perancang mall ini. Di sini surganya makanan. Sejumlah restoran mewah berlomba membuka gerai di mall ini. Namun, sang big boss malah terdampar di basement mall, di kantin sederhana dengan harga murah meriah.

"Aku datang untuk menenangkan seorang perempuan yang sedang sedih."

Suara bass Gaara sukses membuat balon lamunan Hinata meletus. Amethys-nya mengerjap.

"Aku tidak sedih," bantahnya halus.

"Hinata, berapa lama kita saling kenal?"

"Um … tiga tahun mungkin. Pokoknya sejak aku kerja di sini."

"Tepat sekali." Gaara menganggukkan kepala.

"Kamu tidak berbakat menjadi penipu. Apa yang kamu sedihkan?"

Sengaja Hinata mengulur waktu. Ia mengunyah danggonya lambat-lambat. Gaara menunggu dengan sabar. Sesekali ia memainkan es batu di dasar gelasnya.

"Aku terpikir untuk berhenti bekerja dan mulai berbisnis."

Bermenit-menit menanti, akhirnya Hinata melahirkan sepotong ekspektasi. Gaara mengangkat pandangan. Hatinya berdesir tak keruan saat manik zaitunnya bersitumbu dengan sepasang mata bulan.

"Aku bisa membantumu memberi modal," tawar Gaara.

"Apa itu artinya kamu mendukungku untuk resign?"

"Yups."

Carilah hingga ke pelosok negeri. Sulit kautemukan atasan seperti Gaara. Pimpinan yang mendukung karyawannya untuk mengundurkan diri, bahkan memodalinya untuk membuka usaha. Seharusnya Hinata senang mendapat peluang baru. Anehnya, parasnya bertambah sendu.

Ternyata dari dulu

Kita punya sebuah rasa

Dan pikiran yang sama

Tapi mengapa baru kini

Kau bisa kuraih

Saat keadaan sulit

"Hei, what happen?"

Gaara menangkup pipi Hinata. Menghadapkan sendu wajah Uchiha jelita tepat ke hadapannya.

"K-kalau aku r-resign, aku t-tak bisa b-bertemu denganmu lagi." Hinata gelagapan.

Gaara tergamam. Apakah perasaannya menemui kutub positif? Mungkinkah saat ini Hinata sedang memperlihatkan diary hatinya secara implisit? Dan keraguan pun lesap.

"Hinata, aku tahu caranya agar kamu bisa resign sekaligus tetap bertemu denganku," pungkas Gaara.

Sekuat hati menjagamu tetap ada di sisi

Tak sampai hati melepasmu pergi

Rasa cinta yang sangat besar di hati (Trisouls-Cinta Keadaan).

Sirat kebingungan mampir di wajah ayu Hinata. Dirinya dan Gaara kini berdiri di depan konter sebuah gerai perhiasan.

"Cobalah," titah Gaara, menyodorkan cincin dengan desain sederhana. Namun, cincin itu memiliki mata berlian yang cantik.

Sebab Gaara masih atasannya, titah bos adalah titah paduka. Hinata manut saja menyelipkan cincin indah itu ke jari tengah. Jari manisnya masih dimuati cincin pernikahannya dengan mendiang Sasuke.

"Ternyata pas. Cocok sekali denganmu."

"Gaara, ini untuk apa?" Hinata bertanya-tanya setelah mengembalikan cincin pada pelayan toko.

Alih-alih menjawab, Gaara malah menyuruh Hinata pergi. Dimintanya pedusi kirana itu menunggu di luar. Dengan hati dibombardir tanda tanya, Hinata berjalan keluar. Disandarkannya punggung ke tembok sambil menghela napas panjang. Tingkahnya seolah dia sedang syuting video clip lagu galau.

Bruk! Tring!

Dua bunyi berisik itu menyapa sanggurdi dan rumah siput di telinga Hinata. Ia menoleh kaget. Gaara melajukan kursi rodanya dengan speed 80. Alhasil kursi roda elektrik itu berciuman mesra dengan tempat sampah. Sekilas Hinata menangkap kilatan emas melayang jatuh ke atas tumpukan sampah.

"Yah …." Gaara mendesah.

Susah payah dia berdiri. Tangan kirinya meraih-raih, menjangkau ke dalam tong sampah itu.

"Gaara, kamu ngapain?" Hinata memekik tertahan mendapati bos sekaligus teman terdekatnya itu mencari sesuatu.

"Nah, ketemu!"

Bukankah itu cincin sederhana dengan hiasan berlian? Ternyata Gaara membelinya. Tanpa bilang apa-apa, Hinata mendekat dan membantu Gaara duduk kembali di kursi roda. Ia lalu berlutut di depan kursi roda pria itu.

"Gaara, boleh aku tahu untuk siapa cincin itu?" tanya Hinata penuh hati-hati.

"Untuk Uchiha Hinata," jawab Gaara dalam tempo yang sesingkt-singkatnya.

Bagai terpapar pandangan mata Basilisk, Hinata membatu. Gaara menyematkan cincin ke jari tengahnya.

"Maukah kau jadi Grandma untuk Chesy dan Penelope?" Gaara menyebut nama 'cucu' kelincinya yang baru lahir.

Mati-matian Hinata menahan tawa. Tertawa di saat serius begini sungguh tidak tepat. Seharusnya Gaara yang berlutut di depan Hinata kalau ingin melamar perempuan itu. Nyatanya, malah Hinata yang menekuk kedua lututnya di depan Gaara. Oh, sungguh tidak elite. Gaara melamar Hinata di samping tempat sampah. Dan apa kalimat lamarannya barusan? Menjadi Grandma untuk Chesy dan Penelope? Ada-ada saja. Hinata pikir Gaara akan mengatakan 'will you marry me', 'maukah menjadi ibu dari anak-anakku', atau semacamnya.

Cepat-cepat Hinata mengembalikan hatinya dalam mode serius. Ditatapnya Gaara lekat. Kesungguhan terpatri di sana. Perempuan bersurai gelita itu menghela napas, berharap keputusannya benar.

"Aku bersedia mengganti nama Uchiha di depan namaku dengan Sabaku."

Sebatang kalimat sederhana itu memekarkan setaman bunga lavender di benak Gaara. Kini ia punya tugas baru: menjaga dan mendukung Hinata.

FIN