Elegi CBD Oil
Disclaimer: Naruto punyanya Om Masashi, tapi kalo dikasih, aku juga mau *plak* kalo Elegi CBD Oil punyanya Sabaku No Maureen.
Keterangan: side story of Meminjam Papa. Better you read Meminjam Papa before read this fict.
.
.
.
Apa yang paling menjengkelkan bagi Sasuke pagi ini? Yap, menyaksikan kelakuan norak sekelompok anak muda yang mengaku diri mahasiswa. Muda-mudi berjaket almamater Konoha University itu menghebohkan kafe kopi dengan suara mereka yang sama sumbangnya seperti kalau Takeshi Gouda nekat bernyanyi. Riuh suara mereka persis ayam kawin. Ups, jangan bawa-bawa hewan yang jadi model rambutnya Sasuke, ah.
Sekumpulan milenial itu menempati salah satu meja bundar di lantai dua kafe. Ceritanya ada salah satu dari mereka yang berulang tahun. Bukannya dibahagiakan, yang berulang tahun ini malah jadi tumbal. Rambut oranyenya basah tersiram kopi. Masih belum puas, teman-temannya mengguyur badan atletis si pemuda malang dengan gumpalan krim setebal paha bayi.
Sasuke menatap dingin dari balik cangkir kopinya. Sejak dulu ia paling anti dengan selebrasi ulang tahun model begitu. Apa faedahnya guyur-guyuran kopi pada yang berulang tahun? Lalu kue tart itu. Bukannya dimakan, malah untuk dilempar-lempar. Bukankah sama saja membuang makanan? Meski tajir melintir, Keluarga Uchiha tak pernah mendidik Sasuke untuk berkelakuan mubazir.
Tingkah polah para mahasiswa yang katanya agen perubahan itu sukses mengotori lantai kafe yang semula bersih bersinar seperti senyum semangat masa muda Rock Lee. Agen perubahan dari mana? Tindak-tanduk mereka sama sekali tidak merepresentasikan hal itu. Kasihan para pelayan dan barista. Sudah susah payah membersihkan lantai kafe hingga mengkilap dan membuat kopi enak, kerja keras mereka malah dihanguskan oleh gerombolan pengacau berlabel kampus ternama.
Cepat-cepat Sasuke meneguk Americano-nya hingga tandas. Pria berkemeja putih dan bercelana hitam Giorgino Armani itu melangkah turun ke lantai dasar. Segera ambil langkah seribu dari tempat ini jauh lebih baik. Demi kewarasan.
"Terima kasih, sampai bertemu lagi!" Sepasang pedusi dan perewa berseragam marun berseru riang dari balik meja kasir. Mungkin itu SOP mereka selama bekerja di sini. Bungsu Uchiha tak hirau dengan salam perpisahan. Dia melenggang ke luar kafe tanpa kata.
Matahari musim kemarau bersinar dengan out loud-nya, menyayat pori-pori. Ingat, ini adalah hari bebas kendaraan. Sasuke mengayun langkah di sepanjang jalan protokol. Onyx-nya berputar dan menari secara naluriah, mengamati kesibukan para pejalan kaki dan pelapak yang menawarkan jualannya.
Hari bebas kendaraan kerap kali dimanfaatkan orang untuk tiga hal: mengais rezeki, membakar kalori, atau mencari sensasi. Ratusan manusia tumplek di badan jalan dengan kepentingannya masing-masing. Ada yang jalan cepat dengan kaus olahraga lekat membalut body. Para pejuang danus tentu memanfaatkan ramainya jalanan dengan berdagang. Bermacam barang mereka jual mulai dari aksesoris, minuman kekinian, camilan yang sedang hits, hingga tawaran promosi berbayar di akun Instagram.
Di antara lalu-lalang para insan, perhatian Sasuke tersedot oleh sesosok wanita dewasa yang berjalan gontai. Sebutlah ia emak-emak dilihat dari bagian pinggulnya yang berebut menonjolkan diri dan perutnya yang piknik kemana-mana. Ibu-ibu itu berambut hitam dan beriris rubi. Ia mengenakan chong kiun, baju untuk acara penting berwarna merah menyala. Bukan perawakan atau garis wajahnya yang menarik perhatian Sasuke. Oh ayolah, Sakura yang tengah menantinya di rumah tiga kali lipat lebih bohai nan jelita. Papan putih yang nangkring di tangan ibu-ibu itulah yang mencuri atensinya. Sekilas papan itu mengingatkan Sasuke pada clipboard yang sering dibawa Dolores Umbridge di serial kelima Harry Potter. Huruf-huruf ramping miring di papan itu meliuk seperti ularnya Orochimaru membentuk kalimat:
Tolong, anakku butuh ganja medis.
Nyonya bermata merah itu nampaknya sudah 5L alias lemah, letih, lesu, lelah, dan lapar. Akibatnya, papan putih terpegang longgar di sisi tubuh. Melayang jatuhlah papan itu. Tepat berdebam di depan kaki Sasuke. Ia membungkuk memungutnya. Si ibu celingak-celinguk mencari properti bawaannya.
"Ibu," panggil Sasuke, tergopoh mendekati si ibu.
"Maaf, papannya jatuh."
Uchiha memang dingin. Bukan berarti mereka tak bisa ramah sama sekali. Terlebih pada orang yang memancing kekepoan mereka.
"Oh, terima kasih."
Terjadilah serah terima jabatan, eh maksudnya serah terima papan. Para pejalan kaki terbengong sesaat menatapi dua hayati berbeda gender itu. Satu pria tampan tingkat dewa. Satunya lagi ibu-ibu gemuk yang masih kelihatan semlohai.
"Kalau boleh tahu, apa maksud tulisan itu?" tunjuk Sasuke ke arah papan.
"Ap-oh ini … ini pesan saya untuk MK."
MK itu Mahkamah Konstitusi, kan? Atau ada singkatan lain yang tidak Sasuke tahu?
Dengan rasa penasaran sulit terbendung, Sasuke pun mengajak wanita itu menepi di ruang terbuka hijau. Ia siap mendengar keluh kesah si wanita pembawa papan pesan untuk MK. Kalau mau misuh, Sasuke pun tak keberatan.
"Anak saya sakit. Kena lumpuh otak." Si ibu yang diketahui bernama Kurenai Sarutobi itu mulai bertutur.
Cerebral palsi, batin Sasuke. Di balik wajah tampannya yang sedatar layar televisi flat, Sasuke tekun menyimak.
"Mirai awalnya anak yang periang. Saat dia menginjak di TK nol besar, dia mulai sering demam, lemas, dan pingsan. Suatu hari dia kejang. Aku dan suamiku, Asuma, membawanya ke rumah sakit. Dokter memvonisnya epilepsi sebab dia kejang tanpa demam. Setelah pemeriksaan lanjutan, ternyata dia mengalami lumpuh otak. Kemampuan Mirai-chan mulai menurun: motorik halus, motorik kasar, semuanya. Sekarang ini dia layaknya bayi remaja. Lalu bosku menawarkan untuk membawakan CBD oil atau minyak ganja dari luar negeri. Katanya itu bagus untuk obat cerebral palsi. Aku menolak karena itu ilegal di negara kita."
Termenung Sasuke mendengarnya. Sebagai juragan apotek, dia juga pernah mendengar hasil penelitian tentang manfaat minyak ganja untuk pengobatan lumpuh otak. CBD oil hanyalah obat tambahan bukan obat primer.
"Saya sudah mengajukan permohonan legalisasi ganja medis ke MK dua tahun lalu. Tapi tak ditanggapi. Kulakukan ini untuk membuka mata banyak orang tentang kondisi Mirai-chan. Dan siapa tahu ada Mirai-Mirai lainnya di belahan pulau yang lain."
Sasuke menutup matanya sejenak. Dia memang pemilik jaringan apotek ternama. Namun, dia bukan pemegang kebijakan di pemerintah. Tak bisa teruna tampan itu berbuat banyak untuk menolong Kurenai.
"Mirai putriku satu-satunya. Aku ingin dia tidak kejang lagi. Kalau dia kejang, kemampuan yang susah payah dipelajarinya lenyap," tutup Kurenai nelangsa.
Ah, putri. Sasuke juga punya seorang putri walau gadis kecil itu tak tinggal bersamanya sepanjang waktu. Tanpa sadar tangan Sasuke membentuk kepalan. Andai saja Gaara dan Hinata mau bersikap adil dengan mengizinkan Sasuke berbagi jatah mengasuh Monic dengan mereka. Gaara dan Hinata bagai kacang yang lupa dengan kulitnya. Siapa yang dulu mengasuh Monic di saat Gaara tumbang akibat virus mematikan?
"Aku pulang …."
"Sasuke-kun. Kamu sudah pulang."
Sasuke melangkah masuk ke rumah dengan hati tercubit. Penuturan sedih Kurenai terus terngiang. Sakura menyambutnya di muka pintu. Menarik tubuh jangkung suaminya dalam rengkuh hangat.
"Hei … kenapa? Kok sedih gitu?" tanya Sakura, membelai rambut gelap suaminya.
"Aku menyesal nggak bisa bantu dia," lirih Sasuke.
"Bantu siapa?"
Dengan cepat, Sasuke menceritakan perjumpaannya dengan Kurenai. Wajah cantik Sakura menampakkan sirat keprihatinan.
"Kasihan Mirai. Andai ganja medis tidak dilarang," desahnya.
"Aku kangen Monic," potong Sasuke.
Ruang tamu bercat sewarna krim itu dirambati sunyi. Sakura melanjutkan belaiannya di surai hitam Sasuke. Ia mengerti betapa Sasuke mencintai Sabaku Monic. Cinta yang tak dapat dibendung atau ditawar-tawar lagi.
"Kau tahu, Sasuke my Dear? Kasih sayang mendekatkan kita dengan Allah," ujar Sakura halus.
Dapat Sakura rasakan anggukan pelan Sasuke di pelukannya. Wanita Katolik itu tak segan menyebut nama Tuhan dalam agama suaminya.
FIN
.
.
.
a/n:
Hai, guys. Aku balik lagi bawa fict gaje ini. Aku terinspirasi nulis cantik fict ini setelah nonton berita tentang seorang ibu yang bawa papan di car free day, minta legalisasi ganja medis buat anaknya yang kena lumpuh otak.
Gimana kabar kalian, teman-teman? Sehat selalu ya. Review dong kalo berkenan, buat semangatin aku. Oh iya, mohon doanya ya, minna-san. Bentar lagi aku sidang tahap 1 tesis untuk meraih gelar magister. Mudah-mudahan lancar dan aku segera lulus S2.