Sorry for the late update! TToTT mohon maaf sebesar-besarnya… Belakangan ini lagi bad mood, ga ada mood, ga ada ide, tapi semangat saya berkobar lagi pas liburan tiba.. Bwahaha!
Oh ya, banyak juga yang nanya, apakah ini kehidupan sehari-hari saya atau bukan? Jawabannya, bukan. Memang, waktu di Chapter 1 saya sebutkan bahwa kehidupan para tokoh di fic ini yaitu kehidupan sehari-hari saya (bego saya). Tetapi, itu tidak berarti juga bahwa Karumi itu saya lho! Wah, kehidupan saya tidak segitunya kok.. Intinya, saya hanya memasukan sebagian pengalaman saya atau pengalaman teman-teman saya.. Begitu. Karumi itu hanya OC, bukan penjelmaan dari teman-teman saya atau yang lainnya.
Wah. Kenapa jadi curhat begini, ya. Ya sudah deh, here's the chapter 2 ;)
Disclaimer : Naruto punya Om Kishimoto, saya cuma punya Karumi.
Warning : AU, OC's POV…
Ordinary Girl
By .poccoyo.69.
"Hinata, pulang sekolah nanti anterin gue ke KoMart ya, mau beli peralatan buat piknik nanti…" pinta gue pada Hinata.
"Sip Mi, tapi aku ada PMR, ah tapi aku izin pulang aja sama Sakura…" kata Hinata sambil membolak-balik LKS penjas.
"Huh, dasar tante-tante pecinta ular sialan. Bilang kek dari dulu kita kudu ngumpulin ni LKS sekarang!" maki Kiba, yang juga sedang membolak-balik LKS penjasnya—tepatnya mengkopi-paste dari LKS Hinata.
"Untung ada elo, Hin. Gue ga usah repot-repot ngerjain sendiri. Khikhikhi…!" Kiba cengengesan sambil diem-diem nyomot keripik pedas yang (sepertinya) udah dari jaman kapan bertengger di kolong bangkunya Kiba.
"Kiba-kun! Jangn mengatai Bu Anko seperti itu, se-sebenernya, 'kan sudah diberi tahu oleh Bu Anko dari minggu kemarin…"
"Iya Kib, elo nya aja yang ngga denger…" kata gue sambil nyomot keripik yang di kolong bangku, dan sempet kena pukul Kiba "Pelit amat sih lo…"
"Ehem!" yeah, sang ketua kelas, Shino Aburame beraksi. Dia dapet amanat dari Bu Anko tercinta; mengawasi kelas kami selagi Bu Anko enak-enak di UKS, meratapi gejala PMS nya yang aduhai tak tertahankan. Wah, bukan enak-enakan kalo gitu.
Shino jalan-jalan sekeliling kelas, mengawasi jalannya Undang Undang Dasar 1945—itu mah tugasnya Lembaga Yudikatif!—mengawasi kita-kita yang kerja kelompok untuk mengisi LKS. Dia sih enak aja, LKS sudah selesai. Full, tanpa bolong-bolong, dan yang bikin gue agak sebel sama Shino, dia itu pelit.Tak mau berbagi jawaban LKS… Jah.
"Kiba," kata Shino saat menghampiri meja gue dan Kiba yang letaknya depan-belakang. "Karumi," lho? Kok gue juga?
"Kalian tau kan, tidak boleh bawa makanan ke kelas, apalagi, makan saat pelajaran." Tangannya dilipat di atas dadanya, dan aura hitam beterbangan di sekitarnya. Para laba-laba peliharaannya keluar dari balik kemejanya yang kedodoran dan bersiap menerkam Ron Weasley yang ketakutan. Kiba mati, Hinata pingsan, gue idup…
Enggak ding.
Dengan entengnya Kiba menjawab, "Tau lah Shin…" sambil mengambil keripik pedas dan memakannya. Bahkan menawarkannya pada Shino. "Nih, mau ga?" krauk-krauk-nya terdengar maknyos.
Hidung Shino kembang-kempis. Tarik nafas dalam dalam… Hembuskan… Tarik nafas… Hembuskan… Tarik nafas… Tahan… Tahan! Yak! Muka mulai memerah sodara-sodara! Terus Bu! Kepala bayinya udah nongol! Dorong Bu dorong terus!
Hehe. Nggak mungkin kayak gitu, kan?
Hidung Shino kembang-kempis, tarik nafas, kali ini enggak ditahan, langsung nyembur, "Maaf, saya lagi puasa."
"Ooooohhhh… Sori sori…" Semua angguk-angguk, Kiba langsung insyaf dan meletakkan bungkus kosong keripik super pedas yang gue baru ngeliat merknya yang ternyata… Jiraiya's Hot Hot Hot. Ampun deh… Tapi emang sih, keripik pedes yang asli made in kepala sekolah kita tercinta emang bikin lidah murilit.
Keliatan dengan sangat jelas, dibalik kacamata hitam-nya Shino, matanya udah pasang tatapan saya-sebenernya-mau-keripik-itu. Tapi berhubung tingkat ke-jaim-an Shino udah sangat expert, jadi dia diem aja. Lagian yang membuat gue bingung, kenapa coba Shino pake kacamata hitam? Ke sekolah pula? Dulu gue sempet mikir, kalo ada kelainan warna mata atau bentuk mata (?) pada Shino. Jadi dia kudu pake kacamata hitam meskipun dia sejenius apapun yang bisa ngebedain antara pantai dan sekolah.
Kiba kembali nyalin LKS Hinata, Hinata kembali membaca buku 'Bagaimana Agar Tidak Bicara Gagap'-nya, gue sendiri nyelonoh neguk aqua di depan depan Shino. Shino masih disitu.
"Ngapain lo masih disini?" kata gue sambil menutup botol aqua.
Shino diem. Dia menatap due lurus-lurus. "Enggak…" buru-buru Shino menggeleng-gelengkan kepalanya dan berlalu begitu saja.
Shino berbalik, "Kiba! Jangan nyontek LKS Hinata…!"
Kiba sedikit tersentak, insyaf lagi, mengembalikan LKS Hinata, dan ganti ngambil LKS gue. "Kalo LKS Karumi boleh dong. Khikhikhi!"
"Mmm… Aqua udah, gas buat kompor udah, Gelas plastic udah… Apa lagi, Hin?" tanya gue pada Hinata yang sedang memilah antara senter berwarna ungu dan oranye. "Hin?"
"Ha? Oh… Sori, Mi. Umm… Kayaknya udah semua, kan? Lagipula kempingnya masih lama, ngapain disiapin sekarang-sekarang? Ntar makanannya kadaluwarsa lho…"
"Halah biar Hin… Minggu depan katanya BBM mau naik… Takut barang pada naek juga… Gue emang ngga ngerti gimana jalan pemikirannya presiden kita, Tsunade Wati, tiba-tiba naekin BBM… Padahal kan Konoha udah makmur…"
"Hei, Mi… jangan gitu doong, keputusan Tsunade Wati-sama udah tepat kok…" kata Hinata sambil memasukkan senter berwarnya (akhirnya) ungu.
"Ngga seneng aja, Hin. Hin?" kata gue pada hinata yang matanya melenceng kemana-mana. "Hinata?"
"Ah? Ampun Mi, sori, dari tadi aku ngelamun aja… Umm, tapi, orang itu, mirip banget sama anak kelas sebelah, ya?" tunjuk Hinata pada seseorang dengan rambut cepak, kulit pucat, jaket hitam, yang sedang memasukkan (sepertinya) sarden pada keranjang.
"Itu kan… Sai!" langsung aja gue narik tangan Hinata, dan menyeret dia pada Sai. Eh, belum tentu Sai ding.
"Hai…" sapa gue sambil pura-pura milih-milih sarden kepada—yang setelah dipastikan, memang Sai.
"Hei… Elo… Karumi kelas sebelah, kan? Belanja?"
Gue angguk. "Lo sendiri? Belanja juga, ya? Haha, iyalah belanja… Sendiri?"
Sai angguk. "Lo?"
"Sama Hina—mana tuh orang?" pas gue ngebalik, Hinata udah lenyap dari pandangan. Wah, dasar tuh anak. Dia emang pengertian, pas ada Sai, langsung dia menyendiri. Khikhikhi… Gapapa ding. Palingan ntar gue kena marah neji gara-gara ga nganterin Hinata pulang.
"Umm, Sai. Gue duluan, ya?"
Sai diem. Kepalanya nunduk ke bawah, "oke…"
Gue berbalik dan melambaikan tangan pada Sai. Tapi, -layaknya sinetron-sinetron ABG, si cowok narik tangan si cewek untuk ngga ninggalin dia, terus si cewek, dengan gaya slow motion, rambutnya berayun dengan kilauan yang bikin mata silau, dan si cowok terpesona. Yah, itu di iklan-iklan atau di sinetron, tapi, yang Sai lakuin saat mencegah gue pergi adalah… Narik ujung rambut gue yang dikuncir kuda ampe gue hampir kejengkang!
"Adoh!"
"E-eh, Mi, lo gapapa? Sori…"
"Yaa… Ngga papa… Ada apa, Sai?" kata gue sambil merapikan poni gue.
"Umm…" Sai garuk-garuk kepalanya yang pasti gatel, ketawan banget dia ngga keramas 3 hari berturut-turut, tertanda dengan bintik-bintik putih yang berceceran di bahu jaket hitamnya.
"Gini, Mi… Lo mau nganterin gue, ga?"
Alis gue bertautan, "Ke?"
"Ke atas… Ke… Ke lantai atas maksudnya… Umm, gue mau beliin kado buat temen gue, tapi gue ga tau mau ngasih apa… Lo mau nemenin gue, kan?"
Gue mikir bentar. Kalo ngga ikut, kasian Sai. Kalo gue ikut, ntar disangka macem-macem. Kalo ada yang liat, gimana? Seorang Sai, yang tingkat kegantengannya paling atas, tingkat kepopulerannya nomor dua setelah Si Jabrik Ayam Uchiha, dan tingkat ketajirannya jauuuuuuuhh diatas gue, yang—argh, almost perfect lah! Seorang Sai, jalan ama gue, yang… yang… yang tampangnya pas-pasan, yang tingginya—ukh, pangilan gue aja 'cebol', tingkat kepopuleran gue? Gue terkenal sebagai tukang nganjuk es buah di kantin… Oh my goat! Dompet gue sih emang tebel… Yeah, tebel sama duit ribuan dan duit kencringan. Oh no… Gue? Jalan ama Sai? Ngga salah tuh?
Tapi akhirnya gue ngangguk juga… "Oke..."
"No… Gue ga salah liat, kan?" kata Tenten.
"Paan, Ten?" Ino memasukkan botol You C 1000-nya ke dalam keranjang dan segera mengalihkan pandangannya ke arah yang ditunjukkan Tenten.
"Itu, gebetan lo, kan? Si Sai?"
"Manaa?" Ino masih mencari-cari sosok yang disebut Tenten. Dan akhirnya ia menangkap Sai sedang bersama seseorang cewek, yang setelah ia sadari adalah… "Anjrit! Dia sama Karumi si anak haram!"
To Be Continued…
Gimana, lanjut nggak nih?
Jadi, saya membutuhkan review anda…!
Review diharapkan kritik dan saran…
Flame juga boleh, selama maksud anda baik )
Tapi, mungkin saya tidak bisa meng-update secepat mungkin, karena sebentar lagi liburan usai dan back to school…
Apa hiatus aja, ya?
Oh ya, untuk OC, akan saya munculkan di chapter depan.. semua pasti kebagian kok, tapi, satu chap paling 2-3 OC, biar ngga pada bingung..
Arigatou…