Tittle : Striptease

Subtittle : Move

Rating : M, if u dont like something smells hard yaoi, just skip the lemon scene.

Characters : Uchiha Sasuke (20), Uzumaki Naruto (16), Hyuuga Neji (20), Deidara (22) Sabaku no Gaara (18), Uchiha Itachi (24).

Warning : Yaoi, SasuNaru, NejiGaa, etc. LEMON!

Disclaimer : Masashi Kishimoto

.

.

.

(Skip)

.

Dingin.

Basah.

Itu yang bisa dirasakan saat ini oleh seorang bungsu Uchiha saat ini.

Kedua tangannya digantung di tiang shower dan kedua kakinya terikat. Matanya juga tertutup kain.

Lumpuh.

Dirinya tidak ingat apa-apa kenapa bisa begini. Hal terakhir yang diingatnya adalah duduk di tempat kerjanya, tumpukan berkas mentah dan sekaleng minuman soda.

Minuman soda?

Yah, sekitar tiga atau empat tegukan air soda itu memang telah mengalir di tenggorokannya.

Sepertinya air itu yang membuatnya tidak sadarkan diri. Pasti ada sesuatu di air soda aroma lemon itu.

Pertanyaannya sekarang. Siapa yang membubuhkan 'sesuatu' ke dalam air itu? Dan untuk apa dia melakukannya.

Uchiha Sasuke meronta sebisa mungkin.

Tidak bisa. Ikatan mati. Tidak ada yang bisa dilakukannya selain diam menunggu kedatangan si pelaku.

Sayup terdengar olehnya geseran pintu kamar mandi.

Seseorang datang.

"Kau sudah bangun, ya?"

Pertanyaan dengan suara familiar yang bisa langsung dikenali olehnya.

"Naruto?" kegelapan membuat indera pendengaran Sasuke menajam sekitar dua kali lipat. Buktinya, bisa ia dengar suara orang didekatnya sedang terkekeh sekarang ini.

Bunyi gerimis air di atas kepalanya menyamarkan langkah Naruto.

Kedua tangan milik Naruto merayap ke kepala si rambut hitam, hanya untuk membuka kain yang tadi terikat menghalangi pandangan Sasuke.

"Apa yang kau lakukan?" setengah berteriak dan matanya menangkap sosok berambut pirang kusut itu tersenyum.

Senyuman yang membuatnya mendadak mual.

"Bagaimana kalau kita.. bersenang-senang? Kau mau?" lima jari itu lalu dibuat menari diatas permukaan kulit punggung tak berbusana di depan matanya.

"Jangan bercanda! Lepaskan aku!" bentak Sasuke. Sungguh merupakan penghinaan baginya saat ada yang berani menyentuhnya sembarangan.

Naruto tertegun sekejap. Lalu kembali tersenyum menggoda.

Ditariknya kepala Sasuke. Mengadukan bibir miliknya dengan bibir Uchiha. Bagai hilang kendali, bibir itu dipagutnya kasar.

"Ngh.." dia yang memagut, namun dia juga yang mendesah.

Lidah miliknya dijulurkan. Minta dibukakan oleh si mata onix yang kini terbelalak lebar. Tidak juga dibuka, dia menyerah.

Menatap kecewa pada sosok yang sedang terengah didepannya.

"Lepaskan aku atau nanti kubunuh kau!" nampak seperti lawakan? Tapi terlihat sekali, Sasuke serius dalam ucapannya. Dia sama sekali tidak menampakkan wajah sedang ingin bercanda.

Dibalas dengan gelengan. Tangannya menarik kaos putih yang sedang dikenakan. Dengan cepat, dibukanya kaos itu.

Tubuh indah dengan kulit kecokelatan. Padat tapi halus. Ada yang berani menolak?

"Kau mahal-mahal membeliku, untuk ini kan?" ujarnya sambil membelai tubuhnya sendiri. Kini kedua tangan itu membuka resleting celananya. Secepat tadi pula celana itu dibuka. "Untuk tubuhku."

Terkejut akan dua hal, tak banyak yang dilakukan penyuka tomat itu. Pertama, terkejut akan yang dilakukan anak muda didepannya. Kedua, tubuh indah didepannya. Hanya mematung dengan ekspresi datar. Ralat, ekspresi yang dibuat datar.

Naruto menyalakan keran shower. Kalau tadi gerimis, sekarang lebih lebat. Cukup untuk menjatuhkan rambut kasar Uchiha Sasuke.

"Saa, hajimemashou.."

Didekatinya pemuda blue-holic itu. Bibirnya kini mengecap leher Sasuke berkali-kali. Sesekali dihisap olehnya leher halus khas Uchiha itu.

Tangannya bermain di dada. Mencubit gemas kedua puting milik Sasuke.

"Sial! Segera enyah dari ahh~ hadapanku!" terbata-bata antara ucapan dan menahan desahan. Tubuhnya bereaksi baik sebagaimana semestinya.

Tidak mendengar, diturunkannya ciuman itu ke dada si rambut jabrik hitam. Menghisap dengan kuat tonjolan yang ada di dada bidang Sasuke.

Sedangkan Sasuke hanya bisa menggigit bibir.

Menghentikan hisapan di dada, Naruto menatap mata seorang di depannya. Lalu tersenyum nakal, "Kau pertama menyukaiku karena striptease-ku kan? Kalau begitu aku akan tunjukkan padamu bagaimana striptease yang benar-benar akan membuatmu tergila-gila padaku!"

Mata elang Sasuke terbelalak. Bukan karena begitu ingin melihat pemuda bertanda lahir mirip kumis kucing ini akan menari tarian menggoda. Lebih dari itu, dia hanya tidak menyangka akan terjadi hal seperti ini.

Tidak ada dendangan musik namun Naruto meliukkan tubuhnya. Menggerayangi setiap jengkal bagian tubuh yang bisa dia jangkau.

Tangannya lalu menunjuk-nunjuk puting susunya yang telah tegak. Entah karena dingin atau memang terangsang.

"Sasuke, sebenarnya aku ingin kau menghisapnya untukku. Sayang mulutmu terlalu tinggi. Dan aku tidak bisa melepaskan ikatan tali itu," suaranya dengan nada menggoda.

Jari telunjuknya digunakan untuk memilin putingnya sendiri. Sedangkan badannya masih meliuk-liuk ditemani suara gemericik air.

"Aku anggap kau yang melakukannya, aahh.."

Sasuke masih memandangnya. Tidak terpancar gairah di kedua bola mata hitam pekatnya.

Cukup dengan dada, dengan cepat tangannya ditaruh di selangkangan. Dia memainkan daerah pribadinya itu, "Aku tahu, kau pasti juga ingin menghisap ini, 'kan?"

Sasuke masih diam dengan ekspresinya seperti tadi.

Naruto memanja miliknya dengan tangannya sendiri. Pelan pelan dia mendesah dan menggigiti bibirnya. Berusaha seseksi mungkin. Ingin terlihat menarik di depan penontonnya.

"Tanganmu tentu nghh.. Tentu lebih nikmat dari sekedar tanganku, 'kan?" sambil terus menggerakkan tangannya. Tubuh yang hampir lemas itu disandarkan di dinding kamar mandi. Rasa porslen yang beradu langsung dengan kulit itu, dingin. "Come on, honey! Let me out!"

Tubuh kecokelatan itu menggeliat dengan penuh semangat. Dirinya diambang kenikmatan tangannya sendiri.

"Ngghh Sasu~ aaahh"

Beberapa kali cairan keluar dari alat paling pribadi miliknya. Diresapi olehnya setiap detik kenikmatan yang berlalu. Sampai akhirnya ia mampu berdiri dan mendekali Sasuke.

Tangannya menurunkan celana jeans panjang yang dikenakan Sasuke sampai sebatas lutut. Dipandanginya tubuh mulus dan putih yang terekspos di depan matanya dengan puas. Puas akan keindahan tubuh itu.

"Beruntungnya aku mempunyai majikan sepertimu. Sekarang, biarkan aku menjadi alat pemuas untukmu!"

Berdiri dibelakang Sasuke, dirinya lalu memeluk tubuh itu. Sengaja menempelkan tubuh bagian depannya. Liukan tubuh masih berlanjut.

"Kau akan mati kalau menyentuhku!" ancam sang Uchiha. Matanya memancarkan sebuah amarah.

"Kalau mati karena cinta, aku tidak keberatan!" jawab si pirang dengan asal. Dirinya lalu terkikik kecil.

Tangan tan turun hingga ke pangkal paha Sasuke. Girang rasanya bisa menyentuh 'sesuatu' itu. Dengan cepat jempol itu membelai-belai.

Uchiha menyukainya. Tapi hal ini tidak ditunjukkannya.

"Aku ingin 'ini' masuk padaku nanti," kembali terkikik.

Sasuke merutuk dalam hati bahwa perkataan barusan tidaklah lucu.

Tidak lagi memeluk dari belakang, kini memberanikan diri untuk langsung menghadap pada 'milik' si bungsu Uchiha itu.

"Biar aku hisap, karena aku tidak sabar ingin segera memasukannya!"

Hanya diam dengan apa yang akan bocah di depannya lakukan. Dirinya tahu, dirinya tidak mempunyai kuasa untuk melakukan apapun.

Bibir ranum Naruto mengecup 'milik' Sasuke. Lidahnya dikeluarkan untuk segera menjilatinya bagai segagang es krim.

Dibukanya mulut itu lebar-lebar, lalu berusaha memasukkan benda itu dalam-dalam ke mulutnya.

"'Mmmmhh" desahan tertahanpun keluar juga. Rasaa hangat dan lembut langit-langit mulut Naruto terasa amat nikmat. Ditambah lagi, udara dingin dan basah air amat kontras terasa dengan keadaan bagian bawah dirinya itu.

Disela-sela kulumannya, bocah enam belas tahun itu menyempatkan diri melihat ekspresi si majikan. Puas melihat ekspresi nikmat sang majikan, dia kembali mengkonsentrasikan dirinya untuk melanjutkan pekerjaannya.

Benda dalam mulutnya selalu berdenyut setiap dirinya menghisap kuat. Dan itu memang yang ia harapkan.

"Lepaskan, Naruto!" ujar Sasuke. "Sebentar lagi a-aahhhh"

Belum sempat melepaskan, Cairan kental itu masuk mulutnya berkali-kali. Tidak ada pilihan lain, ditelan olehnya cairan itu sampai habis.

"Aku tidak pernah melakukan ini sebelumnya. Kau tahu? Aku ini masih per-ja-ka.." kata-kata itu dibisikkan tepat ditelinga Uchiha Sasuke. Sedikit dia bergidik geli.

Naruto kembali memegang 'milik pribadi' Sasuke, dia memposisikan benda itu di depan cincin tubuhnya.

"Hentikan, Naruto!"

Tersenyum melihat wajah penuh amarah sang Uchiha, "Kenapa?"

Janji pada kakak anak ini dan memang tidak ingin melakukannya. Itulah alasan kuat Sasuke mengatakan supaya segera berhenti.

"Tapi 'ini' tidak menyuruhku supaya berhenti," ujar si bocah masih dengan nada nakal.

"Patuhi aku dan segera hentikan semua kegilaan ini!" kalau tadi wajah seruis, berarti sekarang dapat dikatakan kalau ini adalah wajah amat sangat serius.

Uchiha berkuasa, tidak ada yang berani melanggarnya. Apalagi kalau hanya orang belian macam Naruto.

Wajah ceria sontak berubah, "Kenapa? Aku hanya ingin membuatmu senang."

Diperhatikan olehnya wajah penuh penyesalan itu. Apa dirinya terlalu keras? "Bukan dengan cara ini. Kalau kau ingin membuatku senang..."

"Lalu dengan apa?" mata biru laut hampir mengeluarkan air. Hampir. "Dengan apa, Sasuke? Sasuke.. Sasu.."

.

(Skip)

.

"Ke!"

"Sasuke!"

"TEEEMMMEEEEEE!"

Mengerjapkan mata berkali-kali. Dimana dirinya berada?

Ruang kerjanya?

Pakaian utuh?

Kepala sedikit pusing.

"Dasar bodoh! Kau dari tadi aku bangunkan susah sekali!"

Kesadaran belum penuh. Tangannya mengucek kedua matanya.

Ini nyata.

Barusan.. mimpi?

"Neji katanya ingin mengatakan sesuatu. Sebentar lagi dia datang!"

Kenapa bagian bawahnya lengket dan basah? Cih, mimpi basah?

Segera dirapatkan kedua kakinya itu.

"Sepertinya penting sekali sehingga tidak bisa dibicarakan ditelepon!"

Ini memalukan. Apa jadinya kalau Naruto mengetahui apa yang terjadi pada dirinya dan juga pada mimpinya.

Seumur hidup, dia akan menjadikan hal ini sebagai rahasia.

"Oi, teme! Kau dengar tidak?"

"Tidak usah berteriak aku juga dengar!" ujarnya dengan nada acuh-tak-acuh. "Aku akan mandi dulu, kau duluan saja sana!"

Mengangkat bahu lalu segera pergi dan hilang di balik pintu.

Pandai sekali dia menyembunyikan perasaan seperti itu. Kalau jenis orang seperti Naruto, tentu rahasia seperti apapun itu akan mudah sekali terbongkar.

.

"Itachi menelponku supaya kau pergi ke Rusia untuk merayakan keberhasilannya mendirikan dua perusahaan dalam kurun waktu dua tahun ini," ucap Hyuuga Neji langsung pada pokok pembicaraan.

"Aku tidak bisa ke sana, aku sibuk!" timpal Sasuke.

Jawaban sensasional yang cukup untuk membuat Neji dan Naruto terkejut. Dan jangan lupakan ada adik Neji juga di sana, Hyuuga Hinata.

Menangkat bahunya, Hyuuga muda itu sedikit menyunggingkan senyum.

"Apanya yang 'ya sudah', Neji? Kau harus berangkat ke sana. Kakakmu sangat merindukanmu!" sungut Naruto.

Saasuke yang berniat meninggalkan ruangan, segera berurung diri. Dia menatap Naruto dengan pandangan darimana-kau-tahu.

Tidak bisa menjawab, sedikit mengubek otak. "Bodoh! Kakak mana yang tidak merindukan adiknya? Apalagi dia sudah lama tidak melihatmu!"

Neji puas dalam hati. Jawaban yang baik!

"Dan dengan alasan itu pula aku bisa menyangkal. Apakah wujud kakak yang sayang itu adalah kakak yang selalu meninggalkan adiknya?"

Serasa ada yang menghantam jantung Naruto, kini bocah itu terdiam.

Entah kenapa, Sasuke batal meninggalkan ruangan.

"Kurasa Naruto benar, ada baiknya kau pergi menemui kakakmu!" Neji ikut membujuk. Tidak begitu peduli apakah Uchiha bungsu itu akan menurut atau menolak. Asal ada usaha.

"Kalau kau ingin menemuinya, temui saja!" kali ini kata-kata tajam yang menghantam jantung Neji.

Gadis di sebelah Neji tidak enak duduk, apakah dia harus ikut membujuk? Bagaimana kalau dia juga dilempar kata tajam. Masa bodoh, tidak adil kalau dia diam saja. "A-ano Sasuke-nii, menu~"

"Kau diam saja! Tidak ada hubungannya denganmu!"

Yah, benar saja! Ini baru adil. Tiga pembujuk dengan tiga kegagalan.

Beberapa detik tidak ada yang mau membuka mulut. Ruangan semakin mirip kamar mayat. Diam dan hening.

Tidak mau gagal, Naruto semakin memutar otak. Mencari cara dan tidak mau gagal dua kali.

"Gaaah! Aku tidak mau tahu, kau harus pergi!" frustasi. Dia menyampaikan apa yang dipikirnya.

Neji menemukan percaya dirinya. Hinata hanya menatap Naruto. Tapi mereka masih bisa diam.

Satu hal yang membuat ketiga orang itu terkejut. Sasuke mengangkat sebelah alis dengan senyum khas Uchiha.

"Aku akan pergi ke sana. Asalkan kau, ikut!" tunjuknya pada pemuda belasan tahun itu.

Naruto menunjuk hidungnya, "Aku?"

"Lekas bergegas, kita berangkat besok pagi!" melambaikan tangan sambil meninggalkan ruangan.

Pasangan kakak adik hanya tertohok.

"H-hei Teme! Tunggu dulu! Kenapa aku! Aku tidak mau!"

Percuma. Uchiha Sasuke sudah menghilang dari ruangan.

Naruto mengucek kepalanya. Dilihatnya Neji yang masih diam, "Katakan sesuatu! Aku tidak mau pergi!"

Kedua kalinya, Neji mengangkat bahu. Hinata tersenyum kecil.

"Tidak ada pilihan lain, Naruto-kun," ujar si gadis manis.

Neji mengangguk.

Menepuk wajahnya, "Yasudah asalkan antarkan dulu aku ya.."

.

"Sebulan yang lalu?"

Naruto lalu memandang Hinata dan Neji bergantian.

"Apa ada informasi di mana sekarang ibuku berada?" ujar Naruto lagi.

Perawat berbaju putih menutup map warna biru ditangannya. Bibir merahnya tersenyum, "Mohon maaf, informasi pasien tidak bisa saya umbar begitu saja."

Tatapan memohon mata batu safir, "Aku anaknya!"

Suster bernama Mitarashi Anko itu kembali tersenyum, "Beliau sudah dijemput anaknya."

'Niisan?'

Mata Neji melihat ke luar jendela. Hari hampir sore. Jam menunjukkan pukul setengah lima.

"Aku mohon suster!" mulai mengiba.

Dan sang perawat itu tidak juga luluh. Di saat bekerja, tuntutan pekerjaanlah yang terpenting.

Dua pasang mata lavender milik Neji dan Hinata juga seakan berkata, 'Tolonglah!'

Menggeleng, "Mohon maaf, saya sedang banyak urusan."

Tiga pasang kepala kecewa.

Mata milik Naruto berkaca-kaca.

"Rumahmu yang dulu?"

Naruto menatap Neji, "Aku tidak mau pulang. Aku takut niisan tidak mau melihatku."

Hati Hinata miris mendengar nada lirih barusan. Tangannya menyentuh punggung Naruto, "Ibumu baik-baik saja Naruto-kun."

Dipaksakan bibir itu tersenyum. Tidak baik menyambut orang yang menghibur dengan tingkah kurang menyenangkan.

"Neji dan Hinata-chan juga ikut, 'kan?"

Neji menggeleng. Hinata mengangguk.

"Aku tidak pergi, Perusahaan Hyuuga akan diwakili oleh Hinata. Orang tuaku sedang sibuk di Swedia sedangkan aku.. aku tidak bisa ke sana," jelas sulung Hyuuga.

"Kenapa?" lagi-lagi Naruto bertanya.

"Sudah! Ayo kita pulang! Sasuke bisa marah kalau terlalu lama membawamu di luar!" ujar Neji sambil melangkahkan kakinya.

Naruto menatap kebingungan. Sedangkan Hinata mengerti dan segera mengikuti kakaknya dari belakang.

.

"Sasuke akan ke sini? Ah, aku sudah rindu sekali padanya, Itachi!"

To Be Continued..

.

.

.

Berapa bulan saya tidak update fict ini ya? Lama sekali rasanya. Maaf Minna, saya kena wabah WB (T..T)

Baiklah, ucapan terimakasih buat Ritsu/Nayuka/Chuuke yang sudah menyemangati dengan kebawelannya, thanks dear! Buat Yumi my beloved sist yang selalu ngingetin buat nge-update fict jamuran ini. Buat Yuki-nee yang selalu menemani dan sabar menghadapi saya.

Dan terimakasih pada semuanya yang bersedia membaca dan me-review fict saya. Saya kaget dengan jumlah review-nya *hugs*

Ne, Minna, mind to review?