"Hah, menyebalkan! Seratus juta berry habis tak tersisa hanya gara-gara pesta kemarin! Dasar Luffy baka !"

Warga Kota Air yang kebetulan mendapat keberuntungan melihat bagaimana gadis manis ini menumpahkan kemarahannya mau tak mau harus memilih menghindar atau bersembunyi di tempat yang aman terlebih dahulu untuk sementara. Bagaimana tidak, gadis manis berambut oranye itu terus melontarkan gerutuan dan serapah sepanjang perjalanannya mengelilingi kota. Hawa hitam aneh muncul dari seluruh tubuh sang gadis rasanya. Namun tak nampak begitu kontras dengan wanita cantik berambut hitam yang berjalan di samping gadis itu. Wanita tersebut lebih berperawakan lembut dan dewasa. Dia hanya menanggapi sifat sang gadis dengan kekehan pelan. "Sudahlah…" hiburnya sembari membuat sebuah lengkung tipis pada garis bibirnya. "Kau tahu, Nami, aku cukup iba pada warga di sepanjang perjalanan kita yang hampir pingsan karena hawa ambisi darimu. Mari kita kembali ke tujuan awal untuk membeli perabotan kapal baru dengan sistem tawar menawar…"

"Ah, benar juga… Baiklah Robin nee-chan, ayo kita..." kata-kata Nami terhenti sejenak dan sedetik berikutnya mata onyx sang gadis terfokus ke arah jam 2 dari tempat gadis itu berdiri. Wanita berparas ayu dengan tinggi 188 cm di sampingnya mengerjapkan matanya menatap ke arah pandangan Nami, tampaklah sebuah toko pakaian di kejauhan. Dilihat sang Nona Navigator yang langsung berlari kecil ke sana, "Waaa! Aku suka baju ini!" seru gadis berambut oranye itu. Tangannya mengelus sebuah gaun pendek berpotongan sederhana, matanya tampak berbinar. Tanpa pikir panjang Nami langsung saja membelinya.

"Bagaimana dengan perabotannya?" Robin sedikit memiringkan kepalanya, mungkin dia harus lebih berusaha ekstra untuk mengerti sifat dari rekannya yang ini. Padahal dia sudah berusaha kuat agar akrab dengan semuanya, namun entah kenapa dia yang tak mudah mengerti atau memang rekan-rekannya ini punya sifat yang terlalu unik untuk dimengerti oleh orang 'normal' layaknya. Robin akhirnya ikut melangkah masuk memperhatikan Nami yang masih sibuk memilih-milih baju.

"Bagaimana ini, aku harus beli baju yang paling bagus…"

"Benar! Pokoknya aku harus tampil cantik, sebentar lagi kan ulang tahun Pauly, pimpinan tukang kayu Dok 1 yang tampan itu…"

"Kyaaaaa, aku sudah tidak sabar bertemu dengan-nya…"

Robin hanya tersenyum simpul mendapati banyak wanita yang sedari tadi sibuk membicarakan hal yang sama. Lucu sekali rasanya, kebiasaan untuk mendengarkan dan melihat orang lain dengan seksama dari kecilnya ini memang dapat memberinya banyak informasi dan kesan kepada karakter-karakter yang dimiliki orang lain.

"Rasanya, pimpinan tukang kayu Dok 1 Galley-La Company sangat terkenal di kalangan kaum hawa Kota Air dan Kanal ini…" Robin membuka pembicaraan dengan Nami yang masih sibuk memilah-milah.

"Oh ya? Dia memang punya banyak fans kurasa… Hm, tapi kenapa Robin nee-chan tahu ?" Nami mengangkat sebelah alisnya pada Robin. "Telinga ku cukup tajam untuk menangkap obrolan wanita tentang hari ulang tahunnya di sepanjang perjalanan kita…" ucap wanita berambut hitam itu sambil tertawa kecil. Nami semakin mengangkat alisnya tak mengerti. "Ulang tahun? Kapan?" tanya gadis itu.

Sejenak Robin menggunakan kekuatan buah Hana-hana miliknya untuk memekarkan sebuah daun telinga pada bahu belakang perempuan yang sedang merumpi di pojokan toko.

"Hm, tanggal 8 Juli kurasa..."


Bebobobo feat. Thepoetry present

Wetter (Weather)

Two Shot © bountyvocca . Chapter 2 : Ensoleille


Disclaimer : Echiiro Oda

Theme song 'Begitu Indah ' – Gaby (Idol)


Setting

Time : Setelah pembuatan Thousand Sunny

Place : Water Seven


"Cepat! Bos sedang menunggu…" ujar Kiwi dan Mozu, Square Sister, bertugas memberitahukan dan mengantar kru Bajak Laut Topi Jerami ke Pulau Bengkel perihal kapal impian untuk mereka yang telah terselesaikan tepat 5 hari sesuai jangka waktu yang diberikan Franky- sedikit mendesak. Namun sayang, pasca mengetahui selebaran bounty baru, ada beberapa yang sedikit mengalami tekanan batin untuk bisa bergerak cepat.

"Jangan ada yang tertinggal! Kita akan pergi segera setelah mendapat kapal dari Franky…" teriak Luffy yang, tentu saja, tidak termasuk 'orang yang mengalami tekanan batin' tentunya.

"Sanji belum bergerak juga..." terdengar sedikit nada khawatir dari Robin yang masih berdiri di ambang pintu gedung kantor Galley-La Company. Terbesit sekelebat simpatik mendapati Sanji -salah satu 'orang yang mengalami tekanan batin'- masih meratapi kenyataan hidup sang koki.

"Biarkan saja dia berguling-guling sendiri…" ucap Zoro cuek sambil berjalan keluar.

"APAAA!" ejekan dari sang Marimo memang tak pernah meleset untuk didengar oleh Sanji.

Namun berbeda dengan Nami yang tak mau ambil peduli, walau memang dia sempat termasuk 'orang yang mengalami tekanan batin', dia sudah bisa menerimanya dengan ikhlas. Foto bounty-nya cukup manis, jadi mungkin tak apa. Kini dia sedang berpamitan dengan si kecil Chimney dan kelincinya, atau kucingnya, atau hewan peliharaannya yang bernama Gonbe. "Kalian sudah mau pergi?" kata Chimney sambil memegang kedua tangan Nami, "Iya Chimney, kami harus melanjutkan perjalanan. Kakak senang bisa bertemu Chimney, jadilah anak yang baik ya… Jangan suka membantah nenek Kokoro, oke?" kata Nami sembari tersenyum lebar, sedikit meremas tangan mungil Chimney sebelum dengan lembut melepaskannya.

"Baiklah ayo kita berangkat ke Pulau Bengkel untuk menemui kapal baru kita!" Lagi, Luffy berujar semangat. Semua kru juga sudah siap, sang koki juga sudah tak uring-uringan lagi dengan sedikit sugesti 'semangat' dari nona navigator. Namun, mukanya masih sarat untuk menyiratkan kekusutan pemuda tersebut. Mereka segera berangkat ke pulau bengkel dengan diantar Mozu dan Kiwi. Nenek Kokoro, Chimney, dan peliharaannya Gonbe juga masih setia mendampingi. Jarak antara kantor Galley-La Company dan Pulau Bengkel tak terlalu jauh seperti yang lain kira. Dengan jalan pintas menyelusuri kanal-kanal yang ada, sekitar 10 menit mereka sudah sampai di pulau yang entah bagaimana bentuknya dulu yang kini telah rusak parah akibat hantaman Aqua Laguna.

"BOOOOOS! Mereka sudah datang!" teriak Mozu dan Kiwi bersamaan. Terlihat para pekerja Galley-La yang masih tertidur nyenyak kelelahan diantara puing-puing bangunan pulau bengkel yang hancur. Yokozuna pun tak luput dari pandangan mereka yang ikut tertidur di samping para pekerja.

"BOOOOOS!" teriak Mozu dan Kiwi, lagi.

"Ng? Mereka sudah datang…" Iceburg langsung terbangun mendengar teriakan tersebut.

"Itu kapalnya?" seru Chopper tiba-tiba sambil menunjuk sebuah benda amat besar yang masih terselubungi kain putih di kejauhan. Iceburg hanya tersenyum.

"Oh! Besar sekali!" ucap Luffy berbinar-binar setelah mereka semua berkumpul di dekat benda besar berselubung kain putih tersebut. Rasanya kini semua kru Topi Jerami dalam posisi penasaran dan berdebar-debar. Semuanya sudah tak sabar menantikan bagaimana kapal baru mereka sekarang.

"Cepat perlihatkan!" Luffy makin berdebar-debar, dia sudah tak tahan lagi melihat kapal barunya setelah Iceburg memberikan kalimat-kalimat untuk lebih 'menegangkan' keadaan. "Kalau kelak kau ingin menjadi Raja Bajak Laut… Kau memerlukan kapal yang buas!"

BATS. Dengan sekali sentakan, Iceburg menyingkap kain putih tersebut.

"WOOOOOW!"

"BESAR DAN HEBAT SEKALI…!"

Berbagai tanggapan suka cita pun langsung terlontar dari mulut semua kru Topi Jerami menanggapi kapal besar dan megah di hadapan mereka. Iceburg tersenyum puas. Walau Franky entah sudah hilang entah kemana, rasanya sayang sekali dia melewatkan moment gembira dari kru Topi Jerama ini.

"Tiang layarnya besar sekali. Apa ini jenis sloop?". Itulah sebuah tanggapan yang pertama kali keluar dari bibir manis Nami yang masih terkesima dengan kapal itu. Sejenak Nami langsung mendekat pada Iceburg. "Layarnya yang besar memberi daya gerak yang besar juga…" ujar gadis itu tampak puas.

"Ini disebut Brigantine Sloop. Kapal jenis ini bisa berlayar ke arah sesukamu…" Iceburg memberi tanggapan ramah. "Keahlian Navigator yang menentukan apakah dia terus mengapung atau tenggelam…" tambahnya sembari tersenyum. "Ini benar-benar tantangan besar!" Nami berucap penuh semangat mendapati keahlian nya akan dipertaruhkan untuk membuat kapal hebat ini terus mengapung supaya mampu membawanya dan yang lain menemukan impian akhir.

"Nggggghhhh..."

Di tengah pengamatan singkat Nami, terdengar suara lenguhan tak jauh dari tempatnya berdiri. Dilihatnya sumber suara lenguhan tersebut berasal, "Pauly ?" Kini Nami mendapati Pauly yang baru saja terbangun. Pauly mencoba membawa dirinya untuk bangun dari alam sadarnya, pandangannya mulai sedikit jelas dari kunang-kunang mengabur beberapa saat tadi. "Ah, nona centil..." gumam Pauly yang kini dapat dengan jelas melihat sosok Nami yang tak jauh dari tempatnya duduk. Nami tersenyum perlahan dan beranjak menghampiri Pauly. "Kau tampak kucel sekali…" ucap Nami sambil tersenyum iseng mendapati Pauly yang sangat terlihat 'berantakan'.

"Terserah apa katamu…" ujar Pauly, sedikit memalingkan mukanya. Malu juga, rasanya dia tidak mandi dan ganti baju selama lima hari.

"Tak biasanya kau memakai baju dengan normal seperti itu…" lanjut Pauly, sebenarnya untuk sedikit mengalihkan suasana. Tapi memang benar, Nona Navigator kini lebih memakai pakaian tertutup dengan lengan panjang. Walau rok nya masih terhitung pendek, penampilan nya kini sudah termasuk 'normal'. "Tentu saja, aku sudah bosan dengan segala komentarmu tentang cara berpakaianku, tuan pemalu…" kata Nami sambil menekankan pada kata terakhirnya sembari menjulurkan lidahnya mengejek. Pauly hanya terkekeh pelan, "Kau tahu, kau lebih manis dengan penampilan seperti itu…" gumam pemuda ber-goggles itu pelan, hampir-hampir tak terdengar oleh Nami. Belum sempat Nami merasakan semburat merah tipis timbul di kedua pipi nya, suasana dialihkan dengan suara-suara aneh.

"Ehem… Ekhhhem…"

"Rrgggghhh ehem..."

Tiba-tiba terdengar dehaman tak jelas di sekitar mereka. Nami dan Pauly mencoba mencari-cari sumber suara tersebut. "Suara siapa itu?" tanya Nami berujar pelan sembari mengedarkan pandangannya mencari sosok yang mengeluarkan bunyi dehaman aneh tadi. Pauly juga menengokkan kepalanya ke samping, ikut mencari.

"Rrggghehheem…" Terdengar lagi suara aneh itu. Sungguh dehaman yang aneh dengan 'aksen' serak-serak aneh pula.

Set. Tunggu dulu. Pauly yang mendapat 'pencerahan' dalam pencariannya pun menatap ke arah depan, berhenti mencari sosok siapa yang mengeluarkan dehaman tadi. Seketika tergambar ekspresi malas di wajahnya. Pelan-pelan ditengoknya dua orang yang masih nampak tertidur di belakang pemuda itu. Dengan kerutan di sekitar kening yang terlalu menampakan mata keduanya dipejamkan paksa, dua makhluk antah berantah tersebut sangat gagal untuk berakting masih tidur. Ditambah lagi keringat yang mulai keluar cepat dari wajah mereka yang hanya memperkuat fakta yang ada. Pauly memejamkan matanya sejenak dan mengeluarkan sebuah simpul kerutan di dahinya. Nami yang tidak tahu menahu apa yang terjadi hanya menelengokan wajah menatap kedua pekerja Dok 1 yang sepertinya ia kenal sebagai Lulu dan Tilestone.

"HEI KALAU SUDAH BANGUN, BANGUN SAJA!"

JEDUAAAAK. PLAAAAK. Nami sedikit menyipitkan matanya menatap nasib naas pada dua pekerja Dok 1 tersebut. "Aduh… Duh... Duh... Sakit!" Lulu mengusap benjolan besar di antara poninya yang mencuat kemana-mana. Tilestone pun hanya meringis menahan sakit, tak menyangka Pauly, rekan tukang kayu-nya, 'kejam' juga. Tiba-tiba sebuah suara geli menginterupsi suasana penuh horor tersebut. "Hha, kalian selalu bercanda dengan sungguhan kah?" Nami tertawa mendapati para tukang kayu ini yang sepertinya selalu bercanda dengan bertengkar dan memukul sungguhan. Teringat saat dia pertama kali datang ke Kota Air ini dan disuguhkan drama menarik dari Pauly dan Lucci.

"Waaaaaaahhhh…" Lulu dan Tilestone langsung berbinar-binar melihat sosok manis di depannya ini. Ekspresi gadis oranye dengan aura hangat ini sungguh... BUUUAAAAAK.

"Apa yang kalian pikirkan?" Pauly langsung saja memukul mereka dengan tongkat kayu yang ditemukannya. "Hha, sudahlah Pauly, kasihan mereka. Ah, dimana yang lain ?" Nami mulai mencari sosok-sosok nakamanya yang sudah tak ada lagi di sekitar kapal. "Oh, tadi Topi Jerami, Roronoa, Pemuda Berjas, dan Cerpelai itu lari menuju kota…" ucap Lulu yang sudah bertingkah 'normal' dan membenarkan poninya yang banyak mencuat. "Hah, apa yang mereka lakukan sih? Padahal kita akan segera berangkat..." kata Nami sedikit menggembungkan pipinya.

Glek, ketiga pegawai dok 1 Galley-La Company itu kompak untuk tercengang dengan kalimat 'segera berangkat' yang dilontarkan oleh gadis berambut oranye tersebut.

Sret. Lagi, Tilestone dan Lulu segera menyeret Pauly menjauh dari sang Navigator. Nami hanya mengangkat sebelah alisnya saja menanggapi kelakuan aneh ketiga pemuda itu.

"Hei, hei, Pauly. Kau dengar ? Nona Navigator akan segera berangkat meninggalkan pulau ini…" kata Tilestone pelan di samping Pauly.

"Aku juga sudah dengar, Bodoh. Memang kenapa?" ujar Pauly berdecak kesal.

"Haaaaah.. Apakah kau sudah siap menerima kado ulang tahun terburuk mu ini? Melihat Nona Navigator pergi meninggalkanmu, ckckck…" kata Lulu sembari mengeleng-gelengkan kepalanya pelan.

Glek. Benar juga apa yang dikatakan Lulu, pikir Pauly sejenak. "Memang aku harus bagaimana lagi?" ujar Pauly sedikit bingung.

"Wah, aku punya ide…" ucap Tilestone sambil tersenyum -aneh. Demi Tuhan, Pauly sungguh telah merasakan hawa tak enak yang menyelubungi dirinya, adakah jalan lain dari pada menerima usul dari makhluk bernama Tilestone ini? Tapi rupanya Tilestone sedikit mengerti yang dipikirkan oleh Pauly, pertanda bahwa sepertinya Tuhan sedang memberi belas kasihan pada Pauly. "Tenang saja, kau tak perlu khawatir dengan ide cemerlangku ini…" ucapnya tampak yakin. Pauly hanya bisa menghela nafas pasrah.

"Baiklah…" ucapnya dengan berat hati. Mau bagaimana lagi, daripada dia harus menerima kenyataan untuk melihat Nona centil itu pergi begitu saja di hari ulang tahunnya ini. Mereka bertiga pun langsung saling merangkul dan mendekatkan kepala mereka. Membuat sebuah formasi melingkar sederhana untuk mem-blok agar misi rahasia mereka tidak terdengar oleh yang lain. Entahlah, mungkin sedikit berguna ditempat yang sebenarnya terhitung sepi ini.

"Ssssttttt bssssst zzzzttt…" Tilestone langsung menyampaikan idenya yang sekiranya 'cemerlang' menurutnya itu. "Bagaimana, kau siap Lulu?"

"HOSH!" ujar Lulu mantap menerima arahan dari Tilestone.

Pauly hanya bisa menghela nafas lagi, nampak sangat 'pasrah' terhadap kedua rekannya. Tilestone meninju bahu pemuda ber-goggles itu, "Ayolah Pauly kau harus semangat! Ayo!" ucapnya penuh keyakinan. Akhirnya dengan komando dari Tilestone itu mereka bertiga langsung berjalan mendekat pada sosok Nona Navigator yang masih berdiri di tempat semula. "Kalian tadi sedang apa?" tanya Nami sembari mengangkat alisnya lagi mendapati ketiga pekerja Dok 1 Galley-La Company itu yang nampak aneh kali ini atau memang 'aneh' dari dulu, entahlah. Dilihatnya Pauly yang berdiri berhadapan dengannya dan Lulu bersama Tilestone yang berdiri di belakang Pauly.

Pauly mulai mencoba berbicara, "Errr, jadi kau… hmm mau pergi?". Mendengar bagaimana Pauly berucap, Nami sedikit merinding, apa yang sudah terjadi sebenarnya…?

Siiiiiiinggggg. Tiba-tiba terlihat sebuah kilauan tajam dari sudut kacamata Lulu. "Hei… Aa...pa kau sudah mau pergi?" ucap Pauly lagi. Masih dengan cara yang mengesankan ada-sesuatu-yang-tidak-beres-yang-akan-terjadi. Nami langsung sweatdropped di tempat. Bukan, tentu bukan karena perkataan Pauly. Namun gara-gara dua makhluk yang ada di belakangnya. Hei, sedang apa mereka?

Pauly menunduk pasrah. Nami makin tak mengerti, dilihatnya Lulu dan Tilestone yang kelihantannya sedang menari… Atau, apa ? Sepertinya mereka sedang ingin menyampaikan sesuatu. Nampaknya yang bisa ditangkap oleh penglihatan sang gadis hanyalah Tilestone dan Lulu berpose menunjuk-nunjuk Pauly kemudian Lulu meniup-niup poninya yang mencuat. Kemudian Tilestone berdiri-jongkok berulang-ulang. Nami makin tak mengerti, sayang dia tidak sejenius itu untuk mengerti isyarat yang mungkin ingin disampaikan kedua makhluk tersebut. "Eh, ada apa dengan kalian berdua sebenarnya?" kata Nami hati-hati sambil menunjuk Lulu dan Tilestone. Pauly makin menunduk dalam.

"Ka… Kalian ingin menyampaikan sesuatu kah?" kata-kata Nami langsung ditanggapi anggukan antusias dari keduanya dan mereka kembali melanjutkan atraksi bahasa tubuh mereka.

"AAAARRRRGGGHH, sudah, sudah… Hentikan!" Merasa tidak tahan lagi, Pauly menggeram marah. Lulu dan Tilestone tak dapat berkutik lagi dan kaku seketika. "Menyampaikan bahwa hari ini ulang tahunku saja kenapa harus serepot itu!" seru pemuda ber-goggles itu nampak frustasi. Ya. Benar kata-kata Pauly. Glek. Sepertinya tak sepenuhnya benar. Pauly dengan lantang telah menguak misi mereka sendiri di depan Nona Navigator. Oke, saatnya membeli wajah baru.

"Eh?" ucap Nami yang merasa sedikit kikuk mendongar lontaran kalimat Pauly beberapa detik lalu. Ketiga pemuda itu langsung menunduk dalam keterpurukan. Entah apa reaksi yang akan mereka terima dari Nona Bajak Laut di depan mereka.

"Hha jadi itu yang kalian ingin katakan sedari tadi?" tawa Nami langsung menggema. Ketiga pemuda di depannya pun hanya bisa berekspresi bingung dan memandanginya dengan pandangan yang susah dijelaskan, "Kalian sangat lucu… Kalau soal itu aku sudah tahu kok… Hha..." Nami masih tertawa bahkan terlihat air mata hampir keluar dari mata indahnya. Mata onyx Pauly hanya bisa membulat lebar, sedangkan Lulu bersama Tilestone hanya bisa mengangkat bahu dibelakang pemuda itu. Tawa Nami masih terdengar beberapa saat namun akhirnya lambat cerita kini sedikit mereda, "Ha… ha... Lalu bagaimana?"

Pauly sedikit memiringkan kepalanya menanggapi pertanyaan gadis itu. Kini Nami hanya tersenyum, "Aku sudah tahu kalau kau ulang tahun dari beberapa hari yang lalu. Kemudian kalau aku sudah tahu lalu bagaimana?" ucap gadis itu dengan getar-getar geli dalam suaranya. Pauly, Lulu dan Tilestone langsung panik. 'Benar juga, memangnya kalau nona centil ini tahu ulang tahunnya, lalu kenapa? Arrrggg bodoh juga aku meng-'iya'-kan ide Tilestone tadi. Bodoh!' Pauly langsung mengutuk dirinya sendiri dalam hati. Lulu dan Tilestone hanya bisa saling berpandangan dan menggaruk kepala mereka yang tidak gatal. Nami kini hanya tersenyum menanggapi tindakan salah tingkah pemuda-pemuda di hadapannya.

"Pauly…" panggil Nami lirih. Tersentak, Pauly langsung menatap nona centil di depannya. "Terima kasih atas kalung indah kado ulang tahunku kemarin..." ucap Nami lembut. Pauly hanya bisa diam terpaku menatap makhluk indah di depannya saat ini, "Tidak perlu—" ucapnya sedikit tercekat. "Dan..." gadis berambut oranye itu memotong perkataannya dan segera mencari sesuatu di dalam tas ransel nya. "Ini untukmu…" kata Nami tersenyum lebar.

Pauly melihat benda yang terulur di telapak tangan nona centil di depannya itu. Alis pemuda itu mengerut, nampak bingung. Apa ini? Sebuah tanaman?

Nami meraih tangan Pauly dan memindahkan tanaman kecil berpot oranye itu dari tangannya kedalam tangan Pauly.

"Maaf, bukannya aku pelit, tapi aku benar-benar sudah tak memiliki uang untuk membelikan kau sebuah kado yang mahal. Percayalah, uangku kemarin dipakai habis oleh Luffy, jadi uangku hanya tinggal sedikit, Bla… Bla…". Pauly tidak terlalu mendengar perkataan yang terus terucap dari bibir Nona centil, matanya masih tertuju pada tanaman tersebut. "Itu benda yang paling berharga untukku…" pungkas Nami pelan. Pauly langsung mendongakkan wajahnya menatap gadis yang selalu menguarkan wangi jeruk itu. Didapatinya gadis tersebut sedang tersenyum cerah padanya,

"Itu pohon jeruk Bellemere…" ujar gadis itu, juga menatap tanaman kecil di tangan Pauly. Pauly masih terdiam, benda paling berharga?

"Selamat ulang tahun, Pauly…", Pauly benar-benar tak bisa mengalihkan pandangannya lagi dari gadis di depannya. "Sampai bertemu lagi... Aku harus pergi sekarang. Terima kasih sekali lagi atas bantuan yang telah kau berikan pada kami saat di Kota Air yang indah ini dan di saat penyerangan ke Enies Lobby…". Nami menyunggingkan senyum hangat nya kembali.

"Juga Lulu dan Tilestone, juga untuk seluruh pekerja Galley-La Company, terima kasih…". Lulu hanya mengangguk terdiam tak jelas apa yang digambarkan ekspresi pemuda dengan poni aneh itu dan Tilestone hampir saja ingin menangis rasanya.

"AYO KEJAR AKU KALAU BISA !". Tiba-tiba terdengar teriakan Luffy yang berlari melompat ke kapal baru mereka. Nami menolehkan pandangannya menatap Kapten-nya itu dan terkekeh pelan. "Aku harus kembali ke kapal. Terima kasih juga atas kapal yang hebat ini. Saatnya kami pergi…" ujar gadis itu sambil tersenyum kembali. Perlahan dia membalikkan badannya, berjalan kembali menuju kapal.

"Nami..."

Nami terhenti, membalikkan badannya dengan sedikit terkejut. Tak menyangka juga ahli pemasangan tiang Dok 1 itu dapat langsung dengan benar mengeja nama yang mengartikan gelombang atau ombak ini.

"Terima kasih…" ucap Pauly menarik sebuah lengkungan tipis pada garis bibirnya. Nami membalas senyuman itu dan kembali melanjutkan langkahnya.

"Dan jaga dirimu…" lanjut pemuda ber-goggles itu sedikit lebih pelan, namun masih tetap terdengar oleh gadis berambut oranye itu. Untuk terakhir kalinya, sebelum melangkahkan kakinya menaiki kapal megah itu, Nami membalikkan badannya. "Tentu saja!" seru Nami diiringi senyum lebar. Kemudian dengan cepat gadis itu menghilang dari pandangan, berbaur dengan keriuhan kapal megah tersebut.

Perlahan semua keriuhan tersebut mulai mengabur seiring kapal 'Thousand Sunny' yang langsung terbang tinggi ke angkasa meninggalkan Water Seven. Drama pelepasan Franky, kepulangan Si Tuan Hidung Panjang dan adu tembak 'kasih sayang' meriam dengan Angkatan Laut memang pantas juga untuk mengiringi kepergian mereka, Calon Bajak Laut masa depan. Pauly mempertahankan pandangannya menatap siluet kapal tersebut di kejauhan, dan menghela napasnya. Inilah akhirnya, kelak kalau Tuhan dan dunia mengijinkan, mungkin mereka bisa berjumpa kembali…

"Akhir yang sungguh mengharukan…" Tilestone mengusap sedikit ingus yang keluar dari hidungnya. Pauly tak terlalu menghiraukannya, dilihatnya lagi tanaman kecil di pot oranye mungil dalam genggamannya. Benar-benar sama dengan bau yang menguar harum jika dekat dengan nona centil tersebut. Rasanya pimpinan tukang kayu Dok 1 ini akan mulai belajar untuk bisa merawat tanaman mulai sekarang.

"Tanaman jeruk ya?" kata Tilestone sambil menelongok melihat tanaman itu. Pauly mengalihkan sedikit pandangannya menatap Tilestone. "Memangnya ada apa?" tanya pemuda ber-goggles itu. "Kau tak tahu? Nona Navigator adalah penyuka jeruk.. Dia juga muram sekali mengetahui barang-barang kapal nya telah lenyap di telan Aqua Laguna. Namun, saat tahu barang-barang nya telah diselamatkan, dia langsung berlonjak senang memeluk pohon jeruknya..." ujar Lulu sembari melipat tangannya.

"Hha, begitu ya…" Pauly tertawa pelan.

"Tidak juga.." kata Lulu yang membetulkan sejenak poninya yang mencuat, lagi-lagi.

Pauly mengangkat sebelah alisnya tak mengerti.

"Apa yang akan kau lakukan dengan mereka semua?" kata Tilestone sambil menunjuk ke arah kota atas.

"KYAAAAAA, PAULY.. !"

"SELAMAT ULANG TAHUN !"

"PAULY... PAULY..."

Pauly hanya bisa mendengus menghela nafasnya.

Yah. Setidaknya ulang tahunnya kali ini tidak benar-benar buruk. Bahkan terlalu indah rasanya..


Omake

Gadis berambut oranye itu sejenak sedikit menjauhkan diri dari kerumunan pesta di dek rumput. Langkah jenjangnya telah membawa diri gadis itu menaiki tangga menuju tempat dek pohon-pohon jeruk Bellemere ditanam. Dipetik nya satu dari jeruk-jeruk segar itu. Ia hisap perlahan aroma harum yang menguar di sekitar sana. Mata onyx nya kini mengarah tepat ke arah samudera biru luas dengan pantulan keoranyean. Bibir bawah nya ia gigit perlahan sembari berdecak kesal. Bodohnya dia untuk memutuskan memberi tukang kayu itu pohon jeruk Bellemere. Apa dia bisa merawatnya ? Jangan-jangan sudah layu besoknya.. Itu sih namanya bukan kado pepisahan dan ulang tahun yang tepat, gerutu sang gadis.

"NAMIIIIIII-SWAAAAAAAAAAN ! Kau tak ikut berpesta lagi ?"

Tiba-tiba sang 'badai cinta' mengubah cuaca di sekitar tempat gadis berdiri. Namun, kali ini sang gadis tidak lagi 'tidak terlalu suka' dengan cuaca yang datang hampir setiap waktu tersebut. "Ah, aku sudah kenyang Sanji-kun.."

"Tapi lebih baik kau cepat masuk, Nami-swan. Hari sudah semakin malam..", Sanji tersenyum tulus pada gadis dihadapannya itu."Ah, baiklah..", Nami segera berjalan meninggalkan dek atas. Saat langkahnya menapaki tangga pertama untuk berjalan turun, sejenak dibalikan badan nya mendapati Sanji yang masih berdiri disekitar kebun jeruk Bellemere-nya. "Kalau begitu kau juga cepat masuk, Sanji-kun. Aku merasakan tekanan udara yang semakin turun, mungkin sebentar lagi akan ada angin dingin dari arah barat.."

"Tentu, Nami-swan..". Hanya itu yang terdengar oleh sang gadis. Sebuah ulasan senyum terpampang diwajahnya yang ayu sekilas sebelum akhirnya dia pergi meninggalkan dek atas. Sanji masih menghisap rokoknya berdiri diantara pagar dek dan kebun jeruk Nami. Bau yang tercium oleh indera penciumannya sangat unik. Bau jeruk, bau lautan, dan bau asap rokoknya menyatu jadi satu. Dilihatnya sebuah jeruk yang tergeletak dia atas pagar dek.

Perlahan dia hembuskan asap nya pelan. Rasanya tak mungkin ada yang bisa menentang keelokan senja kali ini. 'Begitu juga keelokan mu, sepertinya bukan hanya aku yang bisa tergila-gila padamu, benarkan ?'.

"Fuuuuuuuuhhh..."

Terang saja aku merindunya

Karena dia.. Karena dia..

.

.

Begitu indah..

Chapter Two, Ensoleille. End.


"Tak terasa sudah tanggal 8 Juli.. Haaaaaah, Happy Birthday Pauly.. Dan, hei ! Tunggu dulu, kau harus membayar hutangmu!"

"Voc, dia ulang tahun sekarang. Paling tidak potong bunganya untuk bulan ini ?"

"Tidak bisa, apa kau tak tahu berapa hutang pria ber-goggles tampan itu? EKH ? Sial, pekerjaan debt-collector dan fans-nya ini membuat ku repot, Cca.. Tapi sudahlah itu perkara panjang, lupakan ! Hei, SOS ini dibuka ! Eh, apa tadi yang kubilang ? Errr, lupakan.. Sekarang langsung buka saja SBSSCI-nya, Cca.."

"Hmm.. Apakah ulang tahun idolamu ini tak bisa kau tolerir dengan mengutamakan sisi fans mu dari pada sisi debt-collector mu ? Hah, ya sudahlah, dengan mengucap basmalah, SBSSCI... Dibuka ! Ehm !"

"Aminnnnn, err? Ya sudahlah, sekarang untuk reviewer yang masih menempati posisi pertama kali di fic-fic kami, Eleamaya-san. Kami sangat berterima kasih atas kunjungan Eleamaya-san pada fic-fic kami. Rasanya senang sekali.. :D"

"Benar. Dedikasi Eleamaya-san di fandom One Piece Indonesia benar-benar luar biasa -terharu-. Wah, soal Eleamaya-san yang terinspirasi membuat cerita baru, kami sangat menunggunya.."

"Tentu saja.. Dan terima kasih atas pujian untuk humornya.. :)"

"Yah, itu karena ide buatan mu, Voc.."

"Oi oi oi -mengibaskan tangan-. Selanjutnya, ahhhh Pauly, tak kusangka kau sekeren itu.. -nosebleed-"

"Ok, siapa selanjutnya, Voc ?"

"Selanjutnya dari Z-san.. -sudden fainting-"

"A...a... Iya . . Ya ampun, tentu saja ! Ehem, pertama, terima kasih kepada Z-san (apakah kami boleh memanggil seperti itu ?) yang sudah berkenan mereview fic kami.. -terharu, lagi-"

"Ahh, lupakan kegilaan kami untuk sejenak tadi. Mungkin untuk masalah co-account ini kami tak bisa berucap banyak, rasanya semua berjalan apa adanya. Karena kami punya jalan sepemikiran yang selalu sama dan menanggapi suatu hal dalam sudut pandang yang sama pula dalam hal komik. Yah, jadi mungkin itu kuncinya.. Mungkin.. ==a"

"Yah, seperti itu. Voc adalah otak cerita dan saya memberi sedikit sentuhan untuk memperjelas ide-idenya.."

"Yah, itu mungkin biasanya, tapi tidak juga.. Tapi untuk pujian Z-san itu bisa ditujukan khusus pada Cca, karena scene tersebut murni buatannya.."

"Eh .. err ? itu. ano.. eh ?"

"Hha, kau memang pemalu, Cca.. Baiklah dengan ini SOS ditutup.. Tunggu sub-story dari Weather lainnya ya.. -kalau mau tunggu sih, hhe.." -dilempar helm-