Dearly Beloved
Disclaimer: Akiyosho Hongo,TOEI Animation,dan Bandai corp, tapi YamaChi mailikku dan penggemarnya
WARNING : Sho-Ai / YAOI / BL / SUPER OOC
Beta Reader : Phoebe Yuu
Pengenalan tokoh :
- Ishida Hiroaki (Ayah Yamato)
- Taiko (Nenek Taichi, yang diambil dari serial manga "Prince Of Tea". Ada yang pernah baca?)
ZzzzZzzzZzzz
"Ohayou," ujar seorang anak laki-laki berambut pirang sedikit panjang saat ia melangkahkan kakinya memasuki kelas yang masih sangat sepi. Dengan cepat dia berjalan menuju tempat duduknya sebelum melempar tasnya sembarangan ke atas meja disusul dengan mendirikan gitarnya bersandar di sisi meja.
"Yo, Tai!" sapanya pada seorang anak yang tertidur di meja sebelahnya.
"Yamato." Anak yang disapa segera mengangkat wajahnya yang sedari tadi tertelungkup dibalik lipatan kedua tangannya. "Ohayou," balasnya sambil tersenyum, suaranya keluar dengan sangat pelan.
"Kau kenapa?" tanya Matt heran saat ia memperhatikan wajah Taichi yang terlihat sangat lelah. Dia menarik sebuah kursi kosong lalu duduk di hadapan Taichi.
"Kenapa apanya?"
"Wajahmu itu… pucat sekali… kau demam?" tanya Matt, ingin menempelkan tangannya ke wajah Taichi tapi dengan cepat ditepis oleh yang bersangkutan.
"Aku tidak apa-apa," ujar Taichi cepat, dia memalingkan wajahnya karena tidak enak melihat ekspresi Matt yang terluka karena tangannya dia tepis tadi.
"Benar kau tidak apa-apa? Jangan memaksakan diri," ujar Matt khawatir.
"Nn… hanya sedikit lelah karena kurang tidur semalam…"
"Memangnya kau kenapa sampai kurang tidur?"
"Aku menunggu Otou-san pulang," ujar Taichi datar.
"Kau ini kenapa, sih, Tai? Otou-sanmu itu pasti bawa kunci, kan? Seharusnya kau istirahat yang cukup!" tegas Matt.
"Ti-tidak apa-apa, kan? To-toh aku sudah terbiasa," ujar Taichi gugup karena baru saja dibentak Matt.
"Walaupun sudah terbiasa, tapi kau juga harus memikirkan kesehatanmu!" bentak Matt lagi.
"A—" Belum sempat Taichi bicara, anak berambut semak itu langsung berdiri saat mengetahui seseorang datang ke kelas mereka dengan ceria. "A-Aku keluar dulu Yamato, ada urusan yang harus aku selesaikan!" Dan kemudian Taichi segera pergi meninggalkan Yamato begitu saja.
"Oe, Taichi!" Matt ikut-ikutan berdiri dan ingin menyusul Taichi, tapi tidak bisa karena anak yang tadi datang langsung bergelayutan di lengan Matt dengan manjanya. Dia langsung melotot tajam ke arah pengganggu tersebut.
"Lepaskan aku, Takato!" bentak Matt sambil menghentakkan tangannya keras.
"Ara, Yamato, kita bolos ke kantin saja, yuk!" Takato tidak menyerah dan terus bergelayutan di lengan Matt.
Anak ini bernama Takato, anak kelas sebelah. Dia sudah naksir Matt sejak dulu, jadi setiap saat selalu mengikuti kemanapun Matt pergi. Sebenarnya Matt sangat risih dengan keberadaan orang yang satu ini.
"Aku tidak mau! Pergi saja sendiri!" sekali lagi Matt menghentakkan tangannya, dan kali ini berhasil. Tidak menyia-nyiakan kesempatan, dia kemudian segera berjalan cepat menuju pintu kelas.
"Mau kemana kau, Ishida-kun?" tanya guru yang berpapasan dengan Matt di depan pintu.
"Saya izin, Sensei." Matt segera berlalu, tidak menghiraukan sensei yang baru saja masuk ke kelasnya.
ZzzzZzzzZzzz
"Kamiya-kun," panggil seorang coach saat Taichi lewat didepan ruang guru.
"Ya, Coach?" Taichi dengan sopan masuk kedalam ruang guru. "Ada yang bisa saya bantu?"
"Begini, hari ini ada pelatihan sepak bola untuk anak di sekolah dasar dekat
sini, dan kami sedang kekurangan orang untuk menjadi pelatihnya. Apa kau bisa membantu kami hari ini?" ujar Coach tersebut.
"Maaf, Coach. Bukannya saya tidak mau, tapi saya ada kerja sambilan hari ini."
"Ah, kau bisa izin hari ini? Kepala sekolah di sekolah dasar itu bukan hanya meminta bantuan kita, Kamiya-kun, tapi juga membayar kita. Jadi ini juga bisa kau anggap sebagai kerja sambilan, kan?" ujar Coach.
Taichi berpikir sejenak. "Baiklah."
Coach langsung tersenyum senang. "Kalau begitu, pulang sekolah nanti kita kumpul di lapangan."
"Hai. Saya permisi dulu, Coach." Taichi segera undur diri dari ruang guru, yang hanya di balas anggukan oleh sang Coach.
ZzzzZzzzZzzz
"Coach!" panggil Matt sambil terengah-engah saat dia berpapasan dengan Coach di koridor lantai satu.
"Ada apa, Ishida-kun?"
"Apa Anda melihat Taichi?" tanya Matt tergesa-gesa.
"Kamiya-kun…. Tadi saya memang memanggilnya keruang guru, tapi setelah itu saya tidak tahu dia pergi kemana."
"Aa, terima kasih, Coach!" ujarnya untuk undur diri. Tapi sebelum Matt pergi menjauh, Coach memanggilnya lagi.
"Ano… Ishida-kun?"
"Ya, Coach?" Matt membalik badannya lagi.
"Apa kau ada pekerjaan sore ini?"
"Um… sepertinya tidak ada. Apa ada yang bisa saya bantu?"
"Begini, nanti sore kami akan melatih anak sekolah dasar, bisa kau ikut membantu?" tanya Coach.
"Oh, tidak masalah sama sekali, Coach. Maaf, kalau boleh saya tahu, siapa saja yang akan ikut?" tanya Matt.
"Beberapa murid dari kelas tiga dan Kamiya-kun."
"Taichi?"
"Ya, tadi saya baru saja memberitahunya."
"Aa. Baiklah kalau begitu, sensei, saya permisi dulu," pamit Matt sebelum dia pergi mencari Taichi lagi.
ZzzzZzzzZzzz
Setelah Matt berkeliling sekolah mencari Taichi, akhirnya dia menemukannya di atas loteng, tertidur pulas bersandarkan dinding. Matt mengatur nafasnya dengan susah payah lalu duduk di sebelah Taichi. Dia mengacak-acak rambutnya sendiri yang telah basah oleh keringat sambil terus mengawasi Taichi yang tertidur. Dia kemudian segera melepas jas sekolahnya dan memasangkannya sebagai selimut di atas tubuh Taichi yang terlihat sedikit menggigil. Dia tidak berani memeriksa suhu tubuh Taichi, takut temannya itu terbangun.
Kau sebenarnya kenapa, sih, Tai? Matt bertanya dalam hatinya saat dirinya memperhatikan wajah Taichi yang terlihat sangat kelelahan. Tapi entah mengapa kemudian Matt membiarkan tangannya menyentuh kening Taichi. Dan betapa kagetnya dia saat mengetahui ternyata temannya itu demam.
"Taichi..." Matt dengan perlahan membangunkan Taichi dengan menepuk pelan pipinya. Tidak ada reaksi. "Hei, Tai! Bisa dengar aku?" Matt terlihat sedikit panik karena Taichi tidak bangun-bangun juga. "Taichi!"
Berhasil. Taichi perlahan membuka matanya.
"Tai, kau bisa mendengarku?" tanya Matt sekali lagi dengan wajah yang sangat cemas karena Taichi sama sekali tidak menjawab dan hanya memandanginya dengan mata yang sayu.
Ada apa Yamato? Kenapa wajahmu terlihat sangat khawatir? Memangnya kau bicara apa? Aku tidak bisa mendengar suaramu…
"Taichi, jawab aku!" seru Matt. "Tai!"
Yamato? Kau bicara apa? Aku tidak mendengar apa-apa? Ada apa ini? Tubuhku tidak bisa bergerak… Yamato… Hei! Ke-kenapa semuanya menjadi gelap?
"Taichi!" teriak Matt panik saat tubuh Taichi merosot jatuh. Dengan sigap Matt menahannya, lalu dia segera mengangkat tubuh Taichi dan berlari menuju UKS di gedung sebelah.
ZzzzZzzzZzzz
"OBA-SAN!" teriak Matt seraya membuka pintu UKS dengan kasar.
"SUDAH AKU BILANG BERAPA KALI PANGGIL AKU SEN…" Wanita pirang itu terdiam begitu melihat Matt menggendong Taichi. "Ada apa ini?" tanya Tsunade seraya mengikuti Matt yang beranjak membaringkan Taichi di atas ranjang UKS.
"Aku juga tidak tahu! Tadi saat aku memeriksa tubuhnya… dia terkena demam! Saat mau aku bangunkan, dia tiba-tiba pingsan!" ujar Matt kelabakan, langsung menyingkir ketika Tsunade memeriksa Taichi.
"Ba… bagaimana?" tanya Matt gelisah.
"Diam dulu kau, Bocah! Aku sedang memeriksanya!" ujar Tsunade sedikit kesal. Dia kemudian sedikit mengernyitkan wajahnya, bingung "Bantu aku melepas pakaiannya."
Tanpa banyak bicara, Matt menuruti perintah Tsunade. Dengan perlahan dia membuka jas dan kemeja sekolah Taichi. Matanya langsung terbelalak melihat keadaan tubuh Taichi. Memar dimana-mana, dan beberapa luka baru yang diperbannya mengeluarkan darah.
Tsunade dengan pelan dan hati-hati membuka satu-satu perban itu, membersihkannya, mengobatinya, lalu menutupnya kembali dengan perban yang baru. "Lukanya infeksi Yamato…"
"Pasti gara-gara orang tua sialan itu!" geram Matt sambil memasangkan kembali kemeja Taichi dan menyelimutinya.
Tsunade hanya diam saja, dia tahu apa yang dialami oleh Taichi karena Taichi sering datang ke UKS hanya untuk sekedar bercerita, walaupun ujung-ujungnya berakhir dengan adu mulut. "Aku keluar dulu untuk mengambil surat izin untuk anak ini." Tsunade langsung keluar setelahnya, meninggalkan Matt dan Taichi didalam UKS.
"Aku tidak akan memaafkan orang tua sialan itu!" bisik Matt sambil menggenggam erat tangan Taichi. Dia ingat dulu saat kecil Taichi tidak seperti ini, wajahnya selalu ceria. Tapi tidak lama setelah itu semuanya berubah, setelah Yuuko meninggal tepat dihadapan Susumu dan Hikari karena menyelamatkan Taichi saat menyeberang. Susumu terus menyalahkan Taichi atas kematian istrinya, sementara Hikari kemudian diputuskan akan dirawat oleh keluarga Yuuko.
Awalnya Matt tidak mengetahui apa-apa, tapi saat dia tidak sengaja ingin berkunjung kerumah Taichi bersama Hiroaki, dia menemukan Taichi yang sedang disiksa habis-habisan oleh Susumu. Mulai dari dicambuk dengan ikat pinggang, ditendang, bahkan depukul dengan botol kaca.
Saat itu Hiroaki segera menghubungi polisi untuk menahan Susumu, dan kemudian mereka langsung melarikan Taichi kerumah sakit. Taichi sempat koma beberapa hari karena luka yang dideritanya di kepala. Saat itu Matt sama sekali tidak pernah pergi dari sisi Taichi.
Saat Taichi sadar, Hiroaki ingin menjebloskan Susumu kedalam penjara dengan meminta keterangan darinya, tapi Taichi malah mengatakan kalau semua itu salahnya, karena dirinyalah yang menyebabkan Yuuko meninggal sehingga Susumu marah dan memukulinya. Hiroaki hanya menahan nafas di tenggorokan saat mendengarnya.
Lalu saat Hiroaki ingin mengajak Taichi tinggal bersama keluarganya, Taichi malah menolak dengan alasan kalau didekatnya semua orang akan menjadi sial. Hiroaki benar-benar tidak menyangka anak sekecil Taichi bisa berpikiran seperti itu.
ZzzzZzzzZzzz
"Yamato, aku harus pulang. Tidak ada yang membuatkan Otou-san makan malam…" pinta Taichi saat dirinya telah ada dirumah Matt, ditahan tidak diperbolehkan pulang sampai keadaanya pulih. Tadi juga sebelum pulang Matt menyempatkan diri untuk mencari Coach dan meminta izin kalau mereka tidak bisa ikut sore itu.
"Sudah berapa kali aku bilang tidak, Tai!" ujar Matt cuek, tetap membaca majalah yang dari tadi dibacanya.
"Tapi…" Taichi berusaha untuk bangun.
"Jangan banyak bicara dan sekarang cepat tidur!" Matt membaringkan paksa Taichi dan megompres dahinya dengan handuk. "Kau tidak akan pernah aku biarkan bangun kalau demammu tidak hilang! Sekarang pejamkan matamu dan cepat tidur!"
"Hn…" Taichi akhirnya menurut juga, walaupun dengan terpaksa. Tapi dalam hati Taichi sangat bersyukur, paling tidak untuk malam ini dia tidak akan disiksa oleh ayahnya. Dengan pelan Taichi menutup matanya lalu mulai tertidur.
Matt tersenyum lalu mencium bibir Taichii lembut sebelum akhirnya keluar menuju dapur sambil membawa baskom untuk mengganti air kompresan Taichi.
"Bagaimana keadaannya, Yamato?" tanya Hiroaki di dapur.
"Demamnya tidak turun sama sekali, Chichi-hue, lukanya tadi kembali berdarah," jawab Matt seraya memasukkan batu es yang baru ke dalam baskom dan kembali mengisinya dengan air dingin. "Chichi-hue sendiri? Bagaimana mengenai rencana kita?" tanya Matt saat dirinya hendak berjalan keluar dari dapur.
"Sudah berjalan, sekarang Chichi-hue tinggal mencari bukti-buktinya saja. Tapi Yamato…"
Matt berhenti tepat di depan pintu namun tidak berbalik. "Hn?"
"Kalau seandainya semuanya telah berakhir… dan Taichi mengetahui semuanya, bagaimana kalau dia membencimu?" tanya Hiroaki.
Matt diam sejenak. "Tidak masalah. Asalkan dia bahagia, apapun tidak masalah, seandainya pun Taichi membenciku," ujar Matt tegas. Dia langsung pergi meninggalkan Hiroaki di dapur, yang hanya tersenyum mendengar jawaban dari anaknya itu.
ZzzzZzzzZzzz
"Tai, sebaiknya kita kerumah sakit saja, ya?" ajak Matt. Terdengar dari suaranya kalau dia sangat khawatir. Bukannya turun, suhu tubuh Taichi malah makin naik.
"Tidak… perlu… Yamato..." Taichi berusaha tersenyum.
"Tapi Tai, demammu makin tinggi, aku takut terjadi apa-apa padamu," bujuk Matt sekali lagi.
Taichi menggeleng pelan. "Aku janji besok akan sembuh, aku tidak mau merepotkan siapa-siapa…"
"Baka! Kalau kau sudah menyusahkanku, tahu!" ujar Matt sedikit kesal. Taichi tertegun mendengar ucapannya. "Kau menyusahkanku karena membuatku cemas!" ujar Matt sambil menatap Taichi lembut. Taichi makin terkejut mendengarnya.
"Tapi Yamato… aku ini… anak pembawa sial, tidak perlu dicemaskan, jadi… kalau segini… aku rasa tidak apa-apa… karena aku sudah banyak membuat orang lain menderita… dan membunuh Oka-chan…" Setelah berkata seperti itu Taichi kembali tertidur.
"Dasar bodoh… yang namanya ibu pasti akan selalu melindungi anaknya. Kau bukan anak pembawa sial. Baka…" bisik Matt seraya menatap Taichi yang telah tertidur.
ZzzzZzzzZzzz
"Yamato! Kau ini bodoh atau apa, sih? Kau mau-maunya mengurusi anak sialan itu sampai tidak masuk sekolah!" ujar Takato di depan pintu kamar Matt.
"Jaga mulutmu! Taichi bukan anak sial!" bentak Matt kesal.
"Kenapa kau begitu membelanya, sih?"
"Dengar! Aku ini sahabatnya! Apapun yang terjadi, aku akan selalu berpihak padanya!" jawab Matt sambil memandang Takato tajam.
"Yamato! Aku juga punya sahabat! Aku mengerti perasaanmu! Tapi kalau sahabat kita membuat kita sial, dia harus kita tinggalkan!"
"Sudah aku bilang berapa kali, Taichi itu tidak membawa sial!"
"Kenapa kau tetap tidak mau mengerti!"
"Karena aku mencintainya, kau dengar? Aku mencintai Taichi!" teriak Matt marah pada Takato. Takato tidak terkejut sama sekali, dari awal dia sudah bisa menebaknya.
"Tapi Yamato, Taichi itu sama sekali tidak pantas ada disampingmu! Kau tidak lihat orang tuanya sering mabuk-mabukkan? Bahkan tempat Taichi kerja sambilan sering mendapatkan masalah karena orang tuanya! Entah merasa kasihan atau memang terlampau baik, manager mini market itu masih membiarkan Taichi tetap bekerja disana! Bisa-bisa kau mendapat sial, Yamato!"
PLAK!
Suara tamparan keras terdengar. Takato membelalakkan matanya tidak percaya pada apa yang dilakukan Matt terhadapnya.
"JANGAN BERKATA SEPERTI ITU TENTANG TAICHI! DAN KALAU KAU HANYA INGIN MENGHINA TAICHI SEPERTI ITU, SEBAIKNYA KAU SEGERA KELUAR DARI RUMAHKU!" perintah Matt. Takato yang syok tidak bisa berkata apa-apa dan dengan cepat berlari keluar rumah.
Matt hanya menggerutu heran dengan sikap Takato. Memang masih ada beberapa yang menganggap kalau Taichi itu anak pembawa sial, walaupun tidak separah dulu. Mungkin karena mereka sudah dewasa, jadi mengerti yang mana yang benar dan salah. Kalau dulu sewaktu mereka masih anak-anak, sebagian besar hanya ikut-ikutan yang lainnya.
Matt menggelengkan kepalanya pelan, menepis semua pikirannya tadi sebelum masuk kembali ke dalam kamarnya. Dan betapa terkejutnya dia ketika mendapati ranjangnya telah kosong. Dia bergegas pergi ke kamar mandi, memastikan kalau-kalau Taichi berada disana, tapi tidak ada. Kalau keluar kamar… tidak mungkin. Dari tadi Matt ada di depan kamarnya.
Teringat sesuatu, dengan perasaan yang tidak menentu dia mendekati jendelanya yang tertutupi oleh tirai. Dia segera menyibak tirai itu dan ketakutannya pun terbukti, Taichi kabur dari kamarnya melalui jendela. Matt berpikir lagi, kemungkinan besar Taichi mendengar pertengkarannya dengan Takato tadi.
Dengan tergesa-gesa dia langsung menyambar jaketnya dan keluar.
"Mau kemana kau, Yamato? Ini sudah malam!" tanya Mr. Ishida yang lewat didepan kamarnya.
"Aku mau ke rumah Taichi, Chichi-hue. Taichi kabur!"
Tbc~
*Sembah sujud
Terima kasih buat Yuu-san yang mau nge-beta-in fic abal ini, dan mati-matian dukung Rin buat publish ni fic abal XD. So, want to review? :3