Masahiro 'Night' Seiran and Elven Lady18 proudly present...

Fic collab dengan genre Humor, Romance, Mystery, Drama, dll ^^

Warning : AU. OOC. RATE T–SEMI M. DON'T LIKE DON'T READ!

DISCLAIMER : Naruto belong to MASASHI KISHIMOTO-sensei

Sedikit Inspirasi dari City Hunter the Movie.

***Selamat Membaca, Kawan!***


.

KING PLAYER

Prolog

.


SAKURA'S POV

"Sakura-chaaaann…"

Aku mendelik cepat pada pemuda malas yang masih terbaring di ranjang dengan selimutnya yang jatuh di bawah ranjang dan kain sprei yang acak-acakan tidak jelas bentuknya.

Sepertinya ia menyebut namaku tadi. Padahal aku baru masuk ke kamarnya belum ada tiga puluh detik. Apa dia menyadari keberadaanku di kamarnya saat ini?

"Ehmmm… Sakura-chaaaan…," panggilnya lagi.

Aku melangkah mendekat ke ranjang dan mendapati matanya masih tertutup rapat. Dia ini bangun atau masih tidur sih?

"Kemarilah…," gumamnya. "Air onsen ini hangat sekali lhoooo…!"

Tunggu. Onsen? Onsen dari mana? Jelas-jelas dia sedang di atas kasurnya. Ano baka!

Kuperhatikan wajahnya yang mulai tersenyum—cekikikan dengan wajah memerah seperti tomat.

"Kau sexy sekaliii…," desahnya dengan nada aneh.

Plik! Rasanya satu urat di dahiku muncul sekarang.

"Handuknya dilepas dooong…!" imbuhnya lagi dengan air liur yang sekarang menetes dari sudut bibirnya.

Plik! Oke. Sekali lagi dia mengucapkan kalimat mesumnya, kuhajar dia!

Lantas tak ada lagi kalimat dari mulutnya. Aku bersiap membangunkannya saat kulihat mendadak bibirnya tersenyum. Mataku melotot lebar saat kulihat tangannya berangsur turun ke celana boxer-nya dan 'menggaruk' sesuatu di sana. Senyumnya seketika melebar.

"Airnya hangat kaaaan?"

Aku berbalik menjauh dari ranjangnya dan melangkah ke kamar mandi dengan segayung air dingin. Hangat katanya tadi? Seenaknya bermimpi mesum dengan membayangkanku!

"Sakura-chan, kau benar-benar heb—."

BYUUUR!

"HUAAAH…!" teriaknya kaget saat kusiram wajahnya dengan air dingin agar ia terbangun dari mimpi menjijikannya itu. Kutendang pantatnya hingga ia jatuh dari ranjang.

"NARUTOOO! Grrhhhh….! Kau benar-benar mesuuum!" teriakku kesetanan. "Apanya yang air hangat, hah? Apanya yang onsen? Apanya yang 'lepaskan handukmu'! Kau ini benar-benar menyebalkan!"

Pemuda yang kusiram barusan nyatanya hanya mengangguk sambil memegangi pantatnya yang sakit dengan tangan kiri dan tangan kanan yang sibuk mengucek matanya. "Are? Sakura-chan?" panggilnya dengan wajah setengah merona.

Hah! Dasar detektif tak tahu di untung! Kenapa dia malah nyengar-nyengir begitu?

Baiklah. Sudah cukup darahku naik pagi ini, karena…well, aku tahu itu tidak baik untuk kesehatanku sendiri. Bagaimana pun aku tak mau cepat tua hanya karena di pagi buta aku sering marah-marah.

Oke, langsung saja. Perkenalkan, namaku Haruno Sakura. Pemuda mesum yang sekarang duduk di dekat kakiku ini bernama Uzumaki Naruto, seorang detektif swasta yang sangat menyukai makhluk eksotis bernama perempuan. Ah, satu lagi! Dia sangat menyukai ramen. Aku sih tak keberatan dengan kebiasaan 'Ramen is number one'-nya itu. Tapi aku paling sebal kalau ia mulai bertingkah menjijikkan seperti Jiraiya barusan.

Sifat pervert-nya itu! Tiap pagi ketika aku membangunkannya, selalu saja seperti ini. Selalu mengigau perempuan dengan mimpi mesumnya. Argggh! Lama-lama aku bisa gila! Dan sungguh, aku tak mau jika nanti harus disamakan dengan orang-orang yang selalu mangkal di pinggiran Akihabara sana! Sekali-sekali tidak. Karena aku adalah wanita terpelajar.

Um, kau pasti sekarang bertanya-tanya kenapa aku bisa ada di kamarnya pagi ini. Well, memang sudah tugasku untuk membangunkannya setiap pagi. Naruto setiap tidur memang seperti orang mati. Membangunkannya itu adalah pekerjaan kuli, susahnya... minta ampun. Hufffttt.

Dan kalau kau tanya apa hubunganku dengan Naruto, sebenarnya kami tinggal serumah…

Tunggu! Jangan salah sangka!

Ini semua berawal dari pernikahan ibuku yang bernama Tsunade dengan ayah tiriku, Jiraiya—yang kusebutkan tadi.

Naruto adalah salah satu anak asuh yang ia ambil dari jalanan. Tapi dia tidak mengangkat Naruto sebagai anaknya. Jadi Naruto ini bukan saudara tiriku. Dia orang lain yang mendadak masuk ke dalam hidupku dan mengacaukan hidupku yang sebelumnya selalu adem-ayem, rapi dan menyenangkan.

Mau tahu prosesnya?

Sekitar satu setengah bulan lalu, mendadak ibu bilang ingin pergi bulan madu dengan Jiraiya. Katanya sih second honeymoon. Waks! Apanya? Mereka kan sudah tua! Mereka juga sudah menikah sejak setahun lalu! Tapi mereka ngotot ingin berlibur berdua dan akhirnya menitipkanku pada pemuda jabrik bermuka rubah yang super-duper menyebalkan satu ini.

And… here I am! Tinggal di rumah bertingkat tiga bersama seorang detektif payah yang sangat pervert. Playboy kelas kakap. Seorang player hati perempuan yang mukanya setebal kulit badak alias tidak punya malu sedikit pun. Sigh.

"Sakura-chaaaan…"

Aku melirik ke bawah melihat Naruto yang masih duduk bersimpuh di bawahku. Ia mengacak rambutnya kesal. "Kenapa kau senang sekali menyiramku? Kasurnya 'kan jadi basah… Aku malas sekali menjemurnya."

Aku menyipitkan mataku. "Salahmu sendiri menyebut namaku berkali-kali sambil mimpi kotor seperti itu!" balasku tak mau kalah.

Kulihat sesaat wajahnya memerah hingga akhirnya menyeringai nakal. "Kau terlalu percaya diri, Sakura-chan."

"Apa?"

"Memangnya di dunia ini hanya ada satu orang yang punya nama 'Sakura'? Di dalam mimpiku itu, gadis yang kupanggil Sakura itu jauh lebih cantik. Rambutnya berwarna keperakan panjang dan dadanya jauh lebih besar darimu…"

Sontak saja wajahku blushing mendengar jawabannya barusan. Ia melirikku dengan seringai meremehkan. Aku jadi merasa diinjak-injak. "Naruto! Awaaaas kau yaaa!"

Aku dengan sigap memukul-mukul kepalanya dan menarik rambutnya. Ia tak kalah cepat, langsung menarik tubuhku dan membantingku ke atas kasur yang basah karena air tadi.

Kami sempat bergulat di atas ranjang hingga akhirnya aku tak sanggup melawan saat ia mulai menyerangku dengan permainan kotornya

Yak! Menggelitik kedua sisi pinggangku.

Aku tertawa geli setengah mati, berteriak memohon ampun padanya. "Na—Nar, Naruto, hentikan! A—awas… A—aku menyeraa—haahahaha…!" Aku tertawa sampai menangis, sampai wajahku terasa panas karena malu bukan main. Ini sih namanya pelecehan! Bisa-bisanya dia menjahiliku seperti ini.

Aku sendiri ingin menahan sebisaku agar tidak tertawa terbahak-bahak. Naruto bukannya melepasku malah makin agresif menggelitiku, hingga urat-urat nadiku rasanya mau putus.

Gerakan tangannya baru terhenti saat kulihat ia menoleh ke arah pintu. Mau tak mau aku ikut menoleh dan mendapati seseorang berdiri dengan mata melotot lebar, "Nee-chaaaan?"

"K—Konohamaru?"

Bocah yang usianya tiga tahun di bawahku itu malah berlari keluar kamar. Entah apa maksudnya. Aku menengok lagi ke atasku. Naruto masih menindih tubuhku dengan tubuhnya. Kulihat ia menyeringai sesaat sebelum akhirnya menggelitikiku lagi.

"Naaa—haahaha! H—hentikaaaan…!"

"Naruto… Sakura… Say Cheese!"

JPRETTT!

Mulutku menganga lebar saat aku menoleh ke arah pintu. Kilatan lampu blitz kamera menyilaukan pandanganku. Otomatis tawaku terhenti seketika.

"Wah wah wah… Bagaimana kalau paman Jiraiya melihat foto ini ya?" ujar pemuda bertampang polos—yang dengan tampang tak punya dosanya bersender ke daun pintu seperti menikmati penyiksaanku ini. Disusul cekikikan Konohamaru yang berdiri di sampingnya. Rasa-rasanya ingin langsung ku tonjok wajah mereka berdua. "Aku ingin tahu reaksinya saat Paman Jiraiya melihat foto ini. Kau benar-benar melanggar pesannya, Naruto. Kau 'kan tidak boleh melakukan apa-apa pada putri tiriny—."

"SAI… KEMARIKAN KAMERAMU!"

Dengan itu Naruto menyingkir dari atas tubuhku, berlari keluar kamar untuk mengejar Sai. Kudengar suara derap kaki kejar-kejaran—seperti kucing mengejar tikus—di tangga menuju lantai bawah. Ha~h. Mengapa rumah ini sama sekali tak pernah tenang?

"Nee-chan?"

Aku menolehkan kepalaku ke arah pintu. Konohamaru menjulurkan lidahnya sambil memasang kedua jari tanda 'peace' padaku.

"Aku nggak ikutan lho ya…. Hehehehe." Setelah mengatakannya ia langsung berlari keluar kamar.

Konohamaru sialan! Pasti dia yang menyuruh Sai datang ke kamar.

Aku mendesah pelan sambil mengusap dahiku. Tangan kananku meraba perut datarku yang terekspos gara-gara Naruto menggelitikku tadi. Otomatis aku langsung menatap tubuhku.

Astaga! Blusku sampai acak-acakan dan kancing atasku terlepas. Bahkan rokku sampai tersingkap menampakkan pahaku. Aku segera bangkit dari ranjang dan terduduk dengan wajah merah padam.

"NARUTOOOOO! You're really fucking pervert!" teriakku kencang mengeluarkan seluruh amarahku yang bergejolak di ubun-ubun.

Ya ampun. Kalau foto tadi ditunjukkan ayah, bukan hanya Jiraiya—well, aku tak pernah memanggilnya ayah dan lebih senang memanggil namanya—yang akan marah-marah karena disangka bebuat tak senonoh selama mereka pergi. Ibu juga pasti ikut meledak-ledak. Bisa-bisa hancurlah rumah ini karena amukan mereka berdua.

Aku segera berlari ke lantai bawah dan bersiap menghajar para cecunguk tak tahu diuntung itu.

Err, sepertinya tadi aku lupa memberitahu. Sebenarnya rumah ini tak hanya ditinggali aku dan Naruto, tapi juga ada Konohamaru dan Sai. Ketiga pemuda payah ini adalah anak asuh Jiraiya sejak kecil.

Konohamaru mempunyai marga Sarutobi. Ia diasuh Jiraiya sejak kakeknya—yang selama ini mengurusinya—meninggal karena sudah tua. Jangan kau bayangkan dia sebagai pemuda manis seperti tampangnya yang tanpa dosa, merayu ingin dibelikan permen itu. Karena perlu kalian tahu, dia sama mesumnya dengan Naruto. Sama persis! Setali tiga uang!

Sedangkan pemuda dengan tampang datar—cukup tampan—bernama Sai adalah bocah pe-seni jalanan yang Jiraiya temukan di dekat stasiun. Kudengar dulu saat ia kecil ia bekerja sebagai pelukis jalanan di dekat stasiun di Tokyo. Ia seorang yatim piatu.

Tapi sayang seribu kali sayang. Dia orang yang sangat menyebalkan! Mulutnya seperti tak pernah disekolahkan dan dia sama sekali tak pandai membaca situasi. Dijamin para gadis langsung ilfil ketika mengetahui wajah tampannya itu berbanding terbalik dengan sifatnya yang buruk seburuk kaleng-rombeng.

Satu fakta yang bisa kudapat dari sisi Sai ini. Tampilan berbanding terbalik dengan kualitas.

Dan kalau kau tanya soal latar belakang Naruto, ahh… panjang sekali ceritanya. Kisahnya sangat rumit. Jiraiya selalu bilang kalau Naruto itu pintar, tapi sejauh yang kulihat, penilaianku yang kuberikan padanya hanya ada satu. Yaitu, idiot bukan main.

Tapi yang jelas di rumah tingkat tiga inilah kami berempat tinggal. Lantai satu digunakan untuk studio foto dan lukis sebagai pekerjaan sampingan tiga pemuda payah ini, sekaligus kamar Konohamaru dan Sai. Lantai dua dipakai untuk kantor detektif dan ruang kerja Jiraiya sebagai novelis buku serial orang dewasa sekaligus letak kamarku. Dan lantai tiga adalah kamar Naruto.

Rumah ini sederhana, tapi sangat ramai saat tiga orang ini berkumpul. Belum lagi kalau ada Jiraiya. Rasanya aku terjebak dalam kumpulan orang gila yang tak mendapatkan kesempatan rehabilitasi karena pemerintah kehabisan akal untuk mencari uang donasi. Coba mereka tidak korupsi, pasti bukan begini jadinya 'kan?

.

==:==:==:==:==:

.

Aku hanya menyeringai sambil menatap sarapan pagi di meja makan. Sesekali kulirik tampang ketiga pemuda di hadapanku yang mengelus-elus kepalanya sehabis kuhajar. Salah mereka sendiri berani-beraninya cari gara-gara denganku.

Kulihat Konohamaru memegangi pipinya yang bengkak karena kupukul barusan. "Nee, kenapa aku juga dipukul?"

"Karena kau masuk kamar tanpa mengetuk pintu!"

"Aku sudah mengetuknya kok," jawab Konohamaru.

"Itu karena kau tertawa keras sampai tak mendengar ketukan Konohamaru," ucap Sai membela.

"Dan lagi kau terlalu banyak protes, itu kan kamarku Sakura-chan."

Aku melirik tajam Naruto. Bocah satu ini benar-benar brengsek! Dengan tampang fox-grin-nya ia hanya nyengir kuda padaku seperti orang yang tak memiliki dossa.

"Kalian bertiga bicara sekali lagi, maka akan kuhajar!" ancamku serius.

"Ha~h, Sakura-chan, jangan galak begitu. Kalau kau galak seperti itu tak akan ada yang mau denganmu." Naruto mulai menggodaku lagi.

"Apalagi kau kan jele—."

Konohamaru langsung membungkam mulut Sai sebelum aku mengambil ancang-ancang untuk menghajar mereka lagi. Yah, setidaknya Konohamaru-lah yang terlihat paling cepat gemetaran tiap aku mulai menunjukkan amarahku. Mungkin ia menyadari tanganku yang menggenggam erat pisau buah. Bisa-bisa ku kuliti mereka nanti.

"Ah, sebenarnya aku cuma mau menyerahkan ini ke kamar kak Naruto…," terang Konohamaru menengahi.

Kami berempat langsung menatap surat yang dibuka Konohamaru di tengah meja. Sampul amplopnya benar-benar elegan. Sepertinya dari klien kaya.

"Tadi seseorang memakai jas mengantarkan ini. Katanya sih ada pekerjaan untuk Naruto-nii selama seminggu di villa."

Aku membaca surat itu lekat-lekat. "Hyuuga Hiashi."

"Seingatku dia pengusaha kaya raya 'kan?" tanya Sai ingin mengkonfirmasi.

"Di sini tertulis kau harus mendampingi puterinya ke sebuah villa karena anaknya itu akan ada acara dengan beberapa teman sekolahnya. Keterangan lengkapnya kita harus datang ke mansion Hyuuga."

"Wow!" seru Naruto takjub dengan apa yang dilihatnya. "Seingatku putri Hyuuga Hiashi 'kan sangat cantik."

DUAKK!

Bogeman mentahku melayang ke kepala Naruto yang sempat-sempatnya bercanda di saat seperti ini. Kulihat ia meringis sambil memegangi kepalanya.

"Naruto, kau ini bagaimana? Di sini tertulis 'teman sekolah'. Artinya yang harus kau jaga itu anaknya yang bungsu. Bukan kakaknya yang sangat cantik itu." Sai mulai serius berpikir. Aku jadi semakin bingung, yang seorang detektif itu Naruto atau Sai sih?

"Yah, sudahlah… Aku akan ke mansion Hyuuga siang ini." Naruto mulai manggut-manggut.

Aku berpikir sesaat sebelum akhirnya tersenyum. "Aku ikut!"

"Tapi dengan begini aku punya kesempatan untuk menggoda kakak perempuannya yang cantik itu. Hahahaha!" teriak Naruto kegirangan. Ia melirik genit ke arahku.

DUAAKKK!

Aku memukul keras kepala Naruto. "Kau harus melaksanakan tugasmu dengan serius, Baka!"

Naruto kembali mengusap-usap kepalanya. Bukannya terlihat kesakitan, dia malah cekikikan. "Haah, kau tidak usah marah begitu, Sakura-chan. Aku tahu kau cemburu 'kan?"

Aku langsung menatapnya dengan tatapan 'death glare'. Belum sempat aku menghajarnya, dia sudah keburu tunggang-langgang ke lantai atas sembari ketawa-ketiwi.

TBC

.

==:==:==:==:==:

.

At the backstage

NIGHT : Angeeelll-chan….

ELVEN : *geleng-geleng* cerita collab kita kok ancur ya?

NIGHT : *Nangis guling-guling*

ELVEN: Prolognya kependekan gak ya?

NIGHT : Aku malah khawatir ma isi ceritanya

ELVEN : Ini nanti chara-nya siapa aja?

NIGHT : Night juga bingung =_=a

ELVEN : Rookie 9 enaknya dipakai semua nggak nih…

NIGHT : Um… mungkin. Malah ada Hanabi juga.

ELVEN : Kita ke belakang yuk diskusi…

ELVENIGHT : REVIEW ya…!

.

==:==:==:==:==:

.

Semoga prolognya udah cukup menarik. Isi ceritanya belum kelihatan. Chara-chara yang lain juga akan berkumpul nantinya. Ini masih pemanasan…

Reader mau lanjut? Ada saran? Silahkan tulis di kolom review

THANKS FOR READING…

.

W

I

I

V