"Kali ini, kau bersamaku, Toushirou."
Chapter 5:Confession.
By:Himawari Ichinomiya
Disclaimer: Bleach©Tite Kubo
Gendre: Shonen-ai, Romance, Drama.
Pairing: Tebak sendiri! Walaupun rasanya sudah bukan rahasia lagi.
Rated: M
Summary: Grimmjow sudah selesai dengan gilirannya. Sekarang saatnya Ichgo yang harus membuktikan perasaannya pada Hitsugaya. Apakah yang akan dilakukan oleh Ichigo? Kemana kah mereka berdua akan pergi?
Warning!: Dalam fic ini akan terdapat banyak unsur OOC, YAOI, Typo(s) dan banyak hal GeJe lainnya. Bagi anak di bawah umur dan pembenci yaoi, tolong segera keluar dari fic ini, sebelum punya pikiran untuk nge-Flame Hima.
So, Dun like? Dun read!
Tetap nekad baca?
Gak tanggung kalo nantinya jadi fujoshi atau fudanshi, ya~?
~Happy Reading!~
\(o_o\)~oo0oo~(/o_o)/
Hari masih begitu pagi, matahari kota Tokyo juga masih enggan menampakan dirinya di langit. Hanya segelintir orang saja yang terlihat berjalan di jalanan kota yang padat penduduk itu. Seorang pemuda dengan perawakan tubuh mungil dan bermata emerald sedang berjalan menyusuri jalanan kota yang masih terlihat sepi. Pemuda berambut perak itu mengenakan jaket lumayan tebal dan syal dari wol yang cukup hangat. Jelas saja dia memakai baju hangat, saat ini adalah bulan Januari, jadi masih musim dingin.
Pemuda mungil itu melirik jam tangannya. 6.00 A.M.. Masih sangat pagi bagi penduduk Negara Jepang. Dia berjalan santai menuju setasiun Tokyo yang juga masih terlihat sepi, hanya ada cleaning service yang sedang membersihkan di sana-sini dan seorang kakek-kakek yang duduk di bangku kayu.
"Kurosaki dimana, ya?" gumam cowok mungil satu ini sambil celingukan ke segala arah, tapi tidak ditemukan juga orang yang dicarinya itu.
"Mencari aku, Toushirou?" Hitsugaya hampir terjungkal gara-gara kaget, karena sosok yang dicarinya tia-tiba saja datang dari arah belakang. "Hehehe. Kau kaget?" kekeh Ichigo.
"Kau hampir saja membuatku mati, Kurosaki." Decak Hitsugaya sebal dengan sikap Ichigo yang lebih tua darinya tapi masih tetap kekanak-kanakan. Ichigo masih tertawa kecil melihat Hitsugaya yang cemberut. How cute! Like a pupy. Batin Ichigo.
"Kurosaki, ngapain kita sekarang di stasiun Tokyo?" Tanya Hitsugaya bingung.
Ichigo tersenyum."Hari ini 'kan giliranku pergi denganmu. Jadi, seharian ini kita akan pergi ke luar kota. Mangkanya, kita harus ke setasiun dulu." Ujar Ichigo menjelaskan. Hitsugaya cuma manggut-manggut sambil bergumam 'oh'.
"Lalu, kenapa harus sepagi ini, sih?" Hitsugaya agak kesal juga harus bangun sepagi ini, padahal sekarang 'kan liburan, mana dingin lagi!
"Nih, lihat." Ichigo membawa sebuah keranjang piknik yang cukup besar. "Aku ingin kita sampai di Chiba sebelum siang." Jawab Ichigo.
"Kalau gitu sebaiknya kita cepat berangkat, Shinkansennya sudah datang, tuh!" pemuda bermata emerald itu menunjuk sebuah kereta express berwarna putih mengkilap yang sudah sampai.
"Ayo." Ichigo menggandeng tangan mungil Hitsugaya memasuki loket penjualan karcis untuk ke prefektur Chiba. Mereka melihat banyak kursi yang masih sepi, karena ini adalah jadwal pemerangkatan pertama. Tapi, banyaknya penumpang akan terus bertambah saat shinkansen berhenti di setiap setasiun. Hitsugaya duduk berhadapan dengan Ichigo.
Kereta mulai bergerak sepuluh menit kemudian,Ichigo memanggil pelayan yang menyediakan makanan dan minuman yang ada di kereta, dan memerikan Hitsugaya segelas cokelat panas untuknya dan cappuchino untuk dirinya sendiri. Hitsugaya menyeruput cokelat panas itu dengan pelan, rasanya sangat hangat.
Pemuda bermata emerald itu terperangah kagum saat melihat setiap tempat yang mereka lintasi. Pemandangan yang masih terlihat begitu alami, karena prefektur Chiba dan sekitarnya masih termasuk kawasan alam, walaupun juga termasuk daerah perkotaan banyak event besar yang diadakan di sana.
Hitsugaya kembali memandang jendela sinkasen, rasanya pusing sekali melihat pemandangan yang berganti begitu cepat, mengingat ini kereta express dan berjalan dengan sangat cepat. Meskipun begitu, Hitsugaya tetap tidak mau melewatkan segala pemandangan indah yang terpapar di depannya. Ichigo tertawa melihat pemuda mungil yang biasanya bersikap sok dewasa itu kini terlihat seperti anak-anak.
"Jangan tertawa, Kurosaki! Kau menertawaiku 'kan?" ucap Hitsugaya agak ketus, ketika menyadari Ichigo terus menatapnya dengan tampang ingin tertawa sedari tadi.
Ichigo menghentikan terawanya dan menatap Hitsugaya lembut. "Aku suka melihatmu begitu, Toushirou. Mangkanya aku tertawa." Jawaban dari senpainya yang begitu jujur membuat Hitsugaya blushing.
"Bo-bohong! Dasar kepala jeruk!" teriak pemuda berambut keperakan itu gugup.
Pemuda berambut orange itu mendengus."Huh, kau tidak percaya rupanya." Ichigo berdecak kesal. Hitsugaya membuang mukanya dan kembali menatap jendela. "Mau kuberi tahu alasan senbenarnya, kenapa aku menertawaimu?"
Hitsugaya kembali menatap Ichigo. "Apa?" Tanyanya peasaran.
"Sini, biar kubisikan padamu." Ujar Ichigo dengan menepuk tempat duduk di sebelahnya, isyarat agar Hitsugaya berpindah tempat duduk. Pemuda mungil itu beranjak dari tempatnya semula dan duduk di sebelah Ichigo. Ichigo mendekatkan bibirnya dengan telinga Hitsugaya, pemuda bermata emerald itu berusaha meajamkan pendengarannya. Dan…
CUP!
Ichigo mengecup pipi Hitsugaya lembut. Wajah pemuda mungil itu serasa memanas, jantungnya berdebar-debar tak karuan. Hitsugaya menoleh kepada Ichigo dan meatap pemuda berambut orange itu. "A-apa yang kau lakukan?" jerit Hitsugaya histeris sambil memegangi pipinya yang masih terasa panas.
"Menciummu." Jawab Ichigo pendek. Tak terlihat sama sekali rasa gugup atau pun bersalah karena membuat pemuda mungil di hadapannya hampir mati karena jantungnya bekerja terlalu cepat.
Hitsugaya cengo mendengarnya. 'Semoga saja tidak terjadi hal-hal aneh setelah ini.' Batin Hitsugaya dalam hatinya yang paling dalam.
.
.
.
Lima belas menit kemudian, sampailah mereka di setasiun prefektur Chiba. Jam menunjukan pukul tujuh pagi. Memang masih terlalu pagi untuk pertokoan dan mall buka, jadi Ichigo mengajak Hitsugaya ke suatu tempat dengan menaiki bus. Pemuda mungil itu nurut saja, karena nggak terlalu tahu seluk-beluk kota Chiba.
Mereka menaiki bus cukup lama, hingga mencapai daerah Bay Tokatsu Area. Daerah ini memiliki banyak fasilitas seperti Disneyland resort. Ichigo lebih memilih rekreasi alam di sebuah hutan kecil. Agak capek juga karena mereka harus berjalan cukup lama ke sebuah sungai. Tempat yang cocok untuk berpiknik. Karena musim dingin dan hari masih pagi, hanya mereka lah yang menikmati keindahan alam itu.
Ichigo melebarkan kain kotak-kotak merah di atas permukaan rumput. Kemudian meletakan beberapa makanan di atasnya. Hitsugaya membantu dengan ikut menata makanan-makanan mereka.
Hitsugaya tersenyum kagum. "Kau menyiapkan semua ini sendirian?" Tanya pemuda mungil itu saat melihat makanan yang terlihat rapi dan menggugah selera di dalam lunchbox.
"Tentu, memang siapa lagi?" ujar Ichigo megangkat alisnya bingung.
"Entah, mungkin saja pelayan di rumahmu atau orang tuamu?" Hitsugaya mengangkat bahu.
"Aku ini tinggal sendirian di apartement. Orang tuaku dan anggota keluarga lainnya semua tinggal di luar negri." Jelas Ichigo.
Hitsugaya manggut-manggut. "Hebat juga bisa memasak yang seperti ini." Ujar pemuda mungil itu sambil melihat lunch box yang berisi salad dengan bacon, ada juga onigiri, serta sandwich tuna dan makanan lainnya yang menggugah selera.
"Aku terbiasa hidup sendiri. Mau makan makanan instan juga lama-lama bosan. Jadi, aku belajar masak sedikit." Balas Ichigo cuek dan mulai memasukan roti selai blueberry ke dalam mulutnya. Hitsugaya sendiri juga merasa lapar karena belum sarapan. Pemuda mungil itu mengambil sepotong sandwich dengan ham dan memakannya lahap.
Pemandangan indah dari air-air yang terus bergemericik di sungai, ikan-ikan yang hilir-mudik di dalam air yang jernih dan hawa yang begitu dingin, serta keadaan yang tenang, membuat keduanya begitu terhanyut dengan keindahan dan keanggunan alam Chiba. Hitsugaya dan Ichigo mengobrol ringan sambil memakan onigiri atau roti isi, ditemani oleh jus jeruk dan teh hangat dari termos.
"Aku merasa, kau seperti ibu-ibu, karena lebih memilih untuk berpiknik, Kurosaki." Celetuk Hitsugaya tanpa ada maksud mengejek.
Ichigo sedikit merasa tersinggung, wajahnya jadi cemberut ketika Hitsugaya mengatainya. "Apa kau lebih suka berjalan-jalan di mall atau makan di restoran seperti Grimmjow mengajakmu?"
Hitsugaya menangkap sedikit nada tersinggung dari Ichigo. Hitsugaya menghela nafas sejenak. "Bukan begitu maksudku, Kurosaki. Aku senang kau ajak kemari. Hanya saja, ini tidak biasa." Hitsugaya berusaha menenangkan Ichigo.
Pemuda berambut orange itu mendesah pelan. "Maaf, tadi aku sedikit emosi."
Hitsugaya tersenyum kecil dan menggenggam tangan Ichigo. "Tidak apa, aku juga salah."
Keduanya kembali memakan makanannya dengan nikmat, kemudian bermain sedikit dengan gemericik air yang terasa begitu dingin bagaikan es, karena saat ini masih musim dingin. Saat keadaan tempat itu sudah mulai ramai, barulah Ichigo dan Hitsugaya merapikan keranjang piknik mereka. Lalu, beranjak pergi.
Jam menunjukan pukul sepuluh lebih tiga puluh menit. Mereka berjalan menuju halte bus dan menaiki bis dengan tujuan ke daerah yang bernama Hokuso. Keduanya menuju kota yang bernama Sakura. Di tempat ini, Ichigo dan Hitsugaya mengamati tata cara kehidupan samurai zaman dahulu, serta mengetahui lingkungan samurai itu sendiri.
Hitsugaya dan Ichigo berfoto menggunakan cosplay pakaian para samurai, lengkap dengan pedang sekaligus sandal kayunya. Ichigo hampir meledak, karena tertawa, saat pemuda mungil itu jatuh saat berjalan. Jelas saja! Geta atau sandal kayu yang digunakannya terlalu tinggi.
"Hmppff…" Ichigo mendengus geli.
"Jangan tertawa, Kurosaki!" teriak Hitsugaya yang masih dalam posisi jatuhnya.
"Hmmpf.. maaf… hmmph.. kau benar-benar terlihat lucu!" balas Ichigo, masih dengan wajah memerah, berusaha menahan tertawanya.
"Ukh…" Hitsugaya cemberut dan memalingkan wajahnya. Rasanya malu sekali!
"Ok, maaf…" Ichigo berhenti tertawa dan berjalan mendekat ke arah Hitsugaya. Pemuda bermata cokelat itu mengulurkan tangannya. "Mau aku bantu berdiri, my princess?" Tanya Ichigo dengan wajah menggoda jahil.
Hitsugaya mendengus jengkel. Tapi akhirnya dia menerima uluran tangan dari Ichigo. "Aku ini laki-laki, Kurosaki." Balasnya penuh penekanan pada bagian 'laki-laki'. Ichigo tersenyum, kemudian mengangkat tubuh Hitsugaya, membantunya berdiri.
Setelah insiden kecil itu, mereka berdua berfoto-foto ria. Memang mereka bukan tipe orang narsis atau alay yang sukanya foto-foto dengan gaya yang berlebihan dan 'nggak banget'. Tapi, apa salahnya jika mengabadikan kenangan yang jarang-jarang 'kan?
Puas dengan berjalan-jalan keliling kediaman samurai, Ichigo dan Hitsugaya menuju kuil budha yang cukup kuno. Mereka berdoa sebentar di sana, dan mendengar cerita sejarah tentang didirikannya kuil itu, oleh salah seorang biksu tua. Kemudian, mereka juga mampir untuk membeli sebuah omamori (jimat).
Merasa sudah mengelilingi seluruh bagian kuil, Ichigo dan Hitsugaya mulai berjalan keluar dari kawasan kuno itu.
Ichigo menoleh ke arah Hitsugaya yang berjalan sambil bersenandung santai di sebelahnya. "Hei, Toushirou!"
Pemuda mungil itu menghentikan senandungnya dan memandang Ichigo. "Ada apa, Kurosaki?"
"Aku tadi beli Omamori untukmu." Ichigo merogoh sakunya.
"Arigatou, Kurosaki. Omamori apa?" Tanya Hitsugaya. Omamori memiliki beragam jenis, dari omamori untuk ujian, agar mendapat nilai bagus, omamori pengikat hubungan, agar cepat dapat pacar atau hubungannya langgeng, dan berbagai omamori lainnya.
"Aku membeli omamori untuk ujian, biar nilaimu bagus." Jawab Ichigo, masih juga mencari omamori di sakunya. "Ah! Ini dia omamori-nya!" Ichigo memberikan jimat yang berwarna putih dengan corak butiran es itu kepada Hitsugaya.
Pemuda mungil itu tersenyum. "Thanks, Kurosaki." Hitsugaya menerima pemberian dari senpainya itu.
"Tak perlu berterima kasih, Toushirou." Balas Ichigo dengan senyum sumringah.
"Ehmm… Kurosaki…"
"Ya?" jawab Ichigo.
"Kau salah beli, Kurosaki." Ujar Hitsugaya datar.
"Apanya?" Ichigo masih bingung.
Hitsugaya menghela nafas. "Kurosaki, ini omamori untuk ibu-ibu agar selamat melahirkan!"
Ichigo cengo. "Lho? Itu bukan untuk ujian?"
Hitsugaya menyerahkan omamori itu kepada Ichigo lagi, dan menunjuk bagian bawahnya. Pada bagian bawah omamori itu bertuliskan 'Untuk selamat melahirkan.'
"Sekarang apa yang harus kita lakukan dengan omamori yang salah beli ini?" Tanya Hitsugaya bingung. Mau dikembalikan lagi, tapi rasanya memalukan. Mau dibuang, tapi rasanya mubazir.
Ichigo memberikan omamori itu kepada Hitsugaya lagi. Pemuda bermata emerald ini bingung. "Kenapa kau berikan kepadaku lagi?"
"Buat kamu saja. Toh, nanti berguna saat kau akan melahirkan anak-anak kita…" jawab Ichigo dengan seringaian jahil, yang sukses membuatnya mendapat pukulan kasih sayang dari Hitsugaya.
Semua kawasan wisata di Hokuso sudah mereka datangi. Sekarang keduanya kembali menaiki bis dan berhenti di kota yang bernama Makuhari. Di salah satu mall kawasan ini, megadakan pameran motor yang hanya diadakan dua tahun sekali. Merupakan salah satu event yang cukup langka.
Ichigo yang penggila otomotif dan motor, tentu saja menganggap acara ini termasuk agenda yang wajib diikuti. Dengan semangat 45, Ichigo dan Hitsugaya(yang sebenarnya biasa-biasa aja soal motor) memasuki tempat pameran. Ruangan dengan luas lebih dari 70 meter persegi itu dipenuhi dengan berbagai motor, dari yang limited edition sampai pada motor tipe terbaru.
Ichigo dengan antusiasme yang setinggi langit, berkeliling tempat pameran dengan mata berbinar-binar bagaikan anak kecil yang berkeliling ke toko mainan pertama kalinya. Hitsugaya berusaha keras, agar Ichigo tidak menguras seluruh uang di ATM-nya untuk membeli semua tipe motor yang menarik perhatiannya.
Pemuda berambut orange itu saat ini sedang mengamati salah satu motor Ducati tipe terbaru, sedangkan Hitsugaya berdiri tak seberapa jauh darinya.
"Apakah kau tertarik dengan motor ini?"
Ichigo menoleh menuju sumber suara yang menanyainya. Seorang model bertubuh proporsional kini sudah berada di sebelah Ichigo, menatapnya dengan niat menggoda. Tapi, karena Ichigo sendiri yang kelewat cuek, dia malah tidak peduli denga tatapan maut itu.
"Kira-kira motor yang ini, maksimal berapa cc?" Tanya Ichigo dengan wajah serius.
"Motor yang ini memiliki kualitas digunakan sebagai motor balap, kecepatannya melebihi empat ratus cc." jawab model sekaligus SPG itu.
"Apa hanya tersedia warna yang ini saja?" Ichigo kembali melihat motor yang dipajang itu berwarna merah menyala. Jujur saja, ichigo tidak begitu menyukai warna merah.
"Tersedia warna biru tua, hitam, silver dan hijau." Wanita bertubuh proporsional itu kini mendekat ke Ichigo. "Bagaimana… jika setelah pameran ini selesai, kita keluar berdua?" lanjut SPG itu dengan kedipan seelah matanya.
Tak jauh dari pemandangan itu, terlihat Hitsugaya yang hampir meledak-ledak karena jengkel. Tangan mungilnya mengepal erat, hingga jemarinya berwarna keputihan. Jengkel sekali rasanya! Jelas-jelas saat ini Ichigo sedang bersamanya, tapi kenapa pemuda orange itu malah digoda dan dirayu oleh orang lain?
Ichigo menoleh pada wanita yang berdiri di depannya, kemudian tersenyum lembut. Hitsugaya sendiri merasa sangat cemas melihat reaksi Ichigo yang malah tersenyum dengan tawaran dari wanita tidak dikenal itu.
Tanpa disangka-sangka, Ichigo berbalik dan menggenggam tangan Hitsugaya lembut, lalu kembali menatap model bertubuh proporsional yang kini di belakangnya. "Maaf, aku kemari bersama pacarku." Ujar Ichigo dengan seringaian yang mampu membuat siapa pun pingsan di tempat.
Dengan mesra, Ichigo menarik tangan Hitsugaya menuju luar gedung Makuhari Masse. Pemuda bertubuh mungil itu menatap Ichigo. "Aku bukan kekasihmu, Kurosaki." Ucap pemuda bermata emerald satu ini. Walaupun berkata seperti itu, terlihat seutas senyum di bibir mungil Hitsugaya.
Ichigo nyengir sendiri. "Yah, kau memang bukan kekasihku sekarang. Tapi, setelah ini, toh kau juga akan menjadi kekasihku." Ujarnya penuh percaya diri.
Hitsugaya terkekeh pelan. "Huh, kau percaya diri sekali, rupanya." Balas pemuda mungil itu dengan wajah yang dibuat-buat kesal. Keduanya tertawa renyah, semua terasa begitu hangat dan tidak asing. Entah kenapa, Hitsugaya merasa begitu nyaman berada bersama Ichigo.
Setelah puas melihat pameran motor, mereka berdua menaiki bus selama lima menit untuk menuju pusat oleh-oleh makanan yang masih berada di kota Makuhari.
Keduanya memasuki toko yang sejenis dengan swalayan. Tapi hanya berisi oleh-oleh dan berbagai barang souvenir. Toko itu terdiri dari dua lantai, lantai satu memiliki berbagai jenis makanan dan cemilan, sedangkan lantai dua berisi souvenir, seperti boneka, tas, dan keramik. Ichigo dan Hitsugaya langsung mengambil keranjang belanjaan yang telah disediakan oleh pemilik toko, lalu segera menyerbu bagian makanan.
Pemuda berambut orange itu melangkahkan kaki pada salah satu rak dan mengambil sebuah produk makanan. "Wah! Apa ini? Tidak aku sangka, juka biscuit yang terbuat dari kacang tanah itu benar-benar ada!" ujar Ichigo tidak percaya. Hitugaya terkekeh pelan.
Pemuda mungil itu juga menyambar salah satu makanan di rak yang sama. "Ini malah jus kacang tanah!" sahut Hitsugaya. 'Gimana rasanya, nih?' batinnya dengan wajah tidak yakin.
Seakan tidak mau kalah, Ichigo melihat bagian lain rak di toko itu. "Hahahah! Ini ada cake yang terbuat dari kacang tanah!" keduanya tergelak dan akhirnya malah tertawa bersama-sama.
"EHM!" Ichigo dan Hitsugaya menghentikan tawanya. Mereka berdua menoleh menuju arah sumber dehaman itu. Ternyata, si manager toko yang tidak sengaja lewat merasa tersinggung dengan tawa mereka berdua yang merendahkan barang dagangannya.
Ichigo berusaha bersikap tenang karena sikapnya yang memang kekanak-kanakan tadi. Sebetulnya, bukanlah hal aneh dengan berbagai produk yang terbuat dari kacang tanah ini. Karena, Chiba adalah penghasil kacang tanah dan perikanan terbaik di Jepang.
"Well- lebih baik kita mulai mencari makanan yang diinginkan." Ujar Ichigo tenang, sambil membawa keranjang belanjaan yang masih kosong. Hitsugaya yang juga merasa sedikit malu dengan sikapnya barusan, mengikuti senpainya itu dari belakang.
Mereka mulai berkeliling melihat begitu banyak makanan dan cemilan yang ditawarkan. Hitsugaya hanya mengambil sebuah kue yang tebuat dari tepung beras (senbei) dan beberapa pak keripik kentang khas Chiba. Sedangkan Ichigo mengambil keripik ikan, kue apel, natto khas Chiba, dan beberapa biscuit berasa asin.
Hitsugaya melirik keranjang belanjaan Ichigo yang terlihat penuh. "Lho? Banyak juga yang kau ambil, Kurosaki. Bukannya di apartementmu kau hidup sendirian?" Tanya pemuda bermata emerald itu heran.
Ichigo mengalihkan pandangannya dari rak barang dan menatap Hitsugaya. "Ya. Tapi aku punya keluarga yang tinggal di Kyushu. Karena aku jarang pulang ke sana, aku ingin mengirimi mereka makanan. Yah, hitung-hitung ganti rugi." Ujar Ichigo menjelaskan.
Pemuda berambut keperakan itu tersenyum lembut. Ternyata, meski Ichigo suka ikut perkelahian dan melanggar peraturan sekolah, senpai satu ini sangat peduli dengan keluarganya. "Kau jahat sekali, Kurosaki. Tidak pernah bercerita tentang keluargamu kepadaku." Ucap Hitsugaya dengan raut yang dibuat-buat ngambek.
Ichigo tertawa renyah. "Kau tidak perah bertanya, Toushirou."
Lima belas menit kemudian, mereka selesai dengan belanjaan masing-masing dan membayar di kasir. Pembicaraan mereka mengalir begitu lancar setelah Ichigo berusaha membuka diri. Keduanya mampir ke sebuah coffe shop kecil yang nyaman, dan mengobrol ringan mengenai kehidupan masing-masing ditemani dengan coklat hangat dan kopi yang cocok untuk hawa di musim dingin.
Dari pembicaraan yang hangat itu, Hitsugaya bisa mengetahui bahwa Ichigo sangat menyayangi keluarganya. Pemuda orange itu ngotot sekali ingin masuk ke SMA dan kuliah di Tokyo. Alhasil, dia harus meninggalkan keluarganya di Kyushu dan menempati apartement sendirian. Ichigo juga menceritakan masing-masing anggota keluarganya yang begitu bertolak belakang. Seperti, adiknya-Yuzu yang lembut dan sering merasa khawatir, adiknya-Karin yang mirib dengannya (cuek dan pendiam) dan ayahnya yang suka sekali memakai kemeja atau baju mencolok.
Hitsugaya tertawa ketika pemuda bermata cokelat itu menceritakan kehebohannya tiap pagi, ketika masih tinggal di Kyushu. Setiap hari ayahnya selalu melakukan dan memakai baju yang aneh-aneh. Di sela cerita, Hitsugaya berkali-kali menangkap wajah Ichigo yang melembut ketika menceritakan tentang keluarganya.
"Toushirou?" Ichigo menepuk bahu Hitsugaya lembut.
"Eh-iya?" Hitsugaya tersadar dari lamunannya. Wajah mungil itu bersemu ketika sadar bahwa Ichigo tau dari tadi Hitsugaya mengamatinya.
Ichigo tersenyum lembut. "Aku ada tempat tujuan terakhir. Ayo ikut." Pemuda itu menarik lengan Hitsugaya keluar dari coffe shop, setelah membayar semuanya.
Mereka kali ini menaiki taxi agar cepat mencapai tujuan dan sampailah mereka di ujung perfektur Chiba. Sebuah pantai berpasir putih nan lembut.
Hitsugaya dan Ichigo turun dari taxi yang mereka naiki. Pemuda mungil itu berlari ke arah pantai dengan wajah tidak sabaran.
"Kurosaki, kau mengajakku ke pantai? Di musim dingin?" Hitsugaya tertawa kecil. Sudah menjadi rahasia umum jika saat musim dingin, pantai akan kosong, dikarenakan angin laut yang dingin pasti akan membuat tubuh siapa pun menggigil.
Ichigo tersenyum. "Ya, tapi pantai di sini berbeda." Hitsugaya mengalihkan pandangannya dari arah pantai ke wajah Ichigo yang tersenyum penuh makna. "Pantai di sini tidak terlalu dingin, karena di lautnya adalah bagian dari dua samudra sekaligus. Angin laut jadi tidak begitu terasa di pantai ini." Jelas Ichigo. Hitsugaya manggut-manggut mengerti.
Pemuda mungil itu memejamkan mata emeraldnya, ketika angin laut yang begitu lembut menarpa seluaruh wajahnya. Rasanya tidak dingin, atau membuatnya memnggigil. Mata emerald itu kembali terbuka pelan dan menatap Ichigo. "Lalu, ngapain kita di sini? Apa kita akan berenang di suhu sedingin ini? Walaupun angin laut di sini tidak terasa, berenang di hawa dingin hanya akan membuat kita sakit." Ujar Hitsugaya.
"Tidak, tentu saja kita tidak akan berenang." Ichigo menggeleng-gelengkan kepala. "Tunggu di sini sebentar." Lanjutnya lagi, lalu meninggalkan Hitsugaya yang bingung di tempatnya. Pemuda mungil itu kembali menatap laut yang menggulungkan ombaknya. Deburan ombak yang begitu keras, menghantam batu-batu karang yang ada di sekitarnya.
Pemuda bermata emerald itu melongokan kepalanya dan menatap langit. Banyak burung camar berterbangan di sana-sini, ada beberapa perahu nelayan yang merapat pada pesisir pantai. Sungguh pemandangan yang segar di tatap mata. Hitsugaya kembali memejamkan matanya, ketika angin laut menyapa wajah manis itu, membuat rambutnya bergerak ke sana- kemari.
"Toushirou." Ichigo memanggil Hitsugaya pelan, membuat mata emerald itu kini kembali terbuka.
"Apa itu di tanganmu, Kurosaki?" Tanya Hitsugaya, melihat tangan kanan Ichigo yang menggenggam sebuah kantung pelastik.
"Ra-ha-si-a." ujar Ichigo yang makin membuat Hitsugaya penasaran. Pemuda bermata cokelat itu kembali tersenyum. "Lihat saja, nanti." Lanjut Ichigo.
Mereka berdua terduduk di pasir pantai yang putih dan lembut. Semuanya terdiam menatap keindahan alam di dekatnya. Pemuda mungil itu kembali merasa nyaman, ketenangan yang begitu hangat membalut hatinya. Keduanya seakan berbicara melalui hati masing-masing. Hanya saling terdiam dan bertukar pandang.
Matahari mulai kembali ke tempatnya di garis Horizon, menciptakan gradasi warna orange cerah yang begitu memanjakan mata. Keduanya terpesona menatap kejadian alam yang sesungguhnya biasa itu. Tangan Ichigo yang begitu besar manggengam tangan mungil Hitsugaya.
Tiba-tiba Ichigo berdiri dan beranjak dari tempatnya. "Toushirou, ikut aku!"
Hitsugaya mengangguk kecil dan mengikuti Ichigo yang berjalan cepat di depannya. Ichigo menuntunnya ke bagian lain pantai yang terlihat lebih sepi. Hitsugaya tercengang melihat apa yang kini di depannya.
Tempat yang tadinya adalah lautan, kini menyurut drastis dan menampakan sebuah jalan setapak menuju ke pulau kecil yang tak jauh dari sana.
"Ba-bagaimana bisa lautnya terbelah?" Hitsugaya bergumam pelan, tidak percaya.
"Bukan terbelah Hitsugaya, tapi terkikis. Air laut di sini akan menyurut ketika malam bulan purnama sempurna, yang hanya terjadi ketika sepuluh tahun terakhir." Jadi bisa dibilang suatu kebetulan yang bagus, saat Ichigo pergi, dia melihat fenomena ala mini.
Hitsugaya terbelalak kagum. "Keren sekali." ujar pemuda mungil ini kagum.
"Jangan hanya melihat, ayo kita ke sana, juga!" ajak Ichigo bersemangat. Pemuda lebih tua dari Hitsugaya itu menarik lengan kouhai-nya menuju jalan setapak.
Beberapa menit kemudian mereka sampai pada sebuah pulau kecil yang indah dan masih alami. Matahari terbenam terlihat begitu jelas dari pulau kecil itu, menampakan keindahan maksimal dari pelita bumi.
Hitsugaya merasa begitu beruntung karena bisa pergi dengan Ichigo seharian ini, rasanya begitu berbeda ketika Ichigo berdua bersamanya. Pemuda mungil itu merasa terlindungi, sekaligus terhibur dengan berbagai rencana yang telah Ichigo siapkan.
"Toushirou, pejamkan matamu." Perintah Ichigo lembut. Pemuda berambut keperakkan itu menuruti saja.
Beberapa menit kemudian Ichigo kembali berbisik. "Sekarang, buka matamu, Toushirou." Hitsugaya kembali membuka matanya.
Langit yang sudah gelap karena malam, kini dihiasi oleh puluhan kunang-kunang yang berterbangan kesana-kemari memancarkan cahaya kecilnya bagaikan bintang yang menari-nari. Keadaan pulau yang masih alami, membuat kunang-kunang itu tidak habis diburu manusia.
Hitsugaya tercengang dan menutup mulutnya dengan telapak tangannya. "Kau suka, Toushirou?" bisik Ichigo di telinga Hitsugaya. Pemuda mungil itu mengangguk keras. Ichigo tersenyum lembut dan memeluk tubuh ringkih Hitsugaya.
"Syukurlah. Aku takut kau tidak akan suka dengan rencanaku seharian ini." Ujar Ichigo pelan.
Hitsugaya tertawa mendengar desahan lega dari bibir Ichigo. "Mana mungkin aku bisa kecewa dengan kencan yang seperti ini?" Tanya Hitsugaya balik. Ichigo terkekeh pelan mendengarnya, sungguh bahagia mengetahui Hitsugaya begitu nyaman dan menikmati kejutannya seharian ini.
Ichigo memegang lembut wajah mungil Hitsugaya, dan melihat wajah Hitsugaya yang begitu disukainya. Pemuda bermata mungil itu merasa malu, ketika Ichigo menatapnya begitu serius. Tapi dadanya berdesir lembut ketika Ichigo mengecup rambut silvernya.
Pemuda berambut orange itu sangat menikmati aroma mint dari rambut Hitsugaya. Rasanya begitu halus dan lembut. Puas, menikmati rambut silver yang begitu disukainya, Ichigo mengecup kelopak mata Hitsugaya, tanda cinta untuk sebuah mata emerald yang selalu menatapnya lembut. Kemudian, mengecup pipi Hitsugaya yang lebut dan halus.
"Aku mencintaimu, Toushirou." Bisiknya lembut di telinga Hitsugaya, membuat telinga pemuda mungil itu meringding dengan hembusan nafas yang begitu hangat di daun telingannya.
Ichigo mengecup pelan bibir Hitsugaya yang mungil, kemudian membawanya ke sebuah ciuman panjang yang lembut, tidak menuntut, dan hangat. Membuktikan sebuah kesungguhan, sekaligus keseriusan Ichigo yang ingin memiliki Hitsugaya untuk dirinya sendiri. Hitsugaya sendiri tidak menolak dan membalas ciuman Ichigo dengan memeluk leher pemuda berambut orange itu erat.
Ichigo sudah membuktikan kesungguhannya dengan Hitsugaya. Dan kemanakah cinta akan membawa pemuda mungil ini? Walaupun merasa masih bimbang dengan hatinya, Hitsugaya merasa, biarlah saja perasaan nanti yang akan menuntunnya. Sekarang, dia cukup menikmati saja, semua getaran halus di dadanya.
~~TBC~~
Akhirnya kelar jugaaa! Aduuuh~! Maafkan Hima yang sudah lama tidak ap det! Hima bener-bener kehabisan ide, sih! Dan maaf juga hima nggak bisa membalas repiu, karena saat ini waktunya mepet. Dari pada apdetnya besok, mending kan apdet-nya sekarang (walaupun waktu mepet).
Ok, sampai jumpa ke chap berikutnya! Jaa ne~!
.
Kemana kah cinta akan manuntun Hitsugaya? Saksikan-eh, maksud Hima, Baca (dan repiu) chapter berikutnya!
.
.
.
Mind give me review for this chapter?(^^)v