.

I'LL NEVER FORGET THIS PAIN

Presented by: Murasaki Sakura

.

Summary: Apakah kau sadar, senpai? Kalau aku sangat benci melihatmu dengannya? Special fic for Deal Fallen. Rated M for BLOODY

Disclaimer: Persona 4 is ATLUS'

.

Special Fic for DEAL FALLEN! Maaf kalau ancur dan rada (baca: sangat) aneh. Mungkin sekarang baru bisa bikin yang twoshot, tapi mungkin, sekali lagi MUNGKIN request yang multichap bakal Saku bikin. Tapi yah… Dengan berbagai kesibukan di sekolah, semoga aja Saku bisa ngerjainnya. Dan satu lagi! Gomen ne kalau ficnya sama sekali ga rame dan ancur. Maklumlah… ini fic Gore Saku yang pertama. Hope you like it! ^^

.

Canda dan tawa memenuhi udara. Semua terlihat bahagia sekaligus sedih. Bahagia karena telah lulus dan sedih karena akan berpisah dengan teman-teman yang disayangi. Tak sedikit air mata haru bergulir di pipi orang-orang yang berada di sana, melengkapi momen bahagia itu.

Hari itu adalah hari yang sempurna di musim semi yang indah, lengkap dengan kelopak sakura yang beterbangan tertiup angin dan atmosfir penuh kebahagiaan. Benar-benar hari yang terlalu sempurna untuk diganggu oleh setitik kecemburuan.

Tapi sayangnya kecemburuan itu begitu mencekik.

Kau tahu, senpai?

Aku benar-benar cemburu…

.

.

Murasaki Sakura Presents:

I'LL NEVER FORGET THIS PAIN

.

.

Waktu pun terus bergulir tanpa dapat dihentikan

Semua orang menapaki jalannya masing-masing

Semuanya berubah,

Tapi ada satu yang tidak berubah…

Hatiku, senpai…

.

Hari itu adalah hari minggu. Mentari menyapa setiap makhluk dengan sinarnya pagi itu, membuat mereka terbangun dari tidurnya. Inaba, seperti biasa, menjadi sebuah kota kecil di kaki pegunungan yang tenang.

Seorang wanita berambut cokelat kemerahan menyambut pagi dengan ceria. Senyum mengembang di wajahnya. Wanita muda itu menjatuhkan pandangan iris merah mudanya ke sebuah foto berpigura yang terpajang rapi di atas mejanya. Foto delapan orang yang sedang tersenyum bahagia. Dia mengambil foto itu dan mengusap kacanya lembut, tepatnya di bagian wajah seorang pemuda berambut silver dengan potongan rambut yang mirip mangkok. "Senpai…" bisiknya lirih

Namanya Kujikawa Rise, seorang mantan artis muda yang tenar. Sekarang ini pekerjaannya adalah sebagai seorang desainer perhiasan yang masih pemula. Wanita itu telah mengganti piyama bermotif strawberry dan anggurnya dengan sebuah blus manis berwarna hijau tua yang dipadukan dengan celana jeans 3/4 berwarna hitam dan bolero berwarna putih. Wanita bernama Rise itu tersenyum menatap pantulan dirinya di cermin. 'Aku masih cantik seperti lima tahun yang lalu.' batinnya.

Rise berjalan menuju ruang makan dan langsung mengambil segelas jus jeruk dan membuat seporsi omelet untuk dirinya sendiri. Setelah makan, dikeluarkannya sebuah ponsel berwarna merah jambu. Lalu dia menghubungi nomor handphone yang tertera di layar handphonenya. Tatsumi Kanji.

Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya terdengar suara dari ujung sana. "Halo," kata suara baritone yang pastinya dimiliki oleh lelaki bernama Tatsumi Kanji

"Pagi Kanji-kun!" sapa Rise dengan semangat

"Rise? Ada apa?" tanya Kanji yang terdengar setengah mengantuk

"Apa hari ini kita semua jadi kumpul-kumpul di JUNES?" tanya Rise balik

"Yeah… Kita akan merayakan kembalinya senpai ke Inaba." jawab Kanji

"Tentu saja! Akhirnya senpai kembali juga ke Inaba!" seru Rise senang

"Kata Yosuke-senpai, kita akan mulai acaranya jam sepuluhan," tutur Kanji

"Oke! Thanks infonya! Bye!"

"Bye," Kanji mengakhiri pembicaraan dan memutuskan sambungan telepon.

.

Rise berjalan dengan langkah senang dari ruang TV ke kamar tidurnya. Senandung lagu-lagu mengiringi setiap langkahnya. Gadis itu benar-benar menanti-nantikan hari kepulangan senpainya ke Inaba. Saat itu ia benar-benar tak sabar menunggu datangnya hari ini. Dan hari ini ia benar-benar tak sabar menunggu datangnya pukul sepuluh. Tak henti-hentinya senyum mengembang di wajahnya.

Rise melirik jam dinding berwarna putih yang ada di kamarnya yang bernuansa merah muda. Pukul setengah sepuluh. Setengah jam lagi ia akan bisa bertemu dengan orang yang paling dicintainya! Rise berlari ke meja riasnya dan mengambil sebuah sisir, lalu mulai menyisir rambut panjangnya. Setelah memastikan penampilannya cantik, Rise berjalan dengan cepat menuju tempat mereka semua akan bertemu, JUNES.

.

"Rise!" panggil seorang wanita muda yang sedang melambai-lambaikan tangannya. Rambut panjangnya yang tergerai rapi ikut sedikit bergoyang.

"Yukiko-senpai!" sahut Rise

Ya, wanita muda itu adalah Amagi Yukiko yang sekarang menjadi pemilik dari Amagi Inn yang terkenal sampai keluar Inaba. Wajahnya tetap seperti dulu, putih dan mulus, dibingkai oleh rambut hitam legam sepunggung. Tak lupa bando merah yang menjadi ciri khasnya bertengger manis di rambutnya. Parasnya yang anggun membuat banyak mata mengarah padanya.

"Apa kabar, Yukiko-senpai?" tanya Rise ramah

"Baik. Kamu sendiri apa kabar?" tanya Yukiko balik

"Baik juga." jawab Rise tanpa meninggalkan senyum yang menghiasi wajahnya

"Kok kamu udah sampai sih? Ini kan masih jam setengah sepuluh?" tanya Yukiko

"Hehehe Rise sudah tidak sabar ingin ketemu senpai!" jawabnya jujur

"Hahaha begitukah? Aku juga." Yukiko tersenyum

Kedua wanita itu pun mengobrol di tempat mereka biasa berkumpul, food court JUNES. Hanya obrolan dengan topik-topik ringan yang mereka bicarakan. Tak ada satu orangpun diantara mereka yang menyinggung tentang Souji ataupun persona. Mereka terlihat seperti dua wanita biasa yang membicarakan hal-hal biasa.

"Loh Yukiko? Rise?" Sebuah suara mengagetkan mereka berdua. Dengan serempak mereka menolehkan kepala mereka ke sumber suara. Mereka melihat tiga orang berjalan menghampiri mereka berdua. Orang pertama adalah lelaki berambut cokelat yang mengenakan kaos berkerah berwarna putih dan celana jeans belel. Di sampingnya ada seorang wanita berambut cokelat pendek. Kaos lengan pendek dipadu dengan jaket tanpa lengan dan jeans 3/4 adalah pilihan pakaian wanita muda itu. Sedangkan orang ketiga adalah pemuda berambut pirang dengan model rambut yang cukup aneh, menyamping ke arah kanan. Penampilannya seperti orang eropa, dengan kemeja putih berlengan panjang yang dilengkapi dengan bunga mawar yang tersemat di dada kiri juga celana panjang berbahan katun hitam.

"Yosuke! Chie! Kuma!" panggil Yukiko

"Yukikoo!" wanita muda bernama Chie langsung berlari menuju Yukiko dan memeluk sahabatnya itu, "Akhirnya kita bisa ketemu juga! Kau ini sibuk banget sih jadi orang! Aku suka repot kalau mau ketemu kamu." sambung Chie. Yukiko hanya terkekeh.

"Yuki-chaaaan~" pemuda pirang yang dipanggil Kuma langsung ikut-ikutan berlari ke arah Yukiko. Malangnya, dia malah terpeleset kulit pisang yang entah bagaimana berada di sana.

BRUK!

"Huweee… sakit…" Kuma mulai menangis seperti anak kecil yang tidak diberi permen oleh orang tuanya

"H-hei, jangan menangis dong! Kau jadi makin terlihat seperti perempuan tahu!" kata Chie sambil menepuk kepala Kuma singkat

Kuma menengadahkan kepalanya untuk menatap Chie yang notabene lebih tinggi sedikit darinya. Tanpa aba-aba Kuma langsung memeluk Chie sambil menangis. "Huweeeeeee…"

Pukulan keras dilayangkan duo berambut coklat, Yosuke dan Chie, ke kepala Kuma dengan tiba-tiba. "Apa yang kau lakukan bodoh?" seru mereka bersamaan

"Huwaaa ampuun!" Kuma langsung melepas pelukannya dan berlari ke belakang Rise yang hanya tersenyum melihat kejadian itu

"Hai Rise-chan~," sapa Kuma, "apa kabar?" tanyanya sambil mengedipkan sebelah mata sapphirenya

"Baik. Bagaimana denganmu, Kuma? Apa kau senang bisa jadi maskot JUNES?" tanya Rise

"Selama dapat makan gratis dan tempat gratis sih it's okay!" Kuma kembali mengedipkan sebelah matanya, kali ini sambil mengacungkan jempolnya. Rise hanya terkekeh mendengar jawaban Kuma.

"Ngomong-ngomong apa sensei belum datang?" tanya Kuma, sepertinya dia sudah kembali ceria seperti sebelumnya

"Belum. Souji belum mengabariku lagi," jawab Yosuke sambil menggelengkan kepalanya

"Kanji dan Naoto juga belum datang." kata Chie

"Ini kan memang belum jam sepuluh." sahut Yukiko

"Kalau begitu bagaimana kalau kita duduk dulu?" usul Rise

"Setuju!" seru Kuma

Beberapa saat kemudian, mereka pun sudah memilih sebuah meja bundar dan duduk mengelilinginya. Mereka semua terlalu sibuk mengobrol sampai-sampai tidak menyadari tiga orang yang datang menghampiri mereka dengan sedikit terburu-buru.

Orang pertama memakai sebuah topi berwarna biru tua yang senada dengan rambut pendeknya baju yang dipakainya. Orang kedua yang berada di tengah-tengah bertubuh lebih tinggi dari orang pertama. Dia hanya mengenakan kemeja putih berlengan pendek dan celana jeans hitam. Rambutnya berwarna silver dan dipotong dengan model rambut yang mirip mangkok. Dan orang ketiga berbadan lebih tinggi lagi. Dengan otot-otot lengan yang menonjol dan rambut pirang bermodel cepak juga wajah garang, orang itu lebih mirip preman. Bajunya serba hitam dengan lambang tengkorak di sana-sini.

Tampaknya, seorang diantara mereka yang sedang sibuk mengobrol menyadari kedatangan ketiga orang itu. "Akhirnya kalian datang juga," seru Yosuke kepada ketiga orang itu, "Naoto, Souji, Kanji!" lanjutnya

"Apa kami terlambat?" tanya Souji santai

"Lumayan," Yosuke tersenyum pada sahabatnya itu

.

"Selamat datang kembali di Inaba!" mereka semua—kecuali Souji—berseru serempak

"Terimakasih, teman-teman!" Souji tersenyum

"Rise kangeeeeen deh sama senpai!" kata Rise manja sambil memeluk Souji dengan erat

"Kuma juga kangen sensei!" Kuma ikut-ikutan memeluk Souji

"Iya… Iya…" kata Souji sambil menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan kedua temannya yang tidak berubah

"Jadi, kenapa kalian bertiga bisa datang bersamaan?" tanya Chie pada Souji sambil melirik ke arah Naoto dan Kanji

"Senpai memintaku untuk menjemputnya ke stasiun. Lalu saat kami lewat ke Shopping District, kami bertemu dengan Kanji." jelas Naoto

"Oooh…" Chie hanya ber'oh' ria mendengar jawaban Naoto

Mereka berbincang sangat seru, tak sadar kalau matahari mulai berpindah ke arah barat. Akhirnya, Yukiko menyadari hal itu. "Wah, sepertinya sudah sore." katanya

"Ya ampun! Aku belum menyelesaikan makalahku!" seru Chie sambil menepuk dahinya yang tertutup poni

"Dasar, sudah kubilang, kerjakan dari kemarin!" sahut Yosuke

"Berisik! Memangnya kau sudah selesai?" tanya Chie sinis

"Sudah dong! Baru saja tadi pagi ku-print." Yosuke sedikit menyombongkan diri

"Sial, kalau gitu, aku duluan ya! Bye all!" seru Chie sebelum pergi meninggalkan teman-temannya

"Chie memang tidak berubah ya," kata Souji

"Hahaha, yang begitu sih mana mungkin berubah!" kata Yosuke. Mereka pun tertawa.

"Kurasa aku juga harus pulang, banyak yang harus kukerjakan di Inn." kata Yukiko

"Yeah, aku juga harus pulang," timpal Kanji

"Hmmm… kurasa acara reuni kita sudah selesai ya?" Yosuke mengedarkan pandangannya ke arah teman-temannya dan disambut dengan anggukan kepala

"Aku pulang dulu," Kanji pamit, lalu diikuti Yukiko dan Rise

"Aku juga akan pulang," kata Naoto

"Apa perlu kuantar?" tanya Souji

"Tidak perlu, senpai." jawab Naoto cepat

"Sudahlah, akan kuantar kau pulang." kata Souji tegas

"Baiklah…" akhirnya Naoto hanya mengiyakan. Souji pun meraih tangan Naoto dan menggandengnya meninggalkan teman-temannya sambil melambaikan tangannya. Tanpa mereka sadari, sepasang mata tengah menatap mereka dengan sorot yang penuh kecemburuan dan ketidak sukaan.

.

.

Drrt drrt

Handphone merah jambu yang diletakkan di atas meja sedikit bergetar, menandakan ada pesan yang masuk. Dengan cepat jari-jari lentik sang pemilik handphone mengambil handphone itu dan melihat nama yang tertera di sana, Shirogane Naoto.

From: Shirogane Naoto

Subject: None

Maaf kalo aku ganggu, ada yang ingin kubicarakan

.

To: Shirogane Naoto

Subject: None

Tenang aja… Naoto-kun engga ganggu kok! ^^ Mau bicara apa?

.

From: Shirogane Naoto

Subject: None

Ini tentang Souji-senpai

.

To: Shirogane Naoto

Subject: None

Senpai? Kenapa? Kenapa?

.

From: Shirogane Naoto

Subject: None

Tadi Souji-senpai nembak aku…

.

.

Angin berdesir di balik kaca jendela sebuah kamar bernuansa merah jambu. Matahari sudah tenggelam dua jam yang lalu, menyisakan kegelapan di kota kecil bernama Inaba. Bulan yang hampir sempurna menggantung anggun di langit, ditemani miliaran bintang yang gemerlap dan beberapa awan tipis. Seseorang sedang duduk di atas karpet merah jambu sambil menusuk-nusuk sebuah boneka kelinci berwarna oranye cerah. Sebuah boneka yang didapatkannya dari sahabat baiknya saat ulang tahunnya yang ke 17. " Untuk Rise-chan, dari Nao-kun"; label pengirim itu masih menempel kuat di telinga kanan kelinci itu. Dengan amarah ia menebas leher kelinci malang itu, membiarkan kepalanya tergeletak di dekat lututnya. Sumpah serapah keluar dari mulutnya, tampaknya boneka itu adalah pelampiasan kemarahannya. Namun senyuman kecil tersungging di bibirnya setiap ia menusuk boneka itu dengan sebilah pisau yang berkilat tajam di tangannya. Tak jarang tawa lolos dari mulut kecilnya, tawa puas yang mengerikan. Kemudian ditancapkannya pisau itu ke dada boneka kelinci yang sudah tidak jelas bentuknya.

Wanita muda itu menatap boneka yang tinggal berupa potongan-potongan kain berwarna oranye dan kapas dengan tatapan mata pembunuh. Dia masih belum puas. Diambilnya kepala kelinci yang masih utuh dari dekat lututnya. Seringai kembali terbentuk di bibirnya yang tipis. Diambilnya pisau yang sempat tergeletak begitu saja di samping lutut kirinya, kemudian digenggamnya gagang pisau itu erat-erat, lalu dalam sekejap saja mata pisau yang sangat tajam sudah berada di dalam kepala boneka kelinci itu—tertancap tepat di bagian dahinya. Ia kembali menarik pisaunya dan menusuk mata boneka itu, lalu hidung merah jambunya, dan terakhir mulutnya yang berwarna merah. Setelah boneka itu sudah tak berbentuk lagi, ia tertawa terbahak-bahak. Wanita muda itu membayangkan seorang temannya sedang berada di posisi boneka kelincinya yang malang, seseorang yang menurutnya pantas untuk mendapatkan perlakuan seperti itu.

Tapi ia masih juga belum puas. Jiwanya masih merasa kalau apa yang ia lakukan belum setimpal dengan apa yang harusnya didapatkan orang itu. Diambilnya pisau yang semula tergeletak begitu saja di dekat kakinya yang bersimpuh. Dengan cepat digoreskannya besi dingin itu ke kulit lengannya sendiri hingga cairan merah pekat menetes dari luka yang ditimbulkannya. Aroma besi dengan cepat menyapa indera penciumannya. Namun wanita muda itu sama sekali tidak peduli. Ia malah merasa kalau apa yang dilakukannya masih kurang. Maka dengan cepat ditusukkannya mata pisau yang berlumuran darah ke telapak tangannya. Darah kembali menetes dari luka baru yang dibuatnya. Sepertinya dendam sudah membuat syaraf- syarafnya tak berfungsi. Wanita muda itu sama sekali tidak merasa kesakitan, ia malah menatap darah yang mengucur dari lengan dan telapak tangannya dengan senang—membayangkan kalau itu adalah darah dari sang sahabat. Tawa pun kembali lolos dari mulutnya. Dan kembali disayatnya kulit lengannya sendiri, menciptakan luka-luka sayatan baru lengkap dengan darah segarnya.

Seiring waktu, sepertinya kerja sistem syarafnya sudah kembali, dengan cepat dilemparkannya pisau berlumur darah dari tangannya. Kemudian ia berlari ke kamar mandi sambil merintih kesakitan. Diambilnya sebuah handuk kecil berwarna putih bersih, lalu ia memasukkan handuk putih itu ke dalam bathtub yang setengahnya berisi air dingin. Setelah basah, handuk itu kembali diambil dan segera diletakkan diatas luka-luka sayatannya yang penuh darah. Dengan cepat, handuk yang semula berwarna putih mulai berubah menjadi merah. Ia meringis kesakitan. Kemudian handuk itu kembali dimasukkan ke bathtub. Lalu ia pun mengulangi proses yang sama sebanyak tiga kali. Air yang berada di bathtub pun berubah menjadi kemerahan karena darahnya.

Wanita muda itu menyobek bagian bawah kaos lengan pendeknya yang berwarna cokelat. Setelah itu, ia berjalan sambil sesekali meringis ke arah kotak obat yang ada di atas wastafel. Dia mengeluarkan botol putih berlabel 'Alkohol'. Diambilnya sobekan kain cokelat yang berasal dari kaosnya, kemudian dibasahinya sobekan kain itu. Lalu dia pun membersihkan luka sayatan serta tusukan yang tadi ia buat dengan air dan alkohol. Beberapa saat kamudian, wanita itu pun memutuskan mandi untuk menenangkan diri.

.

.

*TSUZUKU…*

Yeeey akhirnya selesai juga chapter ini! Tadinya fic ini mau Saku bikin oneshot, tapi yah, akhirnya jadi twoshot aja deh. Hmmm di chapter ini masih belum kelihatan gore-nya ya? Hahahaha cuma nusuk-nusuk kelinci doang, ga rame. Gore-nya bakal muncul di chapter 2 nanti. Doain Saku ya, semoga bisa nyelesain chapter 2 dengan cepat (padahal Aku no Monogatari sama Behind the Mirror aja belum update… -_-)

Buat DEAL FALLEN: Bagaimana? Apakah aneh? Atau hancur? Atau mungkin tidak jelas? Ataukah tidak seru? Apa pendapat Anda tentang fic ini? Hmmm yang pasti saya sudah berjuang sebisa saya. Semoga hasilnya memuaskan, meskipun saya sendiri merasa kalau hasilnya sama sekali tidak memuaskan. (kok jadi pake bahasa formal gini? -_- *kicked*)

And special thanks to: I109m096A! Thanks for your help! :*

Kemungkinan besar nanti Saku bakal agak(baca:sangat) lama dalam ngupdate fic, soalnya makin hari aktivitas sekolah makin padat. Apalagi sekarang Saku udah kelas 9, jadi harus latihan UN, ngerjain berbagai tugas, belajar buat ulangan harian dan UN *coret yang terakhir*. Yah, pokoknya sibuk deh!

.

Last, boleh minta Reviewnya?